Pages

Minggu, Maret 16, 2014

Canberra LHD Arrives In Sydney


SYDNEY-(IDB) : The largest ship ever built for the Royal Australian Navy, Landing Helicopter Dock NUSHIP Canberra, entered Sydney Harbour for the first time during the contractor sea trials and testing program.

An exciting milestone was realised yesterday when the first Landing Helicopter Dock (LHD) ship currently being built for Defence, entered Sydney Harbour for the first time.

NUSHIP Canberra, the first of two LHDs being built for the Australian Defence Force entered Sydney after her first contractor trials and testing at sea.

The biggest ship ever built for Navy, she was a formidable sight as she proceeded into Fleet Base East, Sydney.

Defence Materiel Organisation’s LHD Project Manager, Captain Craig Bourke said the ship was visiting Sydney to use the dry dock.




“The ship is scheduled to undertake a commercial docking in the Dry Dock in Sydney, to receive a hull clean and final paint before proceeding to sea and returning to Williamstown to commence the final phase of Contractor sea trials involving communications and combat systems.

“The first set of Contractor sea trials have been focussed on tuning the propulsion system and testing and trialling the hull, mechanical and electrical systems of the vessel,” Captain Bourke said.

NUSHIP Canberra’s Commanding Officer, Captain Jonathan Sadleir said a number of the ship’s company were also embarked in the ship  to witness the first set of Contractor sea trials.



“The ship had representatives from all departments observing the trials, which has provided an excellent opportunity to build on their training and knowledge. NUSHIP Canberra chefs provided the meals for everyone onboard during the sea trials and did a great job.
 
"To see the ship come into Sydney today for the first time is a big milestone and is really exciting for the ship’s company,” Captain Sadleir said.
 
During her visit to Sydney, in addition to contractor work, the ship’s company will be carrying out important familiarisation and induction training in preparation to take responsibility when BAE Systems hand the ship over to Defence.




Source : Navy

Dron TLDM : Menjejaki MH370

OLISTER - Subsea Mine hunter

KUALA LUMPUR-(IDB) : Bagi memastikan tiada ruang atau kawasan yang terlepas daripada pemantauan dan tinjauan dalam misi mencari dan menyelamat MH370, Angkatan Tentera Malaysia (ATM) menerusi cabang angkatan Tentera Laut Diraja Malaysia sudah menggerakkan unit khas yang dilengkapi teknologi canggih bagi mengesan pesawat di dasar laut.

Ini membabitkan penggunaan jentera selam kawalan jauh/Remotely Operated Vehicles (ROV) atau dron jenis Olister yang dilengkapi pada kapal kelas Mahamiru iaitu kapal pemusnah ranjau yang mampu mengesan objek di dasar laut.

Cara kerja ROV Olister

Dilengkapi dengan sistem pengesan sonar hadapan (FDS), ROV Olister tanpa pemandu ini asalnya digunakan bagi mengesan periuk api (ranjau) namun keupayaannya itu boleh diadaptasi bagi mengesan sebarang objek seperti bangkai pesawat atau kapal yang karam di lautan.

Malah, ROV adalah satu-satunya cara terbaik bagi sebarang operasi mencari dan menyelamat (SAR) berikutan ia tidak berisiko untuk mengalami sebarang masalah yang membabitkan soal nyawa manusia.

Kapal Kelas Mahamiru

Terdapat empat kapal milik TLDM yang tergolong dalam kelas Mahamiru (pemusnah ranjau) iaitu : KD Mahamiru 11, KD Jerai 12, KD Ledang 13, KD Kinabalu 14.

KD Mahamiru 11

Spesifikasi ROV Olister
  • Kompas
  • Transponder pengesan kedudukan tepat
  • Kamera
  • Unit kawalan jauh
  • Kamera navigasi
  • Sensor tambahan bergantung pada keperluan

ROV Olister ini boleh digunakan dalam dua tugasan berlainan.

