“Sejelek
apapun alutsista yang kita buat sendiri, orang akan lebih takut
dibandingkan kita membeli yang kurang bagus dari luar, kecuali yang
super bagus.” -KASAD
JKGR-(IDB) : Dalam
beberapa waktu terakhir kita mendengar dan melihat kemajuan pesat dalam
hal kekuatan militer dan keinginan untuk mencapai kemandirian
alutsista. Pemerintah sudah menentukan bahwa pembelian alutsista akan
diutamakan yang bisa mendorong industri strategis dalam negeri dan
pembelian dari luar harus disertai dengan ToT.
Tidak
semua produsen alutsista yang dibutuhkan mau berbagi teknologi mereka,
dan hal ini – selain keputusan yang politis – memberi warna bagi
berbagai belanja alutsista yang terkesan gado-gado.
Sepertinya
hal ini adalah hal yang harus dilalui demi mencapai tujuan penguasaan
teknologi dari berbagai sumber yang kiranya akan memberikan manfaat
jangka panjang bagi industri strategis dalam negeri yang memang belum
kita kuasai.
Di sisi lain banyak juga industri strategis Indonesia yang sudah mampu menghasilkan produk-produk unggulan.
Radar
Kecanggihan dan nilai battle proven kapal perang modern tidak terlepas dari persenjataan dan teknologi radarnya. Seperti radar Low Probability of Intercept (LPI), radar yang dirancang untuk menjadikan kapal sulit dideteksi kapal musuh.
Rata-rata
teknologinya dari negara besar seperti Scout MK2 buatan Thales Eropa,
SPN 730 buatan Selex ES Inggris, dan negara-negara besar lainnya.
Meski
tertinggal dalam teknologi persenjataan, Indonesia ternyata sejak 2009
telah membuat radar canggih ini. Namanya LPI Radar-IRCS, radar buatan PT
Infra RCS Indonesia ini menggunakan teknologi Frequency Modulated Continuous Wave (FM-CW). Dengan teknologi ini maka daya pancar yang digunakan sangat rendah yaitu di bawah 10 watt untuk dapat memperoleh jarak jangkauan radar yang luas. Di Asia belum ada (produsen), apalagi di Asia Tenggara.
Dengan menggunakan frekuensi X-band, Doopler speed
bisa mencapai maksimal 40 knot membuat radar LPI semakin penting untuk
pengawasan rahasia, pelacakan target, dan operasi siluman. Selain radar
LPI, PT Infra RCS Indonesia juga telah memproduksi Electronic Chart Display and Information System (ECDIS) dan Electronik Support Measures (ESM).
Nano Satelit
TNI
bertekad mandiri, dengan mengembangkan alat utama sistem pertahanan
(alutsista) buatan anak negeri. Agar militer Indonesia tak perlu
bergantung dengan negara lain. Salah satunya adalah nano satelit.
Teknologi ini tak main-main.
Rektor
Universitas Surya, Professor Yohanes Surya mengatakan dengan
diciptakannya nano satelit dapat membuat negara tetangga gentar dengan
kekuatan militer Indonesia. Sebab, nano satelit dapat memantau tanpa
diketahui pihak lawan
“Singapura dan Malaysia pada ketakutan. Lagi digarap yang ada gambar, sekarang baru teks saja. Ini baru tahap awal,” ujar Surya kepada Liputan6.com, di Mabes AD, Jakarta, Senin (7/4/2014).
Menurut
Surya, dalam pengembangan teknologi tersebut 5 tahun ke depan, nano
satelit akan memiliki ukuran seperti kutu. Saat ini, nano satelit
berukuran 10 x 20 cm dengan berat 1 kilogram.
“Kalau
sekarang bisa tahan sampai ketinggian 500 km bahkan sampai 1 ribu km
jika dipakai peluncur. Nanti bisa lebih jauh, bila bahan dasarnya
karbon, bisa 20 kali kekuatannya,” terang Surya
Selain itu ada juga sepeda motor yang berubah jadi seperti helikopter bak film ‘Transformer” hingga pesawat tanpa awak alias drone. Ini keunggulannya.
