Pages

Selasa, Mei 06, 2014

Apresiasi Prajurit Penemu Anti Jammer

JAKARTA-(IDB) : Dua prajurit bintara TNI AD, Serka Widodo dan Sertu Anggit Rudiyanto, dari satuan Pusat Pendidikan Zeni (Pusdikzi) TNI AD, mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa karena menciptakan alat Anti-Jammer (pengacau sinyal). Tak hanya itu, mereka juga mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan di sekolah calon perwira (secapa) TNI AD.

Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman mengatakan, anti-jammer ciptaan keduanya merupakan alat canggih yang dapat membantu kinerja TNI untuk melacak nomor telepon tertentu yang menjadi target operasi. Adapun sistem pengoperasiannya, yakni dengan cara mengacaukan sinyal nomor lain yang tidak menjadi target sasaran.


“Kalau jammer bisa mengacaukan nomor, nah ini kita bisa mencari nomor-nomor tertentu,” kata Budiman disela-sela pemberian penghargaan kepada 48 prajurit berprestasi di Lapangan Mabes AD Jakarta, Selasa (6/5/2014).


Ia menambahkan, alat anti-jammer merupakan alat yang mahal. Jika dibeli dari luar negeri harganya mencapai miliaran rupiah. Namun, dengan adanya pengembangan ini, alat tersebut dapat diciptakan dengan harga kurang dari Rp 100 juta per unitnya.


Selain menciptakan anti-jammer, kedua orang tersebut juga menciptakan sejumlah alat lain seperti alat pengendali senjata jarak jauh, alat pemicu ledakan sistem ganda dan pemicu ledakan sistem remot.


“Mereka dibimbing oleh Danpusdik-nya, lalu disponsori dana pengembangannya apa saja yang mereka inginkan dikasih,” katanya.


Budiman menambahkan, pemberian penghargaan serupa diberikan kepada Serka Farid Hendro W anggota Pusdikzi lainnya, karena berhasil meraih juara harapan ketiga pada lomba karya cipta teknologi 2013 lalu. Serka Farid dinilai mampu menciptakan alat pengendali senjata jarak jauh (remote control weapon system).

Budiman mengatakan, beberapa waktu terakhir, TNI AD sebetulnya tengah mengembangkan sejumlah teknologi guna mencapai kemandirian teknologi. Program jangka panjang hingga 2029 itu menargetkan pengembangan terhadap nano teknologi, teknologi informasi, propelan (kimia), elektronik dan satelit. 




Sumber : Kompas

TNI’s Apache Choppers To Be Equipped With Lockheed Technology

JAKARTA-(IDB) : US-based aerospace and security company Lockheed Martin has announced it had won a US$80.6 million contract, which includes the production of night vision technology for eight Boeing AH-64E Apache attack helicopters ordered by Indonesia.

The contract covers eight Modernized Target Acquisition Designation Sight/Pilot Night Vision Sensor (M-TADS/PNVS) systems for the US Army and nine systems for the Indonesian Army, according to a press release published at Lockheed’s official website www.lockheedmartin.com on May 5.

Indonesia is the 13th international customer to purchase the M-TADS/PNVS system. The contract extends production in Orlando and Ocala, Fla., through July 2016, the release states.
“Being able to 'bundle' our procurement with one of our Foreign Military Sales partners increases our buying power,” said Lt. Col. Steven Van Riper, US Army Apache Sensors Product Manager.

“The M-TADS/PNVS system is helping save lives of our US and allied troops by giving Apache pilots the ability to engage targets accurately, and by improving situational awareness,” added Matt Hoffman, M-TADS/PNVS program director at Lockheed Martin Missiles and Fire Control, as quoted in the statement.

The confirmation of the sales of eight Apache helicopters and Longbow radars worth US$500 million to the Indonesian Military (TNI) was made during a bilateral meeting between Defense Minister Purnomo Yusgiantoro and US Defense Secretary Chuck Hagel in Jakarta in August, last year.

The deal includes pilot training, radars and maintenance. The helicopters are scheduled to arrive in Indonesia in phases from October 2014 to 2017.

The TNI has said it would base some of the Apaches in remote border areas such as in Natuna in the Riau Islands.

Lockheed states that the M-TADS/PNVS, which was fielded in 2005, is a targeting and pilotage system that provides Apache pilots with long-range, precision engagement and pilotage capabilities for safe flight during day, night and adverse weather missions. Lockheed Martin has delivered more than 1,200 M-TADS/PNVS systems and spares to the U.S. Army and international customers.

The Apache deal with the US marked a turn around in the Jakarta-Washington defense cooperation as it served as the largest military sale from the US since the country lifted its embargo on selling lethal arms to Indonesia in 2005.

Washington said it was determined to help build the capability of the TNI as part of its bid to enhance security ties with its Asia Pacific friends and reshape its role in the region amid Beijing’s growing military clout and territorial assertiveness.