Fungsi ROV

  • Jentera selam tanpa pemandu ini akan diluncurkan ke dalam laut.
  • Menggunakan sistem sensor, ia akan menghantar isyarat atau segala data yang diterima kepada kapal induk.
  • Keupayaan ROV ini berbeza mengikut kategori dan berat di mana ada antaranya mampu menyelam sehingga 7.000 meter.
  • Dilengkapi dengan kamera, ia mampu merakam video atau gambar dan dihantar terus kepada kapal induk.
  • Sistem transponder yang ada pada ROV ini akan menandakan kedudukan tepat sebarang objek yang dijumpai.


ROV Olister di kapal TLDM KD Jerai 12


Pengesan Sonar Hadapan (FD)
- Bagi mengesan periuk api dasar laut pengesanan dan pengkelasan periuk api di pelantar benua,
- Siasatan dan kaji selidik bahagian bawah laut,

Pengesahan dan Pelupusan Periuk Api (MIDS)
- Pengesanan lokasi dan pencarian periuk api
- Pemerikaan dasar laut

MV Mega Bakti dan ROV Debris

Selain penggunaan ROV jenis Olister yang ada pada kapal kelas Mahamiru, ROV Debris iaitu jenis jentera selam sokongan penyelamat (SSRV) turut digunakan.
 
SSRV ini sebagaimana yang digunakan oleh kapal MV Mega Bakti milik Malaysia dan mempunyai keupayaan sama untuk operasi mencari dan menyelamat. 




Sumber :Hmetro

RKX-200 EDF, Kemajuan Teknologi Rudal Nasional

RKX-200 EDF Lapan
GARUT-(IDB) : Lapan kembali berhasil menerbangkan pesawat Electric Ducted Fan atau EDF di Landasan Pesawat, Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat, tanggal 5 Maret 2014. Setelah keberhasilan ini, pengembangannya akan berlanjut ke Roket RKX-200 Turbo Jet (TJ). Fungsinya akan digunakan untuk pengembangan roket kendali atau rudal jarak pendek, baik untuk pertahanan atau teknologi antariksa.


Awalnya kondisi jelajah diperkirakan pada 180 km/jam, tapi saat uji coba hasilnya sangat membanggakan, yaitu 200 km/jam. Uji terbang sendiri sudah dilakukan sejak 2013.


Penggunaan EDF dikarenakan kemudahan pengoperasian motor, ekonomis, dapat dipergunakan berulang kali (budget terbatas), kehandalan dan kemudahan dipasaran.


“Untuk pesawat RKX 200 TJ, tahun ini Lapan mengembangkan EDF dengan mesin jenis turbo jet yang direncanakan terbang menjangkau kecepatan 250 km/jam,” ujar Kepala Program EDF dan Turbo Jet, Herma Yudhi Irwanto, M. Eng. Meski belum autopilot, menurut Herma Yudhi, target tersebut dapat terpenuhi pada pengujian perdana ini.

RKX-200 EDF Lapan


Bentuknya memang agak aneh tidak seperti rudal-rudal yang banyak kita lihat maklum, baru pengembangan. Nah untuk pembuatannya menggunakan geometri pesawat model F-18 (RC F-18). Kenapa? Karena RC F 18 mudah didapatkan di pasaran dan juga karena manuver pesawat F 18 sangat bagus.


Spesifikasi :
 
Massa total : 18 kg
Diameter : 20 cm
Panjang : 2,2 meter
Luas sayap : 0,75 m
Aerofoil ekor : NACA seri 4 (simetri)
Aerofoil sayap : NACA seri 5


Selain itu, saat dihubungi, salah seorang ahli roket dan rudal PT. Pindad mengaku siap untuk menancapkan hulu ledak. Menurutnya saat ini pembuatan hulu ledak sudah seluruh komponennya asli buatan dalam negeri.


“Sudah itu semua dalam negeri, itu sama saja dengan meriam atau peluru itu hanya campuran. Berapa ukuran berapa itu tergantung dibuatnya,”


Selain RKX 200 EDF, ada juga kakaknya yaitu RKX 300 EDF yang bentuknya sudah lumayan. Proses keberhasilan ini menjadi catatan yang membanggakan bagi Lapan. Pencapaian ini menjadi langkah maju bagi lapan untuk menerapkan teknologi roket yang lebih besar, seperti rencana R-Han 320, 450, atau 520.

