Pages

Minggu, Mei 18, 2014

Indonesia Segera Bentuk Kogabwilhan

TARAKAN-(IDB) : Dalam kunjungannya ke wilayah perbatasan, khususnya di wilayah Kalimantan Utara (Kaltara) Jumat (16/5), Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko bersama rombongan sekitar 15 orang tiba di Tarakan sekitar pukul 7.30 wita, setelah bermalam di Balikpapan.
 
Panglima TNI berkunjung ke Satuan Radar 225 dan Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Tarakan. Kemudian, ia terbang menggunakan pesawat Helly Bell Seri 420, Helly Bell Seri 412 dan Helly Bell Seri 516  milik TNI AL ke Sebatik, Seimanggaris kemudian ke Sungai Nyamuk untuk melaksanakan ibadah sholat jumat. Selanjutnya, ke KRI Surabaya untuk makan siang di KRI sekaligus meninjau wilayah perbatasan di Karang Unarang Ambalat. Setelah itu, rombongan ke Tarakan untuk kembali ke Jakarta.
 
Usai berkunjung ke wilayah perbatasan di Kaltara, Panglima TNI mengungkapkan telah meresmikan rencana Operasi Garda Wibawa ke-14 menjadi operasi. Sebenarnya, rencana operasi ini telah dimulai tahun 2005, tapi operasi ini berdiri sendiri dari TNI AU, TNI AL dan TNI AD.
 
“Mulai sekarang, saya mengintegrasikan dan menginteroperability (sistem komando dan kontrol) menjadi satu satuan komando, satu kendali operasi. Untuk TNI AL dan TNI AU sudah menginteroperabilitykan Panglima Armada Timur (Pangmaritim) menjadi Panglima Komando Tugas Gabungan. Ke depan, TNI akan membentuk Komando Wilayah Pertahanan (Kolwilhan) atau Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan),” ujar Panglima TNI dikonfirmasi saat akan menaiki Pesawat Boeing milik TNI AU untuk kembali ke Jakarta.
 
Ia berkata, dibentuknya Komando Tugas Gabungan untuk menyatukan operasi, sehingga begitu ada Panglima Kogabwilhan semua akan berjalan dengan baik. “Alutista TNI cukup baik. Sekarang, belum terlalu kelihatan, jika ada penambahan alutista. Tapi, sampai Oktober 2014 nanti, akan mulai berdatangan terus alutista kita. Tahun 2015 sampai  2016, alutista akan semakin padat datangnya. Perkembangannya cukup baik,” jelas Panglima TNI.
 
Ia menjelaskan, alasan memilih Pangmaritim sebagai kepala komando, karena wilayah Kaltara ini merupakan wilayah kerjanya. Dalam struktur komando, Panglima TNI juga menempatkan Panglima Komando Sektor Makassar sebagai Wakil Panglima karena merupakan satu wilayah.
 
“Kita sudah cek Sukhoi terbang di atas air. Antara TNI AL maupun TNI AU dapat berkomunikasi dengan baik dan memberi input data, sehingga persoalan di laut begitu didapat, satuan udara memberi bantuan satuan di laut,” bebernya.
 
Disinggung permasalahan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia terkait wilayah perbatasan di perairan Karang Unarang, hal itu merupakan urusan politik dan diplomatik. Tugas TNI akan tetap menjaga kedaulatan RI. “Sudah saya katakan kepada semua prajurit, dalam menjaga keutuhan atau kedaulatan sangat jelas dan tegas sikap kita. Tapi, jangan berbuat yang provokatif, karena akan memberi penafsiran yang berbeda oleh negara-negara di sekitar kita, dan akan mengganggu sistem diplomatik,” tegasnya.
 
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjend TNI Muhammad Fuad Basya juga menambahkan, wilayah perbatasan merupakan domainnya laut dan udara. Karena itu, menunjuk Panglima Armada Timur untuk menjadi Panglima Komando dalam rangka pengamanan perbatasan.

“Pengamanan perbatasan ini sebenarnya rutin dilakukan. Sebagai Kogabwilhan di bawah Panglima TNI, Kaltara masuk dalam Kogabwilhan 2. Karena itu, di bawah Pangmaritim. Kogabwilhan ini tinggal menunggu Keputusan Presiden (Keppres) turun, tapi semua pengajuan sudah masuk,” jelas Kapuspen TNI.
 
Di Nunukan sendiri, Panglima TNI Jendral TNI Dr Moeldoko membuka secara resmi operasi gabungan yang dilakukan oleh TNI AD, AL dan AU di perairan Karang Unarang Ambang Batas Laut (Ambalat) Indonesia-Malaysia. Ia juga menyempatkan diri berkunjung ke garis perbatasan di Pulau Sebatik yang berdampingan dengan Negara tetangga Malaysia. Fokus kunjungannya, yaitu melihat secara langsung patok-patok Indonesia yang terbentang di sepanjang garis perbatasan.
 