Source : JakartaPost

Delay Puts Cooperation With Embraer At Risk

JAKARTA-(IDB) : The Defense Ministry said on Monday that future cooperation with Brazilian aerospace conglomerate Embraer SA could be at risk after a seven-month delay in the delivery of four EMB 314 Super Tucano turboprops ordered by Indonesia.

Defense Minister Purnomo Yusgiantoro said he doubted the ministry would forge a new cooperation with the firm in the future.

“The delay is not because of us, but them [Embraer],” Purnomo said at the Defense Ministry in Jakarta on Monday.

“Why it is delayed? If our initial procurement ends up like this, what about our next procurement project?”

In 2010, the Defense Ministry signed a US$284 million contract with Embraer to build a squadron of Super Tucanos to replace its OV-10 Bronco aircraft, which have been in service for three decades.

Embraer was obliged by contract to hand over the first batch of eight aircraft by August last year and then another batch in March 2015. So far, however, the ministry has only received four turboprops.

“The company argued that [the delay] was due to the far distance [between Brazil and Indonesia]. Our main concern is that they fulfill their commitment as stipulated in the contract,” he said.

Purnomo said that Deputy Defense Minister Sjafrie Sjamsoeddin would fly to Brazil to discuss defense cooperation, including the troubled Super Tucanos procurement project.

“The deputy minister will visit Brazil, we want to confirm their commitment. [They] have promised to deliver the squadron before Oct. 5,” the minister said, referring to the day of celebration for the Indonesian Military’s (TNI) anniversary.

To compensate Indonesia for the delay, Embraer has paid the maximum penalty of around $7 million.

“They have paid the penalty. But, this issue also has political ramifications, especially for the relationship between Brazil and Indonesia,” Purnomo said while acknowledging that the Brazilian Embassy in Jakarta had been supportive in solving the matter.

The Super Tuscanos procurement fits into Indonesia’s goal to modernize its weapons systems. The country aims to have 128 up-to-date jet fighters by 2024.

The ministry is in the process of selecting a replacement for its old Northrop F-5 Tiger fighter jets. The Air Force and the TNI have named Lockheed Martin’s F-35 as its top choice, while state aircraft manufacturer PT Dirgantara Indonesia (DI) suggested the Eurofighter Typhoon — manufactured by a consortium of three companies: BAE Systems, Airbus Group and Alenia Aermacchi. PT DI suggested that the consortium would be willing to transfer their technology in producing the aircraft.

“We must carefully consider many aspects in choosing the F-5 replacement […] that includes price,” Purnomo said when asked about the ministry’s aircraft of choice.

Also on Monday, Purnomo welcomed the Crown Prince of Brunei, Haji Al-Muhtadee Billah, who was on a visit to the country.

Earlier in the day, the prince was inducted as a TNI honorary member, receiving berets from three elite forces: the Army Special Forces (Kopassus), the Marine Corps and the Navy’s elite Frogmen Command (Kopaska).

Purnomo said the honorary title signified the strong defense cooperation between the countries. In the last few years, Indonesia and Brunei have established partnerships on military education and training. Purnomo expressed hope that the defense cooperation would become stronger.

“The prince will take a look at Indonesian defense industry state-owned arms manufacturer PT Pindad. I also suggested he visit PT DI, which has manufactured many CN 235 and CN 295 helicopters,” Purnomo said.




Source : JakartaPost

TNI Tembak Patroli Tentara Papua New Guinea

PAPUA-(IDB) : Tentara Indonesia membuka tembakan ke tentara patroli perbatasan Papua New Guinea (PNG) yang menyebabkan meningkatnya ketegangan di perbatasan PNG – Indonesia.

Kejadian di perbatasan ini memaksa Menteri Luar Negeri dan Imigrasi PNG, memanggil Duta Besar Indonesia untuk PNG Andrias Sitepu, untuk menyampaikan nota protes lainnya, setelah sekitar sebulan sebelumnya nota protes yang sejenis dilayangkan PNG.


Pihak Kementerian Luar Negeri PNG, Pato mengatakan, nota protes itu menyoroti perkembangan situasi perbatasan kedua negara, serta mengutuk “insiden penembakan” pagi hari 19 April, ketika pasukan Indonesia membuka tembakan ke arah patroli pasukan PNGDF.


“Meskipun dilaporkan tidak ada korban, pemerintah Indonesia seharusnya meyakinkan bahwa insiden seperti ini, tidak terulang lagi di kemudian hari”, ujar Pato.


wpapua

Meski ada protes dari Port Moresby yang membuat situasi memburuk, Pemerintah PNG mendesak Indonesia untuk berdialog mencari solusi ke depan, sejalan dengan perjanjian perbatasan yang telah ditandatangani kedua negara, beberapa tahun ke belakang.


Konflik antara elemen OPM dan TNI selama sebulan terakhir dan maraknya pelanggaran perbatasan, akan menjadi fokus utama dari perundingan perbatasan antara kedua negara yang dilakukan di Jakarta dalam waktu dekat.