Mudah-mudah pengembangannya berjalan lancar. Harapan untuk mempunyai Rudal Jarak Jauh dari darat ke darat atau udara semoga segera tercapai. Salut untuk Lapan meski anggarannya miris. Amin. 




Sumber : JKGR

Rusia Kerahkan Enam SU-27 Bersenjata Lengkap Ke Belarusia

MOSCOW-(IDB) : Enam jet tempur Su-27 Rusia dikerahkan ke Belarus untuk berkumpul dengan pasukan lainnya di perbatasan dengan dilengkapi rudal.

Rusia telah mengerahkan enam Su-27 Flanker dan tiga pesawat transportasi ke lapangan terbang Bobruisk di Belarus Timur, hal ini terkait permintaan Presiden Belarus Aleksandr Lukashenko untuk bantuan Rusia terhadap potensi ancaman dari NATO.



Su-27 yang dikirimkan terlihat membawa rudal (konfigurasi siaga).



Penyebaran ini diduga sebagai respon atas NATO yang menyebarkan jet tempur F-16 Amerika Serikat ke Polandia, dan pesawat E-3 AWACS (pengintai dan peringatan udara dini) ke Polandia dan Rumania untuk mengantisipasi referendum besok (16 Maret) yang akan memutuskan apakah Crimea (wilayah Ukraina) akan bergabung dengan Rusia atau tidak.



Sumber : Artileri

Teknologi F-35 Yang Dicuri Muncul Pada Pesawat Siluman China


BEIJING-(IDB) : Menurut para pejabat AS dan analis pertahanan, operasi spionase cyber China tujuh tahun yang lalu adalah teknologi sensitif rahasia pesawat tempur yang digunakan dalam versi terbaru jet tempur siluman J- 20 China.


Spionase cyber China terhadap Lockheed Martin F-35 Lightning II terjadi pada tahun 2007 dalam suatu operasi yang oleh badan intelijen AS disebut dengan nama sandi Operasi Byzantine Hades. Operasi spionase skala besar dan berlangsung bertahun-tahun yang menargetkan pemerintah dan industri AS.


Para pejabat pertahanan mengatakan data yang dicuri diperoleh oleh unit militer China yang disebut Technical Reconnaissance Bureau yang berlokasi di provinsi Chengdu. Data itu kemudian diserahkan pada industri penerbangan pemerintah China Aviation Industry Corp of China (AVIC). Anak perusahaan AVIC, Chengdu Aircraft Industry Group kemudian menggunakan data yang dicuri tersebut dalam pengembangan J- 20.


Pejabat keamanan teknologi Pentagon pada tahun 2011 menentang perusahaan patungan antara General Electric dan AVIC atas kekhawatiran bahwa teknologi jet tempur AS akan dibajak untuk program pesawat militer AVIC. Pemerintahan Obama mengabaikan keprihatinan tersebut karena telah melonggarkan secara sistematis kontrol transfer teknologi ke China.


Pencurian data F-35 ini dipastikan setelah foto-foto terbaru yang dipublikasikan sebuah website di China yang menunjukkan versi terbaru J-20. Versi baru dari pesawat penghindar radar telah mengalami beberapa upgrade desain sejak pesawat demonstrator pertama diperkenalkan pada tahun 2011.



Foto dari baru J-20 pertama kali diposting online di forum militer China pada 17 Januari. Menurut para pejabat, J-20 telah berkembang dari sekedar prototipe menjadi demonstrator. Salah satu perangkat tambahan senjata yang paling signifikan adalah sistem penargetan elektro optik baru di bawah moncong pesawat.


F-35 (kiri) dan J-20 (kanan)
Selain itu, nozel mesin yang menonjol pada versi sebelumnya telah tersembunyi sebagai upaya untuk mengurangi radar signature jet. J-20 terbaru juga muncul dengan lapisan penyerap radar yang berbeda.


