Pages

Senin, Januari 13, 2014

Wamenhan RI Terima Kunjungan Deputi Menteri Strategi Dan Keuangan Korsel

JAKARTA-(IDB) : Wakil Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Sjamsoeddin, Senin (13/1) menerima kunjungan Deputy Minister for Budger Office, Ministry of Strategy and Finance atau Deputi Menteri Kantor Anggaran, Kementerian Strategi dan Keuangan Korea Selatan, Bang Moon Kyu, di Kantor Kemhan RI, Jakarta.

Maksud kunjungan pejabat Kementerian Strategi dan Keuangan Korea Selatan kepada Wamenhan tersebut untuk membahas kerjasama Industri Pertahanan kedua negara, khususnya kelanjutan proyek kerjasama strategis jangka panjang Pesawat Jet tempur KFX/IFX. Selebihnya pada kesempatan pembicaraan kedua pejabat negara ini juga dibicarakan kerjasama pembangunan Kapal Selam.

Perkembangan kerjasama dibidang pertahanan kedua negara diketahui saat ini merupakan posisi tertinggi semenjak dari 9 tahun terakhir. Kedua pemerintah diharapkan dapat untuk bisa menjaga dan memelihara serta mendukung menjadi lebih aktif lagi.

Turut mendampingi Wamenhan, Kabalitbang Kemhan, Prof. Dr. Ir. Eddy S. Siradj, M.Sc dan Korsahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Marsdya TNI (Purn) Eris heriyanto.


Sumber : DMC

Mantan KASAU : Sistem Pertahanan Negara Di Halim Bisa Terganggu

JAKARTA-(IDB) : Pesawat Citilink itu akhirnya lepas landas dari Bandara Halim Perdanakusuma, pada Jumat (10/1) pagi pekan lalu. Sempat mengalami penundaan selama satu jam, penerbangan perdana pesawat Citilink itu menandai dibukanya Lapangan Udara Halim Perdanakusuma sebagai Bandara komersial.

Sejumlah maskapai pun dijadwalkan akan mengalihkan beberapa penerbanganya dari Bandara Soekarno Hatta, di Cengkareng ke Halim Perdanakusuma mulai bulan depan. Pengalihan ini akibat kapasitas Bandara Soekarno Hatta yang dianggap sudah melebihi kapasitas.

Namun pengalihan ini mendapat kririkan dari sejumlah kalangan. Kritikan datang antara lain dari mantan Kepala Staff Angkatan Udara, Chappy Hakim. Menurut dia penetapan Bandara Halim Perdanakusuma untuk penerbangan komersial sangat mempengaruhi program TNI Angkatan Udara.

Masyarakat tak lagi menghargai lagi Halim sebagai salah satu simbol divisi sistem pertahanan negara. Memang jadwal penerbangan komersial akan menyesuaikan dengan kegiatan TNI AU. Namun, ia tidak menjamin hal ini bakal melancarkan program rencana yang sudah disusun TNI AU.

Pengalihan fungsi tersebut juga dianggap tidak mendidik generasi muda. “Ini beri pemahaman kalau sistem pertahanan negara bisa dikalahkan tumpahan maskapai penerbangan yang lagi cari duit setiap saat,” kata Chappy kepada detikcom, Jumat (10/1) pekan lalu.

Menurut Chappy persoalan yang perlu digaris bawahi adalah area Bandara Halim adalah tanggung jawab TNI AU karena menyangkut keberadaan Alat Utama Sistem Persenjataan. Setiap alutsista punya tanggungjawab terkait rahasia militer negara dan TNI AU lagi sedang gencar menambahnya.

Apabila Halim dikomersialkan, maka kekhawatiran ini bakal muncul karena khalayak ramai menggangap sebagai tempat terbuka. Padahal, sebagai instalasi militer, Halim adalah area tertutup. “Sudah dikasih banyak kelonggaran, terus ngelunjak nih pakai Halim. Pemahaman seperti ini memalukan. Ini ganggu program TNI AU yang sudah direncanakan dua-tiga tahun lalu,” kata Chappy.