Petinggi PNGDF mengambil sikap bungkam terkait isu sensitif yang terjadi di perbatasan. PNG mengerahkan tentara untuk mengawasi perbatasan namun berada di bawah instruksi ketat untuk tidak membalas tembakan jika mereka menemui atau terjebak dalam baku tembak antara OPM dan anggota tentara Indonesia.


Namun, seorang pejabat Pemerintah PNG yang tidak mau disebut namanya mengatakan insiden 19 April bisa membuat persoalan membesar, jika tentara PNGDF terluka ketika mereka ditembaki.


“Kondisinya bisa saja lebih buruk jika ada tentara kami terluka selama baku tembak pada pagi hari 19 April itu. Situasinya sangat sangat sensitif saat ini,” katanya.

Duta Besar PNG untuk Indonesia, Komodor purnawirawan Peter Ilau akan memimpin delegasi PNG ke pertemuan pembahasan perbatasan di Jakarta. 




Sumber : JKGR

Lanud Palembang Segera Kembangkan Shelter Pesawat Tempur

PALEMBANG-(IDB) : Rencana strategis program pengembangan fasilitas dan infrastruktur Pangkalan Udara (Lanud) Palembang terus dilakukan. Setelah mencuat wacana peningkatan status menjadi tipe B, Lanud Palembang telah menyusun rinci master plan pengembangan.

Danlanud Palembang, Letkol Pnb Sapuan menuturkan, potensi besar Lanud Palembang untuk naik tipe B pun perlu disambut baik.

"Untuk itu, kesiapan infrastruktur pendukung, personel, alat utama sistem persenjataan (alutsista) tentu dalam persiapan. Sebagai bocoran, akan dibangun shelter pesawat tempur, hanggar, Jetison (JT) Area, Taxiway, dan sarana pendukung lainnya,” ujar Sapuan, di Heritage Room Lanud Palembang, Senin 5 Mei 2014.

Dikatakan dia, untuk menjadi tipe B itu cukup banyak prasyarat yang harus dipenuhi. Tak menutup kemungkinan, dengan pengembangan infrastruktur yang cepat maka bukan sebuah mimpi jika Lanud Palembang memiliki skuadron udara, skuadron teknik, Paskhas nantinya.

 “Sehingga actual, soal master plan JT area dan skuadron udara tempur masih proses pembahasan dan koordinasi. Tentunya tidak mudah menyiapkan peningkatan status menjadi tipe B, harus didukung secara militer misal, seberapa lengkap sarana operasi dan personil," timpalnya.

Untuk itu, Lanud Palembang berupaya sebaik mungkin menjalankan tugas termasuk langkah pengamanan aset ini. Dalam sebulan ini, banyak orientasi tugas yang dicoba untuk dilakukan.

Sapuan menjelaskan, Lanud masih memiliki sekitar 150 hektare lahan kosong, dan rencana pengembangan master plan untuk persiapan shelter pesawat tempur atau JT Area membutuhkan sekitar 5 hektare lahan untuk menampung sekitar 12 pesawat.



Sumber : Sindo

Serah Terima Meriam KH-179 Oleh KASAD

Pada hari ini kami serahkan ke batalyon Iskandarmuda, Tangjungpura dan Mulawarman

JAKARTA-(IDB) : Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal (TNI) Boediman menyerahkan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) Meriam Kaliber 155 kepada Batalyon Armet 16, 17, 18 Iskandaramuda, Tangjungpura, dan Mulawarman, Selasa (6/5).

Saat ini, meriam Kaliber 155 mm merupakan meriam kaliber terbesar milik TNI AD. Meriam kaliber 155 itu merupakan alutsista buatan Korea yang baru datang dan akan digunakan untuk memperkuat TNI AD.

"Pada hari ini kami serahkan ke batalyon. Armet 16, 17, 18 Iskandarmuda, Tangjungpura dan Mulawarman," kata Kasad, Selasa (6/5).

Dalam kesempatan yang sama, Kasad menegaskan, ke depannya modernisasi Alutsista milik TNI harus mengutamakan produksi dalam negeri. Oleh sebab itu, inovasi dan pengembangan teknologi harus dilakukan secara mandiri.


"Tingkatkan teknologi kita, agar kedepannya dapat membuat alutsita sendiri, serta peralatan lainnya. Secara perlahan, tetapi harus kita lakukan sendiri," ucap Kasad.

Di tempat yang sama, Kasad juga memberikan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KBLB) dan Pemberian Penghargaan kepada 48 Babinsa (Bintara Pembina Desa) serta Prajurit TNI AD yang berprestasi melebihi Panggilan tugas dalam pengabdiannya kepada Bangsa dan Negara.

"Penghargaan diberikan untuk memberi motivasi prajurit lainnya. Penghargaan diberikan sebagai bentuk apresiasi kepada prajurit atas pengabdiannya kepada bangsa dan negara," kata Kasad.

Meriam Kaliber Besar TNI AD

Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus meningkatkan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) untuk memenuhi elemen fire power dalam Minimum Essential Force (MEF).

