Pages

Senin, Mei 12, 2014

Iran Luncurkan KW Drone RQ-170 AS

TEHRAN-(IDB) : Republik Islam Iran telah meluncurkan versi produk dalam negeri dari drone canggih Amerika Serikat, RQ-170  yang ditangkap militer Iran pada tahun 2011.
 

Menurut laporan Press TV, drone siluman tersebut diresmikan di sebuah pameran di Pusat Komando Pasukan Aerospace Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Ahad (11/5).
 

Pameran itu dihadiri oleh Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei.


Drone-drone Iran lainnya, termasuk Shahed 129 dan 125, juga dipajang di pameran tersebut.

 
Dalam pameran yang dikunjungi Rahbar itu, IRGC menampilkan berbagai prestasi dalam mendesain dan mengembangkan pesawat tanpa awak, radar dan sistem-sistem pertahanan seperti sistem rudal anti-kapal, balistik dan anti-perisai.
 

RQ-170 Sentinel milik Amerika Serikat berhasil ditiru oleh para ahli IRGC dalam waktu sekitar dua tahun.
 

RQ-170 adalah pesawat siluman tak berawak yang dirancang dan dikembangkan oleh Perusahaan Lockheed Martin.
 

Pesawat itu berhasil didaratkan dengan kerusakan minimal oleh unit perang elektronik Angkatan Darat Iran pada 4 Desember 2011, ketika terbang di atas kota Kashmar, Iran, sekitar 225 kilometer dari perbatasan Afghanistan.
 

Pada saat itu, para pejabat militer AS mengatakan bahwa Iran tidak memiliki teknologi untuk menguraikan rahasiadrone tersebut. Namun, para ahli Iran berhasil memecahkan data yang diambil dari RQ-170, dan bahkan menirunya.




Sumber : Irib

Iran : Pembatasan Kekuatan Rudal Adalah Ide Bodoh

TEHRAN-(IDB) : Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran mengatakan harapan Barat bahwa Tehran akan membatasi kekuatan rudalnya adalah ide yang bodoh.
 

Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menyatakan hal itu ketika mengunjungi sebuah pameran di Pusat Komando Pasukan Aerospace Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Ahad (11/5), untuk merespon tuntutan kekuatan-kekuatan dunia yang terlibat dalam pembicaraan nuklir dengan Iran.
 

"Mereka (Barat) berharap pembatasan bagi program rudal Iran, sementara terus-menerus mengancam Iran dengan (tindakan) militer. Oleh karena itu, harapan seperti itu adalah bodoh dan konyol," kata Rabbar seperti dilaporkan Press TV.
 

Beliau menegaskan, front arogan berusaha mendorong bangsa Iran bertekuk lutut dan memaksa mundur, tetapi hal itu pasti tidak akan mencapai tujuan tersebut.



Ayatullah Khamenei juga menegaskan kembali dukungannya terhadap perundingan dan inisiatif dalam kebijakan luar negeri, tetapi beliau menegaskan bahwa "isu-isu seperti sanksi tidak harus dikaitkan dengan negosiasi."
 

"Para pejabat harus menyelesaikan persoalan sanksi dengan cara lain," ujarnya.

 
Dalam pameran yang dikunjungi Rahbar tersebut, IRGC menampilkan berbagai prestasi dalam mendesain dan mengembangkan pesawat tanpa awak, radar dan sistem-sistem pertahanan seperti sistem rudal anti-kapal, balistik dan anti-perisai.
 

Menurut Ayatullah Khamenei, pelajaran paling penting dari pameran ini adalah bukti dari bakat dan kemampuan bangsa Iran untuk masuk ke bidang-bidangyang sulit dan bidang di mana musuh bermaksud melarang mereka (Iran).



Sumber : Irib

Indonesia Harus Sikapi Kritis Wacana Korea Down Grade KF/IF-X Project

Kisah perancangan KFX/IFX dikuatirkan antiklimaks. Seiring pengetatan anggaran, Pemerintah Korea berancang-ancang untuk menurunkan spesifikasi  jet tempur masa depan yang telah dirancang bersama Indonesia ini. Lockheed telah diajak ikut membantu.

SEOUL-(IDB) : Jika upaya menurunkan spesifikasi (down-grade)  benar-benar terjadi, Pemerintah Indonesia  diharapkan meninjau kembali kelayakan program perancangan KFX/IFX. Demikian saran sejumlah pengamat kemiliteran menyikapi perkembangan yang mungkin  bakal “menimpa” salah satu proyek persenjataan paling prestise di Asia ini. 

Revisi akan dilakukan seiring pengetatan anggaran dan percepatan akuisisi  senjata yang tengah digencarkan Pemerintah Korea. Lewat celah offset dari pembelian 40 jet tempur F-35A Lightning II, Korea bahkan telah meminta Lockheed untuk terlibat dalam penyelesaian pesawat tempur masa depannya tersebut.


Beberapa minggu lalu, dikabarkan, Pemerintah Indonesia telah mengirim delegasi untuk membicarakan kelanjutan program tersebut. Namun, belum ada keterangan resmi menyangkut pertemuan ini.



Mengutip informasi terbaru  yang beredar di kalangan elite Korea, Defense Acquisition Program Administration -- badan yang berwenang menggelontorkan anggaran untuk pembelian alut sista -- tengah mempertimbangkan untuk merevisi  dapur pacu KFX yang semula akan ditenagai dua mesin menjadi hanya satu mesin saja. Perubahan yang amat mendasar ini serta merta akan mengeliminir ruang penyimpanan senjata (internal weapons bay), salah satu penentu sifat sliuman sebuah pesawat. Pengurangan jumlah mesin juga akan menurunkan gaya dorong , performa, dan manuverabilitasnya di udara.



Desas-desus penurunan spek sesungguhnya telah berhembus sejak Oktober 2013. Kala itu, kepada majalah kedirgantaraan terkemuka di AS, Aviation Week & Space Technology, pabrikan Korean Aerospace Industry memperkenalkan konsep KFX varian mesin tunggal yang diberi kode KFX-E. Konsep ini tak langsung ditanggapi DAPA dan ADD (Agency for Defense Development, setingkat Balitbang TNI). Pasalnya, hanya kedua badan pamerintahan inilah yang punya kewenangan dan tanggung-jawab menyusun konsep dan rancangan. Tanggung-jawab KAI hanya sebatas pada pelaksana proyek setelah Presiden dan Parlemen mengesahkan rancangan final.



KFX-E sendiri bukanlah rancangan sepenuhnya KAI. KFX-E dicomot dari hasil perancangan tahap kedua dari tiga tahapan Technology Developmnet yang akhirnya diselesaikan pada Desember 2013. Di mata Tim Enjinir Indonesia-Korea yang ketika bekerja dipusatkan di KFX/IFX Research Daejeon, 160 km selatan ibukota Seoul, KFX-E tak lain adalah desain berkode D-501 turunan C-102E  yang  sengaja dihitung untuk melihat kelebihan dan kekurangan jika hanya mengusung satu mesin. Belakangan, C-102E diputuskan untuk dianulir karena performanya tak bisa menandingi jet-jet tempur canggih yang bakal terbang di langit Asia.



Proyek Sensitif

Lockheed sendiri, selaku pembuat F-35A,  mengaku belum pernah menawarkan asistensi teknis terkait revisi rancangan KFX. Pabrik pesawat tempur terkemuka di dunia ini sebaliknya telah menepis, bahwa  belum ada alasan kuat untuk ikut terlibat di dalamnya. 

Namun, sejumlah pengamat di Korea meyakini, cepat-lambat mereka akan mempertimbangkan permintaan  itu mengingat sejarah keterlibatan AS yang cukup panjang dalam  berbagai program pertahanan di Korea. Sejak negeri ini berperang dengan Korea Utara pada 1957, praktis memang hanya industri persenjataan AS lah yang mau mendukung AB Korea Selatan.




Sumber : Angkasa

KSAD Sidak Ke Yonkav 9 Penyerbu

SERPONG-(IDB) : Tindakan spontan itu dilakukan Budiman saat mengunjungi Batalyon Kavaleri 9/Penyerbu di Serpong, Jumat (25/4/2014).
 

Kunjungan KSAD tidak disia-siakan oleh Komandan Yonkav 9 Letkol Kav Afkar Mulya dengan mengajukan sejumlah permintaan bagi keperluan prajurit. Budiman berjanji akan berusaha memenuhi permintaan anak buahnya itu.

Salah satu permohonan Afkar kepada Budiman adalah untuk menyediakan rusunawa bagi prajurit. Sekitar 40 persen prajurit batalyon yang juga disebut Batalyon Cobra itu tinggal di luar markas karena rumah dinas yang ada saat ini tidak cukup menampung seluruh prajurit. 

Sebagian rumah dinas rawan banjir karena berada di bantaran Sungai Cisadane.


"Tahun 2014 ini saja sudah empat kali rumah anggota kami terkena banjir," tutur Afkar.


Afkar juga meminta anggaran untuk memperbaiki sejumlah kendaraan tempur yang rusak. Misalnya dari 60 unit tank AMX-13 buatan Perancis yang ada di Yonkav 9, hanya 27 unit yang berfungsi baik, 20 unit rusak ringan, dan 13 unit rusak berat.
 