“Kunjungan Panglima TNI ke Nunukan dalam rangka mengawasi jalannya operasi gabungan dalam mempertahankan NKRI dengan berbagai kegiatan di dalamnya. Ia juga ingin melihat langsung wajah Indonesia di hadapan Negara tetangga Malaysia,” ujar Staff Humas dan Protokol Setkab Nunukan, Ayub kepada Koran Kaltara.
 
Beberapa daerah yang menjadi fokus operasi ini adalah Sebatik, Seimanggaris, Sebuku, Kecamatan Krayan yang merupakan wilayah Indonesia yang berhubungan langsung dengan Negara bahagian Sabah dan Serawak di bumi Malaysia.
 
“Kunjungan Pangliman TNI ditutup dengan upacara bendera di perairan Karang Unarang dan menuju Kota Tarakan mengikuti beberapa kegiatan lainnya,” terang Ayub.
 
Nunukan menjadi perhatian serius Pemerintah Pusat termasuk unsur militer, karena tingginya peredaran narkoba di daerah ini, sehingga menjadi alasan diperketatnya pengawasan di wilayah perbatasan. Selain itu, bergesernya beberapa patok Indonesia juga menjadi perhatian serius dari TNI.
 
Sebut saja, beberapa kasus yang dilaporkan Satgas Pamtas Yonif 141/ AYJP beberapa waktu lalu saat diwawancara khusus oleh Koran Kaltara, yaitu ada sebagian patok Indonesia bergeser dan dilaporkan hilang. Beberapa penangkapan besar sabu-sabu terjadi di Pulau Sebatik dan Kecamatan Krayan




Sumber : KoranKaltim

Strategi Gerilya Udara: Membawa Perang Asymmetric Ke Udara


Latar Belakang


JKGR-(IDB) : Dalam tinjauan aspek pertahanan, sebuah negara kepulauan seperti Indonesia tentunya dihadapkan pada tantangan yang khas. Dengan pemahaman bahwa luas wilayahnya sekitar 1.9 juta km2, jumlah pulaunya lebih dari 17 ribu dan 2/3 bagiannya adalah lautan haruslah menjadi dasar kerangka berpikir aspek pertahanan. Hanya Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste yang berbatasan darat dengan Indonesia; selebihnya, pagar terluar justru berada di lautan, dan tentu saja di udara. Sudah sewajarnya apabila Indonesia memiliki pertahanan laut (seapower) dan pertahanan udara (airpower) yang kuat.


Namun, tampaknya masih diperlukan waktu yang cukup lama untuk membentuk postur seapower dan airpower yang diinginkan. Bila mengacu pada perkembangan kekuatan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU), maka paling tidak, baru pada tahun 2025 kita dapat mencapai postur TNI AU yang ideal. Ini artinya selama 15 tahun mendatang, seapower dan khususnya airpower masih dalam keadaan lemah. Kelemahan ini tidak hanya terhadap ancaman kekuatan militer negara maju di selatan, seperti Australia, tapi juga negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Hal inilah yang mendasari pemikiran perlunya sebuah strategi khusus untuk menghadapi ancaman yang mungkin timbul dihadapkan pada airpower Indonesia yang masih lemah.


Strategi ini bisa dikatakan sebagai pemikiran alternatif yang berjalan paralel dengan pengembangan kekuatan TNI AU yang terarah, terencana, dan terukur. Strategi ini secara aktif melibatkan masyarakat dirgantara Indonesia dan sepenuhnya mengandalkan kekuatan nasional. Sehingga dapat dikatakan strategi ini merupakan kartu truf dan sekaligus surprise element bagi setiap negaranya yang mengancam NKRI melalui udara. Itulah sebabnya strategi ini disebut dengan Strategi Gerilya Udara.



Pokok-Pokok Gerilya Udara


Walau menggunakan kata gerilya, konsep gerilya udara memiliki banyak perbedaan dengan pengertian gerilya yang selama ini kita kenal. Hal ini terutama terkait dengan media udara yang digunakan, sehingga gerilya udara tidak lepas dari teknologi. Tentu saja yang menjadi rakyat dalam konteks ini adalah masyarakat Indonesia yang mencintai dunia kedirgantaraan. Pokok-pokok Gerilya Udara adalah:


1. Gerilya udara adalah bentuk perang asimetris di udara.


Gerilya Udara sesungguhnya adalah upaya yang dilakukan insan udara, manakala negara membutuhkan. Gerilya Udara dapat didefinisikan sebagai perlawanan semesta masyarakat dirgantara terhadap ancaman dan serangan lawan dengan memanfaatkan media udara. Konsep ini muncul untuk mengantisipasi bila kekuatan udara nasional telah lumpuh sebagai akibat dari airpower lawan lebih dominan. 

Secara prinsip, ketika alat utama sistem senjata (alutsista) AU telah hancur, maka personil AU selanjutnya hanya akan melakukan perlawanan tanpa kekuatan udara dan hanya mengandalkan persenjataan seadanya. Dapat dikatakan pada saat itu, AU lumpuh dan kembali menjadi infantri. Namun dengan konsep Gerilya Udara, maka para insan udara tidak akan kehilangan jati dirinya. Mereka tetap dapat bertempur menggunakan segala cara yang menggunakan media udara. Hal yang sama berlaku pada kekuatan laut. Bila kekuatan laut lumpuh, maka Gerilya Laut adalah hal yang harus dilakukan pada insan laut.