Salah satunya dengan mendatangkan 18 unit meriam jenis Tarik How 155 milimeter (mm) yang diperuntukan untuk TNI AD.

Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Budiman mengatakan, meriam tersebut adalah meriam yang memiliki kaliber terbesar, yaitu 155 mm. Jarak tembaknya mencapai 20 hingga 30 kilometer.

"Meriam ini akan ditempatkan di beberapa Komando Daerah Militer (Kodam) di antaranya di Kodam Iskandar Muda, Kodam Tanjung Pura dan Kodam Mulawarman kata Budiman di Markas Besar TNI AD,  Jalan Veteran Nomor 5, Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2014).

Jenderal bintang empat ini menerangkan, 18 meriam itu dibeli dari Korea Selatan sebagai pengganti meriam yang berumur sudah tua di beberapa Kodam. Harga per unitnya meriam ini adalah USD980 ribu.
 

"Kalau membaca postur pertahanan negara untuk tahun 2009-2029, selama ini persenjataan kita sangat terbatas. Bahkan ada meriam yang lebih tua umurnya dari saya. Selain itu ada Kodam yang belum lengkap peralatannya," pungkasnya.

Meriam Tarik How 155 mm ini mempunyai spesifikasi jarak tembak 22 hingga 30 kilometer dengan menggunakan peluru atau amunisi standard. Meriam yang menggunakan alat pengangkutnya mempunyai berat kurang dari 7 ton dan memiliki elevansi yang dapat menembak arah lintasan langsung dan lintasan curam.

Meriam ini juga dilengkapi dengan sistem pengisian proyektil secara semi otomatis. Tak hanya juga mempunyai kelengkapan untuk penembakan di malam hari dan juga dapat dibawa dengan pesawat C-130 Hercules.




Sumber : BeritaSatu

Selamat Datang KH-179....!!

JAKARTA-(IDB) : Daya pukul satuan artileri TNI-AD semakin bertambah gahar. Selain nantinya akan dilengkapi meriam Swagerak kaliber 155mm Caesar asal Prancis, Meriam dengan kaliber serupa asal negeri ginseng telah tiba di Tanah Air. Inilah dia meriam Kh-179 kaliber 155mm. Dan inilah foto kedatangannya yang berhasil direkam kamera ARC.


Sebanyak 18 meriam Kh-179 didatangkan dari Korea Selatan senilai US$944 ribu. Nantinya meriam-meriam ini akan ditempatkan di perbatasan guna melengkapi persenjataan yang telah ada. Turut diborong pula truk penarik meriam tersebut yang juga buatan Korea Selatan.

Kh-179 sendiri dikembangkan oleh KIA Machine Tool Company (sekarang bernama Hyundai-WIA) berdasarkan sistem howitzer tarik M114A1, yang banyak dipergunakan dalam Perang Vietnam. 

Korea Selatan memiliki lebih kurang 1.700 sistem M114A1. Pengoperasian meriam ini sendiri tak banyak berubah dari versi M114A1, dimana butuh dua awak untuk mengubah arah meriam, prajurit awak penembak di kiri memutar roda untuk mengubah arah horizontal (traverse), sementara prajurit di kanan sebagai asisten penembak memutar roda untuk mengubah elevasi vertikal moncong meriam. 

Satu prajurit lagi bertugas sebagai pengarah dan membidik melalui teleskop dengan pembesaran 4x dan dial sight, atau bila diperlukan, mengoperasikan Kh-179 untuk dukungan tembakan langsung (direct fire) menggunakan teleskop khusus lainnya yang memiliki pembesaran 3,5x. Sistem Kh-179 menerapkan dua tabung yang berbeda untuk penahan kejut (hydraulic dampers/ hydropneumatic shock absorber) dan satu tabung lain untuk pengembali kedepan (recuperator), yang dianggap mampu memperpanjang umur pakai meriam. 

Pada saat penembakan, ada pasak yang bisa diturunkan untuk ditanam dan menambah kestabilan penembakan.


Dari segi amunisi, Kh-179 menikmati kompatibilitas dengan munisi NATO dan AS, satu keunggulan dari produk-produk Korea Selatan. Hal ini berarti Kh-179 mampu menembakkan seluruh munisi 155mm termasuk munisi khusus berpendorong roket (RAP: Rocket Assisted Projectiles). 

Jarak jangkaunya adalah 22km, atau 30km apabila menggunakan munisi RAP. 

Kecepatan tembaknya apabila digunakan secara kontinyu maksimal 4 peluru per menit.

Selamat Datang KH-179...!!




Sumber : ARC

Pangeran Brunei Menjadi Warga Kehormatan Korps Marinir


 
JAKARTA-(IDB) : Putra Mahkota Kerajaan Brunei Darussalam DYTM Paduka Seri Pengiran Muda Mahkota Jeneral Pengiran Muda Haji Al-Muhtadee Billah diangkat sebagai Warga Kehormatan Korps Marinir TNI AL, di Lapangan Apel Hartono Kesatrian Marinir Cilandak, Jakarta Selatan, Senin (05/05/2014).