Saat ini menurut dia ada empat skuadron, di antaranya teknik dan batalyon korps pasukan TNI Angkatan Udara di Bandara Halim. Empat skuadron menjadikan Halim sebagai tempat latihan dan masrkas besar komando pertahanan nasional.

Belum lagi persoalan keamanan yang nantinya dipegang otoritas satuan pengaman bandara yang bukan dari TNI AU. “Angkasa Pura ini mesti tahu kalau Halim instalasi kegiatan militer. Bukan yang jaga satpam atau otoritas mereka. Kalau ada orang bawa bom di landasan nanti bagaimana?,” kata Chappy. 




Sumber : Detik

Analisis : Fitur Stealth / Siluman Tidak Lagi Manjur ?

Lockheed Martin F-35 Lightning II
Lockheed Martin F-35 Lightning II
Pendahuluan

Prototipe pesawat siluman YF-22 mulai terbang tahun 1991 dan USAF berencana membeli total 650 pesawat. Model produksi F-22 Raptor mulai terbang tahun 1997 dan produksi pertama kali diserahkan ke Nellis Air Force BaseNevada, pada Januari 2003. Pada 6 April 2009, MenHan Amerika Gates mengusulkan penghentian produksi pada tahun 2011, dengan total produksi tinggal 187 pesawat, minus yang jatuh/ rusak, antara lain alasannya adalah untuk mempercepat produksi F-35. Estimasi biaya per unit pada tahun 2011 adalah 411 jt USD.

Lockheed Martin F-35 Lightning II adalah keluarga dari kursi tunggal, bermesin tunggal, pesawat tempur generasi kelima multirole yang sedang dikembangkan untuk melakukan serangan darat, pengintaian dan misi pertahanan udara dengan kemampuan siluman. F -35 memiliki tiga model utama, yaitu F-35A adalah varian lepas landas dan mendarat konvensional, F-35B adalah varian take-off pendek dan vertikal dan F-35C sebagai varian berbasis kapal induk. Program F-35 Lightning II telah mengalami sejumlah pembengkakan biaya dan keterlambatan perkembangan.

Semua pesawat di atas adalah yang disebut pesawat tempur generasi ke-5, atau pesawat siluman/ stealth, atau “VLO”, yang tidak bisa/ sangat sulit dideteksi oleh radar lawan, atau dengan kata lain anti-radar. Dunia (termasuk kita) kagum dengan pesawat siluman/ stealth dan menobatkannya sebagai jagoan yang selalu tak terkalahkan dibandingkan dengan pesawat tempur generasi sebelumnya gen 4 dan 4+ atau pesawat non-siluman. F-22 Raptor praktis menjadi benchmark pesawat tempur dunia.

Apakah memang demikian ?.  Tulisan ini, sebuah diskusi akademik yang disarikan dari berbagai sumber, mencoba mencari tahu jawabannya.

Kelemahan utama pesawat siluman

Pesawat jet cepat (siluman atau bukan) harus dipahami sebagai “obyek udara berenergi”. Jumlah “pekerjaan” yang diperlukan untuk mendorong sebuah objek dari transonik hingga kecepatan supersonik akan menghasilkan panas. Gelombang kejut yang terjadi merupakan fungsi dari kompresi dan gesekan udara oleh pesawat dan oleh karena itu terjadi pemanasan (lihat Gambar 1).

Gambar 1 Gelombang kejut
Gambar 1 Gelombang kejut
Hubungan ini disebut termodinamika. Setiap kali gas (udara) dikompres (diperas) – akan memanas. Hal ini sering disebut sebagai ‘panas kompresi.’ Daerah khas pemanasan termodinamika (bukan bagian dari pembakaran) adalah yang disebabkan oleh gesekan-panas “kompresi” dari atmosfer (gas) dengan badan pesawat (airframe) ketika kecepatan meningkat. Ditambah lagi sumber panas gas buang dari nozel mesin sebagai akibat pembakaran di dalam mesin (lihat Gambar 2).