2. Gerilya Udara bertujuan untuk menghadapi kekuatan udara yang lebih superior


Perang asimetris di udara ini sesungguhnya adalah cara yang digunakan oleh si lemah untuk mengahadapi yang kuat, si kecil menghadapi si besar, David vs Goliath. Mengingat konsepnya yang tidak lazim, maka ini bisa menjadi kartu truf dalam rangka pertahanan udara nasional. Namun bila infrastruktur gerilya udara telah terbentuk, bahkan strategi gerilya udara dapat ditingkatkan perannya, dari kekuatan bertahan (defensive) menjadi menyerang (offensive).


3. Kekuatan inti Gerilya Udara bersumber dari kekuatan industri dan masyarakat dirgantara Indonesia



Adanya prasyarat penguasaan teknologi, menjadikan Gerilya Udara amat bergantung pada kekuatan industri dirgantara pada semua lini. Mulai teknologi sederhana seperti pemanfaatan aero-modeling dengan remote control hingga ke tactical unmanned aerial vehicle (UAV). Penguasaan teknologi elektronika juga merupakan salah satu kunci Gerilya Udara. Dalam kondisi kelumpuhan TNI AU dimana sebagian besar alutsistanya telah hancur, maka insan TNI AU bergerak bersama masyarakat dirgantara untuk melanjutkan perjuangan melalui media udara.


4. Infrastruktur Gerilya Udara,

  • Organisasi. Bersifat dinamis, tergantung situasi di lapangan. Intinya terdapat penanggungjawab dan bagian operasional sampai ke tingkat nasional.
  • Personil. Melibatkan seluruh personil yang aktif dalam komponen airpower, seperti para pekerja di industri dirgantara, akademisi, TNI AU hingga masyarakat pecinta dirgantara.
  • Logistik. Penyusunan logistik awal didukung sepenuhnya oleh negara. Dalam kondisi perang total, maka survivability masing-masing unit tergantung sepenuhnya pada unit-unit itu sendiri. Diasumsikan bahwa infrastruktur yang mendukung airpower telah hancur atau diambil alih musuh.
  • Doktrin Operasi.

  1. Sebagai Kekuatan Defensif. Dilaksanakan pada fase awal serangan lawan, melalui media darat, laut, dan udara. Kekuatan udara musuh yang superior akan coba dihambat, dinetralisir dan dihancurkan sebelum masuk ke wilayah udara nasional.
  2. Sebagai Gerilya Udara. Dilaksanakan pada fase dimana musuh telah masuk dan menguasai serta menduduki sebagian wilayah nasional. Upaya yang dilakukan bermaksud untuk:  (A.) Memberikan perlawanan sekeras mungkin, selama fase perang berlarut. Contohnya adalah perlawanan yang dilakukan oleh macan Tamil yang menggunakan pesawat swayasa untuk menghancurkan kekuatan udara pihak pemerintah Srilanka. (B.) Membuat lawan lelah, dengan menggunakan aset-aset udara yang ada. (C.) Berusaha merebut aset-aset udara lawan.
  3. Sebagai Kekuatan Ofensif. Bila kekuatan udara musuh bisa dinetralisir, maka kekuatan gerilya udar semula bersifat defensif dapat digunakan untuk keperluan ofensif
  4. Aset. Semua aset dirgantara yang memungkinkan untuk dimanfaatkan dalam rangka gerilya udara. Aset merupakan kombinasi dari milik TNI, TNI AU, industri, masyarakat dirgantara dan aset musuh yang berhasil direbut.
  5. Pembinaan Masyarakat Dirgantara. Tidak mudah untuk melibatkan masyarakat terhadap masalah pertahanan. Untuk itu, upaya pembinaan masyarakat dirgantara merupakan upaya yang terus berlanjut, baik ada atau tidak strategi Gerilya Udara.


 Ancaman Dari Udara


Pada era modern saat ini, kekuatan udara diyakini sebagai faktor dominan untuk memenangkan peperangan. Pada perang Irak, jelas terlihat bagaimana pentingnya kekuatan udara untuk melumpuhkan kekuatan Irak dan selanjutnya kekuatan darat USA-Inggris dengan mudah menaklukan penguasaan wilayah. Dalam perang Balkan, Serbia dipaksa takluk dengan adanya serangan udara yang presisi terhadap pusa-pusat militer dan pemerintahannya.


Di Afghanistan, hanya kekuatan udara koalisi yang mampu menekan Taliban. Tanpa kekuatan udara, maka pasukan koalisi akan sangat kesulitan menghadapi pejuang Taliban. Pasukan koalisi banyak mengandalkan Tactical UAV untuk menyerang Taliban jauh di pedalaman. Tidak mengherankan bila di banyak negara, pengembangan kekuatan militer, sama artinya dengan pengembangan kekuatan udara. 