Kedatangan Jeneral Pengiran Muda Haji Al-Muhtade Billah disambut Komandan Korps Marinir Mayjen TNI (Mar) A. Faridz Washington di Yonif-6 Mar setelah melalui Jajar Kehormatan. Dilanjutkan menyaksikan video profil Korps Marinir di Ruang Rekreasi Yonif-6 Mar.



 
Dalam pengangkatan tersebut Dankormar Mayjen TNI (Mar) A. Faridz Washington menyerahkan baret Marinir dan menyematkan Brevet Kehormatan Anti Teror Aspek Laut serta Brevet Kehormatan Trimedia.


Putra Mahkota Kerajaan Brunei Darussalam menjadi warga kehormatan Korps Marinir ke-32 menyusul jejak Sultan Brunai Darusaalam, Sultan Hasanah Bolkiah yang menjadi Warga Kehormatan ke-15 pada 2003 lalu.



 
Pengangkatan sebagai Warga Kehormatan Korps Marinir tersebut merupakan bentuk penghargaan dan penghormatan atas peran Jeneral Pengiran Muda Haji Al-Muhtade Billah dalam membina hubungan dan kerjasama baik di bidang militer dan pertahanan antara Kerajaan Brunei Darussalam dengan pemerintah RI.



 
Hadir dalam kesempatan tersebut Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Dr. Marsetio, Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, Para Pejabat Teras dan Komandan Kolak/Satlak Kormar.




Sumber : Kormar

Berita Foto : Menhan Bertemu Pangeran Brunei

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menerima menerima kunjungan kehormatan Putra Mahkota Brunei Darussalam Haji Al Muhtadee Billah (kanan) di Jakarta, Senin (5/5). Pertemuan tersebut membahas kerjasama antara angkatan bersenjata kedua negara.



Sumber : Antara

SBY Terbang Perdana Dengan Indonesia Air Force One

JAKARTA-(IDB) : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan terbang perdana menggunakan Pesawat Kepresidenan baru, Boeing Business Jet 2 yang baru tiba di Halim Perdanakusuma pada 10 April 2014.

"Saya belum bisa jawab karena belum terbang. Satu hal saja yang saya sampaikan, selama 10 tahun jadi presiden, saya bersyukur pada enam bulan terakhir bisa naik pesawat presiden dan itu bisa hematkan anggaran kita," kata SBY di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (5/5), menjawab pertanyaan wartawan.


Presiden SBY menjajal terbang perdana dengan pesawat yang dirakit oleh perusahaan Boeing tersebut, siang ini, ke Bali untuk melaksanakan kunjungan kerja di provinsi tersebut.


Presiden SBY terbang melalui Bandara Halim Perdanakusuma usai menerima Putra Mahkota Brunei Darussalam Haji Al Muhtadee Bilah di Istana Merdeka.


Pesawat kepresidenan itu merupakan pesawat milik negara. Sebelumnya, kunjungan Presiden ke berbagai negara menggunakan pesawat yang disewa dari Maskapai Garuda.


Pesawat yang mulai dibangun sejak lima tahun sebelumnya tersebut memiliki rentang sayap 35,79 meter, tinggi 12,5 meter, dan panjang 38 meter dengan dibekali dua mesin CFM 56-7.


Terdapat 4 ruang pertemuan VVIP, 2 ruang VVIP negarawan, 12 area eksekutif, dan 44 staf area. Interior pesawat tersebut dirancang untuk mengakomodasi hingga 67 orang penumpang. Pesawat tersebut menghabiskan dana sebesar Rp 847 miliar.




Sumber : Republika

COE Inspection Terhadap KRI FKO-368 Oleh PBB

BEIRUT-(IDB) : Sebagai salah satu unit dari  Maritime Task Force (MTF) di bawah bendera Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Satgas Maritim TNI Konga XXVIII-F/UNIFIL telah menerima kedatangan Tim Inspeksi dari PBB untuk melaksanakan Contingent Owned Equipment (COE) Inspection. Dalam hal ini, PBB memiliki tanggung jawab untuk meyakinkan bahwa KRI FKO-368 sebagai salah satu unit MTF, telah dilengkapi dengan segala peralatan/perlengkapan serta material lainnya sesuai dengan permintaan dari UNIFIL. Selain daripada itu, PBB juga diberikan kuasa untuk memeriksa status, kondisi dan kuantitas dari peralatan/perlengkapan yang berada di KRI FKO-368, Beirut, Jumat (02/04).

Ini merupakan inspeksi pertama sejak KRI FKO-368 tiba di Beirut dan Inchop pada tanggal 8 April 2014, dimana inspeksi ini akan dilaksanakan secara berkala setiap 3 bulan sekali selama berada dan bergabung dalam MTF. Adapun Tim Inspeksi dari PBB yang datang adalah Mrs. Lazareva Alexandra selaku COE Inspector didampingi salah satu Stafnya yaitu: Mr. Pasquie Bertrand. Inspector dari MAROPS UNIFIL, CDR Sebastian Kruseona (Germany Navy) yang sehari-hari menjabat sebagai Deputy Chief Marops, didampingi oleh LTCDR. Enjin Candemir (Turkey Navy) Marops-PlanJJO, serta Mayor Laut (P) Didik Siswinardi sebagai Staf Pendamping dari Naval Operation Center (NOC).