Gambar 2 Sumber pemanasan pada pesawat
Gambar 2 Sumber pemanasan pada pesawat
Fitur “stealthy” F-22 mungkin memiliki kelemahan pertahanan terhadap deteksi dari sensor infra red airborne atau IRST yang diterbangkan pada ketinggian besar. Jika Raptor diterbangkan pada kecepatan tinggi dan ketinggian besar, terjadi pemanasan akibat gesekan badan pesawat dan kanopi, di samping sumber panas gas buang dari nozel mesin (Gambar 1, 2, 3,4 dan 6). 

Perlu dicatat bahwa pada 11.000 meter, temperatur atmosfer di luar adalah -56,5° C artinya di bawah nol, sedangkan temperatur karena gesekan udara adalah 54,4° C dengan kecepatan Mach 1,6 , dan 116,8 °C dengan kecepatan Mach 2; dengan kata lain, perbedaan temperatur antara pesawat dan udara ambien adalah lebih dari 100° C. Fenomena ini berlaku untuk semua pesawat tempur “VLO” pada kecepatan dan tinggi terbang tersebut.

Gambar 3 Sumber pemanasan gas buang
Gambar 3 Sumber pemanasan gas buang
Gambar 4 Lingkungan pesawat terbang
Gambar 4 Lingkungan pesawat terbang
Sensor IRST

Di atas disebutkan bahwa IRST (Infra Red Search & Tracking) yang dibawa pesawat terbang tinggi dapat mendeteksi fenomena pemanasan pesawat siluman (Stealth), dalam segala cuaca siang dan malam. Hujan dan awan memang berpengaruh, tetapi biasanya awan hanya terbentuk pada ketinggian 4000 m ke bawah. Dalam hal ini pesawat siluman tidak dapat menghindar (counter measure) karena ini adalah hukum alam/ fisika.

RCS – Radar Cross Section sasaran (Gambar 5) ditentukan oleh: 1) daya yang ditransmisikan ke arah sasaran; 2) jumlah daya yang mengenai sasaran dan dipantulkan kembali ke arah radar; 3) jumlah daya terpantul yang dicegat oleh antena radar; 4) lamanya waktu di mana radar ini menunjuk pada sasaran (TOT – time on target).

Gambar 5 Memindai VLO
Gambar 5 Memindai VLO
Masalah di sini adalah IRST (sensor IR) dapat “diperintahkan” radar, untuk mengikuti apa pun pelacakan radar, atau sebaliknya radar “diperintahkan” IRST untuk melacak apa pun yang “dilihat” oleh sensor IR. Jadi pada dasarnya: “TOT – time on target “. (Perhatikan angka “1″ dan “4″ dari Gambar 5 ).

Ini konsisten dengan informasi publik yang ada yang menyatakan bahwa Stealth lebih suka menghadapi “scanning” radar dari pada  “tracking” radar.

Ingat Stealth secara efektif adalah sebuah ’radio spektrum airfoil’ dan niatnya adalah untuk secara pasif mengurangi kekuatan lawan “2″ dan “3″ . Stealth tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan “1″ dan “4″. Stealth dapat menghasilkan beberapa jenis radio / radar transmisi jamming – penipuan, tapi ini kemudian berpotensi mengungkapkan posisinya .

Bukan masalah mudah untuk menyelesaikan problem pesawat tempur Stealth – yang memerlukan transmisi energi radio sendiri / kawan untuk menggunakan senjata utamanya di kisaran jarak. Masalah diperparah karena tanpa radio – transmisi – dukungan penargetan sendiri / kawan, awak pesawat Stealth bisa dipaksa untuk terbang ke pertempuran udara modern, lingkungan yang bermusuhan, dalam cakupan deteksi IRST sebelum Stealth dapat menembakkan senjatanya.

Sekarang lawan sudah lama dilengkapi dengan IRST seperti pesawat tempur Sukhoi Advanced Flanker Series (OLS)Eurofighter Typhoon (PIRATE),  dan Rafale (FSO). Lihat Gambar 6, 7 dan 8. Gambar 6 menunjukan IRST pada Su-35 Flanker (kiri) and T-50/PAK FA (kanan). Salah satu saja dapat menyebabkan masalah besar bagi F – 22. Perhatikan distorsi – kilauan panas besar di latar belakang – panas yang dihasilkan oleh semua pesawat yang bertenaga – siluman atau sebaliknya , terlepas dari asal Negara.

