Pages

Kamis, Juni 19, 2014

Analisis : Memahami Wibawa Pertahanan

ANALISIS-(IDB) : Sebenarnya tanpa kita sadari kekuatan pertahanan kita selama setahun terakhir ini meningkat dengan tajam seiring dengan kedatangan berbagai alutsista untuk mengisi satuan tempur di segala matra. Belum lagi ledakan amunisi terbesar dan tergagah sepanjang sejarah dalam Latgab TNI awal Juni kemarin yang ditembakkan dari berbagai sumber daya alutsista darat, laut dan udara. Bisa dibayangkan betapa lumatnya KRI Karang Banteng yang menjadi korban 4 peluru kendali anti kapal Exocet dan C802 yang ditembakkan dari 4 KRI sekaligus.  Memang Latgab kemarin adalah latgab terdahsyat yang pernah dilakukan TNI dan pertama kali mengintegrasikan sistem pertempuran 3 matra dengan konsep pre emptive strike.



Latgab itu adalah salah satu aplikasi memahami wibawa pertahanan. Memahami wibawa pertahanan esensinya sama dengan memperhatikan kesehatan dan kebugaran sekujur tubuh.  Tubuh yang sehat dan bugar adalah gambaran kesehatan organ tubuh di dalamnya. Tubuh yang atletis menggambarkan kegagahan bagi si pemilik tubuh. Demikian juga dengan gambaran sebuah negara. Negara yang “atletis” tentu menggambarkan kekuatan militernya yang tangguh dan gahar. Wibawa pertahanan adalah bagian dari cara pandang untuk mengukur sejauh mana harga diri bangsa berdiri di tengah pergaulan antar bangsa. Maknanya adalah tidak ada pelecehan teritori dan sekaligus kemampuan merawat pagar teritori.  Bukan ketika ada yang mencoba melecehkan teritori lalu bersikap reaktif dan retorika.




KRI SIM menembakkan rudal Exocet
Kehadiran unsur satuan tempur di darat, laut dan udara berupa tentara dan alutsistanya di pagar teritori secara terus menerus merupakan salah satu cara mewibawakan makna pertahanan. Ke depan ini kita meyakini sejumlah alutsista TNI yang baru datang akan mampu hadir sepanjang saat untuk menjaga kewibawaan teritori Indonesia.  Kedatangan 24 jet tempur F16 blok 52 mulai Juli tahun ini akan memberikan tambahan adrenalin dan darah segar kekuatan pukul udara dan frekuansi patroli.  Demikian juga kedatangan 3 kapal perang dari Inggris mulai Juli ini bersama 3 KCR buatan PAL diniscayakan akan memberikan nafas segar bagi pengawal republik.



Sepuluh tahun terakhir ini kemajuan ekonomi Indonesia mampu menghebatkan kualitas rakyatnya dan memunculkan kekuatan kelas menengah yang pasti paham bagaimana memahami konsep wibawa pertahanan. Sebagai negara kepulauan maka sudah sepantasnya fokus kekuatan pertahanan ada di kekuatan laut dan udara. Jika kita perbandingkan maka konsep itu sama dengan kekuatan kelas menengah yang menjadi pilar kekuatan ekonomi cerdas yang dimiliki bangsa ini. Kelas menengah adalah gambaran keberhasilan menjaga pertumbuhan ekonomi dan eksistensinya sedangkan wibawa pertahanan kemampuan menjaga pagar teritori khususnya laut dan udara.



Riak gelombang di Laut Cina Selatan (LCS) sudah menunjukkan iklim tidak sehat, gampang demam tinggi.  Cina sudah mulai berani menggertak AS agar tidak bermain api di LCS padahal justru dia yang bermain api selama ini.  Vietnam, Filipina bersuara keras terhadap Cina sementara Malaysia mengambil sikap lembut terhadap Cina.  Kita tidak tahu mengapa dia tiba-tiba menjadi selembut salju menghadapi Cina bahkan mau membeli sejumlah aluisista dari negeri tirai bambu itu.  LCS adalah medan konflik yang sudah di depan mata.  AS dan Australia sudah memperbaharui model pakta pertahanannya dengan membolehkan akses militer AS dan alutsistanya yang lebih besar di Australia Utara, tidak sekedar Darwin.





