Pages

Selasa, April 29, 2014

Berita Foto : Peluncuran KCM Komando TNI AD

JAKARTA-(IDB) : TNI Angkatan Darat meluncurkan Kapal Motor Cepat (KMC) Komando di Pantai ABC Ancol, Jakarta Utara, Selasa (29/4/2014). Kapal garapan dalam negeri ini dilengkapi dengan persenjataan canggih.

TNI AD Luncurkan Kapal Motor Cepat
Kapal Motor Cepat (KMC) komando diluncurkan di Pantai ABC Ancol, Jakarta Utara.
TNI AD Luncurkan Kapal Motor Cepat
Pembuatan KMC merupakan hasil rancang bangun tenaga ahli dari perwira Ditbekang serta bekerjasama dengan tenaga ahli dari ITS.

TNI AD Luncurkan Kapal Motor Cepat
Untuk pembangunan Kapal Motor Cepat (KMC) ini TNI AD juga merangkul PT Tesco Indomaritim.

TNI AD Luncurkan Kapal Motor Cepat
Kapal Motor Cepat (KMC) ini memiliki kecepatan hingga 35 knot.

TNI AD Luncurkan Kapal Motor Cepat
Kapal ini juga diujicoba melakukan penembakan di Pulau Damar.
TNI AD Luncurkan Kapal Motor Cepat
Dari 10 unit KMC hingga kini baru 2 unit yang jadi dan dapat dioperasikan.

TNI AD Luncurkan Kapal Motor Cepat
Untuk persenjataannya, KMC dilengkapi dengan sistem senjata mesin berat 12,7 mm
TNI AD Luncurkan Kapal Motor Cepat
TNI AD melakukan uji coba kapal.
TNI AD Luncurkan Kapal Motor Cepat
Aksi prajurit TNI AD saat menjajal ketangguhan Kapal Motor Cepat (KMC).

TNI AD Luncurkan Kapal Motor Cepat
Kapal Motor Cepat (KMC) ini memiliki daya angkut penumpang hingga 31 orang dan 3 orang ABK.

TNI AD Luncurkan Kapal Motor Cepat
KMC Komando akan dipergunakan untuk pasukan TNI AD di setiap kepulauan.



Sumber : Detik

Launching Kapal Motor Cepat (KMC) Komando TNI AD

KMC KOmando TNI AD (VIVAnews/Muhamad Solihin)
KMC Komando TNI AD
JAKARTA-(IDB) : TNI AD meluncurkan Kapal Motor Cepat (KMC) yang diberi nama “Komando” buatan dalam negeri. Peluncuran yang digelar di Pantai ABC Ancol, Jakarta, Selasa 29 April 2014, ditandai dengan demonstrasi, manuver dan uji tembak KMC ‘Komando’, disaksikan KSAD Jenderal Boediman.


Kapal ini merupakan hasil karya anak negeri. Dari tangan ahli yang terdiri dari para perwira Direktorat Pembekalan dan Angkutan (Ditbekang) TNI-AD dengan melibatkan tenaga ahli dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan tenaga pelaksana pembangunan PT Tesco Indomaritim.


“Kami sudah beli 10 unit. Per unit seharga Rp 12 miliar sudah termasuk biaya riset dan pembangunannya,” kata Jenderal Budiman.

Kapal Motor Cepat KMC Komando TNI AD (photo: Media Indonesia)
Kapal Motor Cepat KMC Komando TNI AD.

Dari sepuluh unit KMC Komando, bulan ini baru dua unit yang telah selesai diproduksi. Selebihnya, akan selesai pada akhir bulan depan. Harga produksi kapal motor ini jauh lebih murah ketimbang membeli kapal sejenis dari luar negeri.


Kapal ini akan didistribusikan ke sembilan Komando Daerah Militer, yakni Kodam Iskandar Muda, Kodam Bukit Barisan, Kodam Sriwijaya, Kodam Mulawarman, Kodam Wirabuana, Kodam Udayana, Kodam Tanjungpura, Kodam Patimura, dan Kodam Cendrawasih.


Daerah operasi kapal meliputi rawa, laut, sungai, dan pantai. Kapal ini juga bisa digunakan untuk pendaratan pasukan di pantai dan mampu berlayar terus menerus sejauh 250 NM (mil laut).