Perlu diingat bahwa pesawat tempur seperti Flanker bisa menggunakan rudal menengah R-77 ‘Adder’ versi IR, terlepas dari apa yang terjadi (atau tidak terjadi) dalam spektrum radio (dengan kurang memperhatikan RCS). Juga Flanker tidak menggunakan radar untuk melacak sasaran pertempuran udara bermanuver agresif untuk solusi penembakan. Hanya IRST dengan  laser rangefinder yang diperlukan. Jadi adalah wajar untuk mengatakan Flanker dengan IRST memiliki kemampuan udara-ke-udara yang kuat.

Gambar 6 IRST pada Su-35 Flanker (kiri) and T-50/PAK FA (kanan).
Gambar 6 IRST pada Su-35 Flanker (kiri) and T-50/PAK FA (kanan).
Gambar 7 PIRATE (IRST) di Typhoon
Gambar 7 PIRATE (IRST) di Typhoon
Gambar 8 Sistem IRST and IFF Kamera Televisi di Rafale
Gambar 8 Sistem IRST and IFF Kamera Televisi di Rafale
Integrasi IRST ke dalam sistem senjata dapat menghasilkan sebuah pesawat yang sangat tahan terhadap manuver “Beaming” / “Beam -turn” / “Doppler-turn ” manuver yang digunakan oleh lawan untuk memecahkan penguncian radar – karena sasaran sekarang menyajikan peningkatan aspek panas ke sensor.

Catatan sejarah Perang Dingin membuktikan hal ini. Pesawat pencegat Soviet Mig -25 PD / PDS Foxbat dan khususnya MiG – 31 Foxhound secara rutin melacak sorti pesawat pengintai Amerika SR-71 Blackbird di perbatasan Pakta Warsawa hanya menggunakan saluran inframerah (IRST) MiG.

Mereka hanya mengunci ke tanda tangan termal SR-71 yang sangat besar terbang pada kecepatan dan pada ketinggian – dilaporkan dari kisaran jarak lebih dari 100 km (62 mil). Foxbat dan Foxhound kemudian bisa mengunci Blackbird dengan radar utama mereka (info diperoleh dari IRST) ketika perintah diberikan untuk menyerang. Foxbat akan memakai 4 (empat) rudal R 40 (dua radar dan dua IR homing) dan MiG-31 Foxhound dengan R–33. SR-71 hampir pasti, akan tidak mampu mengatasinya bila ditargetkan dengan cara ini, yang selama ini tidak diketahui oleh publik.

Gambar 9 IRST pada MiG-31 (disebut peralatan multi-fungsi optical 'OMB') ditarik ke dalam hidung jika tidak digunakan
Apakah supersonik Raptor bisa mendekat dan manuver ke posisi tembak yang tak terlihat oleh sistem IRST masa depan yang modern telah menjadi sumber perdebatan dan kerahasiaan untuk beberapa waktu. 

Sistem-sistem IRST baru sangat sensitif yang bahkan pelepasan senjata rudal lawan dapat dideteksi dari semburan roketnya dan bahkan pemanasan kerucut hidungnya. Cukuplah untuk mengatakan bahwa perbaikan dan siklus–desain sensor IR tentu akan melebihi badan/ airframe pesawat siluman.


IRST pada Flanker (Gambar 6)  ini jelas terlihat tepat di depan kanopi. Lihat ukuran fisiknya. Sensor ini sepenuhnya terintegrasi ke dalam sistem senjata dan dapat memberikan isyarat target termal untuk radar, pilot atau keduanya. Menggunakan HMS (Helmet Mounted Sight) – penampakan : sensor, radar dan kepala pencari rudal – terlihat di mana pun pilot melihat.