Kerusakan terjadi karena termakan usia. Tank AMX-13 dibuat tahun 1950-an dan suku cadangnya sudah tidak diproduksi lagi. Selama ini, masalah itu disiasati dengan membuat suku cadang tiruan. Pemeliharaan tank ini jadi persoalan tersendiri.
 

Selain itu, Afkar juga memohon agar KSAD menambah empat unit truk angkut berbobot 2,5 ton. Pasalnya, dari delapan unit yang tersedia, hanya lima diantaranya yang berfungsi. Sementara delapan truk angkut berukuran ringan bisa berfungsi seluruhnya.
 

Menyikapi pemaparan Afkar dalam hal kerusakan tank, Budiman langsung  memberikan bantuan uang Rp 100 juta untuk memperbaiki tank yang rusak ringan.
Menurut mantan Pangdam IV/Diponegoro itu,


"Kalau (tank) sudah hidup, kamu punya bensin gunakan betul. Kalau ada uang lebih gunakan untuk pemeliharaan. Saya nggak mau lagi seperti masa lalu. Kendaraan rusak karena tidak pernah dipanaskan. Ketentuan-ketentuan periodik pemanasan kendaraan harus tetap dilakukan," tutur mantan Pangdam IV/Diponegoro tersebut.


Sementara itu, menurut Budiman untuk pembangunan rusunawa bagi prajurit telah dianggarkan tahun 2015. Akan tetapi, pihaknya masih berkoordinasi dengan Kementerian Perumahan Rakyat.


"Kalau pemerintah mau memberi (rusunawa), silakan. Kalau tidak, kita yang siapkan."
 

Terkait permintaan truk tambahan, menurut Budiman dalam waktu dekat ini TNI akan mendapat sekian ratus truk militer baru. Empat dari ratusan truk itu dijanjikan Budiman untuk keperluan Yonkav 9/Penyerbu.
 

Lulusan terbaik Akabri 1978 itu menambahkan, dalam waktu dekat ini TNI AD akan memberikan 50 motor trail untuk setiap batalyon. Ia mengaku telah mengajukan sekitar 1.000 motor trail baru, termasuk 600 unit untuk batalyon di wilayah Kodam Jaya.


"Paling tidak kalau ada kerusuhan, kita bisa segera. Satu SSK (satuan setingkat kompi) bisa bergerak dengn cepat," ujar Budiman.



Sumber : Tribunnews

Produk-Produk Unggulan PT. Dahana

Produsen Bom Kelas Dunia Berlomba-Lomba Jualan Di Indonesia

SUBANG-(IDB) : Kebutuhan produk bahan peledak di Indonesia masih tinggi. Permintaan bahan peledak umumnya datang dari perusahaan tambang batu bara, semen, minyak, hingga emas yang berlokasi di bumi pertiwi.

Dari permintaan bahan peledak sekitar 400.000 ton per tahun, mayoritas masih dipasok oleh perusahaan pembuat bom nomor 1 dan 2 dunia. Layaknya madu, pasar bom Indonesia menjadi rebutan bagi produsen bahan peledak dalam dan luar negeri.

“Namun sebagian besar pasarnya masih dipegang oleh pemain asing. Nomer 1 di dunia Orica yang nomer 2 itu Dyno. Mereka pemainnya,” kata Chief Executive Officer (CEO) PT Dahana (Persero) Harry Sampurno kepada detikFinance di Pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat, Jumat (9/5/2014).

Dahana sendiri merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kategori strategis yang mengembangkan dan memproduksi produk bom untuk kebutuhan industri dan militer.

Harry menjelaskan Dahana mampu menghasilkan produk bom tambang hingga kapasitas 150.000 ton. Kapasitas ini diperoleh dari tambahan pasokan bahan baku (Amonium Nitrat). Pasokan itu datang dari pabrik bahan baku di Bontang, Kalimantan Timur.

“Sekarang menjadi 75.000 ton. Karena kita melakukan services di lapangan sudah di 30 lokasi. Sehingga totalnya menjadi sekitar 150.000 ton,” sebutnya.

Harry menuturkan pasar terbesar produk bahan peledak datang dari tambang milik perusahaan sekelas Newmont, Freeport Indonesia, Adaro, hingga Kaltim Prima Coal.

Khusus tambang terbesar di Indonesia seperti milik Freeport dan Newmont, pasokan bahan peledak dikuasai oleh perusahaan asing dunia.

“Kalau Freeport dan Newmont belum. Kalau saja dikurangi. Di luar dikuasai asing itu. Dahana kira-kira 60% menguasai pasar. Memang besar. Kalau digabung dengan 2 besar itu, kita menjadi kurang dari 20%,” paparnya.

Meski harus bersaing ketat dengan perusahaan asing, produk dalam negeri tak kalah bersaing. Putra-putri Indonesia mampu mengembangkan dan memproduksi produk bahan peledak bersertifikasi.

“Kalau dari sisi produk, itu nggak kalah. Yang kalah itu dari soal branding, kemampuan modal, kemampuan manajerial itu yang kita kalah. Itu kita akui,” tegasnya.

Untuk industri tambang, Dahana terus memperluas ekspansi usahanya. Hal ini didukung dengan kapasitas produksi yang terus ditingkatkan.

Ekspor Produk Ke 26 Negara

PT Dahana (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen bahan peledak untuk keperluan industri dan militer. Produk bahan peledak Dahana telah dijual hingga ke 26 negara.

Hampir sebagian besar negara-negara di Asia Tenggara telah membeli produk bahan peledak dari pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat.

“Kita sudah ekspor bahan peledak ke 26 negara,” kata Chief Executive Officer (CEO) PT Dahana (Persero) Harry Sampurno kepada detikFinance di Pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat akhir pekan lalu.

Selain negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Kamboja, negara-negara di Timur Tengah hingga Kanada juga menjadi konsumen PT Dahana.

“Kita mulai dari Malaysia (Serawak), Thailand, kemudian Filipina, kemudian Kamboja sudah kirim, Timor Leste. Kita sedang penetrasi ke Vietnam dan Burma,” jelasnya.

Untuk produk bom versi industri, Dahana menjual jenis detonator, booster, hingga catridge emulsion (dinamit). Sedangkan untuk versi militer, Dahana mengekspor tipe bom plastik (dayagel sivor).

“Yang kita ekspor itu ada detonator (Nonel) kemudian kedua adalah booster ketiga adalah catridge emulsion (semacam dinamit). Itu komersial semua. Tapi yang untuk militer. Kita baru ekspor beberapa tempat,” paparnya.

Perseroan tidak terlalu mengkhawatirkan rencana dimulainya pasar bebas ASEAN (MEA) pada tahun 2015. Pasalnya produk Dahana justru telah dipakai di beberapa negara Asia Tenggara.

“Kalau tahun 2015 ada MEA. Kita banyak yang nggak tahu, itu nggak berpengaruh terhadap industri karena AFTA sudah berlaku sejak tahun 2007. Kita sudah mulai ekspor sejak 2005. Walau jumlah kecil tapi makin lama makin besar,” sebutnya.

Meski pasar di tanah air menjadi rebutan pemain dunia, namun Dahana perlahan tapi pasti menjajaki mendirikan pabrik bahan peledak di Australia. Begitu pula dengan pasar ASEAN. Dahana sedang menjajaki menjual produk bom ke Eropa hingga negara ASEAN yang belum tersentuh.

“Tahun ini kita sedang negosiasi untuk bisa ekspansi ke Australia. Kalau berhasil maka tahun depan kita bangun pabriknya,” jelasnya.

Aktivitas ekspor Dahana menyumbang 10% dari total pendapatan perseroan. Sedangkan 5% dari militer dan 85% dari industri tambang. Dahana pada tahun 2013 berhasil meraup pendapatan Rp 1 triliun dengan perolehan laba bersih sebanyak Rp 50 miliar.

“Struktur pendapatan kita itu untuk ekspor masih kecil atau sekitar 10%. Dan ini membuat kita kaget. Untuk militer hanya 5%. Di luar itu adalah dalam negeri untuk komersial. Strukturnya seperti itu,” paparnya

PT. Dahana Produksi Bom Sukhoi Hingga Roket

Industri pertahanan di Tanah Air menjadi tumpuan untuk mengurangi ketergantungan dari produk militer impor. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengembangkan produk pertahanan asli dalam negeri seperti yang dilakukan BUMN PT Dahana (Persero).

BUMN yang bermarkas di Subang, Jawa Barat ini telah berhasil mengembangkan dan memproduksi produk canggih untuk keperluan militer. Produk yang dibuat antara lain bom canggih P 100 Live untuk jet tempur Sukhoi.

Selain itu, Dahana berencana memproduksi bom kejut untuk jet tempur F5 (blast effect bomb). Guna bom sebagai anti huru hara mampu membuat pengunjuk rasa terpental dan membubarkan konsentrasi massa ketika bom dijatuhkan dari pesawat. Blast effect bomb ini tidak mematikan berbeda dengan bom P 100 Live yang bisa mematikan.

“TNI AU. Untuk Sukhoi. Itu Bom Udara, Bom P100 Live untuk pesawat Sukhoi. Kita juga sudah buat untuk pesawat F5. Yang kita buat untuk anti huru-hara. Namanya blast effect bomb. Itu sudah dimulai cuma kontrak pembelian yang bom baru dimulai tahun ini,” kata Chief Executive Officer (CEO) PT Dahana (Persero) Harry Sampurno kepada detikFinance di Pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat akhir pekan lalu.