KMC berkapasitas 31 penumpang dan tiga ABK. Kecepatan maksimum kapal ini mencapai 35 knot. Tapi, untuk pengembangan berikutnya, kecepatan akan ditambah.


“Tahun 2015 nanti, kecepatannya akan ditambah menjadi 45 knot. Harus lebih cepat dari sekarang, karena pertempuran ke depan memerlukan kecepatan dan akurasi. KMC Komando terus akan kami kembangkan,” kata Jenderal Budiman.

Kapal Motor Cepat KMC Komando TNI AD (photo: Media Indonesia)
Kapal Motor Cepat KMC Komando TNI AD.

Untuk persenjataan KMC dilengkapi dengan sistem senjata mesin berat (SMB) dengan jenis peluru 17,5 milimeter yang mampu menembak hingga 6 kilometer dengan jarak efektif tembakan 2 kilometer. Dengan begitu, posisi penembak lebih aman.


Bukan cuma itu, kapal ini juga memiliki dengan sistem tracking and locking target. Sistem tersebut mengatur penggunaan senjata secara otomatis yang dikendalikan oleh seorang penembak dari dalam ruang kemudi.

KMC Komando (photo: Media Indonesia)
KMC Komando

Dilengkapi Senjata Auto Control

Mabes TNI Angkatan Darat memiliki sistem senjata automatis dengan menggunakan remote weapon station (RWS).

Pemanfaatan teknologi tersebut untuk melindungi penembak dari target musuh.


Anggota Litbang Mabes TNI AD Mayor (TNI) Armed Herman mengatakan, dengan menggunakan RWS, penembak tidak perlu berada di balik senapan. Mereka bisa mengontrolnya secara otomatis tanpa harus berada di balik senjata.

"Teknologi ini mampu membidik target tepat sasaran, karena dalam kondisi bergerak pun senjata tetap stabil," kata Herman pada RoL di acara peluncuran kapal cepat komando TNI di Ancol, Selasa (29/4).

Menurutnya, dengan dilengkapi RWS, senjata tersebut mampu mengunci sasaran dengan tingkat akurasi baik. Dia menambahkan, senjata tersebut dikatagorikan SMB 12,7 MM dengan jarak tembak hingga 6000 meter, efektif 2000 meter.

Amunisinya mampu memuat hingga 200 kaliber, namun tergantung kapasitas box penampung. SMB tersebut mampu mengeluarkan peluru hingga 300 RPM. Herman menambahkan, senjata ini sebenarnya sudah umum dipasaran, hanya RWS yang terbaru.

"Di sini, kami me-launching RWS, karena ini sistem baru, dimana dapat melindungi penembak dan menjaga akurasi," ujar dia. 

Diminati Negara Lain


Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman menyatakan, banyak negara asing yang sebetulnya ingin membeli teknologi yang saat ini tengah dikembangkan TNI AD. Namun, ia enggan memperjualbelikannya karena saat ini teknologi tersebut masih dalam tahap pengembangan.

"Negara-negara di kawasan ASEAN, misalnya, ingin membeli salah satu produk kita," kata Budiman di sela-sela peluncuran kapal motor cepat (KMC) Komando di Pantai ABC Ancol, Jakarta, Selasa (29/4/2014).

Ia mengatakan, salah satu teknologi yang diincar negara lain adalah radio very high frequency (VHF) produk PT CMI Teknologi. Radio tersebut merupakan hasil pengembangan kerja sama antara Direktorat Perhubungan Angkatan Darat (Dithubad) dan Universitas Surya. "Nanti saja kalau sudah selesai proses pengembangannya," ujarnya.

Menurut Budiman, sebetulnya produk kedirgantaraan yang dari Indonesia tidak kalah bersaing dengan produk luar negeri. Selain radio, ia mencontohkan, panser Anoa dan seragam tentara produksi dalam negeri juga diminati oleh negara asing.

Tahun ini TNI AD menggandeng Universitas Surya untuk mengembangkan 15 teknologi yang dapat mendukung kegiatan operasi personel di lapangan. Pengembangan teknologi tersebut bertujuan memperkuat sistem alat utama sistem persenjataan Indonesia sekaligus meminimalisir pengeluaran negara untuk membeli produk luar negeri. Untuk melakukan 15 riset teknologi tersebut, dibutuhkan biaya sebesar Rp 31 miliar.