Hal ini tidak hanya berlaku pada negara-negara maju, bahkan juga pada banyak negara berkembang seperti yang terjadi di wilayah Asia Tenggara. Negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand terus meningkatkan kekuatan udaranya. Indonesia jelas melihat hal ini sebagai ancaman. TNI menyadari bahwa TNI AU secara head-to-head saat ini jelas belum mampu menghadapi ancaman ini. 

Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional) yang merupakan satu-satunya Kotama (Komando Taktis Utama) Operasional di bawah Mabes TNI hampir dapat dipastikan akan lumpuh dalam beberapa jam setelah terjadinya serangan udara lawan. Untuk mempersiapkan diri menghadapi ancaman serangan udara, maka baik dalam perang Simetris maupun dalam perang Asimetris ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:


1. Waktu datangnya ancaman Hal ini lebih terkait dengan kesiapan Indonesia sendiri untuk menghadapi bahaya udara. Karena untuk menyiapkan infrastruktur gerilya udara bukan perkara mudah. Sehingga waktu datangnya ancaman sesungguhnya merupakan time frame kesiapan pertahanan udara nasional itu sendiri dan dapat dibedakan sebagai berikut :
 

a) Pada fase ini, akan ada penambahan pesawat kelas sebagai pengganti F-5 (dan mungkin Hawk 100/200). Sistem senjata sudah mulai dilengkapi. Namun perlu diingat, kekuatan udara lawan juga akan semakin meningkat. Sehingga diperkirakan TNI AU tetap belum mampu mengatasi bila terjadi serangan udara. Di sisi lain, infrastruktur gerilya udara sudah terbentuk dan dapat dijadikan komplementer untuk upaya pertahanan udara nasional.


b) Jika tidak ada halangan setelah 15 tahun mendatang akselerasi perkembangan TNI AU sudah mendekati postur ideal yang diharapkan. Pesawat generasi 4.5 KFX yang merupakan joint production antara Indonesia dan Korea Selatan mulai mengisi skadron-skadron udara TNI AU. Sehingga gap dengan kekuatan udara negara-negara tetangga sudah mengecil. Sementara kekuatan gerilya udara sudah tumbuh, tidak hanya berperan sebagai kekuatan defensif bahkan dapat ditingkatkan sebagai kekuatan offensif.


2. Arah datangnya ancaman Bila dilihat secara geografis, maka arah datangnya ancaman udara akan datang dari :
 

a) Koridor Utara. Melalui Selat Malaka-Selat Karimata. Ancaman bisa datang dari negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Namun juga dari negara besar seperti, China dan USA.
 

b) Koridor Barat. Dari arah Samudra Hindia. Ancaman bisa datang dari pesawat-pesawat tempur dan peluru kendali jelajah yang diluncurkan dari kapal induk maupun armada perang USA.
 

c) Koridor Selatan. Dari arah Christmas Island maupun dari Australia. Dengan mempengaruhi perkiraan arah datangnya ancaman, maka asset gerilya udara terutama akan disebar pada ketiga wilayah ini.


3. Jenis ancaman Ancaman datang dari pesawat-pesawat tempur generasi ke-4 ke atas :
  • F-15 dan F-16 C/D (Singapura).
  • F-18, Su-27/30, Mig-29 (Malaysia).
  • F-111, F-18, F-35 (Australia).
  • Peluru kendali jelajah, F-15, F-16, F-18, F-117, B-1, B-2 (USA).
  • JF-17, J-10, J-11 (China).

Ini artinya kekuatan gerilya udara diarahkan untuk mampu menghadapi ancaman dari jenis pesawat dan senjata tersebut di atas.

US Army to fly ‘kamikaze’ drones.


Bentuk-Bentuk Gerilya Udara


Menghadapi kekuatan udara yang superior, maka dibutuhkan cara-cara inkonvensional karena cara konvensional hanya akan menjadi sitting duck saja. Bentuk-bentuk gerilya udara yang dapat dilakukan antara lain:



1. Kombatan Wahana udara yang digunakan untuk perang antara lain :
 

a) Roket. Berupa roket darat ke udara, roket udara ke permukaan, roket permukaan ke permukaan. Melibatkan roket dengan pemandu dan tanpa pemandu.
 

b) UAV. Jenis UAV yang digunakan tidak perlu modern. Yang penting dibuat dalam jumlah besar dan fungsinya adalah sebagai UAV Kamikaze. UAV Kamikaze utamanya diarahkan untuk menghantam skadron-skadron fighter lawan yang superior. Kekuatannya terletak pada jumlahnya yang ribuan dan kesederhanaan dalam operasionalnya. Bagi UAV Kamikaze yang gagal mencegat skadron Fighter lawan, langsung diarahkan untuk menyerang negara lawan (bila jarak memungkinkan). Bila jarak tidak memungkinkan, diarahkan untuk melaksanankan misi selanjutnya (pada fase perang berlanjut).
 

c) Pesawat Swayasa. Merupakan pesawat-pesawat rakitan yang digunakan untuk memberikan kejutan dan kerusakan semaksimal mungkin pada kekuatan lawan.