Selain itu, Dahana juga telah terlibat memproduksi dan mengembangkan roket R Han 122.

Produk unggulan versi militer yang telah diproduksi Dahana adalah dayagel dan dayagel sivor. Khusus dayagel sivor biasa ditemui pada aksi film laga untuk penyerbuan lokasi musuh. Bom tipe ini ditempelkan di pintu kemudian meledak. Beberapa negara telah memakai bom produksi Dahana ini.

“Kalau di film, bom ditaruh di pintu. Bisa meledak," katanya.

Dahana juga mengembangkan komponen penting di dalam peluru dan roket. Di lokasi pabrik di Subang, Dahana berencana memproduksi propelan. Propelan biasa dipakai untuk meluncurkan amunisi.

“Ini sangat strategis. Mungkin nggak bisa banyak cerita. Itu bahan pendorong amunisi. Itu untuk roket. Peluru-peluru di dalamnya ada propelan. Sekarang ini kita 100% masih impor. Nantinya kita buat di Dahana,” paparnya.

Dahana tidak hanya menggarap pasar industri pertambangan, selain itu pasar militer juga terus ditingkatkan. Porsi penjualan untuk militer dari 5% ditingkatkan menjadi 15%.

“Selama ini militer beli untuk bahan peledak biasa. Sekarang kita tingkatkan jadi bom dan roket,” jelasn




Sumber : Detik

Lebih Dekat Mengenal PT. Dahana

SUBANG-(IDB) : Siapa sangka Indonesia punya fasilitas pengembangan dan produksi bahan peledak modern dan terbesar di Asia Tenggara atau ASEAN. Fasilitas tersebut dimiliki oleh PT Dahana (Persero).

Perusahaan pelat merah yang telah berdiri sejak tahun 1966 ini mampu mengembangkan dan memproduksi bahan peledak untuk keperluan militer dan industri non militer di dalam dan luar negeri.

Pabrik milik Dahana tersebar di seluruh negeri namun pusat produki bahan peledak tingkat tinggi (high explosive) berada di area pabrik energetic material center, Kantor Manajemen Pusat (Kampus) di Desa Sadawarna, Kecematan Cibogo, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

detikFinance pun memperoleh kesempatan istimewa berkunjung dan wawancara khusus Chief Executive Officer (CEO) Dahana, Harry Sampurno di area energetic material center milik Dahana di Subang.

Untuk menjangkau lokasi, harus menempuh perjalanan darat selama 3,5 jam dari Jakarta. Setelah keluar gerbang tol Cikampek arah Sadang, mobil harus bertarung dengan buruknya kualitas jalan selama 1 jam hingga memasuki bibir pabrik.

Ketika tiba di lokasi, tampak gedung megah dengan arsitektur ramah lingkungan (green) menyambut kedatangan. Lokasinya cukup jauh dari pemukiman penduduk. Pabrik dan Kampus Dahana diapit oleh 2 buah sungai serta dikelilingi pohon yang menjulang tinggi.

Saat memasuki area perkantoran, sistem pengamanan terasa cukup longgar. Kantor pusat dan pabrik milik BUMN bom tersebut menempati lahan seluas 600 hektar.

“Pengamanan kita biasa di awal. Nanti ring 1 baru ketat,” kata Harry di Kampus dan Pabrik Dahana di Subang, Jumat (9/5/2014).

Pada awal pertemuan, Harry dengan ramah dan jelas menerangkan bisnis dan apa yang dilakukan perseroan. Termasuk menjelaskan beberapa ruangan yang ada di gedung berkonsep ramah lingkungan tersebut.

Harry pun mengajak kami mengelilingi area pabrik dan melihat lebih dekat proses pembuatan salah satu jenis produk bahan peledak (non electric detonator). Pabrik di Subang merupakan pusat pengembangan produk bom komersial dan militer berdaya ledak tinggi (high explosive).

Didampingi Harry dan beberapa petugas keamanan, kami mengendarai kendaraan khusus milik perseroan. Benar saja, saat akan memasuki area pabrik atau berada di gerbang ring 1, seorang petugas bermimik serius mencegat kami.

“Selamat siang. Izin hape dalam keadaan dimatikan,” perintah seorang petugas keamanan kepada seluruh rombongan termasuk kepada Dirut Dahana yang ada di dalam mobil.

Akhirnya rombongan yang terdiri detikFinance dan Dirut Dahana mengikuti standar keamanan yang diperintahkan. Tugas petugas tersebut tidak berhenti di situ, ia memeriksa sekeliling kendaraan dan tas yang dibawa setiap orang di dalam mobil secara seksama.

Ketika diperbolehkan memasuki area pabrik, Harry yang bertugas sebagai pemandu kami. Ia menunjukkan lokasi pertama yakni bangunan tempat perakitan mobil khusus (mobile mixing unit) untuk mendukung operasional Dahana di lokasi tambang.

“Kita sebutnya pabrik bergerak. Kita buat di sini,” jelasnya.

Sambil bercerita, mobil dinas layaknya kendaraan wisata yang kami tumpangi mengelilingi area pabrik. Sesekali ia menujuk lokasi gudang dan pabrik yang berukuran kecil dan memiliki tanggul khusus.

“Kalau ada tanggul itu tandanya ada bahan peledaknya. Itu sebagai perisai kalau terjadi hal-hal terburuk seperti ledakan,” sebutnya.

Harry menjelaskan alasan ukuran pabrik dibuat kecil dan lokasinya berjauhan. Dasarnya adalah bagian dari standar keamanan. Dengan konsep safety distance atau jarak aman, ada pertimbangan jangkauan ledakan jika terjadi musibah di area pabrik. Meski ada musibah, dampak ledakan tidak akan dirasakan hingga ke luar lokasi pabrik.

“Ada safety distance. Semua di sini pabrik high explosive,” paparnya.

Rombongan sempat bertemu dengan kendaraan yang akan membawa bahan peledak ke luar lokasi pabrik. Selanjutnya rombongan melewati hutan di tengah pabrik dan memutuskan berhenti pada pabrik Non-Electric Detonator (Nonel).

Di sini Harry yang didampingi manager pabrik menjelaskan proses produksi. Kami pun diizinkan melihat dari dekat proses pembuatan hingga pengujian Nonel. Bangunan untuk pembuatan dan pengujian dilakukan di dalam kontainer khusus. Nonel sendiri biasa digunakan sebagai pemicu ledakan (initiating explosive).

“Pabriknya kecil pakai kontainer, masalah safety dan security,” katanya.

Harry menjelaskan rombongan tidak diizinkan memasuki area pabrik untuk pembuatan bom khusus militer. Pasalnya pabrik tersebut sangat berbahaya.

“Very high explosive jadi nggak boleh masuk,” tegasnya.

Setelah berkeliling di area pabrik selama 25 menit, rombongan meninggalkan area pabrik menuju kantor pusat. Saat akan meninggalkan area pabrik, petugas keamanan kembali mencegat rombongan. Masih dengan wajah serius, ia menelisik ke dalam kendaraan.

“Sudah selesai pak,” kata petugas keamanan sambil memberi salam usai melakukan pemeriksaan.

Pada kesempatan tersebut, Harry mengatakan untuk izin masuk area pabrik bagi warga negara asing berlaku peraturan yang sangat ketat. Khusus warga negara asing, harus memperoleh clearance dari TNI AU dan Dahana. Sedangkan WNI cukup memperoleh clearance dari perseroan. Sedangkan untuk kenyamanan area pabrik, sistem keamanan modern dan alamiah telah dibangun.

“Kita kemananan nggak pakai listrik, pakai natural barrier. Di sini pakai barrier sungai, bukit sama tanggul tinggi,” ujarnya.

Area pabrik di Subang, dijelaskan Herry akan dipersiapkan untuk membangun dan mengembangkan teknologi tertinggi dari bom. Seperti teknologi bom untuk airbag mobil, pengelasan rel kereta hingga hujan buatan.

Hingga saat ini, Dahana mampu menghasilkan puluhan paten produk bom yang telah berlebel Standar Nasional Indonesia. Produk Dahana di antaranya: dayagel seismic, dayagel series, dayadet non electric, shaped charges, dayagel sivor, grenade detonator, Bomb P-100 hingga Blast Effect Bomb.

Produk karya Dahana juga dijual hingga ke 26 negara. Bahkan berencana mendirikan pabrik di area pertambangan di Australia. Untuk mengembangkan, memproduksi, memasarkan produk bom, Dahana mempekerjakan hingga 1.300 karyawan.



Sumber : Detik

Menhan Resmikan Pabrik Ammonium Nitrat KSO PT. Dahana Dan PT BBRI

SUBANG-(IDB) : Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro Sabtu, (10/5) meresmikan Pabrik Ammonium Nitrate Solution (ANsolution), yang berdiri di kawasan Energetic Material Complex (EMC), Subang, Jawa Barat.

Pabrik Ansol yang mulai dibangun Tahun 2010 lalu merupakan proyek pembangunan kerjasama antara PT. Dahana  dengan PT. Black Bear Resources Indonesia (BBRI) yang telah ditandatangani KSO kedua perusahaan pada tahun 2008. Pabrik ini berdiri di kawasan integrasi EMC yang luasnya sekitar  595 Hektar.