Pengembangan teknologi itu antara lain digunakan untuk pembuatan gyrocopter, nano satelit, OpenBTS (base transceiver station), mesh networking communication system, radio VHF, dan battle management system (BMS). TNI AD juga merancang teknologi konversi bahan bakar minyak ke gas, simulasi modifikasi mobil tempur antipanas, simulasi senjata api antipanas, energi mandiri, global positioning system (GPS) tracking system dengan automatic package reporting system, multirotor, flapping wing air vehicle, pesawat drone atau unmanned aerial vehicle, simulasi menembak dengan laser gun, serta integrated optronics defence system.


Minim Alat
 
Wilayah Indonesia begitu luas. Sarana penunjang sudah menjadi keharusan. Itulah yang diinginkan KSAD Jenderal Budiman.


“Jujur, kadang-kadang kami sedih melihat prajurit yang bertugas di wilayah pesisir dan terpencil. Mereka mengalami keterbatasan transportasi,” Ujar KSAD.


Meski terkadang mendapatkan pinjaman kapal pengangkut pasukan dari satuan di atasnya, seperti Komando Militer wilayah setempat, namun kendala teknis sering tak teratasi.


Tak jarang, kapal yang dipinjamkan itu justru tidak dapat digunakan karena medan perairan yang dilalui terlalu dangkal. Sedangkan kapal yang ada rata-rata untuk perairan dalam.


Kapal Motor Cepat KMC Komando TNI AD (photo: Media Indonesia)
Kapal Motor Cepat KMC Komando TNI AD.
Jenderal Budiman khawatir, ketidakmampuan TNI dalam menunjang sarana operasi anggotanya, dimanfaatkan pihak lain yang justru akan merugikan kedaulatan bangsa. “Kami memikirkan tentara yang berada di wilayah kecil (Kepulauan) ini, jangan sampai dibiayai oleh pihak lain (asing),” kata dia.

Oleh karena itul pihak TNI ADa melakukan kerjasama dengan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan PT Tesco Indomaritim, untuk mengembangkan teknologi KMC Komando. Kapal yang dapat digunakan di permukaan air dengan kedalaman hanya satu meter.




Sumber : Vivanews

Pemerintah Tegaskan Pertahankan Ketentuan Hak Pilih TNI

JAKARTA-(IDB) : Perwakilan pemerintah dalam pengujian Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) menegaskan tetap mempertahankan ketentuan hak pilih TNI guna menjaga netralitas.

Hal ini diungkapkan Plt Ditjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi saat membacakan jawaban pemerintah dalam pengujian Pasal 260 UU Pilpres yang mengatur anggota TNI dan Polri tidak memiliki hak pilih dalam pemilu presiden di Mahkamah Konstitusi, Senin.

"Pemerintah harus tetap memberlakukan aturan ini karena struktur kelembagaan TNI/Polri berada di tingkatan pusat dan daerah. Melihat hal tersebut, adalah hal tepat untuk tetap mempertahankan aturan tersebut dalam Pemilu 2014," kata Mualimin, di depan majelis hakim yang diketuai Arief Hidayat.

Dia juga mengatakan pemilu merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat untuk melahirkan pemerintahan yang demokratis, sehingga dalam UU Pileg dan UU Pilpres harus tetap menjaga netralitas TNI-Polri.

Meskipun Anggota TNI dan Polri memiliki hak seperti warga negara yang dijamin oleh UUD 1945, namun berdasarkan realitas sosial dan karakteristik kehidupan berbangsa dan bernegara, pembatasan realita politik dan tidak melibatkan diri dalam politik praktis harus tetap dilakukan.

Pengujian UU Pilpres yang mempermasalahkan hak pilih TNI ini dimohonkan oleh Mantan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim dan Supriyadi Widodo Eddyono yang berprofesi sebagai advokat.

Mereka menilai pasal yang mengatur anggota TNI dan Polri tidak memiliki hak pilih dalam Pilpres itu menimbulkan ketidakpastian hukum karena ketentuan hanya menyebut Pilpres 2009, bukan Pilpres 2014.

Pasal 260 UU Pilpres berbunyi: "Dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih".

Sementara dalam Pasal 326 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif telah dinyatakan anggota TNI dan Polri tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014.