IRST mungkin juga menggunakan data APM – Atmospheric Propagation Model ‘ yang disimpan sendiri untuk secara efektif “membuat tebakan” kisaran relatif jarak, aspek dan kecepatan sasaran tanpa radar atau laser pengintai. 

Pada dasarnya kinerja sendiri sensornya dikonstruksi untuk membangun sebuah model sensitivitas terhadap benda yang dikenal pada jarak dan kecepatan dikenal. Kemudian selama masa perang ketika IRST melihat sesuatu – akan dibandingkan dengan data APM yang dimiliki  - dan sistem senjata kemudian mengekstrapolasikan kisaran jarak dan baringan sasaran.


Jadi pada dasarnya varian lanjutan Flanker (dengan rudal kelas IR seeker R-77) dapat mempengaruhi pertempuran melawan radio spectrum airfoil supersonik (F-22) dengan menggunakan – semua sensor yang tersedia – dalam lima (5) cara :

  • 1)    Positif – Benar (Doppler): IRST menggunakan inframerah Doppler -shift w / APM untuk menentukan kisaran jarak sasaran.
  • 2)    Positif – Benar (Laser): IRST menggunakan inframerah dan memverifikasi jarak ke sasaran dengan laser range -finder .
  • 3)    Positif – Benar (Radar): IRST menggunakan inframerah dan memverifikasi jarak ke sasaran dengan radar.
  • 4)    Positif – Benar (Siklus): IRST menggunakan inframerah dan memverifikasi jarak ke sasaran dengan ulangi melalui langkah 1-2-3.

Dan akhirnya …

  • 5)    Secara konsepsual seseorang/ pilot dapat bertindak pada – ‘ Positif – Salah ‘ – bahkan jika siluman adalah 100 % efektif dalam spektrum radio :
    • a)      IRST memindai sesuatu.
    • b)      Arahkan radar Anda ke situ.
    • c)      Tidak ada pantulan radar kembali (atau hal aneh)? = Siluman.
    • d)      Kami/ Kawan tidak memiliki siluman .
    • e)      Pilih rudal R-77 IR – ‘ Tembak ! ‘

Rusia telah mengidentifikasi dua bidang utama untuk mengeksploitasi Raptor supersonik yaitu berputar di sekitar, dan berulang kembali ke dalam dua masalah ini :

  • Senjata utama F-22 .
  • Tanda tangan/ signature Termal F-22.


Logikanya jelas. Jika Raptor mencoba untuk memperbaiki situasi kinematiknya dengan menggunakan ketinggian tinggi dan kecepatan tinggi – dia akan meningkatkan paparan termal nya. Setiap usaha untuk mengurangi masalah propagasi termal – oleh kecepatan atau ketinggian rendah – berdampak langsung pada daya ( mengurangi jarak ) senjata utama dari Raptor.

Tidak ada jalan keluar …


Kelemahan lain pesawat siluman

Selain kelemahan utama seperti uraian di atas, Raptor juga mempunyai kelemahan lain :

1. Harga kelewat mahal.

Konsekwensinya tidak dibeli dalam kuantitas yang memadai (rencana semula 650 pesawat menjadi hanya 187 pesawat).

2. Biaya pemeliharaan yang mahal.


Ada tantangan untuk mempertahankan fitur siluman secara logistik setelah dicapai secara operasional. Bertambahnya usia pesawat siluman, meningkatan pemeliharaan LO yang diperlukan untuk mencegah degradasi fitur desain siluman yang unik. Pesawat sebelumnya  F-117 dan B-2 telah menderita “tingkat kapabilitas misi” rendah – yaitu, jumlah waktu bahwa pesawat tersebut dinilai tidak siap tempur – karena berlebihnya waktu untuk mengganti dan memperbaiki struktur dan permukaan terkait LO. 

Bayangkan apabila kondisi medan tempurnya seperti di Vietnam atau Indonesia, dengan hujan yang deras dan kelembaban sangat tinggi? Permasalahan tersebut telah diperburuk oleh kekurangan angkatan kerja terampil yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dan tuntutan pelatihan untuk menerbangkan jumlah pesawat yang terbatas, sehingga menunda perawatan yang dibutuhkan.