Taruna/i SMKN 29 Penerbangan Jakarta merakit Pesawat Swayasa

2. Reconnaissance Menggunakan pesawat aero-modeling yang dilengkapi dengan kamera. Bila memungkinkan dapat diberikan payload tambahan seperti bom.


3. Pemanfaatan Gelombang Elektromagnetik Digunakan untuk ‘memanipulasi’ aset airpower lawan. Pengalaman Iran melakukan intersepsi UAV milik Amerika yang canggih, merupakan contoh yang menarik. Ada juga pemikiran untuk mengganggu peralatan navigasi lawan, sehingga pesawat lawan menerima data yang salah dan dapat mengacaukan bahkan menghancurkan misi yang
sedang dilaksanakan.

Perkiraan Teknis
 

UAV Kamikaze yang digunakan, dirancang untuk memiliki kemampuan atau spesifikasi sebagai berikut :
1. Kecepatan hingga 250 kts
2. Dilengkapi dengan bom yang mampu meledak secara terfragmentasi
3. Memiliki alat kendali, lincah
4. Dilengkapi sensor gerak/sensor panas
5. Radius action ± 200 nm
6. Endurance ± 2 jam
7. Full authority
8. Harga berkisar US$ 100,000

Prototipe PUNA Wulung



Perkiraan Biaya
 

Untuk membentuk sebuah skadron Fighter baru sekelas Su-27/30 yang terdiri dari 12 pesawat tempur, dibutuhkan anggaran sekitar USS 1 milyar. Dengan anggaran yang sama maka untuk mendapatkan UAV Kamikaze seharga USS 100.000, akan didapat sebanyak 10.000 UAV Kamikaze! Tentunya UAV Kamikaze ini adalah produk nasional, sehingga keberadaannya tidak diketahui pihak lain.


Unman Areal Viachle (UAV-530)

Penutup
 
Pemikiran tentang Gerilya Udara sesungguhnya masih mentah dan layak dikritisi di sana-sini. Namun hanya bentuk perlawanan seperti ini yang bisa dilakukan oleh insan udara manakala berhadapan dengan kekuatan udara lawan yang superior. Mau tidak mau, kita harus membawa perang asimetris ke udara. 

Bentuk perang sebanyak ini sangat fleksibel dan mengikutsertakan potensi masyarakat dirgantara Indonesia yang selama ini terabaikan. Efek samping (positif) dari Strategi Gerilya Udara adalah menggairahkan industri dirgantara nasional yang saat ini mati suri. Bahkan bisa mati sungguhan bila tidak ada kepedulian dari kita semua.


Smart eagle II

Catatan : Tulisan ini merupakan pemikiran pribadi dan tidak mewakili institusi. Definisi ’musuh’ dalam tulisan ini juga merupakan penilaian pribadi.




Sumber : JKGR

Pemerintah Sumenep Siapkan Lahan Untuk Pangkalan TNI AL

SUMENEP-(IDB) : Rencana pemerintah pusat untuk memindahkan Pangkalan TNI AL (Lanal) Batu Poron Kamal, Kabupaten Bangkalan (Madura barat) ke wilayah Kabupaten Sumenep disambut gembira Pemkab Sumenep. Bahkan, pemerintas Sumenep telah menyiapkan lahan seluas 4 hektar untuk Lanal baru di ujung timur Pulau Madura itu.

Wakil Bupati Sumenep, Soengkono Sidik, menjelaskan, lahan seluas 4 hektar itu tidak menyatu namun menyebar di dua tempat. Yakni, di wilayah Kecamatan Batuan seluas 2 hektar dan 2 hektar lainnya berada di kawasan Pulau Kangean, Raas dan Pulau Sapeken.

"Untuk ketersediaan lahan kami telah siapkan. Sedangkan untuk anggaran pembangunan Pangkalan TNI AL itu disiapkan pemerintah pusat," jelas Soengkono, Minggu (18/5).

Mantan Sekretaris Kabupaten Sumenep itu menambahkan, Bupati Sumenep bersama Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Danlantamal V) Surabaya telah menandatangai MoU terkait pembangunan Lanal di wilayah Kabupaten Sumenep.

Soengkono mengatakan, pihak TNI AL telah mengecek bakal lokasi Lanal tersebut. Baik lokasi di wilayah di Kecamatan Batuan maupun dikepulauan. "Bahkan, pos pantau didaerah Pagerungan Besar, Kecamatan/Pulau Sapeken sudah ditingkatkan menjadi Sub Lanal," jelasnya.

Keberadaan Pangakalan TNI AL itu, menurut Soengkono langsung dirasakan warga kepulauan. Warga merasa aman dari ancaman kecelakaan laut. Artinya, jika ada kecelakaan laut maka armada kapal milik TNI AL bakal ikut membantu melakukan penyisiran dan pencarian korban mendampingi Polisi Air.

Soengkono mengatakan, armada TNI AL sudah berada di Pagerungan Besar yang sekali-kali melakukan operasi diperairan Sumenep. Peningkatan status pos pantau dan menempatkan armada lautnya, telah membuktikan kalau Angkatan Laut sudah mulai masuk ke perairan Sumenep untuk menjaga batas wilayah dan ekosistem laut.