Menurut dia, dengan adanya pengaturan berbeda terkait hak pilih anggota TNI-Polri itu melahirkan situasi ketidakpastian hukum yang dijamin Pasal 28D ayat (1) jo Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Untuk itu, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 260 UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih".




Sumber : Antara

Delayed Delivery Of Brazilian Aircraft Irks RI

BRAZIL-(IDB) : The Defense Ministry has expressed its disappointment withBrazilian aerospace conglomerate Embraer SA for a seven-month delay in the delivery of four EMB 314 Super Tucano turboprop aircraft.

The ministry’s procurement center head, First Marshal Asep Sumaruddin, said on Monday that Embraer was obliged to deliver the first batch of eight aircraft by August last year and the second one in March 2015.

“From the first batch, we’ve only received four aircraft,” said Asep. “We’ve contacted Embraer for clarification about the remaining four, but haven’t received a sufficient response. We’re still coordinating with the Brazilian government through their Defense Ministry and embassy in Jakarta to resolve the problem.”

The ministry signed a US$284 million contract with Embraer in 2010 to build a squadron of Super Tucanos to replace the OV-10 Bronco aircraft, which have been in service since 1976.

The Tucano is designed for light attack, counter insurgency, close air support, aerial reconnaissance missions in low threat environments, as well as providing pilot training.

Under the contract, Embraer has been required to pay a penalty of 0.1 percent on a daily basis since the delay, but the combined penalty is capped at a maximum of 5 percent.

Embraer, according to Asep, has paid the maximum penalty of around $7 million and cannot be issued with more fines, regardless of the length of the delay.

Brazilian Ambassador to Indonesia Paulo Alberto da Silveira Soares said his government would try its best to see that Indonesia receives the four remaining Tucanos “as soon as possible”.

Soares added that the embassy had communicated directly with Embraer to settle the issue.

“Next month, Indonesian Deputy Defense Minister Sjafrie Sjamsoeddin will visit Brazil to discuss defense cooperation. During the visit, he is also scheduled to meet with the president of Embraer. Let’s hope that meeting will clarify everything,” Soares told The Jakarta Post.

Aviation expert Dudi Sudibyo said the delay was worrying as it would set a precedent for another delay in the delivery of the final batch of Tucanos next year.

Dudi blamed the lengthy delay on the lenient penalty stipulated in the procurement contract.

“Five percent is clearly too small for a sanction and the company may be taking advantage of that, particularly when the government has paid almost the entire cost,” Dudi said.

Indonesia has paid 97 percent of the first batch contract, worth $142 million, according to the ministry.

Dudi suggested that the ministry improve its negotiation skills for subsequent purchases to prevent future delays.

Under the so-called Minimum Essential Force (MEF) strategy, Indonesia is working to purchase 128 jet fighters by 2024, according to the ministry.

“Among them is the Super Tucano, which is technologically superior in its class,” said Dudi.

The four Tucano aircraft delivered last year are now being used by the Indonesian Air Force’s 21st squadron at Abdul Rahman Saleh Air Force Base in Malang, East Java. 




Source : JakartaPost

Analisis : Ujian MEF II

ANALISIS-(IDB) : Kesinambungan cara pandang berpertahanan untuk lima tahun ke depan akan segera memasuki lintas jembatan suksesi figur orang nomor satu RI.  Yang jelas figur yang akan mengisi orang nomor satu itu tidak lagi Sby, sosok yang telah memberikan segelas anggur merah untuk perkuatan militer RI.  Figur yang akan mengisi lembaran cerita berbangsa dan bernegara lima tahun ke depan merupakan kepala sekolah yang akan menentukan kebijakan berpemerintahan yang salah satunya adalah kebijakan berpertahanan.  Dengan kata lain kepala sekolah yang baru nanti akan menentukan apakah mata pelajaran MEF akan dilanjutkan, dilanjutkan dengan beberapa perubahan atau akan diganti dengan mata pelajaran lain, bisa saja kan.



Meski sudah ada kurikulum MEF (minimum essential force) sampai jilid III tetap saja tongkat komando pimpinan tertinggi menjadi patokan melangkah.  Gaya kepemimpinan akan mempengaruhi apakah harus tetap langkah tegap atau langkah biasa atau malah langkah santai aja.  Catatan yang bisa kita sampaikan adalah kebiasaan berperencanaan kita selama ini kan tergantung selera pemimpinnya. Adanya pergantian kepemimpinan  sangat memungkinkan terjadinya  pergantian selera dan cara pandang. 