Indonesia tentu harus menyikapi perubahan ini yang bisa saja menjadi liar dan tak terkendali sewaktu-waktu.  Krisis Ukraina dan kejutan militan ISIS di Irak adalah semboyan bahwa konflik militer tidak bisa diprediksi meski dengan kacamata intelijen sekalipun.  Bahasa jelasnya adalah membangun wibawa pertahanan dengan anggaran besar untuk sebuah negara besar berbentuk kepulauan.  Maka keperluan yang harus disediakan adalah membangun armada kapal selam, penyediaan kapal perang permukaan setingkat fregat dan destroyer.  Untuk kedaulatan udara diperlukan pesawat tempur dalam jumlah memadai dengan teknologi yang setara.



Wibawa pertahanan Indonesia akan diuji dengan dinamika kawasan yang makin demam tinggi.  Meski AS dan Australia telah menyepakati penempatan sejumlah kapal perang dan pasukan marinir di utara Australia tetapi tetap saja akses terbuka dan paling lebar menuju panggung LCS melalui perairan Indonesia.  Oleh sebab itu ketersediaan sejumlah kapal perang fregat dan destroyer serta kapal selam yang memadai tentu akan memberikan pesan untuk tidak lagi menganggap remeh negara ini. Memang sih sepanjang sejarahnya wibawa pertahanan negara ini selalu diremehkan oleh kekuatan asing. Tak usah malu-malu lah mengatakan itu. Maka agar tak malu-maluin terus perkuatlah persenjataan hulubalang republik.  Pagar utama adalah laut dan udara




Jet tempur Sukhoi dengan rudal penghancur
Wibawa pertahanan tidak hanya berteriak dan menggertak tetapi alat gertaknya juga harus jelas agar tidak disebut gertak sambal.  Menjadi ironi misalnya ketika terjadi insiden teritori yang keluar hanya teriakan bukan menghadirkan sejumlah jet tempur atau kapal perang.  Tidak juga mengurangi kewibawaan pertahanan manakala kita tetap membuka diri tapi juga jaga jarak dengan AS dan Australia dengan azas kehormatan teritori.  Maksudnya karena teritori laut dan udara Indonesia adalah jalan masuk dari selatan menuju palagan LCS, akses itu bisa tetap dilewati dengan pengamatan dan pengawalan laut dan udara.



Masih belum terlambat menguatkan nilai-nilai kewibawaan pertahanan itu.  MEF II (2015-2019) diharapkan menjadi realisasi menghadirkan sejumlah kapal perang dan kapal selam penyengat serta jet tempur penghancur. Kalau sejumlah alutsista penyengat dan penghancur ini sudah hadir maka dengan sendirinya muncul aura kewibawaan itu.  Salah satu nilai ber NKRI itu adalah menghirup aura kewibawaan itu disamping senantiasa menata hubungan internasional dengan kecerdasan diplomasi berlandaskan harga diri.  Kita yakin sejalan dengan tingkat kesejahteraan dan pertumbuhan PDB yang telah mencapai 10 besar dunia itu, Indonesia akan semakin diperhitungkan nilai-nilai kewibawaannya termasuk kewibawaan pertahanannya.



Sumber : Analisis

Wamenhan : Masa Kebangkitan Industri Pertahanan Indonesia

BANDUNG-(IDB) : Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sjafrie Sjamsoeddin menilai, industri pertahanan Indonesia sudah bangkit dari keterpurukan. Hal itu setelah, ia berkeliling melihat langsung proses kerja tiga perusahaan yang membuat alutsista TNI AD, AL, dan AU.

Sjafrie menerangkan, kunjungannya ke PT Pindad, Bandung menunjukkan bahwa produksi Panser Anoa dan Komodo sudah melebihi 300 unit. Padahal, kapasitas produksi Pindad hanya 80 unit per tahun. Belum lagi, pihaknya juga sudah memberi order Pindad untuk melakukan retrofit bodi dan mesin AMX-13 sebanyak 400 unit.

Dengan diperbaruinya persenjataan, teknologi dan mesin kelas ringan tersebut maka tidak ada keraguan lagi bahwa Pindad sudah bisa bersaing di tingkat regional untuk memasarkan produknya. "Kita masih butuh 200 panser lagi, dan semoga perusahaan bisa menjawabnya dengan meningkatkan produksi plus teknologi kendaraan tempur ini," kata Sjafrie, Rabu (18/6).

Penilaian yang sama juga diberikannya kepada PT Dirgantara Indonesia (DI). Mabes TNI AU melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan), kata dia, sudah mempercayakan PT DI untuk membuat pesawat CN 235 sebanyak sembilan unit. Nantinya, keberadaan pesawat angkut sedang tersebut akan menggantikan Fokker 27.