Terminal baru High Altitude Area Defense missile systems dan pertahanan rudal Patriot Advanced Capability-3 (PAC-3), dengan beberapa sistem lain, terancam serangan spionase cyber, kata dewan dalam sebuah laporan. Sebagian besar rincian program spionase cyber China dalam upaya memperoleh teknologi F-35 tetap menjadi rahasia.


Namun, China mungkin memperoleh teknologi rahasia F-35 dari Lockheed Martin, subkontraktor, atau sekutu AS yang terlibat dalam program pembangunan pesawat ini. Sekutu yang ikut ambil bagian dalam program F-35 termasuk Inggris , Israel , Italia , Australia , Kanada , Norwegia , Denmark , Belanda , dan Turki.


Seorang pejabat resmi Chinese Academy of Sciences Militer, Du Wenlong, mengatakan kepada televisi pemerintah Cina pada 20 Februari bahwa J-20 baru mengalami pemendekan nozel knalpot, ekor dan modifikasi sirip vertikal yang dirancang untuk mengurangi deteksi radar. Du juga mengatakan bahwa terobosan “revolusioner” telah memungkinkan twin engines J-20 meningkatkan daya dan kehandalannya. Selama ini ketidakmampuan China untuk memproduksi mesin jet berkualitas telah menjadi kelemahan program manufaktur pesawat.


Du juga mengatakan bahwa sistem penargetan elektro-optik memberikan kemampuan surveillance dan serang terhadap target di darat dan laut yang lebih baik. J-20 juga memiliki weapon bay yang lebih besar dari F-22 AS, memungkinkannya membawa rudal yang lebih powerful yang akan dapat digunakan untuk melawan “kapal induk dan kapal AEGIS asing ,”.


Para pejabat AS mengatakan J-20 terbaru telah menjalani beberapa ground test, tetapi belum diuji terbang hingga awal Maret.


Richard Fisher, seorang analis spesialis sistem senjata China, mengatakan J-20 baru menunjukkan fitur jet tempur generasi kelima yang ditingkatkan. Fisher mengatakan “sangat penasaran” terhadap fitur baru penargetan elektronik di bawah hidung J-20. Lokasi tersebut meningkatkan luas pandang dan mirip dengan sistem penargetan pada F-35.


“Sistem penargetan dan distribusi sensor inframerah berdaya tinggi memberikan F-35 ‘ kesadaran situasional,’ yang sebelumnya tak tertandingi. Tapi sekarang sudah jelas bahwa J-20 akan memiliki sistem penargetan yang sama dan pengatur distribusi sensor sendiri,” kata Fisher.


“Jika sebagai dari hasil spionase China juga termasuk memperoleh wawasan engineering sistem sensor yang sangat canggih F-35, maka akan merupakan bencana bagi potensi tempurnya dan mengharuskan adanya desain ulang secepatnya serta perbaikan sebelum memasuki layanan,” tambah Fisher.


Sensor canggih F-35 dimaksudkan sebagai jaminan untuk pesawat tempur tersebut sebagai konpensasi tidak dimilikinya kemampuan manuver terbaik dalam penerbangan, katanya.


“Tapi jika Cina, melalui cyber espionage, telah mendapatkan wawasan ke dalam sistem sensor F-35, maka bisa dipastikan China juga telah mempelajari cara jamming sistem tersebut, atau setidaknya menurunkan keuntungan dari kelebihan F-35,” kata Fisher.


Sistem penargetan J-20 menunjukkan rencana Cina menggunakan pesawat tempur tersebut untuk peran serangan darat dan misi superioritas udara sepert juga i F-35,  dan sekarang tampaknya J-20 akan sebanding atau bahkan lebih capable dari F-22.


“Dapat kita pastikan bahwa jumlah produksi J-20 akan secara signifikan melebihi jumlah 187 unit pesawat tempur F-22 AS yang produksinya dihentikan oleh Pemerintahan Obama pada 2010,” katanya.


Koran Partai Komunis China yang berafiliasi dengan Global Times melaporkan pada 20 Januari bahwa China memperoleh teknologi kunci dari F-35 dan dimasukkan ke dalam J-20. Surat kabar itu tidak mengakui pencurian teknologi, tetapi menyatakan bahwa China “benar-benar memperoleh enam teknologi kunci” dari F-35.