Contoh sederhana, berapa tahun harus sia-sia waktu untuk menentukan penambahan armada kapal selam.  Sejak tahun 2003 sudah mulai melakukan perencanaan untuk mengganti atau menambah kapal selam Cakra Class yang sudah lama malang melintang. Tetapi baru 8 tahun kemudian menjadi jelas merek apa yang akhirnya akan dibeli.  Dan selama kurun waktu itu telah terjadi pergantian pimpinan TNI dan TNI AL.  Bandingkan dengan Vietnam, hanya butuh satu tahun perencanaan, lalu proses pengadaan, tiga tahun kemudian satu persatu kapal selam Kilo yang dipesannya datang.  Setelah itu baru kita kaget.

Presiden Sby, peduli perkuatan TNI


Jangan dikira tidak ada “blusukan” atau lobi-lobi untuk menentukan siapa kelak yang akan memimpin Kementerian Pertahanan meski Presidennya pun belum tahu siapa.  Kementerian Pertahanan selama lima tahun ini kan sudah menjadi kementerian gadis manis dengan rambut sebahu yang banyak dilirik dan dicolek produsen alutsista internasional.  Kementerian sekarung gula ini tentu menarik minat rombongan semut dunia untuk ikut mencicipi manisnya anggaran alutsista RI. 



Dengan berkaca pada kepadatan anggaran beli senjata selama lima tahun ini tentu perkiraan produsen alutsista dan makelarnya bahwa untuk MEF II akan lebih banyak lagi dana dikucurkan. Semua keputusan itu ada di tangan kepemimpinan RI-1 yang baru bersama group kabinet pilihannya.  Salah satu pilihan figur paling berbinar dan bercahaya adalah Kementerian Pertahanan.  Jika presidennya si A maka ada kemungkinan Menhannya si B atau C. Jika presidennya si X maka kira-kira Menhannya si Y dan Z.  Kalkulasi jika, seandainya, misalnya, andaikata pun makin menarik dicermati.



Tidaklah penting bagi kita untuk menentukan figur Kemhan-1 tetapi lebih penting dari itu adalah menjaga kesinambungan program MEF.  Jadi sebenarnya ujian MEF terletak pada kelanjutan program perkuatan militer RI.  Jika MEF satu bisa mencapai 36% dari target MEF, alangkah bagusnya jika sisa target itu bisa diselesaikan di MEF II.  Meski begitu jika ternyata style pemerintahan besok menginginkan sampai MEF jilid III target itu diselesaikan, juga tak mengapa.  Yang penting tetap bisa berjalan sesuai rencana.



Sekedar gambaran PDB Indonesia tahun 2013 berdasarkan data BPS berjumlah 9.084 trilyun rupiah meningkat dan searah dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,78%.  Jika anggaran pertahanan tetap, seirama dengan kenaikan PDB maka anggaran pertahanan ikut naik 5,78%.  Selama ini anggaran pertahanan kita ada di kisaran 0,8 – 0,9 % dari PDB padahal Singapura saja sudah membagi anggaran pertahanannya sampai 4% dari PDB.  Maka jika anggaran pertahanan kita bisa dinaikkan sampai 2% saja maka perkuatan militer RI akan semakin membahana.

2 Fregat A Yani Class pengawal samudera RI


Itu sebabnya banyak prediksi menyebut khusus untuk anggaran beli dan rawat senjata dalam MEF II (2015-2019) akan menyentuh angka  US$ 20 milyar, naik US$ 5 milyar dari MEF I yang berjumlah US $15 milyar. Prediksi ini bukan sebuah impian atau angan-angan namun sangat realistis untuk dicapai.  Angka 20 milyar dollar itu tentu bisa membelanjakan berbagai jenis alutsista termasuk bayar multi years alutsista yang sudah dipesan duluan.



Maka soal ujian MEF jilid dua nanti kira-kira bocoran soalnya begini.  Apakah RI-1 nanti figur yang peduli melanjutkan MEF-1. Kalau ya apakah anggaran alutsista bisa dinaikkan minimal US$ 20 milyar.  Kalau ya apakah yang akan dibeli untuk duit sebanyak itu. Sampai disini kemudian bumbu masak bernama “selera” mulai dimunculkan. Bumbu masak selera itu ada gerbang Kemhan.  Maka jauh-jauh hari kita mengingatkan selera user alias pengguna mesti menjadi indikator utama rencana beli alutsista. Termasuk mengutamakan industri pertahanan dalam negeri yang mulai bersinar saat ini.