Saat ini, kata dia, pengerjaan pesawat CN 235 kedelapan sudah hampir selesai. Tentu saja pesawat kesembilan juga menyusul untuk diproduksi. Melihat kinerja PT DI yang tepat waktu, ia menyebut, tidak ada keraguan lagi bahwa industri pertahanan di bidang penerbangan Indonesia telah menuju jalan kesuksesan.


"Industri pertahanan kita sudah bangkit. PT DI dan Pindad sudah memasuki periode bangkit dan siap bersaing untuk memasarkan produknya ke luar negeri," kata pensiunan jenderal bintang tiga itu.

Komitmen pemerintah untuk memajukan industri pertahanan tidak melulu ditujukan kepada BUMN. Menurut Sjafrie, Kemenhan juga sudah memberi kontrak kerja PT Daya Radar Utama (DRU) Shipyard untuk menyelesaikan pembangunan landing ship tank (LST) senilai Rp 180 miliar. Perusahaan yang memiliki galangan di Bandar Lampung itu sudah berkomitmen menyelesaikan LST pada September mendatang.

"Perusahaan ini merupakan representasi perusahaan swasta yang ikut diajak untuk menghidupkan lagi industri pertahanan. Selesainya kapal ini akan menjadi momen kebangkitan industri pertahanan negara dan swasta," ujar Sjafrie.

Mantan pangdam Jaya itu tidak berlebihan. Menurut dia, kehadiran LST sangat dinantikan untuk mengangkut MBT Leopard 2A6 ke berbagai pulau di Indonesia. Satu unit LST memang hanya mampu memuat 10 tank kelas berat.


"Namun, ini yang pertama kalinya dimiliki Indonesia. Ini sejarah baru, nanti perlu dipertimbangkan untuk membuat lagi karena MBT Leopard yang akan datang di atas 100 unit dan perlu kapal pengangkut lebih banyak," ujar Sjafrie.

Kunker Ke PT. DI Bandung

Wamenhan beserta rombongan mendarat di Lanud Husein Sastranegara tepat pukul 07.30 WIB dengan menggunakan pesawat CN 295 dari Skadron Udara 2 Halim Perdanakusuma dengan penerbang Letkol Pnb Destiyanto.

Pada kunjugan kerja seharinya Wamenhan beserta rombongan menijau PT DI dan PT Pindad. Setibanya di PT DI Wamenhan yang didampingi Danlanud Husein Sastranegara menuju hanggar CN 295 yang merupakan tempat pembuatan pesawat CN 295.

Dalam kesempatannya Andi Ali Sabana selaku Direktur Struktur PT DI memberikan penjelasan tentang kesiapan PT DI dalam menerima pesanan pesawat dari TNI maupun dari negara lain kepada Wamenhan.

Setelah meninjau PT DI Wamenhan beserta rombongan menuju PT Pindad guna melanjutkan kunjungan kerja satu harinya di Bandung.


Kapal LST Produksi Dalam Negeri

Proses penguatan alustsita TNI terus berjalan. Salah satu alutsista yang bakal memperkuat TNI AL adalah landing ship tank (LST). Jenis kapal tersebut selain untuk pendarat serang, juga bisa digunakan untuk mendaratkan tank di tepi-tepi pantai.

Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, proyek pengerjaan LST masih berlangsung. Jika sesuai jadwal, kata dia, proses serah terima kapal pengangkut tank itu akan dilakukan pada September mendatang. Saat ini, PT Daya Radar Utama (DRU) Shipyard selaku perusahaan galangan sedang mempercepat penyelesaiannya.

"Kapal ini nantinya akan mengangkut tank kelas berat Leopard yang akan segera datang ke Indonesia, sebanyak di atas 100 unit. Saya confident, target penyelesain kapal ini sesuai target," kata Sjafrie, kemarin.

Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menunjuk PT Daya Radar Utama Shipyard untuk mengerjakan kapal itu dengan nilai kontrak Rp 180 miliar. Proses pengerjaannya dilakukan di Bandar Lampung. Yang membuatnya bangga, kapal itudikerjakan oleh tangan kreatif anak bangsa dan putra daerat.
Setelah mencermati dan melakukan obsercasi langsung, Sjafrie optimistis tiga bulan lagi, satu kapal pengangkut MBT Leopard 2A6 itu bisa memperkuat daftar alutsista baru di TNI AL. "Ini adalah satu kapal pertama yang dimiliki TNI, yang bisa mengangkut Leopard, tank berat untuk memodernisasi alutsista," ujar pensiunan jenderal bintang tiga tersebut.