Pabrik Ansolution milik PT Dahana dan PT BBRI juga sabagai pabrik Ammonium Nitrat ketiga yang didirikan di dalam negeri setelah adanya pabrik PT. KNI di Bontang dan PT MNK di Cikampek Jawa Barat. Hal ini menunjukan langkah yang positif dan upaya yang nyata untuk mengurangi import Ammonium Nitrat.

Selain digunakan untuk memproduksi Ammonium Nitrat, Pabrik juga dapat dijadikan fasilitas sangat strategis karena menjadi hulu dari industri propelan yang sudah dicanangkan sejak akhir tahun 2010 lalu untuk kepentingan pertahanan.

Pada kesempatan sambutannya Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan kebutuhan akan bahan peledak didalam negeri terus mengalami peningkatan, berkisar 650 ribu ton. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sekitar 400 ribu ton atau 60% dari total kebutuhan harus dipasok dari luar negeri. Untuk itu diharapkan dengan telah berdirinya pabrik ini maka dapat mengurangi impor Ammonium Nitrat dari luar negeri yang sampai saat ini masih berlangsung.

Disamping itu dengan beroperasinya pabrik Ansol ini maka produk Ammonium Nitrat di dalam negeri selanjutnya akan dapat dipenuhi secara bertahap dari dalam negeri dan memberikan kontribusi terhadap penghematan devisa negara serta berperan dalam pembukaan lapangan kerja baru.


Menhan pada peresmian itu menghimbau kepada seluruh jajaran perusahaan agar dalam pengoperasian pabrik bahan peledak wajib memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan, mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi hingga penyimpanan dan pendistribusian produk akhir.

Untuk itu menurut Menhan perlu secara cermat diterapkan sistem manajemen Quality Control dan manajemen keselamatan kerja dilingkungan pabrik dengan target kecelakaan nihil atau zero accident.



Sumber : DMC

Danguspurlatim Laporkan Situasi Perairan Ambalat

SURABAYA-(IDB) : Dalam rangka gelar kekuatan Komando Tugas Operasi Gabugan (Kogasgab) Laut dan Udara di wilayah perairan perbatasan Indonesia dengan Malaysia di sekitar Karang Unarang (Blok Ambalat), Komandan Gugus Tempur Laut (Danguspurla) Koarmatim Laksamna Pertama TNI Aan Kurnia melaporkan situasi perairan perbatasan Indonesia-Malaysia kepada Irjen TNI Letjen TNI Geerhan Lantara dan Pangarmatim Laksamana Muda TNI Agung Pramono, S.H., M.Hum selaku Pangkogab di atas Geladak KRI Surabaya-591, yang sedang berlayar di Perairan Blok Ambalat, Nunukan, Kalimantan Timur, Jum’at (09/05).

Pengamanan perbatasan RI-Malaysia terutama di wilayah perairan Ambalat/ Karang Unarang dan sekitarnya pada tanggal 7 Mei 2014 telah resmi dinyatakan sebagai Operasi Gabungan TNI oleh Panglima TNI. Kekuatan utamanya adalah TNI AU dan TNI AL dengan nama sandi operasi “Garda Wibawa-14”. Tugas Pokok Kogasgab Ambalat melaksanakan operasi pengamanan perbatasan wilayah laut dan udara Indonesia-Malaysia selama tahun 2014. Wilayah operasi berada di sekitar perairan Karang Unarang (Blok Ambalat) Laut Sulawesi dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.

Gugus Tempur Laut Koarmatim dalam Operasi Garda Wibawa-14” ditunjuk sebagai Kogasla (Komando Tugas Laut) yang langsung akan membawahi unsur-unsur KRI dan Pangkalan TNI AL di daerah operasi Ambalat dan sekitarnya. Komandan Guspurla Koarmatim Laksamana Pertama TNI Aan Kurnia, S.Sos selaku Dankogasla saat ini berada di atas Kapal Markas (KRI SBY-591) di daerah operasi perairan Blok Ambalat.

Tepatnya pada hari Jumat 9 Mei 2014 pukul 11.15 WITA telah dilaksanakan Video Conference antara Irjen TNI yang berada di Pos Komando Utama Pangkogasgab di Surabaya dengan Danguspurlatim selaku Dankogasla di Pos Komando Taktis yang berada di KRI SBY 591.

Pada kesempatan tersebut, Irjen TNI menanyakan tentang situasi terkini di daerah operasi Ambalat/Karang Unarang. Komandan Guspurla Koarmatim menyampaikan beberapa laporan situasi antara lain, situasi perairan Ambalat sejak dinyatakannya Operasi Garda Wibawa-14 pada tanggal 7 Mei 2014 sampai dengan saat ini aman terkendali dan tidak terdapat pelanggaran wilayah RI-Malaysia.

Dankogasla juga melaporkan, KRI SBY-591 sebagai Pos Komando Taktis (Poskotis) Kapal Markas berada di perairan Karang Unarang dengan dikawal beberapa unsur  yaitu, KRI Karel Satsuit Tubun-356,  KRI Pari-825, KRI Tedung Selar-824 yang berada kurang lebih 8 NM dari batas wilayah RI-Malaysia dan 18 NM dari Tawau Malaysia.

Video Conference tersebut berjalan dengan lancar dan aman kemudian Kogasla dengan jajarannya melanjutkan operasi dan selalu berkoordinasi dengan Kogasud dan aparat teritorial lainnya.



Sumber : Koarmatim

KCR-40 Mulai Dipasangi AK-630 Dan Rudal C-705

KRI Kujang 642 dan KRI Clurit 641 sudah dipasangi meriam AK-630
DS-(IDB) : Dua Kapal Cepat Rudal tipe KCR-40 tampil fotonya dalam forum militer Kaskus. Kali ini kedua KCR-40 tersebut masing-masing KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642 sudah dilengkapi dengan meriam putar/gatling AK-630 sebagai kanon utamanya menggeser kanon Denel Vektor 20 mm yang dipasang sementara di haluan. 
AK-630 merupakan sistem senjata close-in weapon system (CIWS) buatan Rusia yang sepenuhnya otomatis. Sistem ini terdiri dari meriam putar 30mm enam laras yang dipasang pada sebuah turret otomatis tertutup, meriam ini diarahkan oleh radar dan sistem pelacak serta dilengkapi deteksi televisi untuk varian tertentu. Angka kode "630" artinya 6 barel kaliber 30 mm.




AK-630 digunakan untuk pertahanan terhadap rudal anti-kapal dan senjata presisi berpandu lainnya, namun juga dapat digunakan terhadap pesawat sayap tetap atau rotary wing, kapal besar dan kapal kecil lainnya, sasaran di pesisir, dan ranjau apung.

Kapal dengan sistem propulsi fixed propeller 5 daun ini persenjataan lengkapnya terdiri dari 1 unit meriam AK-630 6 barel kaliber 30 mm di haluan, 2 unit meriam Denel Vektor kaliber 20 mm di anjungan dan 2 unit peluru kendali SSM C-705 di buritan.

Tampak juga bahwa 2 peluncur rudal C-705 di buritan telah terpasang, dengan menggeser kanon Denel Vektor 20 mm ke arah anjungan, maka selesailah sudah pemasangan keseluruhan sistem senjata KCR-40. Sistem senjata tersebut akan terintegrasi dengan Combat Management System SEWACO.



Kapal Cepat Rudal KCR-40 memiliki panjang 44 meter, lebar 8 meter, tinggi 3,4 meter dan berat 238 ton. Dengan sistem propulsi fixed propeller 5 daun, maka KCR 40 mampu berlayar dengan kecepatan 30 knot.

KCR - 40 terbuat dari baja khusus High Tensile Steel pada bagian lambung (hull) serta Aluminium Alloy untuk bagian atasnya. Baja High Tensile Steel ini merupakan produk PT. Krakatau Steel. Paduan dua bahan tersebut membuat kapal ini memiliki stabilitas dan kecepatan yang tinggi pada saat berlayar.



Dua set sistem peluncur rudal C-705
Sampai sekarang telah dibuat 4 KCR-40 untuk Satkat (satuan Kapal Cepat TNI AL) masing-masing adalah KRI Clurit-641, KRI Kujang-642, KRI Beladau-642, dan KRI Alamang-644. 
Dalam pemenuhan Minimum Essential Force, TNI AL berencana memiliki 38 Kapal Cepat yang terdiri dari 26 Kapal Cepat Rudal dan 12 Kapal Cepat Torpedo.
Sebelum pengembangan KCR-40 dan KCR-60, TNI AL telah memiliki 14 Kapal Cepat Rudal (4 FPB-57 Kakap class, 6 FPB-57 Pandrong class dan 4 Tacoma Mandau class) serta 2 Kapal Cepat Torpedo (FPB-57 Singa class).
Dengan pengembangan KCR-40 dan KCR-60 maka TNI AL membutuhkan 22 kapal cepat rudal/torpedo lagi yang dicukupi dari kedua tipe tersebut. Dengan demikian maka secara keseluruhan kapal cepat rudal/torpedo TNI AL akan terdiri dari 4 platform kapal : KCR-40, Tacoma-Mandau class, FPB-57 dan KCR-60. 