"Angkatan Laut juga akan menempatkan kapal cepat yang akan melakukan patroli di Perairan Sumenep. Kami berharap, pemerintah pusat sudah mulai membangun Lanal pada pertengahn tahun ini," kata harap Soengkono.

Soengkono memandang keberadaan Lanal di Sumenep mampu mengamankan sejumlah lokasi pertambangan lepas pantai yang belakangan ini semakin bertumbuh. Selain tambang gas di Pulau Pagerungan, tambang migas lainnya telah dibangun. Semisal tambang milik Santos dan swasta asing lainnya. 




Sumber : Skalanews

TNI AL Perlu Diperkuat

JAKARTA-(IDB) : Indonesia perlu menjaga eksistensi laut miliknya. Peran TNI Angkatan Laut (AL) untuk mengamankan eksistensi tersebut tidak bisa ditawar lagi.

Komandan Detasemen Markas (Dandenma) Mabes TNI Kolonel Laut Ivan Yulivan mengatakan upaya memperkuat TNI AL untuk tetap mampu menjaga stabilitas keamanan maritim baik nasional, regional maupun global adalah suatu keniscayaan.


"Memperkuat TNI AL menjadi AL yang berkelas dunia (World Class Navy) dapat diartikan sebagai AL yang dapat disejajarkan kemampuan profesi personelnya dengan kemampuan AL negara yang lebih maju atau modern," ujar Ivan saat menjadi pembicara dalam Dikusi Kebangsaan dengan topik Krisis Identitas dan Kebangkitan Negara Maritim dengan memperkuat Perhubungan Laut dan Lintas Udara di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (17/5).


Ivan menambahkan TNI AL juga memiliki kemampuan alutsista yang modern setara dengan kemampuan alutsista dari AL negara lain yang lebih kuat.


Ia mengatakan kemampuan profesi personel adalah kemampuan untuk menguasai bidang keahliannya dan kemampuan untuk mahir dalam mengawaki dan mengoperasikan peralatan yang diawakinya. Sedangkan kemampuan alutsista disini dalam arti kualitas dan bukan kuantitasnya.


"Kemampuan ini bukan hanya dalam pengoperasian secara individu tetapi juga secara bersama. Kebersamaan ini bukan hanya dengan satu matra angkatan, namun juga dengan matra lainya dan juga secara bersama dengan alutsista dari negara lain (Joint Operation)," ujar Ivan.


Ia menerangkan AL sejak pembentukannya sudah dituntut harus memiliki kualitas sebagai AL kelas dunia. Ia menyebut hal itu cukup relevan dengan teori tentang peran tradisional AL secara universal yang dikemukan Ken Booth.


"AL secara tradisional memiliki tiga kategori peran yaitu militer, diplomasi, dan polisionil," ucap Ivan.


Ia mengatakan peran militer dibentuk karena karakter konvensional sebagai angkatan bersenjata. Lalu peran diplomasi karena melaksanakan tujuan politik negara.


"Dan peran polisionil berkaitan dengan penegakan hukun nasional dan internasional yang telah diratifikasi serta perlindungan klaim wilayah," pungkas Ivan. 




Sumber : Beritasatu

Pesawat Militer Yang Membawa Menhan Laos Jatuh

LAOS-(IDB) : Sebuah kecelakaan pesawat terjadi di Laos pada Sabtu dini hari, 17 Mei 2014. Diberitakan harian Bangkok Post, sebuah pesawat militer yang mengangkut 18 orang jatuh sebelum mendarat.

Menurut seorang Diplomat Thailand, pesawat jatuh di bagian timur laut Laos. Seorang Diplomat di ibukota Vientiane, menyatakan pesawat itu telah lepas landas dini hari menuju ke Provinsi Xiangkhouang untuk menghadiri sebuah acara.

Menurut data dari Bangkok Post, 18 penumpang di dalamnya termasuk Wakil Perdana Menteri, Menteri Pertahanan, Douangchay Phichit, sang istri, dan Gubernur Vientiane, Sukan Mahalad.

Hingga berita ini diturunkan Pemerintah Laos belum mau mengkonfirmasi soal korban tewas. Namun, media lokal melaporkan beberapa orang berhasil selamat dari kecelakaan itu. Belum diketahui nasib para pejabat di dalamnya.

Pada Oktober 2013, pesawat maskapai Laos, Lao Airline jenis Turboprop ATR-72 juga mengalami kecelakaan saat badai tengah berhembus kencang ke arah Bandara Pakse di sebelah selatan Laos. Sebanyak 49 orang di dalam pesawat itu dinyatakan tewas. 

Menhan Laos Tewas

Menteri Pertahanan dan Deputi Perdana Menteri Laos, Douangchay Phichit, dikabarkan tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat militer. Sejumlah pejabat juga terbunuh dalam kecelakaan tersebut.