Letkol Laut (P) Ade Nanno Suwardi selaku Komandan KRI FKO-368 menerima dan menyambut secara langsung Tim Inspeksi dari PBB di Lounge Room Perwira, yang dilanjutkan dengan pelaksanaan inspeksi.


Setelah proses pemeriksaan administrasi selesai, kegiatan dilanjutkan dengan pemeriksaan secara fisik terhadap segala peralatan/perlengkapan yang dimaksud dalam check list tersebut di atas.    


Kegiatan COE Inspection ditutup dengan penandatanganan Verification Inspection Worksheet-Letter of Assist oleh COE Inspector, Marops Inspector dan Komandan KRI FKO-368.




Sumber : TNI

China Bangun Pabrik Baja Untuk Industri Militer Di Indonesia

JAKARTA-(IDB) : Perusahaan baja asal Tiongkok, PT Shanxi Haixin and Steel Group, siap menggelontorkan dana sebesar 50 juta dollar AS untuk membangun dua pabrik besi baja di Indonesia. Untuk memuluskan rencananya tersebut, Shanxi dipastikan mengandeng perusahaan lokal yaitu PT Trinusa Group.

Dengan status Penanaman Modal Asing (PMA), dua perusahaan tersebut sudah membentuk satu perusahaan joint venture dengan nama PT Resteel Industry Indonesia.

Achmad F Fadhillah, Chairman PT Resteel Industry Indonesia, mengatakan pembangunan dua pabrik besi baja tersebut nantinya akan terfokus di dua wilayah yaitu Batam dan Tojo Una Una (Sulawesi Tengah).

"Kemungkinan ground breaking bakal dilakukan pada akhir bulan ini. Lalu kami akan mulai produksi setelah enam bulan kemudian, atau sebelum akhir tahun sudah bisa menghasilkan produk," katanya, Senin (5/5/2014).

Achmad menuturkan, kedua pabrik tersebut ditargetkan bisa menghasilkan produk super low carbon nickel titanium dan special steel dengan kapasitas 100.000 metrik ton per tahunnya untuk satu line produksi. Saat ini produk dari super low carbon ini banyak digunakan untuk industri militer di Tiongkok, seperti kapal dan tank.

Namun itu untuk tahap awal, perusahaan patungan tersebut berencana menambah line produksinya sebanyak 10 line, apabila proyek kedua pabrik tersebut telah rampung pada 2015.

"Satu line produksi kami investasikan sebesar 50 juta dollar AS, jadi kalau 10 line sekitar 500 juta dollar AS. Ke depan, pemerintah juga seharusnya memberikan insentif kepada kami dengan melihat nilai investasi sebesar itu," katanya.

Menurut Achmad, yang membedakan produk baja yang dihasilkan Resteel dengan pabrik baja lain yaitu sistem produksinya menghilangkan dua proses pengolahan.

"Jadi dari iron ore (batu besi,red) bisa langsung menjadi baja. Inilah mengapa dikatakan baja tersebut disebut special steel. Hasil dari teknologi yang memerlukan energi gas ini memiliki kualitas lebih bagus dan tidak memerlukan power plant baru, hemat energi serta ramah lingkungan," katanya.

Keuntungan lain dari proyek pembangunan pabrik besi baja ini, menurut Fadillah, akan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat serta pendapatan daerah. Mengingat kedua pabrik diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sekitar 2.000 orang.

Atas alasan tersebut, Achmad berharap industri pertambangan di Indonesia yang semakin berkembang pesat ini dibarengi dengan sistem regulasi yang tidak tumpang tindih. "Sebaiknya regulasi yang dikeluarkan pemerintah memperhatikan kepentingan semua pihak, khususnya para pekerja tambang," ucapnya.

Shelby Ihsan Saleh, Direktur PT Resteel Industry Indonesia, mengatakan perusahaan juga sangat berterima kasih kepada Pemerintah Indonesia atas apresiasi serta izin yang diberikan kepada pelaku industri untuk dapat diproduksi di dalam negeri.

Pasalnya, industri besi baja dengan model pengolahan dengan teknologi terbaru tersebut saat ini hanya diproduksi di dua negara, Rusia dan Tiongkok.

"Indonesia menjadi negara ketiga yang bisa memproses baja khusus tersebut. Untuk tahap awal (line produksi satu hingga tiga, red), hasil produksinya akan dikirim ke Tiongkok terlebih dahulu. Setelah itu, line produksi keempat bisa untuk konsumsi di Indonesia," ujarnya.