Fitur tersebut meliputi electro-optical targeting system, diverterless supersonic inlet, thrust-vectoring jet nozzle, dan fire-control array radar system




Sumber : JKGR

Indonesia Pertimbangkan Hentikan Pencarian Pesawat Malaysia

JAKARTA-(IDB) : Memasuki hari kedelapan, pesawat Malaysia Airlines dengan nomor MH370 tujuan Kuala Lumpur-Beijing belum juga ditemukan. Padahal, sejumlah negara telah turun tangan membantu pencarian jejak pesawat yang raib membawa 227 penumpang dan 12 kru pesawat itu.

Indonesia sebagai salah satu negara yang turut serta mulai mempertimbangkan untuk menghentikan pencarian pesawat yang diduga dibajak, dengan pertimbangan batas waktu pencarian maksimal tujuh hari terhitung sejak tim melakukan pencarian.

"Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2006 menyatakan batas waktu pencarian berakhir setelah tujuh hari sejak awal pencarian. Secara logika dan ilmu manusia, selama tujuh hari kalau korban selamat pasti sudah ditolong. Tapi, sampai saat ini belum jelas juga," kata Kabag Humas Basarnas, Sumpeno Juwono, di Yogyakarta, Minggu 16 Maret 2014.

Indonesia, kata Sumpeno, bisa memperpanjang pencarian pesawat jenis Boing 777-200 itu, jika negara yang bersangkutan dalam hal ini Malaysia meminta secara langsung agar membantu pencarian pesawat tersebut.

"Namun demikian, untuk biaya pencarian harus ditanggung oleh negara yang meminta. Tapi, jika nantinya ditemukan keberadaan pesawat dan terdapat tanda-tanda dari korban, tanpa diminta pun kami akan terjun langsung," paparnya.

Menurut Sumpeno, Indonesia memulai upaya pencarian sejak Selasa 11 Maret 2014. Saat itu, sebuah kapal jenis catamaram, yakni KN Purworejo, dikerahkan untuk menyisir perairan Vietnam.

Kapal berjenis kapal cepat yang mampu bergerak dengan kecepatan maksimal 29 knot itu berbahan aluminium dengan panjang 59 meter dan mempunyai stabilitas tinggi serta mampu beroperasi dalam kondisi cuaca buruk sekalipun. Kapal ini merupakan satu dari dua kapal sejenis, yakni KN Pacitan. Di atas kapal ada helideck untuk pendaratan helikopter.

"Ada 50 tim penyelamat di sana, lalu kami kirim juga dua kapal cepat dari kantor SAR Aceh. Saat ini, kapal tersebut bergerak ke wilayah lain antara Thailand hingga perbatasan Kazakhstan dan Turkmenistan, serta di wilayah Samudra Hindia," tandas dia.




Sumber : Vivanews

Australia Tempatkan Pangkalan Armada Drone di Adelaide

CANBERRA-(IDB) : Sebuah armada pesawat tanpa awak (drone) pengintai akan ditempatkan di pangkalan Angkatan Udara Edinburgh di Adelaide, Australia. Belum diketahi seberapa banyak drone yang akan memperkuat armada pengintai tersebut.


Pemerintah belum menentukan berapa banyak drone yang akan digunakan untuk berpatroli mengawasi perbatasan Australia, memonitor infrastruktur energi dan orang-orang yang mencoba memasuki Australia secara ilegal.

Disebutkan, biaya untuk proyek itu diperkirakan berkisar antara 1 hingga 3 milyar dollar, dan akan membuka sekitar 100 lapangan kerja.
Drone jarak jauh itu dapat terbang hingga 33 jam dan beroperasi pada ketinggian lebih dari 15 ribu meter.

Perdana Menteri Tony Abbott mengatakan, armada drone itu akan memainkan peranan vital untuk pertahanan.

"Mengingat bahwa Australia bertanggung-jawab atas sekitar 11 persen lautan dunia," kata Abbott, "Penting sekali Australia memiliki kemampuan pengintaian laut yang sangat effektif."




Sumber : RadioAustralia