Seperti dilansir BBC, Sabtu (17/5/2014), pesawat nahas tersebut sedianya bertolak dari Ibu Kota Laos, Vientiane. Namun, pesawat itu jatuh di timur laut provinsi Xiangkhouang, sekitar 500 kilometer atau 311 mil dari Vientiane.


Kantor berita Laos dan Kementerian Luar Negeri Thailand mengatakan sang menteri dan istrinya meninggal dalam kecelakaan itu. Tercatat, ada 20 orang yang berada di pesawat tersebut. Salah satunya adalah Gubernur Vientiane.


Menteri Pertahanan Douangchay Phichit dan sejumlah pejabat lainnya sejatinya akan menghadiri sebuah upacara resmi di Xiangkhouang.

Kantor berita resmi Laos, KPL, mengatakan pesawat tersebut adalah pesawat Antonov AN-300-74TK yang dioperasikan Angkatan Udara Laos.



Sumber : Vivanews

Meiditomo Sutyarjoko, 25 Tahun Kerjakan 21 Proyek Satelit

JPNN-(IDB) : Tidak banyak pakar satelit di Indonesia. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Di antara sedikit orang itu, Meiditomo Sutyarjoko merupakan sosok yang pengalamannya paling komplet. Seperempat abad hidupnya dihabiskan untuk menggeluti teknologi canggih tersebut.



Hati Meiditomo muda berbunga-bunga. Ketika itu, 1989, dia terpilih sebagai tujuh orang Indonesia pertama dari PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang dipercaya menimba ilmu satelit di Amerika Serikat. Misi B.J. Habibie –menteri riset dan teknologi ketika itu– jelas, IPTN tidak boleh hanya unggul di industri pesawat, tapi juga harus mumpuni dalam industri satelit.


’’Itu adalah mimpi yang jadi kenyataan,’’ ujar Meiditomo saat ditemui Jawa Pos di sela rapat dengan manajemen Bank Rakyat Indonesia (BRI) di gedung BRI Tower, Jakarta, Jumat (16/5).

Kecintaan dan kekaguman Meiditomo memang mengakar sejak kecil. Ketika masih duduk di bangku SMP, pria kelahiran Jogjakarta, 28 Mei 1964 itu, aktif di Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) dengan call sign YD2BYR.


Bakat teknik elektronya juga terbukti saat berhasil membuat radio panggil (handy talky/HT) sendiri saat SMP. Menurut dia, antena maupun pemancar yang dipakai dalam radio merupakan bentuk sederhana teknologi satelit.


Garis hidup, rupanya, menuntun dirinya untuk terus menggeluti dunia radio telekomunikasi. Dimulai ketika Meiditomo masuk Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB), lalu bekerja di Divisi Antariksa IPTN, hingga akhirnya mendapat kepercayaan dikirim ke Hughes Space and Communication Inc di California, salah satu perusahaan satelit ternama di dunia. Di situlah petualangan Meiditomo dimulai.


Di perusahaan yang kini sudah menjadi bagian dari Boeing Space System (BSS) tersebut, Meiditomo belajar mendesain satelit, mengintegrasikan sistem, melakukan tes di darat, peluncuran satelit dengan roket, melakukan tes ketika satelit sudah berada di orbit, hingga hand over atau penyerahan satelit ke konsumen.


’’Jadi, kami belajar mulai A sampai Z, mulai merancang satelit hingga memasang sekrup-sekrupnya (mur-baut, Red),’’ katanya.


Mulai 1989 hingga 1995 karir Meiditomo menanjak hingga menjadi senior satellite systems engineer dan terlibat dalam 13 proyek satelit. Bahkan, dia pernah menjadi lead satellite systems engineer yang memimpin ratusan teknisi dalam proyek pengerjaan satelit. Salah satu satelit hasil karyanya adalah UHF Follow On yang merupakan satelit pesanan Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy).


’’Satelit itu bisa dipakai untuk komunikasi kapal-kapal perang Amerika, termasuk jika presiden Amerika ingin berkomunikasi dengan komandan kapal induknya,’’ ujar dia.


Pada 1996 Meiditomo kembali ke Indonesia. Dia dipercaya sebagai deputy vice president divisi antariksa di IPTN. Namun, krisis moneter mengandaskan impiannya untuk membangun industri satelit di IPTN. Bahkan, Divisi Antariksa IPTN pun dibubarkan.


Sejak itu Meiditomo masuk perusahaan-perusahaan swasta. Mulai PT Asia Cellular Satellite Indonesia (ACeS), Inmarsat Indonesia, S2M Group di Dubai (Uni Emirat Arab), sampai Pensa Group dan mulai Juni 2013 hingga kini menjadi presiden direktur di PT Sarana Mukti Adijaya, anak usaha Asia Broadcast Satellite Hongkong di Indonesia. ’’Sepanjang 25 tahun berkarir di industri ini, saya sudah terlibat dalam 21 proyek satelit,’’ ujarnya.


Kini satu lagi jabatan yang disandang Meiditomo, yakni lead consultant atau pimpinan konsultan untuk proyek BRIsat, satelit milik Bank Rakyat Indonesia (BRI). Menurut dia, itu merupakan proyek strategis yang tidak hanya penting bagi bisnis BRI, tapi juga bagi Indonesia.