Sumber : DS

Indonesia Jajaki Kerja Sama Produksi Radar

Jika kerja sama ini terwujud, akan jadi kesempatan Indonesia memproduksi radarnya sendiri.

NG-(IDB) : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menjajaki kerja sama pembuatan radat dengan salah satu negara produsen. Negara itu menjanjikan transfer teknologi yang memungkinkan Indonesia bisa membuat radar sendiri.
 
"Mereka siap membuka teknologi inti pembuatan radar. Itu sangat langka," ujar Kepala Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (PPET) LIPI, Hiskia Sirait, di sela-sela Konferensi Internasional tentang Radar, Antena, Elektronika, dan Telekomunikasi (Icramet) III, Rabu (7/5) di Batam, Kepulauan Riau.
 
Kini, para peneliti LIPI dan perwakilan negara yang belum bersedia disebut itu sudah saling berbicara dan mengunjungi.
 
Keengganan negara calon mitra disebut, kata Hiskia, antara lain karena alasan politis, baik domestik maupun internasional. "Kami tak ingin kesempatan kerja sama hilang karena ada pihak yang salah memahami. Jika jadi, ini kesempatan Indonesia memproduksi radarnya sendiri," tambahnya.
 
Kerja sama itu, di antaranya akan menghasilkan radar sipil di bandara dan radar pasif. Radar pasif mendeteksi sinyal radar lain. "Jika diketahui ada sinyal radar asing, bisa dilakukan tindakan. Kalau lawan dilacak, kalau radar kawan didata," ucapnya.
 
Kepala Divisi Telekomunikasi PPET LIPI Mashury Wahab menuturkan, LIPI punya beberapa purwarupa radar. Penelitian LIPI antara lain menghasilkan purwarupa radar pengawas pantai (ISRA). Beberapa produsen dalam negeri siap membuat dan memasarkannya. (Baca di sini)
Namun, kerja sama yang dijajaki saat ini tetap diperlukan untuk peningkatan kemampuan Indonesia memproduksi radar.
 
Selama ini Indonesia bergantung pada produksi asing. Negara-negara itu menutup kesempatan Indonesia mempelajari radar buatan mereka.
 
Kepala LIPI Lukman Hakim menuturkan, radar amat penting dalam sistem pertahanan suatu negara. Radar jadi mata negara untuk mengawasi wilayahnya dan potensi ancaman dari luar.
 
Oleh karena itu, sangat penting bagi Indonesia memiliki radar sendiri. LIPI terus mengembangkan kemampuan merancang radar. Icramet salah satu cara LIPI mendorong peneliti mengembangkan teknologi radar. "LIPI akan bekerja sama dengan berberapa perguruan tinggi membuat program pascasarjana bidang radar," ujarnya.




Sumber : NG

Hendropriyono : Ilmu Intelijen Untuk Lindungi Negara

JAKARTA-(IDB) : Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono mengatakan saat ini masyarakat tidak pernah mempersoalkan, mengapa ilmu intelijen harus mengandung nilai praktis dalam fungsinya menyelamatkan manusia dan melindungi negara.

"Kita menghadapi kesukaran untuk menjawabnya karena kita tidak pernah memeriksa intelijen dari sudut pandang filsafat. Kita tidak pernah mempersoalkan ontologi intelijen atau apa sesungguhnya intelijen tersebut," kata Hendropriyono dalam pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Intelejen, di Jakarta, Rabu (7/5).


Hakikat intelijen, kata dia, adalah tindakan yang cepat (VeIox) dan tepat (Exactus) demi keselamatan?negara. Intelijen tidak beroperasi postfactum atau pasca kejadian layaknya penegakan hukum.


Intelijen, kata dia, mengumpulkan informasi secara cepat?dan akurat untuk mencegah terjadinya kejadian?yang membahayakan keselamatan negara. Untuk?itu, dari segi epistemologi, intelijen tidak bergumul dengan pengetahuan ilmiah melainkan informasi.?


"Intelijen tidak memiliki banyak waktu untuk memeriksa sebuah informasi melalui metode ilmiah. Sebab itu, intelijen memeriksa informasi berdasarkan kesahihan sumber dan logika," ucapnya.


Informasi yang diperoleh dari ex anggota kelompok radikal tentu lebih akurat, dibanding informasi pengamat. Informasi yang diperoleh juga harus logis atau tidak memiliki kontradiksi dengan informasi-informasi lainnya. Meski selalu berpacu dengan waktu, intelijen?tidak dapat begitu saja mengabaikan etika. Imperatif etika tertinggi yang menuntun praktik intelijen adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.?


Menurut dia, bangsa adalah kolektivitas bukan individualitas. Pancasila sebagai dasar Negara memuat Prinsip-prinsip kolektivitas.


Penerima Gelar Guru Besar Bidang Ilmu Intelijen ini, menyebutkan, pemerintah kadang gamang ketika harus memilih antara hak individu dan keamanan nasional, padahal Pancasila sebagai pemandu etis kerja intelijen sudah menggariskan bahwa republik ini dibangun di atas kolektivitas bukan individualitas.


"Demi melindungi keamanan nasional, hak-hak individu sebenarnya dapat dikurangi. Sebab apa gunanya hak-hak tersebut ketika Negara sebagai kolektivitas tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya," ucapnya.




Sumber : Republika

Map Of Conflict Series : Analisa Umum Pasifik (2)

asia-pacific-conflictRepublik Rakyat China  

JKGR-(IDB) : China seakan ingin membangkitkan kembali kegemilangan kekaisaran Tiongkok dengan terus memperbesar diri dalam segala aspek. Menampilkan RRC sebagai kekuatan besar baru dalam peta dunia dan turut andil dalam percaturan politik global. Sebagai bagian dari “blok timur” RRC secara langsung menjadi penyeimbang kekuatan bagi Amerika di pasifik. Kekuatan ekonomi serta status RRC sebagai anggota tetap dewan keamanan PBB serta kapabilitas nuklirnya telah memberikannya daya tawar yang kuat baik itu dalam ekonomi, politik maupun militer.


Banyak negara tunduk dengan khidmat serta merasa sangat perlu untuk mendengarkan bagaimana pendapat Amerika. Demikian karena negara – negara tersebut masih memiliki ketergantungan dalam ekonomi, namun terutama karena Amerika memiliki pentungan besar – besar dan sama sekali tidak merasa segan menggunakannya (seperti dalam kasus Irak dll). Dengan hadirnya RRC sebagai kekuatan penyeimbang memberikan opsi tambahan bagi negara – negara pasifik untuk memilih kutub, serta memberi ruang bagi tawar menawar dengan sang pemain lama, Amerika. Bisa dikatakan pula kehadiran RRC adalah ancaman di luar prediksi dan antisipasi, yang kemudian mengacaukan skenario lama yang telah lama dipupuk oleh Barat.


Namun kehadiran RRC sebagai artis utama di kawasan tidak serta merta menjadi kabar baik. Sebab dengan semakin membesarnya postur RRC menyebapkan kebutuhannya atas ruang gerak pun ikut membesar, termasuk kebutuhannya akan energi dan sumber daya alam. Dan badan yang besar untuk dapat berdiri kokoh haruslah ditopang kaki – kaki yang besar pula. Permasalahannya kaki yang besar akan cenderung menginjak kaki orang lain, sengaja atau tidak disengaja. Didukung kekuatan militer yang besar dan diimbuhi gaya politik ala Tun Tzu menjadikan disaat yang bersamaan wajah China terlihat manis dan menakutkan.


Klaim RRC atas Taiwan, 90% area LCS dan kepulauan Senkaku tentu saja didasari atas motif politik dan ekonomi serta sebentuk upaya untuk “mengembalikan dan mengangkat harga diri nasional. Disinyalir baik LCS maupun Senkaku menyimpan cadangan energi potensial yang akan sangat berguna sebagai cadangan energi masa depan negara manapun yang menguasainya. Dan mengamankan masa depan energi nasional menjadi prioritas RRC bila melihat tingkat pertumbuhan postur negaranya. Sedangkan dengan Taiwan, selain dilatari faktor sejarah juga karena potensi Taiwan untuk menyumbang porsi ekonomi RRC melalui industrinya.


Namun RRC tidak dapat begitu saja mengeksekusi rencananya. Berkaca pada Jerman, sekuat apapun kekuatan militer Hitler jika dikeroyok banyak negara tetap akan keok juga. Mengetahui itu RRC kemudian memainkan kartunya dengan ikut mencelupkan tangannya pada konflik di berbagai belahan dunia, terutama pada konflik semenanjung Korea dan Suriah. Kedua konflik tersebut adalah kartu dagang RRC untuk bernegosiasi dengan Barat perihal Taiwan, Senkaku dan LCS. Selain itu RRC juga terus berusaha merangkul dan menguatkan hubungannya dengan Rusia dengan menawarkan gulali manis yang bernama ASEAN sebagai hadiah ucapan selamat datang. Yaitu sepetak pasar malam bagi bagi gelar dagangan negara “sahabat”.


Kapal Induk China, Liaoning
Kapal Induk China, Liaoning

 Klaim RRC atas wilayah yang dipersengketakan bersandar pada alibi sepihak berupa catatan sejarah dari masa kerajaan ribuan tahun yang lalu. Ini tentu saja bertentangan dengan tata aturan hukum internasional yang berlaku saat ini dan tidak dapat diterima ataupun diakui. 