Isian alutsista di MEF II adalah menyediakan perabot untuk rumah Kogabwilhan.  Sinergi pertahanan model Kogabwilhan membutuhkan alutsista dalam kuantitas dan kualitas yang menyengat.  Jelaslah bahwa MEF II adalah faktor kunci untuk menuju perkuatan militer kita yang sebenarnya.  Sejalan dengan itu dinamika kawasan juga akan semakin memperlihatkan kekuatan blok pemegang hegemoni dengan penantang hegemoni.  Kita ada diantara keduanya dan kita tidak berpihak pada keduanya.  Padahal arena tarung memperebutkan piala hegemoni itu ada di sekitar halaman kita. Jadi kita harus perkuat pagar teritori kita dengan alutsista berkualitas.  MEF II adalah soalnya, yang menjawab adalah Next RI-One. 
Sumber : Analisis

Lanal Sabang Butuh Tambahan Kapal Patroli

ACEH-(IDB) : Untuk mengamankan perairan Aceh dari aksi pencurian ikan oleh nelayan Thailand, Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Sabang membutuhkan tiga kapal angkatan laut (KAL). Saat ini, Lanal Sabang hanya memiliki satu KAL yaitu KAL Simeulue.

Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Dan Lanal) Sabang, Kolonel TNI Laut (P) Imam Musani mengataan hal itu menjawab Serambi, di atas KRI Teluk Celuk Bawang dalam pelayaran dari Pelabuhan Malahayati menuju Teluk Sabang, Senin (28/4). Imam mendampingi anggota MPR RI dan belasan pejabat kementerian yang melakukan kunjungan ke Sabang, Pulo Rondo, dan Pulo Breuh.

Kolonel Imam Musani menjelaskan, Lanal Sabang paling tidak membutuhkan tambahan dua KAL untuk melakuan pengamanan perairan Aceh dari incaran pencuri ikan Thiland. “Selama ini kita kekurangan alutsista untuk mengamankan perairan dari aksi pencurian ikan,” kata Imam Musani.

Pada 2013, Lanal Sabang berhasil menangkap empat kapal nelayan Thailand yang sedang beraksi di perairan Aceh. Menurut Kolonel Imam Musani, nelayan  Thailand dalam melakukan aksi pencurian ikan menggunakan 20 kapal. “Tapi karena peralatan kita terbatas, kita hanya berhasil menangkap empat kapal,” katanya.

Di Aceh terdapat tiga pangkalan Angkatan Laut, yaitu Lanal Sabang, Lanal Lhokseumawe dan Lanal Simeulue. Masing-masing Lanal dilengkapi satu kapal angkatan laut atau KAL yang dioperasikan untuk patroli laut.

Kunjungan 22 anggota MPR RI ke Pulo Rondo, Pulo Aceh dan Sabang, bertujuan mendorong realisasi pembangunan di tiga daerah tersebut. Delegasi MPR juga menyertakan pejabat dari delapan kementerian/lembaga. Delegasi dipimpin Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid.
Diantara anggota MPR yang hadir antara lain Nasir Djamil, Raihan Iskandar, Muslim, Nova Iriansyah, Ir Mursyid, Lukman Edy, Abidin Fikri dan beberapa lainnya. Delegasi tersebut menuju Sabang dengan KRI Teluk Ceruk Bawang, kapal berusia 40 tahun yang dibeli dari Jerman.

Dan Lanal Sabang Kolonel Laut (P) Imam Musani menjelaskn, KRI Teluk Ceruk Bawang khusus didatangkan dari Belawan, Medan untuk mengantarkan delegasi MPR tersebut. Kapal tersebut berlayar dengan kecepatan 13 knot per jam, membutuhkan waktu tiga jam.

Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid mengatakan, pihaknya menyertakan pejabat kementerian terkait dalam kunjungan ini, untuk memastikan realisasi rencana pembangunan di tiga pulau tersebut. “Kita mau memastikan keseriusan pemerintah untuk membangun pulau terdepan Indonesia itu,” kata Farhan Hamid.