Tampaknya pasti bahwa F-22 yang supersonik, aerobatik dan F–35, termasuk yang berpangkalan di kapal induk akan menghadapi tantangan lingkungan dan logistik untuk mempertahankan fitur siluman mereka ketika dikerahkan ke garis depan.


Penutup

Pesawat siluman mempunyai kelebihan yang kuat, tetapi juga mempunyai kelemahan yang mendasar. Sampai sekarang, selain Amerika Serikat, baru Federasi Rusia dan China, yang mulai ikut mengembangkan pesawat siluman, antara lain karena kemampuan finansialnya selain teknologinya.


IRST adalah teknologi yang jauh lebih murah dan andal dibandingkan dengan VLO. Mungkin itulah sebabnya Negara maju Eropa serta Rusia lebih memilihnya dari pada VLO. Saat ini tingkat kemajuan IRST sudah hampir sama dengan kemampuan jarak sensor radar F-22. Tidak lama lagi hampir pasti akan melewatinya. 

Ingat bahwa sampai saat ini F-22 belum memiliki IRST, sedangkan F-35 memiliki Electro-Optical Targeting System (EOTS) dan Distributed Aperture System (DAS) yang optimal untuk sasaran di darat sesuai dengan misi utamanya yaitu ground attack bukan air dominance fighter.

Bagaimana dengan Indonesia? Kalau untuk memiliki pesawat tempur siluman semacam F-22 atau PAK FA, rasanya masih masuk kategori mimpi. Tapi untuk menghadapi siluman semacam F-35 cukuplah kita punya pesawat generasi 4++ semacam SU-35 atau Rafale.



Sumber : JKGR

PT Pindad Di Rapim TNI 2014


JAKARTA-(IDB) : PT Pindad (Persero) berpartisipasi dalam acara Rapat Pimpinan Tentara Nasional Indonesia (Rapim TNI) Tahun 2014. Dalam acara yang diselenggarakan sejak tanggal 8-10 Januari 2014 di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta ini, PT Pindad (Persero) berpartisipasi dalam pameran produk alat peralatan pertahanan (Alpalhan) produksi dalam negeri bersama dengan puluhan industri dalam negeri lainnya. Acara ini dibuka secara resmi oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko dan dihadiri 229 pejabat TNI dan angkatan, dengan mengangkat tema "Kita Mantapkan Profesionalitas TNI dalam Menjaga Stabilitas, Kedaulatan dan Keutuhan NKRI".


Dalam kata sambutannya, Panglima TNI berharap, TNI dapat memberikan nilai terbaik dari waktu ke waktu bagi bangsa dan negara. Dalam perjalanan mencapai hal tersebut, dapat dipastikan terdapat hambatan berupa simpul-simpul yang membuat TNI berjalan di tempat ataupun membuat TNI kurang inovatif dan kreatif. Simpul dan sumbatan inilah yang dicoba diurai dengan menggunakan pemikiran-pemikiran cerdas para pimpinan di jajaran TNI.


PT Pindad (Persero) berpartisipasi dengan menampilkan beberapa produk andalannya, seperti produk produk senjata, yang terdiri dari SS1-M1, SS2-V1, SS2-V2, SS2-V2 HB, SS2-V5, SS2-V1, SM2-V1, SM-3, SPR-2, SPR-3, SAR-2A, G2 Combat dan Elite, dan PM2-V2. Sedangkan untuk produk munisi yang ditampilkan adalah Maket Munisi Kaliber Kecil, Mortir 60 Comando, Mortir 60 Long Range, dan Mortir 81. Beberapa produk bom juga ditampilkan seperti BT-100, BL-25, BLA-50, BT-250, BTN-250, BLA-250, dan BT-125.


Untuk produk Kendaraan Khusus, beberapa produk yang ditampilkan adalah Panser Anoa, Panser Canon 20 mm, Kendaraan Taktis Komodo, dan Kendaraan Peluncur Roket. Beberapa produk penelitian dan pengembangan juga turut ditampilkan seperti alat semai awan CoSat 1000 dan produk hasil dari konsorsium roket nasional yaitu Rhan 122.