Sepeda motor yang bisa terbang yang dibuat ini dinamakan Roadble Gyrocopter. KSAD Jenderal TNI Budiman membanggakan sepeda motor terbang ini.
“Riset pertama di dunia, motor yang bisa terbang. Bisa digunakan untuk pasukan khusus sampai masyarakat,”
kata KSAD dalam peluncuran alat pertahanan hasil riset dengan
Universitas Surya di Mabes TNI AD, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin
(7/4/2014).
Sepeda motor terbang ini juga mampu mendarat di landasan pendek bahkan di jalan. “Landasan hanya 50 meter, dalam keadaan darurat bisa mendarat di jalan raya atau jalan dengan medan yang masih kasar,” imbuhnya sambil menjelaskan.
Sedangkan pesawat nirawak Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Autopilot Super Drone, KSAD menjelaskan bahwa bahan pesawat itu dari fiber, yang besarnya 6×4 meter. “Jam
terbangnya 6-8 jam. Diberi tangki cadangan namun bisa digunakan untuk
benda lain. Bisa terbang malam dan dilengkapi kamera thermal.
Menggunakan teknologi Autonomous Return To Base,” tutur KSAD.
***
Meningkatkan Pengaruh Internasional
Pengaruh
internasional di kawasan berdekatan atau kawasan lebih luas tidak
selalu hanya didapat melalui kekuatan ekonomi dan militer, namun juga
bisa dengan peran serta aktif dalam upaya menjaga perdamaian
Indonesia
sering menjadi penengah dalam berbagai masalah internasional, tidak
hanya di kawasan Asia Tenggara atau Asia Pasific namun juga jauh ke
luar kasawan di berbagai daerah-daerah konflik, baik dilakukan Indonesia
sebagai negara sahabat ataupun Indonesia sebagai bagian komunitas
internasional dalam organisasi PBB.
Hal
ini tampaknya akan terus berlanjut dan bahkan meningkat. Presiden
Susilo Yudhoyono meresmikan Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia (Indonesia Peace and Security Centre/IPSC) di Sentul, Jawa Barat.
“Kita
harapkan dengan pendirian ini Indonesia memberikan kontribusi lebih
besar dalam menjaga ketertiban dunia dan perdamaian dunia sesuai dengan
konstitusi kita UUD 1945,” kata Yudhoyono.
Presiden
Susilo Yudhoyono menargetkan dalam waktu setahun hingga dua tahun ini,
jumlah pasukan perdamaian Indonesia dapat meningkat dan masuk 10 besar
negara yang berkontribusi dalam mengirim pasukan perdamaian.
“Indonesia saat ini penyumbang pasukan perdamaian nomer 17 dunia kita ingin dalam waktu dekat 1-2 tahun menjadi 10 besar,” kata dia, saat meresmikan kawasan Pusat
Perdamaian dan Keamanan Indonesia (Indonesia Peace and Security Centre/IPSC) di Sentul, Jawa Barat, Senin sore.
Pusat
Perdamaian dan Keamanan Indonesia yang didirikan di Sentul tersebut,
menurut Yudhoyono, salah satu upaya Indonesia untuk mempersiapkan para
pasukan perdamaian berpartisipasi dalam ketertiban dan perdamaian dunia,
seperti termaktub dalam konstitusi UUD 1945.
Dia
mengatakan, Indonesia saat ini telah mengirim 2.000 personel pasukan
perdamaian, untuk dapat mencapai 10 besar, maka perlu tambahan 2.000
personel sehingga mencapai 4.000 personel.
Menurut
dia, hal itu dapat dilakukan dalam waktu dekat, mengingat daerah
konflik seperti Aceh, Poso, Maluku, Papua yang dulu ditempatkan pasukan,
kini kondisinya telah aman.
Yudhoyono
menyatakan, selama ini, banyak perwira baik aparat TNI dan polisi yang
terlibat dalam pasukan perdamaian dipulangkan karena kendala bahasa
Inggris serta ketrampilan mengemudi.