Sumber : Kompas

Mengejar Penguasaan Teknologi Roket

JKGR-(IDB) : Indonesia dalam upaya mengejar penguasaan teknologi roket :
  1. Tahun 1964, program penguasaan teknologi roket pengorbit satelit (RPS) melalui reverse engineering roket Lambda (Jepang) dengan Prof. Hideo itokawa. Diawali dengan roket Ionosfer Kappa-8 (Sub-orbital 200 km). Upaya tersebut terhenti karena gejolak politik 1965.
  2. Tahun 1976, program kemandirian dalam sistem antariksa termasuk RPS kerjasama dengan Werher Von Braun (Fairchild) AS. Terhenti karena keterbatasan dana.
  3. Tahun 1977, program reverse engineering reaktivasi roket Kappa-8 belajar tentang upaya statik dan operasi peluncuran roket Kappa-8 dengan misi pengukuran karateristik atmosfir atas dan lingkungan antariksa (x-ray, gamma ray). Ini bekal untuk membangun roket2 RX. Namun tahun 1978 terhenti karena dana.
  4. Tahun 1977, program roket sonda kerjasama dengan Aerojet Liquid Rocket Company, AS. Program ini terhenti juga karena masalah dana.
  5. Tahun 1988, program Wahana Peluncur Satelit Orbit Rendah (WPSOR), tersendat karena dana. dan masih banyak program2 lainnya yg gagal karena dana dan politik lainnya.

Peneliti kita di lapan ada tidak sampai 300 orang, untuk perekayasa di bawah 30 orang, teknisi litkayasa di bawah 200 orang, perancang UU itu dibawah 5 orang.

Ini foto anggaran Lapan tahun 2012 (kolom ke tiga APBN, APBN Perubahan dan Perubahan). Di tahun 2013 dan 2014 anggaran malah turun.




Sumber : JKGR

Pengertian Dan Keunggulan Pesawat Tempur Generasi Kelima

ARTILERI-(IDB) : Beberapa tahun belakangan kita sering mendengar istilah pesawat tempur generasi kelima. Yang terbaru adalah soal komitmen besar Australia untuk membeli F-35 JSF dalam jumlah besar. Sebenarnya apa dan seberapa penting pesawat tempur generasi kelima ini? Berikut ulasannya yang kami sadur dari laman The Conversation.
 

Definisi
 

Meskipun istilah pesawat tempur generasi kelima sudah digunakan secara luas, namun sebenarnya definisinya masih gamang dan masih diperdebatkan. Komentar analis pertahanan Giovanni de Briganti (editor defense-aerospace.com) yang mengarah ke politik:
 

"Politisi banyak yang tidak paham dengan pertahanan, sehingga mereka hanya bisa mengeluarkan kata-kata seperti 'satu-satunya pesawat generasi kelima atau inilah pesawat generasi kelima,' untuk membuat kepercayaan masyarakat meningkat dan untuk membeli peralatan pertahanan terbaik untuk negaranya."
 

Pada tahun 2005, ada sebuah laporan yang menyebutkan Lockheed Martin melabeli F-35 sebagai pesawat tempur generasi kelima, ini meminjam istilah Rusia dalam menggambarkan F-22 Raptor. Sebelumnya F-35 hanya disebut sebagai pesawat baru atau pesawat generasi baru.
 

Istilah generasi kelima juga menjadi alat pemasaran yang kuat, setidaknya menurut kritikus dari perwakilan Eurofighter Typhoon bahwa pesawat mereka (Typhoon) telah kehilangan banyak pasar akibat kalah bersaing dengan F-35. Menyebut F-35 sebagai pesawat tempur generasi kelima juga menjadi keuntungan tersendiri bagi Lockheed Martin sang produsen, karena saat ini pesawat generasi kelima seolah sudah menjadi persyaratan mutlak pertahanan maksimal banyak negara.
 

Argumen terkait soal pasar ini juga secara implisit didukung oleh Office of the Auditor General of Canada, yang mendefinisikan pesawat generasi kelima: "Pesawat tempur generasi kelima adalah pesawat yang menggabungkan teknologi yang paling modern, seperti stealth (siluman), radar canggih, dan avionik terbaru." Namun, tetap saja tidak ada definisi objektif atau yang bisa diterima terkait kemampuannya.


Generasi Keempat
 

Titik awal kesulitan mendefinisikan pesawat generasi kelima bermula dari mendefinisikan pesawat generasi keempat atau generasi 4,5 yang merupakan pesawat generasi keempat namun banyak menggunakan fitur pesawat yang disebut generasi kelima.
 

Umumnya pesawat-pesawat generasi keempat dikembangkan pada era 1970-an dan 1980-an, dengan radar dan avionik canggih, termasuk fly-by-wire (computer interfaced) controls, manuver ditingkatkan dan ditambah kemampuan multi peran.
 