Menurut Sjafrie, kehadiran satu kapal pengangkut tank kelas berat itu memang masih kurang. Pasalnya, kapasitas LST itu hanya sanggup mengangkut 10 unit MBT Leopard jika sewaktu-waktu ingin memindahkan tank buatan Jerman itu ke setiap pulau.

Dengan jumlah MBT Leopard 2A6 lebih 100 unit maka ia tidak memungkiri ke depannya akan dibangun lagi kapal pengangkut tank. Tentu saja, hal itu dapat terwujud dengan mempertimbangkan jumlah anggaran.

"Ini sejarah baru. Ini kontribusi pemerintah untuk melibatkan perusahaan swasta dalam membangkitkan industri pertahanan dalam negeri. Apalagi, teknisi berasal dari daerah," kata Sjafrie.





Sumber : Republika

Tentara Inggris Datangi Jakarta Belajar Tangani Banjir

JAKARTA-(IDB) : DKI Jakarta merupakan sebuah kota yang kerap mengalami bencana banjir setiap tahunnya. Saking seringnya, pemerintah dan warga DKI kini sudah terbiasa dan bahkan memiliki strateginya tersendiri dalam menghadapi bencana tahunan yang selalu menghampiri mereka itu.

Rupanya, cara ini dianggap menarik oleh sekelompok tentara yang tergabung dalam unit Military Stabilisation Support Group (MSSG) dari militer Kerajaan Inggris. Mereka sampai mendatangi Balai Kota DKI Jakarta untuk belajar menangani banjir di negaranya.

"Kami datang ke Jakarta karena kami tahu beberapa bencana banjir besar telah terjadi di sini. 18 Orang tim kita telah mempelajari persiapan-persiapan pemerintah dan warga Jakarta dalam menghadapi banjir," ucap Letnan Kolonel Huw Evans, pimpinan rombongan tentara dari Inggris ini, Kamis 19 Juni 2014.

Menurut Letnan Kolonel Infantri Rudy Jan Pribadi, Komandan Kodim 0613 TNI yang mendampingi rombongan tentara Inggris itu selama berada di Indonesia, mereka tertarik untuk belajar dari Jakarta karena penduduk DKI Jakarta mereka nilai memiliki kultur yang bagus ketika bersama-sama menghadapi banjir.

"Karena kita sudah terbiasa menghadapi banjir, jadi orang-orang sudah tahu, siapa harus berbuat apa. Itulah salah satu hal yang diangkat oleh mereka dan ingin mereka pelajari. Ada kultur luar biasa, local wisdom, dari masyarakat Indonesia. Bahwa biarpun mereka sama-sama korban banjir, tapi mereka akan saling tolong menolong untuk membantu kawan mereka yang mengalami banjir lebih parah," ucap Rudy.

Menurut Rudy, masyarakat Inggris mengalami kepanikan yang luar biasa saat menghadapi bencana banjir yang tidak biasa mereka hadapi. Dengan belajar dari Jakarta, mereka berharap bisa membangun sistem terpadu seperti yang ada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD ) DKI Jakarta untuk menangani banjir di negaranya.

"Saat Inggris banjir besar, sistem birokrasi, dan penanganan mereka amburadul, kacau. Makanya mereka belajar juga ke BPBD untuk membangun sistem penanganan banjir yang lebih baik," ucapnya.

Selain itu, menurut Rudy, TNI pun memberikan bantuan dengan melatih para tentara itu mengenai penanganan pertama kepada masyarakat saat terjadi banjir. Menurutnya, latihan antar militer kedua negara ini juga akan saling menguntungkan kedua belah pihak.

BPBD DKI juga akan juga memberikan latihan humanitarian assistance dan disaster relief. "Mereka tertarik belajar bagaimana kita memberikan first response kepada korban banjir. Dengan kerja sama ini, kita juga menimba ilmu kepada mereka. Jadi latihan ini juga akan menguntungkan kedua belah pihak," ucapnya.



Sumber : Vivanews

Ujicoba Dinamis Bom Tajam BTN 100 dan BT 200

MAGETAN-(IDB) : Kadislitbangau Marsekal Pertama TNI Amiruddin Akhmad didampingi Kasubdis Rudalsen Kol. Tek Adang Heri Raspati pimpin Tim peneliti Dislitbangau dalam pelaksanaan Uji Dinamis Bom Tajam BTN-100 dan BT-200 hasil dari Litbanghan Tahun 2014, yang telah dilaksanakan di Lanud Iswahjudi Madiun dan Air Shooting Range (ASR) Pandanwangi Lumajang, belum lama ini.