Sebab dalam perjalanan sejarahnya penguasaan atas suatu wilayah terus berganti tangan. Khususnya LCS, dengan mengandalkan aura kekuatan militernya RRC datang mengusik LCS dan kemudian menciptakan situasi tegang dan cemas diantara negara kawasan. Mengetahui bahwa alibinya tidak akan pernah diterima oleh dunia internasional, sedari awal RRC tidak secara serius menempatkan keberadaannya LCS sebab itu akan sama saja dengan mengundang konfrontasi dunia, sangat tidak menguntungkan.


Yang perlu dilakukan hanyalah secara rutin membuat insiden – insiden kecil di permukaan sekedar untuk menunjukkan klaimnya atas wilayah tersebut, dengan tujuan untuk terus memupuk rasa kehawatiran dan ketegangan di kawasan. Negara yang khawatir dan resah akan cenderung mempersenjatai dirinya dan mudah “diarahkan”, keadaan inilah yang kemungkinan menjadi hadiah persahabatan RRC bagi Rusia, yang pada praktiknya ternyata juga ikut ditumpangi oleh Barat. 

Hasilnya belanja militer di kawasan meningkat pesat diiringi gejala meningkatknya ketidakstabilan politik pada kawasan. Di sisi lain olah pergerakan RRC di LCS secara sistematis telah menggerus perlahan status yuridiksinya, menggeser penguasaan wilayah ke arah Tiongkok dengan terus menjauhkan tangan – tangan pesaing. Istilahnya sekali tepuk dua lalat kena.


Angkatan Laut China (REUTERS/Xinhua/Zha Chunming)
Angkatan Laut China

Tawaran China untuk bernegoisasi tertutup dan bersikeras menolak meja perundingan internasional menyiratkan dengan jelas niat RRC untuk menghindari intervensi asing dan mengamankan alibi klaimnya. Intervensi pihak ketiga akan menyebapkan posisi RRC lemah dan berpotensi keluar tanpa mendapat apa – apa, dan ini akan mendorong China untuk beralih pada opsi militer. Bila ada opsi yang lebih murah dan mudah mengapa harus mengambil yang sulit. 

Dengan hanya mengandalkan aura kekuatan militernya, dalam sebuah perundingan tertutup, RRC dapat menekan lawan dan meminta “previlege” atau imbal tukar guling atas kawasan. Perumpamaannya seperti berkata “Saya tidak akan mengusik LCS dan LCS akan tetap menjadi bagian dari wilayah anda, TAPI sebagai gantinya mari kita bicara tentang bagaimana kita mengolah SDA yang ada di dalamnya”. Taktik ini menawarkan solusi pencapaian tujuan yang jauh lebih efektif dan efisien dari pada model invasi Barat, menaklukkan tanpa berperang.


Melihat gerak gerak itu Barat pun lagi – lagi ikut menumpanginya dengan menawarkan “jasa perlindungan” yang ujung – ujungnya pasti juga sama, imbal hasil pengelolaan SDA yang terkandung di LCS. Oleh karena itulah bisa dikatakan saat ini ASEAN menjadi ajang permainan busuk negara – negara besar. Jika saja PBB dapat berfungsi sebagaimana mestinya, aksi – aksi premanisme multinasional ini tidak akan terjadi. 

 Melemahnya peran PBB sendiri karena negara – negara besar menjauhkan diri dan cenderung memilih aksi hakim sendiri. Aksi yang dipelopori oleh Amerika dan Eropa ini telah menggerus kepercayaan dunia internasional pada PBB. Menjadikan negara – negara kecil bak anak ayam kehilangan induknya, sebab yang diharapkan PBB dapat menjadi tempat mengadu dan menuntut keadilan. Namun pada praktiknya hanya menjadi alat kepentingan negara – negara tertentu saja.


Di luar urusan sengketa wilayah, RRC menyadari betul rencana Amerika untuk mengepung China secara geografis. Apabila RRC tersudutkan maka RRC akan kehilangan kekuatan strategis militernya atas negara – negara kawasan, dan tentunya akan kehilangan “previlege untuk memeras” yang telah dirintisnya. 

Dan dari sinilah potensi perang yang sesungguhnya dapat timbul. Mengetahui itu RRC merasa perlu menempatkan kekuatan militernya di suatu lokasi strategis di luar teritorinya sendiri. Dimana lokasi tersebut dapat berfungsi sebagai pivot point bagi garis depan untuk membuka jalan, menjaga halaman pertahanan, memecah kebuntuan pergerakan dan disaat yang sama lokasi tersebut tidak memiliki kapabilitas untuk memberikan perlawanan atau menjadi ancaman balik dikemudian hari.

Dan tempat yang memenuhi segala kriteria tersebut adalah Timor Leste. Jika RRC berhasil menempatkan sebagian kekuatannya di Timor maka RRC akan memiliki kemampuan untuk melakukan manuver – manuver strategis di front selatan dengan mencegat Autralia secara langsung, mengontrol pergerakan “kuda hitam” Indonesia sekaligus antisipasi atas pangkalan sementara Amerika di Filipina.

Manuver tiga kapal perang RRC yang beberapa waktu lalu menuju selatan melewati Indonesia dan menyusuri bagian utara Australia lalu kembali lagi. Secara tidak langsung menyatakan bahwa mata perhatian China juga tertuju keselatan dan mereka memilliki kemampuan untuk mencapainya. Disatu sisi kejadian ini juga menunjukkan dimana posisi Indonesia dengan RRC, dimana jika situasi LCS memburuk maka Australi-lah yang pantas merasa khawatir, sebab Indonesia mungkin tidak akan berbaik hati menjadi pagar bagi Australia di utara.


map-pacific

Alasan mengapa RRC belum melakukan pergerakan militer nyata terutama atas Taiwan dan Senkaku kemungkinan karena China masih belum memiliki teknologi kunci dan faktor – faktor pendukung untuk melakukan itu. 

Seperti misalnya teknologi pertahanan udara hypersonic dan teknologi hulu ledak nuklir berkecepatan tinggi seperti Bulava. Namun RRC telah mulai membangun teknologi pendukungnya seperti jaringan satelit nasional, sistem pertahanan pantai terpadu anti kapal induk, rudal anti satelit dan jaringan bungker rudal nuklir bawah tanah yang ditempatkan secara rahasia di utara. 

Sedangkan faktor pendukungnya adalah dari segi ekonomi, indikatornya adalah apabila GDP RRC telah melampaui Amerika dimana secara teoritis berarti perekonomian China telah berada diatas Amerika, yang juga dapat berarti RRC telah memiliki cukup dana untuk membiayai perang besar. Satu diantara kedua syarat tersebut dapat menjadi titik awal pergerakan RRC dikemudian hari.


Secara militer RRC terus membangun kekuatan otot – ototnya, bermula dari mengejar kuantitas lalu kemudian meningkatkan kualitasnya, sehingga kini Pai Tsu Chen telah berevolusi menjadi naga. Dalam pepatah Cina dikatakan, “dua harimau tidak bisa hidup di satu gunung yang sama”. Artinya baik RRC ataupun Barat salah satunya harus ada pihak yang kalah dan menang. 

China memiliki ambisi yang sangat besar namun ia sabar dan cerdik serta pandai berhitung. Saat ini dimana Barat sedang mengalami kelesuan ekonomi akan menjadi peluang bagi RRC untuk mendesak tujuannya selangkah lebih maju. Sementara itu Amerika akan bertindak lebih “low profile” mengingat kondisi perekonomian dalam negerinya yang belum pulih, ditambahi banyak proyek dalam negeri yang menyerap banyak biaya dan beban fiskal peninggalan petualangan perang Bush ikut menjadi pekerjaan rumah tersendiri. 

Bagaimana sepak terjang kedua negara ini akan menentukan seperti apa wajah masa depan dunia ini kedepannya. Dan nampaknya dunia di masa mendatang akan sekali lagi kembali diwarnai dengan cerita persaingan antara blok besar Barat dan Timur. 

Bersambung….



Sumber : JKGR

Habibie, Poros JAB Dan TNI

Royal Brunei Airlines di KLIA
Royal Brunei Airlines di KLIA

JKGR-(IDB) : Ini adalah artikel tersulit yang pernah saya buat. Kemampuan bertutur seakan-akan hilang seketika, dibatasi oleh begitu banyaknya rambu yang harus saya patuhi. Merekayasa sebuah realita agar lebih terkesan fiktif, mengaburkan fakta agar lebih bernuansa hoax, adalah salah satu diantara sekian banyak tantangan yang saya hadapi. Namun apapun rintangannya, saya tetap berbangga karena telah mampu menjadi seorang saksi mata, sekaligus juga saksi bisu..!

Tiga gagang anggrek masih dalam genggaman, ketika Royal Brunei Airlines mulai menapakan kembali kaki-kakinya di atas landasan KLIA untuk mengantar saya kembali pulang ke tengah dekapan keluarga tercinta. “Uncle, terima kasih untuk kunjungannya. Sering-sering datang kemari ya..!” ungkapan seragam dari anak-anak sahabat saya saat menyerahkan anggrek-anggrek itu, sesaat sebelum saya meninggalkan Bandar Seri Begawan. Tawa kami pun berderai. Kenangan manis di Brunei itu, masih melekat di hati sanubari. Terima kasih sahabat, untuk  tali persaudaraan yang telah kita jalin selama lebih dari 20 tahun. Salam takziah untuk ayahanda tercinta..!