Sumber : Tribunnews

Berita Foto : Gelaran Tangkis Sergap 14 TNI AU Di Aceh

ACEH-(IDB) : Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Pilot pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU tengah dalam kokpit usai mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Pilot pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU tengah dalam kokpit usai mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Pilot pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU tengah dalam kokpit usai mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Pilot pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU tengah dalam kokpit usai mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Pilot pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU tengah dalam kokpit usai mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Komandan Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Kolonel Pnb Basuki Rochmat (kanan) bersama Ketua Lauser Airsoft Gun (LAT) Aceh, Agus HP (kiri) menyambut pilot pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU yang mendarat di Lanud SIM, Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Komandan Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Kolonel Pnb Basuki Rochmat (kanan) menyambut pilot pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU yang mendarat di Lanud SIM, Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Komandan Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Kolonel Pnb Basuki Rochmat (kiri) menyambut pilot pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU yang mendarat di Lanud SIM, Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Kru pesawat tempur F-16 Fighting Falcon TNI AU mengecek pesawat usai mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (24/4/2014). Sebanyak 6 unit F-16 dari Skuadron Udara 3 Iswahyudi, Madiun tersebut berada di Aceh hingga Jumat (2/5/2014) dalam rangka latihan di wilayah perbatasan Selat Malaka untuk pengamanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).



Sumber : Tribunnews

Pencarian MH370 Ungkapkan Kelemahan AL China

Tanker Tipe 903 China
PERTH-(IDB) : Upaya Angkatan Laut China untuk menemukan pesawat Malaysia Airlines MH370 yang hilang sesungguhnya telah menunjukkan adanya kekurangan serius pada Angkatan Laut China. Singkatnya, tanpa memiliki akses ke pelabuhan asing untuk mendapatkan pasokan logistik, kapal-kapal perang Angkatan Laut China tidak mampu berlayar jauh dari China atau dalam waktu yang lama.
 

Para perencana Angkatan Laut dan pemimpin politik China telah mengetahui dan menyadari kekurangan ini. Akhirnya diputuskanlah untuk membangun lebih banyak kapal penyuplai untuk angkatan laut. Dalam beberapa tahun ke depan, kita akan banyak melihat Angkatan Laut China memesan kapal penyuplai semacam ini.



Dalam pencarian MH370, setidaknya China mengirimkan dua lusin kapal perang dan kapal pendukung ke Samudera Hindia Selatan, dan itu menunjukkan bahwa apabila tidak ada akses ke pelabuhan Australia, maka kapal-kapal China itu tidak akan mampu beroperasi untuk waktu yang lama. Solusi klasiknya adalah dengan menyediakan kapal pendukung besar untuk menyuplai bahan bakar dan logistik ke kapal-kapal perang. China memang membangun kapal seperti ini, tapi jumlahnya masih tidak cukup untuk mempertahankan kekuatan besar armada lautnya untuk jangka waktu yang lama.
 

Rasanya tidak mungkin bagi China bisa memperoleh akses ke pelabuhan luar asing untuk kapal-kapal perang mereka untuk tujuan ekspansi, karena ekspansi China telah banyak membuat marah besar negara-negara di kawasan. Tidak bisa dipungkiri juga China memang memiliki beberapa sekutu, sebut saja Pakistan, Kamboja, dan Burma, tapi ini masih belum cukup. Ditambah lagi bila terjadi permusuhan, akses ke pelabuhan tiga negara ini akan diblokir oleh negara-negara tetangganya yang notabene anti China.



Kelemahan soal logistik ini bukan lagi rahasia bagi China, hanya saja China tidak ingin menunjukkannya. Tapi pada pada operasi pencarian MH370, masalah ini semakin terlihat jelas. Ancaman Angkatan Laut China menjadi terlihat kurang menakutkan, setidaknya hingga China sudah membuat banyak kapal penyuplai untuk memenuhi logistik seluruh armadanya agar bisa berlayar dalam waktu yang lama.



Pada tahun 2013, China resmi menugaskan kapal ketiga dan keempat dari Tipe 903 (kapal logistik/tanker). Ini merupakan prestasi, karena dalam waktu kurang dari dua tahun, China telah membangun dan selanjutnya mengoperasikan dua kapal dari Tipe 903. Sedangkan dua kapal pertama yang berbobot 23.000 ton ini muncul pada tahun 2004 dan 2008. Cepatnya pembangunan dua kapal Tipe 903 terakhir menunjukkan bahwa China sadar akan urgent-nya kebutuhan akan kapal ini.
 