Kadislitbangau Marsekal Pertama TNI Amiruddin Akhmad, mengatakan pelaksanaan Uji Dinamis Bom Tajam BTN-100 dan BT-200, menggunakan pesawat Sukhoi dan F-16, dan Uji Dinamis tersebut berjalan dengan baik, aman dan lancar sesuai dengan parameter-parameter yang telah ditentukan.




Sumber : TNI AU

Purnomo Shares Vision For Indonesia’s Defense Industry

JAKARTA-(IDB) : Purnomo Yusgiantoro is the kind of man one would expect to handle strategic issues. He was the minister of energy and mineral resources from 2000 to 2009, before being appointed defense minister.

A seasoned technocrat and a Western-educated economist, he could not choose a better time to test his knowledge and to implement his vision.


It has been two years since lawmakers passed the Defense Industry Law. Seven years in the making, the law is hailed as a game-changer in the future of the defense industry.


The premise behind the law is simple: as Indonesia is on course to achieve economic greatness, bolstering military prowess will become a necessity, and for that reason, the country will stand to gain much more by having an efficient and modern defense industry.


Several years ago, defense was the least of the government’s concerns. The Asian financial crisis in the late 1990s had left the country’s economy in shambles. It brought an end to the expensive National Aircraft Industry (IPTN), the country’s premier defense industry program. The government had to make some hard decisions.


Purnomo remembers that difficult time well, as he was involved in the government’s reconstruction committee.


“We had to choose infrastructure over the IPTN,” he recalled.


Good things began to happen in 2010, when President Susilo Bambang Yudhoyono issued a decree establishing the National Committee on Defense Industry Policy.


The decree resolved one of the most basic but important issues of the industry — the question of “who’s in charge?”


“There were four ministries in the sector, namely the Industry Ministry, the Research and Technology Ministry, the State-Owned Enterprises Ministry and the Defense Ministry. And all of them had things to say — but no money,” Purnomo explained.


Today, it is only the defense minister who presides over the chain of command.


Indonesia’s main defense companies are Dirgantara Indonesia, for air-based equipment, Pindad, for land-based equipment, and PAL, for water-based equipment. The country additionally has several specialized defense companies such as Dahana, which produces explosives and LEN Industri, which produces electronic equipment.


Minimum Essential Forces


Much of the rise of the domestic defense industry can be attributed to the government’s decision to bolster military might.


“In principle, the defense industry should be tailored to the needs of the armed forces,” the minister said.


The Minimum Essential Forces program, for instance, seeks to improve the Armed Forces (TNI) in response to the security challenges of the 21st century.


“Indonesia wants peace, but we must also prepare for war,” Purnomo said.


The objective of the program is to have modern, competent and professional armed forces by 2024. That can be achieved, among other efforts, by upgrading the TNI’s outdated armaments.


Though the program is a long-term process, its sustained outcome is essential to the goal of greater dependence on the domestic defense industries. Indonesia’s history illustrates how over-reliance on foreign military equipment can have a detrimental effect when things turn sour.


The program was further divided into three- and five-year strategic plans, which are basically procurement plans.


The first phase, which started in 2010 and will end this year, has exceeded the expected target outcome, thanks to the government’s generous allocation towards defense spending.


The Defense Ministry has been among the largest recipients of government funds for the last couple of years. In addition to the annual budget, which amounted to Rp 86 trillion ($7 billion) this year, the government has also allocated around Rp 156 trillion for equipment modernization through 2014.


Indonesia spent 0.8 percent of its gross domestic product on defense in 2012. Though in real terms, that adds up to a substantial amount of money, the spending still pales in comparison with that of Indonesia’s regional peers.


“But in spite of that, we can still achieve a lot,” Purnomo asserted, adding that the first stage of the strategic plans has achieved more than 40 percent of the objectives stated in the MEF program, which was only 30 percent.


Government Subsidies


Purnomo estimates that around 40 percent of the government’s projected military spending will go to the domestic industry.


“In addition, the domestic industry will also benefit from our procurement plans through methods such as technology transfers of and joint development.”


Purnomo said the government expects the defense industry development to run a similar course to the industrialization success story.


“In its infant stages, the local defense industry will rely heavily on the government. We need to give them contracts and have more tolerance for, amongst other things, late deliveries.”


The Committee on Defense Industry Policy has identified the domestic defense industry’s weaknesses.


“There are five: insufficient capital, the lack of competition, minimal experience, limitations on research and development capability, and the lack of synergy between different industries,” Purnomo said.