Menyusuri koridor-koridor KLIA yang megah, membawa kembali ingatan pada penuturan sahabat saya beberapa hari yang lalu tentang kisah durhaka pemimpin Malaysia hingga menjadi sumber pangkal bekunya jalinan harmonis yang selama ini telah terbangun. Nun di tahun 1998, ketika Malaysia dikejar deadline untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan Commonwealth Games 1998. Kegundahan jelas tersirat di wajah-wajah para pemimpin Malaysia. Krisis ekonomi Asia yang datang menerjang, telah meluluhlantakan sendi-sendi perekonomian nasional yang telah terbangun. Proyek-proyek bersekala besar banyak yang terbengkalai bahkan harus rela terhenti. Kondisi yang tidak menentu, telah mengancam munculnya bopeng-bopeng yang akan mencoreng wajah-wajah kota yang akan ditampilkan pada pentas opera yang bersekala antara bangsa.

Tak ayal, Mahathir Muhammad pun ikut meradang. KLIA, Pusat pemerintahan Puterajaya, KL Sentral, Stadium Bukit Jalil, dan lain-lain adalah sebuah paket proyek raksasa yang sejatinya bersifat multiyears, yang pengerjaannya diprogram sedemikian rupa agar bisa selesai serentak dengan waktu penyelenggaraan event olahraga negara-negara persemakmuran. Alih-alih menjadi media pertunjukan kebesaran bagi Malaysia, Commonwealth Games malah beralih rupa menjadi sebuah media yang justru mengancam akan memojokan kegusaran dan kekerdilan Malaysia.

Akhirnya dengan sedikit menahan rasa malu, sang PM pun pergi mencari pertolongan, hingga sampailah di hadapan sang Baginda Sultan Brunei Darussalam, Sultan Hasanal Bolkiah. Selanjutnya yang kita dengar adalah cerita-cerita heroik tentang sang PM, keberaniannya menentang IMF, kegigihan, keuletan dan kecerdasannya dalam mengendalikan krisis, dan menjadikannya sebagai negara pertama di Asia yang berhasil keluar dari cengkeraman krisis. Tapi benarkah demikian yang terjadi sesungguhnya? Hehehe..! Ingat, tidak ada makan siang yang gratis..! Begitulah kira-kira ungkapan yang tepat untuk dilayangkan dalam kasus ini. Meskipun akhirnya Malaysia berhasil keluar dari krisis, tapi ongkos yang harus dibayar juga tidak murah. Limbang..! Ya, inilah nilai dari sebuah harga diri.

Setelah terbebas dari krisis, Mahathir Muhammad yang kemudian lengser keprabon, menyerahkan Limbang melalui tangan suksesornya, yakni Abdullah Ahmad Badawi. Meskipun beliau sendiri turut mencaci, tapi tak seorang pun tokoh di Malaysia yang berani menggugatnya di Mahkamah Internasional, termasuk sang Raja Agong sekalipun. Bukan seorang Abdullah Ahmad Badawi jika harus takut berkorban. Putera seorang tokoh agama paling berpengaruh di Malaysia ini, memilih rela menjadi tumbal sebuah harga diri bangsa, dari pada harus melawan tetapi hasilnya justru hanya akan mempermalukan bangsa dan negara dengan kadar yang tiada tara.

Fakta membuktikan, pasca penyerahan Limbang kepada Brunei, hingga kini tidak pernah ada satupun usaha diplomatik yang ingin mengungkit kembali masalah Limbang, karena segalanya telah terbayar tunai. Bahkan Brunei sendiri lebih memilih untuk meninggalkan dan membiarkan tapak istananya yang mewah dan megah di KL terbiar menjadi onggokan kumuh yang tak bernilai.

Bagi Brunei, pola hubungan yang dibangun dengan Malaysia, telah menjadi sebuah pelajaran penting yang sangat berharga. Mereka kini menyadari, di dunia ini, mungkin hanya tinggal Bruneilah yang menganut sistem monarki absolut, yang menempatkan titah raja, berada di atas segala-galanya. Sikap ekstra hati-hati ditunjukan dalam memilih rekan atau sahabat dalam melaksanakan hubungan internasionalnya.

Brunei bukanlah negara yang tertutup dari pengaruh luar. Tapi Brunei juga bukan negara yang agresif dalam menanamkan pengaruhnya di dunia internasional. Dengan kemampuan financial yang dimilikinya, sejatinya bisa saja Brunei menjadi negara industri yang besar seperti Singapore. Tinggal mendatangkan teknologi dan SDM, dalam sekejap mata, industri akan maju di tanah Brunei. Tapi bukan itu ambisinya.

Brunei sangat menyadari keterbatasan lahan yang ada. Mereka bukan Indonesia. Mereka juga gak mungkin membeli lahan di Indonesia. Mereka inginkan negeri mereka tetap hijau, minyak bisa dihemat dan rakyatnya selamat. Brunei akan memproteksi produk yang bisa dihasilkan oleh industrinya, tetapi tidak akan sungkan untuk import produk berteknologi tinggi. Sikap penuh kepedulian yang ditunjukan oleh sang Sultan pada rakyatnya inilah, yang membuat rakyat Brunei begitu loyal dan mencintai Sultannya.

Rakyat Brunei tidak pernah melihat kekuatan militer negara manapun sebagai sebuah ancaman, selama kekuatan itu tidak mengancam kedudukan sang Sultan. Karena itu tidak heran, ketika negara lain sedang sibuk berlomba menumpuk senjata, Brunei justru menghibahkan kapal-kapal perangnya. Bahasa filosofi yang ingin disampaikan Brunei adalah bahwa senjata hanya bersifat sesuatu, sementara kepercayaan adalah bersifat lebih dari itu. Kepercayaan memiliki nilai yang sama dengan kedaulatan. Karena itu Brunei dipercaya untuk berdaulat, dan berdaulat untuk memberikan kepercayaan.

Pelepasan Timor Leste dari NKRI, adalah titik awal kekaguman Sultan Brunei pada Indonesia. Baginda merasakan kepedihan yang dirasakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Tapi kebenaran harus ditegakkan. Dan sejak saat itu pulalah, percaya atau tidak, bangsa Indonesia untuk pertama kalinya berani berdiri dengan kepala tegak dalam setiap perundingan internasional. Dalam kasus Sipadan dan Ligitan, meskipun kita kalah, tapi kita sudah berusaha maksimal hingga maju ke perundingan Mahkamah Internasional.

Brunei juga terpesona dengan sikap jantan kita saat menghadapi kasus Ambalat dan sikap luwes kita dalam kasus Aceh dan Papua. Bagi Brunei, apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah sebuah pengejawantahan nilai-nilai luhur adat istiadat para leluhur yang sudah turun temurun. Untuk itu, pemberian atau hibah alat perang pada Indonesia adalah sebuah simbol kepercayaan tertinggi, karena bisa bermakna bahwa mulai sekarang, hidup dan matinya kami, andalah yang menjaga..! Beruntung para petinggi bangsa ini hidup di negara yang berlandaskan Pancasila, sehingga masih bisa berbudi pekerti luhur dan tahu berterima kasih.

Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam
Bandar Seri Begawan
Pada tahun 2008, Sultan Hasanal Bolkiah, didaulat menjadi anggota kehormatan di berbagai satuan elite TNI. Sesudah itu, berbagai hibah peralatan militer dari Brunei mulai berdatangan. Dan baru-baru ini giliran sang Putera Mahkota yang menapak tilasi jejak sang Ayahanda. 

Beliau dinobatkan sebagai anggota kehormatan dalam satuan elite TNI, seperti Kopassus TNI AD, Marinir TNI AL dan Korpaskhas TNI AU. Lalu peran dan andil apa yang layak kita tunggu setelah ini? Hehehe..! Ternyata salah besar jika kita harus menunggu. Sang Putera Mahkota justru sudah berperan besar, jauh sebelum upacara penyerahan baret kehormatan..!

Seperti pada pagi itu, Jumat, 09 May 2014. Ini hari terakhir saya di Brunei Darussalam. Saya sengaja check out dari hotel lebih awal, meskipun jadwal penerbangan saya untuk pulang ke KL pada jam 16.20 petang. Sahabat saya ingin mengajak main tenis di sebuah tempat menarik yang pernah dia janjikan. Mobil kami meluncur ke arah jalan yang menuju ke airport, tapi setelah melewati airport, mobil kami tidak ada tanda-tanda akan berhenti.

Selanjutnya saya menduga bahwa kami akan main tenis di kawasan industri Muara, tapi ternyata tidak. Begitupun ketika saya coba menebak-nebak bakal lokasi kami untuk bermain tenis, mulai dari Royal Dutch Sell Petroleum Refinery Complex, pelabuhan peti kemas Muara Brunei, pelabuhan laut dalam yang dikelola PSA Holdings, dan mungkin salah satu hotel besar di sekitar pantai Muara.