’’Secara pribadi, bisnis BRI yang menyalurkan kredit ke sektor usaha mikro juga cocok dengan idealisme saya. Itu salah satu faktor yang membuat saya bersedia bergabung dalam tim ini,’’ katanya.


Meiditomo mengatakan, Indonesia kini memang tertinggal cukup jauh bila dibandingkan dengan negara-negara lain di bidang satelit. Padahal, posisi Indonesia yang berada di garis katulistiwa atau ekuator sangat strategis. Sebab, seluruh satelit di angkasa harus diletakkan di garis katulistiwa pada ketinggian 36.000 kilometer atau pada geostationary satellite.


Menurut Meiditomo, idealnya, dari 360 derajat lingkar bumi, hanya boleh ada 180 satelit yang mengudara, Namun, pesatnya pertumbuhan industri satelit membuat tempat itu sudah dijejali sekitar 2.000 satelit. Indonesia yang berada di 95 derajat bujur timur hingga 141 derajat bujur timur semestinya memiliki jatah 20 satelit.


’’Namun, di angkasa itu tidak ada kapling-kaplingan. Jadi, siapa yang cepat meletakkan satelitnya lebih dulu, yang lain tidak kebagian,’’ ucapnya.


BRIsat, lanjut Meiditomo, rencananya berada pada orbit 150,5 derajat bujur timur. Saat ini posisi tersebut masih ditempati satelit Palapa C2. Namun, usia pakai satelit tersebut sudah hampir habis. Jika tidak segera diisi, satelit negara lain akan segera menempati posisi strategis tersebut.


’’Karena itu, BRIsat ini tidak hanya akan mendukung bisnis BRI. Tapi, lebih dari itu, akan menjadi penanda kedaulatan Indonesia di angkasa,’’ jelasnya.


Saat ini BRIsat tengah dalam tahap persiapan produksi di Space System/Loral, LLC, di AS. Pada 2016 satelit diperkirakan selesai dibangun dan diluncurkan di Guyana oleh perusahaan Prancis Ariane. Dalam proses itu, Meiditomo beserta timnya terlibat dalam keseluruhan tahap, mulai desain satelit hingga peluncurannya.

’’Doakan agar semua bisa berjalan sesuai rencana. Ini proyek prestise bagi bangsa kita,’’ tandas dia. 




Sumber : JPNN

Perbatasan Negara Di Pulau Sebatik Aman

SEBATIK-(IDB) : Keamanan perbatasan negara di Pulau Sebatik dalam keadaan aman dan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Malaysia TNI selalu berpatroli bersama dengan mitra Malaysia-nya.

"Kalian jangan bermasalah dengan rakyat di sini. Tingkatkan disiplin dan selalu waspada," kata Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, di Pos Simanggaris, Pulau Sebatik wilayah Indonesia, Jumat. Dia memimpin delegasi Markas Besar TNI meninjau pelaksanaan latihan/operasi Komando Satuan Tugas Gabungan Ambalat TNI 14.

Latihan/operasi Komando Satuan Tugas Gabungan Ambalat 14 itu menjadi satu "terobosan" meningkatkan efektivitas dan perampingan birokrasi dan rantai komando pengamanan perbatasan negara. Komando Satuan Tugas Gabungan Ambalat 14 itu dipimpin Laksamana Muda TNI Agung Pramono yang sehari-hari adalah panglima Komando Armada Indonesia di Kawasan Timur TNI AL.

Turut dalam rombongan itu di antaranya, Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Marsetio, Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional TNI, Marsekal TNI Hadiyan Suminta, Asisten Teritorial Panglima TNI, Mayor Jenderal TNI Ngakan Gede Sugiartha, dan beberapa yang lain.

Pos Simanggaris satu dari sekian banyak pos Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Malaysia TNI, yang kini dilaksanakan Batalion Infantri 100/Raider, dari Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan. Mereka bertugas selama enam bulan untuk kemudian diganti satuan lain.

Di Pos Simanggaris, terdapat juga pos serupa dari Tentera Darat Diraja Malaysia. Berbeda dengan Markas Besar TNI yang menempatkan satu peleton (39 personel), maka Tentera Darat Diraja Malaysia menempatkan cuma 10 personelnya.

"Kami memiliki hubungan yang baik sekali dengan teman-teman kami dari TNI. Kami berpatroli bersama dan banyak lagi aktivitas lain bersama-sama, termasuk belanja bareng hingga masak makanan bersama," kata Komandan Tim Tentera Darat Diraja Malaysia, Sersan Adios, yang turut menyambut Moeldoko dan rombongan.

Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan terbagi dua hampir sama persis oleh garis membujur lurus. Bagian utara dimiliki Malaysia dan bagian selatan milik Indonesia. Jika garis perbatasan itu diteruskan ke timur, maka akan bertemu dengan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang semula milik Indonesia namun sejak 2004 dimiliki Malaysia. 




Sumber : Antara