The government seeks to address these weakness with a strong emphasis on research and development. That is why the government is actively pushing armaments development programs in partnership with other countries, such as the medium battle tank with Turkey and the KFX/IFX advanced fighter jet with South Korea.


The next stage for the development of the defense industry is to help the government reduce its number of imports in advance of reorienting itself toward the export market, Purnomo said.


To achieve these objectives, the defense industries will start developing and producing larger amounts of basic products.


“We must engage in mass production, and we have already achieved that with some of our products, such as the SS1 and SS2 [assault rifles], the Anoa [armored personnel carriers], landing platform dock [warships], and CN-235 [aircraft].”


The next phase will see the mass production of CN-295 aircraft, fast missile boats, missile destroyers, unmanned aerial vehicles and medium battle tanks, Purnomo said.


Slowly But Surely


The country’s healthy financial position means that the government can afford to pursue other interests. There are, however, many people who think that promoting the domestic defense industry is a luxury Indonesia cannot afford.


“The public must understand that our program is not a financial constraint,” Purnomo said. 

“Armaments imports only account for around 1 percent of Indonesia’s total imports.”


Much of the program will be financed with money the country already has.


“We only incurred foreign debt of around $5.7 billion for the first strategic plans,” Purnomo said.

Most important for the development of the defense industry is gradual, rather than rapid achievement. The case of IPTN’s downfall provided a valuable lesson in how to effectively support the domestic defense industry.


“The IPTN’s demise was a result of the crisis. But more importantly, it was because IPTN was expanding too fast, with minimum marketing effort. It relied too much on the domestic market,” Purnomo said.


Indeed, companies such as Pindad, DI, and PAL have succeeded in designing and producing better quality armaments, but most of the sales are to the government.


Still, it is clear there has been sustained and conscious effort from the government and defense companies to market their products outside Indonesia.


These efforts have yielded some encouraging results. PAL recently signed a contract to produce two warships for the Philippines, while Pindad’s Anoa has received international recognition.


A long-term plan is a necessary, as it allows the government to keep track of its own development. Judging by what is in the works, defense companies have lots to look forward to.




Sumber : JakartaGlobe

Typhoon Inggris Intersep Su-27 Rusia Bersenjata Lengkap

Typhoon intersep Su-27


BALTIK-(IDB) : Pesawat tempur Typhoon Angkatan Udara Inggris (RAF) bergegas terbang untuk mengintersep beberapa pesawat Rusia sebagai bagian dari upaya NATO dalam misi Air Policing di wilayah udara Baltik, Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan, Selasa, 17 Juni 2014.
 
Menurut informasi yang dirilis oleh RAF, Typhoon dari Skadron 3 (Fighter) RAF diperintahkan terbang setelah empat kelompok pesawat terpisah yang tidak dikenal terdeteksi oleh sistem pertahanan udara NATO di wilayah udara internasional di dekat negara-negara Baltik.


"Zombie" (jargon pilot pesawat tempur untuk pesawat yang tidak dikenal) itu kemudian teridentifikasi sebagai pesawat Rusia yaitu satu pesawat pembom Tupolev Tu-22 Backfire, empat pesawat tempur Sukhoi Su-27 Flanker, satu pesawat peringatan dini Beriev A50 Mainstay dan satu pesawat angkut Antonov An-26 Curl.

 

Tidak ada konflik yang terjadi, Typhoon RAF hanya membayangi dan mengiringi penerbangan dari armada udara Rusia ini. Su-27 yang dibayang-bayangi Typhoon ini sendiri bersenjata lengkap dengan rudal udara ke udara jarak pendek R-73 dan jarak menengah R-27.



Su-27 bersenjata lengkap

Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan bahwa pesawat-pesawat Rusia tersebut sepertinya sedang melaksanakan beberapa latihan rutin, terus di bayang-bayangi oleh Typhoon dan dikawal selama perjalanan mereka.
 

Empat pesawat tempur Typhoon yang sekarang ditempatkan di pangkalan udara Siauliai di Lithuania dikerahkan ke wilayah itu pada bulan lalu untuk menunjukkan andil NATO terhadap krisis di Ukraina.
 

Dukungan Rusia kepada separatis bersenjata di Ukraina telah menambah kekhawatiran pada tiga negara Baltik, Lithuania, Estonia dan Latvia yang ketiganya tidak memiliki pesawat tempur sendiri selain hanya mengandalkan bantuan NATO.