Ternyata tidak ada satu pun terkaan saya yang tepat sasaran. Mobil saya memasuki jalan sepi yang pasangi oleh begitu banyak CCTV. Dan di sebuah pos penjagaan, sahabat saya membukakan jendela mobil sambil melambaikan tangan, yang disambut dengan sikap tegak penuh hormat dari sang penjaga pos. Disini banyak herder berseragam loreng berkeliaran. Mobil kami yang meluncur ke arah tepian dermaga tak luput dari perhatian dan pengawasan mereka. Inilah Muara Naval Base, markas besar angkatan laut Tentara Diraja Brunei Darussalam. Kawasan super luas yang tampak sedang berbenah melengkapi berbagai fasilitas yang dimilikinya.

Jika Naval Base TNI AL di Surabaya sudah terkenal sebagai Naval Base terbesar di Asia Tenggara, maka bisa jadi, Muara Naval Base adalah yang kedua terbesar. “Welcome to Surabaya..!” celetuk sahabat saya, membuat saya agak terperanjat, seakan dia bisa membaca pikiran saya. Ternyata pembangunan Muara Naval Base ini memang terinspirasi oleh kemegahan dan kelengkapan naval base TNI AL di Surabaya, pada saat Sultan Hasanal Bolkiah menerima penganugerahan anggota kehormatan Marinir di Surabaya pada 2008 dulu.

Di sisi kiri dan kanan kanal dermaga terlihat puluhan kapal perang berbendera asing. Di kanal lain, terlihat kapal kebesaran keluarga kerajaan yang megah, dengan bendera Brunei yang berkibar. Tidak jauh dari kapal itu, beberapa kapal lain turut bersandar. Yang membuat saya terkejut adalah adanya bendera merah putih yang berkibar..! Ya, itu KRI milik TNI AL. Sedangkan yang lainnya adalah kapal perang milik Uni Emirat Arab.

Royal Brunei Navy
Royal Brunei Navy
Mobil kami terus meluncur ke arah Timur dermaga. Di ujung pelabuhan yang sepi, kanalnya dibuat agak menjorok ke dalam. Tidak terlihat ada anjungan kapal di situ. Namun ketika mobil kami mulai mendekati batas zona terlarang, sekali lagi jantung saya berdegup kencang. Lutut saya terasa bagai tak bertulang.
Mata saya memelototi lima bendera merah putih yang berkibar di atas lima kapal selam..! 401, 401, 402, polos, polos..! Untuk meyakinkan rasa penasaran saya, saya share dengan sahabat saya, bahwa sebagian besar rakyat Indonesia hanya mengetahui bahwa TNI AL cuma memiliki 2 unit kapal selam.
Jika mereka melihat kelima kapal selam ini, maka mereka akan dibilang mimpi atau dicap pembohong. Tapi sahabat saya berujar, bahwa orang Brunei mengetahui TNI AL memiliki 20 unit kapal selam, jika Indonesia mengaku cuma punya kelima unit kapal selam ini, maka Indonesia adalah pembohong dan telah menganggap orang Brunei lagi mimpi. Hehehe..! Kadang dunia ini memang suka jungkir balik..!

Setelah melaksanakan shalat Jumat, kami meninggalkan kawasan Muara Naval Base. Jangan lewatkan untuk menikmati kesegaran ikan laut di daerah ini. Dan itu pulalah yang kami lakukan pada hari itu. Menyambangi sebuah restoran yang menyajikan ikan laut segar, menjadi acara yang tak kalah seru. Di dalam restoran itu, bukan saja ikan laut segar yang saya temui, tapi juga para prajurit TNI yang kekar..! Hahaha..! Senang sekali bisa bertemu dengan saudara sebangsa dan setanah air yang bertugas di luar negeri. Dia bilang ada ratusan personel TNI dari berbagai satuan yang setiap tahun di kirim ke Brunei untuk menjadi instruktur pelatih berbagai keahlian militer tentara Diraja Brunei. Wah, mendengar kabar ini, rasa bangga saya kian bertambah.

Waktu sudah menunjukan jam 14.00, ketika mobil kami memasuki pintu gerbang sebuah perkantoran megah. Sahabat saya meminta passport saya untuk discan di tempat pemeriksaan identitas yang ada di pos jaga. Setelah itu kami meluncur ke sebuah bangunan megah dengan tiang menjulang yang dihiasi lampu kristal yang menjuntai, lantai pualam dan karpet persia serta pernak pernik perak yang tampak berkilauan. Di ruangan terdepan, saya diminta mengisi buku tamu, yang telah lebih dulu mencantumkan nama beserta nomor ID Card saya. Setelah itu, pasport saya sekali lagi didekatkan pada sebuah layar komputer, yang diikuti oleh bunyi denting bell, pertanda bahwa pintu lift berwarna emas itu telah terbuka. Wow..! Menaiki sebuah lift, terasa menaiki sebuah kamar istana yang bergerak..! Jauh lebih megah dari istana negara di Jakarta atau istana Raja Agong Malaysia yang baru itu. Padahal ini bukanlah istana..!

Ya benar, itu bukanlah istana. Gedung itu adalah Bolkiah Garrison. Kantor Kementerian Pertahanan(MinDef) Brunei Darussalam. MinDef berada di bawah kendali langsung Sang Sultan. Alasannya ternyata tak lepas dari sejarah masa lalu. Ketika Inggris menawarkan Brunei untuk bersama-sama Sabah dan Sarawak, bergabung menjadi bagian dari Negara Persekutuan Tanah Melayu. Brunei dengan tegas menolak tawaran itu, dan lebih memilih untuk menunda kemerdekaan secara penuh dari Inggris.

Pada masa penantian penyerahan kedaulatan penuh ini, semua urusan luar negeri, pertahanan, dan moneter berada dibawah kekuasaan Inggris. Sedangkan sang Raja hanya berhak mengurusi masalah internal istana dengan segala tetek bengek adat istiadat yang mengaturnya, mengurusi masalah dalam negeri, termasuk didalamnya adalah masalah agama, seni budaya, transportasi, pendidikan dan kesehatan. Bagi Brunei, sektor Pertahanan bukan hal yang biasa. Pertahanan adalah simbol kedaulatan penuh kerajaan. Karena itu, sejak awal kemerdekaan, Kementerian Pertahanan akan selalu berada dibawah kendali sang Sultan, sebagai pemegang simbol kedaulatan penuh negara.

Nun berabad-abad lampau, kerajaan Brunei pernah dikuasai Sriwijaya dan Majapahit. Di masa kekuasaan Majapahit itulah, Brunei justru berhasil membebaskan diri bahkan juga berhasil memperbesar wilayah kekuasaannya hingga ke Manila. Kekuatan dan kebesaran masa lampau, menjadi kekuatan spiritual yang amat besar untuk menjadi sebuah bangsa yang mandiri dan berdaulat. Karena itu mereka pantang menjadi sebuah boneka bangsa manapun..!

Semangat dan rasa percaya diri yang besar itu, tergambar dari foto-foto pemimpin mereka yang banyak terdokumentasikan di dalam ruangan kantor sahabat saya yang luas dan besar. Termasuk kiriman foto teranyar dari Jakarta mengenai liputan perjalanan sang Putera Mahkota ke Indonesia. Pandangan mata saya tiba-tiba terpagut oleh sebuah foto besar yang terpajang di salah satu sisi dinding. Dua wajah itu, sudah sangat saya kenal, tapi yang satunya..?

“Those are our King with your former President Habibie and the other one is UAE’s King.” Sahabat saya seperti selalu mengetahui segala sesuatu yang sedang menjadi tanda tanya saya. Merekalah yang merancang dibentuknya poros kerjasama tiga negara antara Indonesia, Uni Emirat Arab dan Brunei Darussalam, yang kemudian dinamakan Poros Jakarta-Abu Dhabi-Bandar Seri Begawan (Poros JAB). Ini bukan semata-mata poros kekuatan, tapi lebih bersifat poros kepercayaan. Sama seperti halnya aliansi yang diajukan sahabat saya beberapa waktu lalu. 

Penunjukan saya, jelas bukan untuk mewakili negara dan pemerintah Indonesia, dan juga bukan untuk menjadi agen asing di Indonesia. Tapi sahabat saya meyakini dan percaya bahwa saya akan bisa bersikap bijaksana dalam menghadapi dua kepentingan yang berbeda. Pengalaman kami dulu sebagai kaum minoritas di tengah komunitas kami yang sangat Latino sewaktu tinggal kami tinggal di Maracaibo, Venezuela, telah berhasil membangun rasa dan sikap saling peduli dan melindungi, sehingga kemudian tumbuh rasa saling mempercayai.

Pola hubungan seperti inilah yang akan dianut Brunei untuk memenangkan kompetisi dalam bingkai Masyarakat Ekonomi Asean mendatang. Ketika banyak negara sibuk mengejar formalitas, ternyata Brunei menyodok ke bawah dengan jurus barunya yang terkadang sulit dibaca. Apapun jurusnya, fakta lebih bisa berbicara, hingga saat ini tidak ada satu negara pun yang berani menteror negara sekecil Brunei Darussalam. Bahkan China sekalipun terlihat lebih bersikap  santun. Malaysia yang songong, tidak sekalipun berani melakukan unjuk kekuatan di sekitar pekarangan Brunei Darussalam. Pertanyaannya, jadi selama ini siapa yang jaguh..? Jawabannya yang pasti adalah, “Ya Indonesialah..!” Hehehe..! Selamat berakhir pekan, Bung..!




Sumber : JKGR