Tipe 903 sudah sering digunakan China, terutama untuk mendukung gugus tugas China yang dikirim untuk patroli dan mengatasi pembajakan di lepas pantai Somalia. Biasanya satu Tipe 903 akan menyertai dua kapal perang (biasanya frigat dan perusak). Kapal ini tidak hanya memenuhi kebutuhan bakan bakar, tapi juga air, makanan dan dan perlengkapan lain yang diperlukan selama operasi. Untuk menjadi angkatan laut yang mendunia atau untuk menyaingi Amerika Serikat, tentu China akan banyak membutuhkan kapal seperti Tipe 903.



Tipe 903 mirip dengan dua belas kapal tanker T-AKE Amerika Serikat. Ini adalah kapal berbobot 40.000 ton yang jauh lebih besar dari empat Tipe 903 China. T-AKE digunakan oleh AS untuk memenuhi kebutuhan logistik armada perang lautnya di seluruh dunia.
Ini terlihat gampang, namun sebenarnya membutuhkan awak yang ahli. Seperti di lepas pantai Somalia atau di situasi yang genting, keahlian semacam ini sangat berharga, dimana terkadang sebuah kapal perang harus cepat-cepat mengisi bahan bakar.

Selama dekade terakhir, China telah banyak melatih pelaut agar memiliki keahlian dalam menyuplai kapal-kapal perang di laut. Sekarang sudah sering kita jumpai tanker Tipe 903 China ini memasok bahan bakar dua kapal perang perang sekaligus di Pasifik Barat. Manuver seperti sebenarnya rumit dan China tidak menguasainya hanya dalam waktu semalam. Mereka terus berlatih, mengisi bahan bakar dua kapal perang disaat yang bersamaan (metode side by side). Jelas akan dibutuhkan awak tanker yang terampil dan koordinasi yang baik dari kapal perang untuk melakukan tugas ini.



Pembangunan Tipe 903 ini merupakan bagian dari upaya Angkatan Laut China agar armada kapal-kapal perang modernnya mampu melaksanakan operasi dalam durasi yang lama. Selain kapal-kapal patroli yang dikirim ke lepas pantai Somalia, China juga mengirimkan armada lautnya (kapal pendarat, perusak dan frigat) selama 10-20 hari menjelajahi laut China Timur dan seterusnya. Sedangkan pencarian MH370 di barat jauh Australia merupakan penyebaran terbesar armada modern Angkatan Laut China.



China terus berusaha agar lebih efektif dalam menggunakan tanker kelas baru mereka untuk memasok logistik kapal-kapal perang di laut. Menyuplai logistik dua kapal perang sekaligus di saat kapal bergerak, dan pelaut China telah berhasil melakukannya. Pelaut China juga belajar bagaimana menyimpan semua persediaan yang dibutuhkan agar tetap dalam kondisi baik dan dalam jumlah yang mencukupi. Ini terlihat gampang, namun sebenarnya membutuhkan awak yang ahli. Seperti di lepas pantai Somalia atau di situasi yang genting, keahlian semacam ini sangat berharga, dimana terkadang sebuah kapal perang harus cepat-cepat mengisi bahan bakar.



Metode pengisian bahan bakar kapal perang di laut dipelopori oleh Amerika Serikat selama Perang Dunia II karena minimnya basis AS di pasifik. Setelah perang usai, AS kemudian membentuk service squadron (Servron) di angkatan lautnya. Kapal-kapal perang AS kemudian sering berlayar selama berbulan-bulan dengan disuplai oleh Servron.
 

Beberapa teknologi baru pun dikembangkan agar lebih efektif dalam mengisi bahan bakar di laut. Hanya sedikit angkatan laut di dunia yang memiliki kemampuan seperti ini, bukan hanya karena membutuhkan kru yang terlatih, tetapi juga karena besarnya biaya untuk membangun kapal semacam ini. Meskipun dari segi jumlah belum memadai, namun China kini sudah bisa melakukannya yang akhirnya akan menjadikan armada angkatan laut mereka mampu berlayar dalam waktu yang lama dan jauh dari China.



Sumber : Artileri