Typhoon intersep Su-27

Typhoon intersep Antonov An-26 Curl


Dalam sepekan terakhir, NATO telah 13 kali menggegas pesawat tempur karena kehadiran pesawat tak dikenal yang terbang di sekitar wilayah Baltik.
 

Intersepsi kali ini adalah yang keenam oleh pesawat tempur RAF sejak mereka dikirimkan dari pangkalannya di RAF Coningsby di Lincolnshire, dalam mendukung upaya NATO di Lithuania.
 

Komandan detasemen Typhoon, Wing Commander Ian Townsend mengatakan: "Kami secara rutin mengintersep pesawat Rusia dan pesawat sipil berdasarkan UK Quick Reaction Alert. Ini adalah operasi yang sangat sukses, kru darat dan udara bekerja dengan standar profesional yang tinggi yang saya harapkan."




Sumber : Artileri

Pengamat : Kebijakan Pertahanan Indonesia Harus Berorientasi Laut

JAKARTA-(IDB) : Kebijakan pertahanan yang saat ini dianut Indonesia dinilai masih terlalu berorientasi pada konteks pertahanan darat. Padahal, hampir sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah laut.


Pengamat militer dari President University, Anak Agung Banyu Perwita mengatakan, kebijakan pertahanan Indonesia harus disusun ulang, dengan menempatkan laut sebagai orientasi terdepan dalam kebijakan itu. Namun, ia mengingatkan, agar dalam penyusunan itu dapat bersinergi dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia.


“Posisi geografis Indonesia seharusnya dapat menentukan kebijakan pertahanan kita ke dalam konteks maritim. Tapi yang terjadi, kebijakan pertahanan masih terlalu berorientasi pada penguatan darat,” kata Banyu saat dihubungi Kompas.com, Rabu (18/6/2014).


Ia menjelaskan, saat ini negara-negara yang berada di sekitar Indonesia berlomba untuk mengembangkan kekuatan maritim mereka. Ia menilai, tantangan pertahanan dan keamanan negara di kawasan Asia Pasifik ke depan yakni bagaimana menerapkan kebijakan geostrategi ke arah penguatan laut.


Lebih jauh, Banyu menekankan, berbagai persoalan saat ini cenderung terjadi di laut, seperti konflik Laut China Selatan, hilangnya pesawat MH 370, dan pembangunan mercusuar di perbatasan Indonesia-Malaysia.


Jika orientasi pertahanan Indonesia sudah ke arah laut, maka kekuatan TNI Angkatan Laut akan meningkat secara beriringan. Pasalnya, negara tentu akan mengedepankan penambahan personel maupun alutsista TNI AL.


“Kalau sekarang kan alutsista laut kita masih jauh dari memadai,” ujarnya.




Sumber : Kompas

Koarmatim Harus Mampu Menjaga Kedaulatan Laut Indonesia

SURABAYA-(IDB) : Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda TNI Sri Mohamad Darojatim menegaskan, bahwa Komando Armada RI Kawasan Timur menyelenggarakan penegakan kedaulatan dan keamanan negara di perairan yurisdiksi nasional wilayah timur. Penegakan kedaulatan di laut mengandung makna, bahwa Koarmatim harus mampu mencegah dan meniadakan aksi-aksi dari pihak negara lain dalam mengurangi atau menghilangkan kedaulatan negara dan hak berdaulat di perairan Indonesia sesuai Hukum Laut Internasional.

Penegasan Pangarmatim Laksda TNI S.M. Darojatim tersebut dikemukakan dalam amanat tertulis yang dibacakan Kepala Staf Koarmatim Laksma TNI Aan Kurnia, S.Sos di hadapan prajurit dan PNS Koarmatim dalam upacara bendera tujuh belasan di dermaga Madura, Koarmatim, Ujung, Surabaya, Selasa (17/6).

Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut, Pangarmatim menekankan agar personel Koarmatim mampu memelihara dan terus meningkatkan kemampuan tempur serta menampilkan kesiapan teknis Alutsita yang dimiliki.

“Kita harus optimis, walaupun dengan keterbatasan anggaran yang ada, upaya untuk menyiapkan kesiapan teknis Alutsista akan dapat kita wujudkan melalui perencanaan yang baik dan penyusunan skala prioritas”, kata Pangarmatim dalam amanatnya.

Pada kesempatan tersebut, Pangarmatim juga menyampaikan keberhasilan Koarmatim dalam mendukung dan melaksanakan kegiatan Latihan Gabungan TNI yang baru saja terlaksana dengan sukses. Keberhasilan tersebut diantaranya penembakan senjata strategis dari unsur-unsur Koarmatim yaitu penembakan Rudal Exocet MM-40, Rudal-C-802, RBU, Bom Laut dan Meriam-76 dapat berhasil dengan sukses.