Pada tahun 2010, Defense Authorization Amerika Serikat mendefinisikan pesawat generasi 4,5 adalah pesawat yang ada saat ini, seperti F-15, F-16 dan F/A-18 dan varian Su-27, dll yang memiliki kemampuan canggih, termasuk radar AESA (active electronically scanned array), pertukaran data kapasitas tinggi dan avionik canggih, dan memiliki kemampuan untuk menggunakan senjata-senjata canggih saat ini dan masa depan.
 

Untuk menguji konsep pesawat generasi kelima, definisi yang dikeluarkan oleh US Congressional Research Service di bawah ini dinilai cukup detail meski beberapa menilainya masih tidak tepat:
 

"Pesawat generasi kelima menggabungkan teknologi baru seperti thrust vectoring, material komposit, supercruise (kemampuan jelajah pada kecepatan supersonik tanpa menggunakan afterburner), teknologi stealth, sensor dan radar canggih, dan avionik terpadu untuk lebih meningkatkan kewaspadaan situasi."
 

Banyak pesawat generasi keempat yang memiliki beberapa fitur tersebut namun tidak disebut sebagai pesawat generasi kelima karena untuk menjadi pesawat generasi kelima harus memiliki semua fitur tersebut.
 

Sebagai contoh, pesawat pembom strategis B-2 Spirit dan pesawat serang F-117 Nighthawk Amerika Serikat, keduanya adalah pesawat siluman tetapi tidak disebut sebagai pesawat generasi kelima karena tidak dilengkapi dengan radar dan avionik canggih.
 

Beberapa laporan menyebutkan bahwa F-35 JSF secara teknis tidak berfitur supercruise, hanya saja JSF mampu mempertahankan kecepatan Mach 1,2 untuk 150 mil tanpa menggunakan afterburner.
 

Hanya versi F-35 short take-off and vertical landing (F-35B) yang menggunakan thrust vectoring (F-35 Australia tidak), yang akan sangat meningkatkan kemampuan manuver untuk pertempuran dogfighting.
 

JSF memang kalah manuver dari beberapa pesawat generasi keempat, terutama dari para Sukhoi buatan Rusia, tetapi kekurangan ini diatasi dengan fitur silumannya.
 

Fitur Siluman


Fitur siluman memungkinkan bagi pilot untuk menembak pesawat musuh, sedangkan musuh tidak bisa membalas karena musuh tidak dapat melihat mereka. Untuk membuat definisi yang lebih kompleks, fitur stealth bukanlah istilah mutlak karena masih bisa diganggu gugat.

 

Stealth mengacu pada ketidakmampuan musuh untuk mendeteksi pesawat, biasanya oleh radar. Semakin rendah radar cross section sebuah pesawat, maka semakin sulit pesawat itu dideteksi.
 

Seberapa jauh tingkat stealth sebuah pesawat ditentukan dari bagian luar pesawat, desain bodinya dan dari bahan apa dibuat (bahan yang melapisi).
 

Semua pesawat tempur modern saat ini sebenarnya sudah dirancang dengan radar cross section rendah. Pesawat-pesawat ini cukup tersembunyi namun tidak tersembunyi ketimbang JSF.
 

F-22 Raptor mungkin satu-satu pesawat siluman yang operasional. Tetapi radar cross section JSF jauh lebih rendah ketika berhadapan langsung dengan radar. Baru kemudian meningkat setelah pesawat berbalik atau menjauh dari radar.
 

Penggunaan internal weapon bay (teluk senjata internal) memungkinkan rudal/senjata disimpan di dalam perut pesawat. Hal ini digunakan agar fitur silumannya tidak terganggu, namun baru akan terganggu (terdeteksi radar) ketika JSF membuka teluk senjata internalnya atau membawa senjata pada sayapnya (luar bodi).



360 Derajat
 

JSF menghadirkan kesadaran situasional yang tinggi, menjadikan pilot bisa melihat ke seluruh area, bisa melihat dari lantai pesawat atau melihat bagian belakang pesawat. Pertukaran data tinggi yang cepat juga membuat pilot bisa melihat informasi yang diberikan pesawat lain, kapal perang atau unit darat.
 

JSF memiliki sistem electro-optical distributed aperture yang ketika digabungkan dengan helm canggih (helm khusus pilot F-35), akan memberikan pilot kesadaran situasional 360 derajat (ibarat bola).
 

Secara otomatis, JSF dapat mengumpulkan data pasukan musuh dalam jumlah besar, termasuk informasi target, dan mengirimkan datanya dengan cepat ke pasukan udara lain, darat dan laut.

Jadi, menggunakan istilah pesawat generasi kelima berarti menyederhanakan pengertian bahwa pesawat tersebut memiliki karakteristik tempur yang kompleks.
 

Tapi istilah ini tidak berguna ketika mencoba menganalisa seberapa cocok JSF untuk kebutuhan sebuah negara. Istilah ini lebih menunjukkan bahwa adanya perbaikan pada teknologi yang sudah ada sebelumnya, adanya peningkatan kemampuan, namun tidak menjelaskan manfaat teknologi ini dalam lingkungan strategis, atau efektivitas biayanya.




Sumber : Artileri