JAKARTA-(IDB) : Pemerintah terus mengupayakan peningkatan kekuatan Alutsista TNI
untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan memodernisasi Alutsista TNI. Dalam rangka modernisasi Alutsista
TNI khususnya TNI Angkatan Darat, pada tahun 2012 pemerintah dan DPR
telah sepakat untuk membeli Main Battle Tank (MBT) Leopard produksi
Jerman.
Proses pembelian MBT Leopard telah melalui proses yang cukup
panjang dengan pendekatan proses bottom up dan top down. Proses bottom
up dimulai dengan kajian oleh pengguna yaitu satuan-satuan Kavaleri TNI
Angkatan Darat. Kajian tersebut meliputi analisis penggunaan MBT
ditinjau dari aspek teknis, taktis dan operasional.
Dari aspek teknis, MBT Leopard memiliki keunggulan dalam desain
teknologi yakni besaran kaliber meriam sebesar 120 milimeter, jarak
capai, kemampuan penetrasi dan penghancurannya, stabilizer system, serta
dan armor protection. MBT Leopard juga memiliki keunggulan yang sangat
menentukan yaitu, kemampuan firing control system dan automatic target
tracking system yang sangat akurat, serta auto ammo loader guna
mempercepat daya tembaknya, thermal imaging sight, laser range finder,
dan balistik komputer.
Dari aspek taktis, MBT Leopard telah memenuhi Ketentuan Standar Umum
(KSU) Materiil TNI AD dihadapkan dengan fungsi Satuan Kavaleri sebagai
unsur penggempur. Jika dilihat dari taktik pertempuran darat, tank
Leopard adalah tank yang terunggul di kelasnya. Keunggulan MBT Leopard
adalah pada kemampuan daya gerak, tembak, daya kejut dan daya hancurnya.
Secara taktis, MBT Leopard dapat digunakan di daerah perkotaan maupun
di perbukitan atau di daerah setengah tertutup. Meskipun beratnya
mencapai 60 Ton, namun tekanan gandar yang ditumpukan ke permukaan hanya
sekitar 8 kg/cm2. Hal ini dimungkinkan karena permukaan tumpu relatif
luas.
Selain itu, Tank ini juga tidak selalu mengandalkan jembatan yang
ada, karena setiap kompi dilengkapi dengan jembatan taktis yang bersifat
portabel, yang dapat digelar saat Tank harus melewati sungai kecil yang
tidak ada jembatan, atau kapasitas jembatannya tidak mampu menopang
berat Tank (misalnya jembatan dengan konstruksi bambu/kayu)
Dari aspek operasional, antara lain MBT Leopard memiliki kemampuan
mobilitas untuk melintasi medan dengan kecepatan maksimal 70 km/jam.
Adanya ketersediaan dukungan logistik misalnya amunisi tidak ada masalah
karena akan ada dukungan Transfer of Technologi (TOT) pembuatan munisi
kal.120 mm antara Rhienmetal dengan PT. Pindad, disamping itu adanya
munisi tipe baru yang dimiliki MBT Leopard yaitu DM-11(Dynamic
Magnetic). Untuk suku cadang juga tersedia sampai dengan 20 tahun
kedepan, dan ada jaminan sesuai dengan program TOT bersama PT. Pindad.
Selain tiga aspek diatas, aspek geografi Indonesia juga menjadi
pertimbangan untuk menentukan pemilihan MBT Leopard yang beratnya 63
ton. Tank Leopard dapat bergerak dan bermanuver dengan leluasa di
wilayah Indonesia dan untuk melewati jalan serta jembatan tidak
menimbulkan kerusakan. Penempatan MBT di Indonesia tidak ada masalah,
sebagai contoh negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia,
Vietnam, Thailand, Laos, dan lain-lain yang memiliki geografi relatif
sama dengan Indonesia telah memiliki MBT.
Selain itu, aspek TOT juga menjadi pertimbangan dalam pembelian MBT
Leopard. Rheimetal Jerman memberikan dukungan sepenuhnya berupa transfer
teknologi baik berupa pemeliharaan, operasional dan pengadaan
amunisinya bersama PT Pindad, Bandung. Transfer teknologi merupakan
salah satu persyaratan pembelian Alutsista dari luar negeri untuk
mewujudkan kemandirian industri pertahanan dalam negeri.
Sementara itu dalam proses top down, pengadaan MBT Leopard dilakukan
melalui kajian dari aspek geopolitik, geostrategi, diplomasi dan kerja
sama militer. Dalam aspek geopolitik dan geostrategi, Kementerian
Pertahanan melakukan analisis keseimbangan kekuatan di kawasan, yang
memperhitungkan empat komponen kuatan yaitu diplomasi, informasi,
militer, ekonomi.
Ditinjau dari aspek akuntabilitas, Kementerian Pertahanan juga
membentuk Tim Evaluasi Pengadaan yang bertugas mengevaluasi proses
pengadaan suatu barang yang akan dibeli. Dalam tugasnya, Tim Evaluasi
Pengadaan mengevaluasi apakah suatu proses pengadaan telah mematuhi
peraturan yang berlaku. Selain itu, Tim ini juga bertugas memberikan
pertimbangan-pertimbangan strategis kepada Menteri Pertahanan.
Setelah semua proses pengadaan selesai, tidak serta merta pembelian
dapat dilakukan. Meskipun kontrak telah ditandatangani, namun tidak akan
efektif sebelum mendapat persetujuan dari DPR. Artinya pengawasan itu
berlapis, internal pemerintah, antar kementerian, dan pengawasan DPR.
Setiap pengadaan Alutsista juga diawasi oleh High Level Committee
(HLC) yang dipimpin oleh Wamenhan. HLC bertugas untuk mengendalikan dan
mengawasi mulai dari perencanaan pembiayaan sampai dengan kegiatan
pengadaan Alutsista. Selain itu, dibentuk pula Tim Konsultasi Pencegahan
Penyimpangan Pengadaan Barang dan Jasa yang terdiri dari Itjen Kemhan,
Itjen Mabes TNI, Itjen Mabes Angkatan, BPKP dan LKPP.
Dengan demikian, pengadaan MBT Leopard sudah melalui proses yang
panjang dan sangat ketat, sehingga kecil kemungkinan terjadinya
penyelewengan dan kebocoran anggaran. Selain itu, pengadaan Alutsista
TNI, termasuk MBT Leopard dilakukan tanpa perantara. Saat ini, pengadaan
Alutsista TNI menggunakan model G to G atau G to B tidak melibatkan
broker atau pihak ketiga. Kementerian Pertahanan juga telah
mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau proses
pengadaan MBT Leopard.