Pangarmatim juga menyampaikan, kedepan masih banyak kegiatan yang harus dipersiapkan agar berjalan dengan baik, diantaranya kegiatan Sail Raja Ampat dan pelaksanaan HUT TNI tahun 2014 yang dipusatkan di Koarmatim. Selain itu juga, Pangharmatim mengingatkan kepada seluruh prajurit Koarmatim untuk menjaga netralitas TNI dalam Pemilu Presiden/Wakil Presiden yang akan digelar tanggal 9 Juli mendatang.

Hadir dalam upacara bendera pagi itu antara lain Para Asisten Pangarmatim, Komandan Satuan Kapal serta Kepala Satuan Kerja Mako Koarmatim.




Sumber : Koarmatim

Misi Baru Pasukan Perdamaian TNI Di Afrika Tengah

BANGUI-(IDB) : Sepuluh personel Kontingen Garuda Konga XXXII-C/Minustah atau sering disebut dengan Satgas Kizi TNI yang tergabung sebagai Tim Pendahulu (Advance Team) berangkat menuju ke daerah Bangui, Republik Afrika Tengah, untuk mempersiapkan misi baru dibawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan nama MINUSCA (United Nations Multi-Dimensional Integrated Stabilization Mission in Central African Republic), Selasa (17/6/2014).

Keberangkatan personel Kontingen Garuda ini merupakan bagian dari beberapa tahap pemindahan personel yang telah dimulai sejak keberangkatan Tim Pre Advance tanggal 15 Mei 2014, dimana 15 orang pertama berangkat menggunakan pesawat komersil dipimpin oleh Lettu Laut (P) Daniel Andri Winanto yang bertugas sebagai pembuka jalur kontak dan administrasi awal bagi Satgas Kizi TNI dengan unsur personel staf United Nations yang saat ini telah berada di Bangui, ibu kota Aftika Tengah.

Selanjutnya, pemberangkatan perlengkapan, kendaraan dan peralatan Zeni dilakukan secara bertahap. Untuk Main Equipment seperti alat berat zeni, truck, kendaraan operasional dan juga kontainer berisi perlengkapan Satgas Kizi TNI telah diangkut dengan menggunakan jalur laut oleh kapal MV Copenhagen milik Scan Global Logistik, Denmark pada awal Juni lalu.

Untuk personel berikutnya beserta beberapa kendaraan dan alat berat diangkut menggunakan pesawat Cargo Antonov dengan 2 kali penerbangan.

Saat ini personel yang sudah berada di Bangui, telah melakukan beberapa kegiatan seperti penyiapan camp, pembuatan ID Card, berkordinasi dengan staf UN dan pasukan Infanteri dari Maroko yang juga telah berada di lokasi misi dibawah misi BINUCA (United Nations Integrated Peacebuilding Office in the Central African Republic) dan MISCA (Mission Internationale de Soutien a la Centrafrique sous conduit Africaine) beranggotakan negara Afrika dan Perancis.

Personel Konga XXXII-C/MINUSTAH yang telah berganti nama menjadi Konga XXXVI-A/MINUSCA tersebut juga telah memulai kegiatan seperti penyiapan lahan Log Base Minusca, Temporary Camp dan Inisial Camp yang nantinya akan digunakan pasukan dan staf PBB dalam jumlah besar.

Dansatgas Konga XXXVI-A/Minusca Letkol Czi Alfius Navirinda K mengatakan, misi multidimensional di Bangui CAR dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB pada 10 April 2014.

"Dimana dengan suara bulat menyetujui untuk mengotorisasi hampir 12.000 pasukan penjaga perdamaian PBB yang kuat untuk Republik Afrika Tengah," katanya.

Kekuatan yang akan dilakukan dengan misi bernama MINUSCA, akan mengambil alih situasi dan kondisi pada 15 September 2014 dari Uni Afrika yang saat ini memimpin misi 6.000 personel.

PBB akan memiliki 10.000 tentara dan 1.800 Polisi saat misi dibuka pada 15 September 2014 nanti. Satgas Kizi TNI Konga XXXVI-A/MINUSCA adalah satu-satunya pasukan PBB pertama diluar Uni Eropa dan Uni Africa yang telah hadir di CAR untuk membawa nama bangsa dan negara Indonesia, guna ikut dalam menciptakan perdamaian di negara yang saat ini sedang bergejolak tersebut.




Sumber : Tribunnews