Rapim TNI merupakan kegiatan tahunan para pimpinan TNI untuk mengevaluasi kemajuan pembangunan organisasi TNI yang telah dicapai dan sarana pencarian solusi untuk masalah-masalah yang dihadapi oleh TNI agar tercapai kesatuan langkah, dalam rangka menyongsong tugas di tahun berikutnya. Semoga saja, partisipasi PT Pindad (Persero) dapat berlanjut di tahun-tahun berikutnya sebagai mitra setia TNI dalam pemenuhan alat utama sistem persenjataan.




Sumber : Pindad

Lion Air Berniat Beli 100 Pesawat N 219 Buatan PT DI

JAKARTA-(IDB) : Meski pesawat jenis N 219 buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) masih dalam tahapan penyusunan prototipe, tetapi sejumlah maskapai telah menyatakan ketertarikannya untuk melakukan pemesanan. Salah satunya adalah PT Mentari Lion Air. Maskapai berbiaya murah yang banyak melakukan pembelian pesawat ke luar negeri itu, rupanya kini mulai melirik pasar dalam negeri.

“Lion belum ada MoU, tetapi rencananya akan beli 100 pesawat,” kata Sonny Saleh Ibrahim, Manager Komunikasi PT DI kepada Kontan, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, pembicaraan antara kedua belah pihak sudah dilakukan beberapa waktu lalu, tetapi memang hingga kini belum terjadi kesepakatan. Kata Sonny, kala itu, Lion menyatakan tertarik membeli pesawat berkapasitas 19 penumpang karena ingin mengusai penerbangan ke daerah-daerah terpencil. Sayangnya ketika dikonfirmasi ke pihak Lion, belum ada satupun yang bersedia memberikan kepastian.

Selain Lion, PT Nusantara Buana Airlines juga telah menyatakan minatnya. Bahkan makapai penerbangan pioner di kawasan Aceh dan Medan itu bakal memesan 20 pesawat N 219.  

Namun belum diketahui berapa investasi pembelian pesawat tersebut. Hanya saja diperkirakan satu pesawat ini akan dibanderol dengan harga $US 4  juta sampai $US 4,5 juta.

Rencananya, pesawat N219 baru akan dipasarkan pada tahun 2017 nanti. PT DI telah mulai mengembangkan pesawat berukuran sedang itu sejak tahun 2013 lalu. Tahun ini perusahaan pelat merah itu menargetkan untuk merampungkan desain detail pesawat berjarak pendek tersebut. Jika tidak ada aral melintang N 219 akan diproduksi mulai 2016.

Pesawat N 219 sendiri merupakan pesawat bermesin dua yang dirancang oleh PT Dirgantara Indonesia untuk dioperasikan di daerah terpencil. Pesawat yang terbuat dari logam itu didesain untuk mengangkut penumpang maupun kargo. Untuk pengangkutan penumpang, N 219 memiliki kapasitas 19 orang.




Sumber : Tribunnews

Berita Foto : Golden Eagle TNI AU

MAGETAN-(IDB) : Sampai hari ini PT Korean Aerospace Industries (KAI) Telah mengirimkan 14 dari rencana 16 pesawat latih tempur T-50i Golden Eagle pesanan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.

Pesawat-pesawat latih tempur T-50i Golden Eagle ini masuk dalam Skadron Udara 15, terdiri dari 8 pesawat berkelir aerobatic scheme biru garis kuning menyala dan 6 pesawat berkelir biru loreng yang siap meningkatkan kekuatan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) di Lanud Iswahjudi.

Berikut foto yang diambil dari formil Kaskus :







Sumber : Kaksus

Bandara Fatmawati Bengkulu Akan Jadi Pangkalan TNI AU

BENGKULU-(IDB) : Bandar udara (Bandara) Fatmawati Soekarno akan dijadikan pangkalan udara untuk TNI Angkatan Udara karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu akan membangun Bandara Internasional di Kabupaten Seluma pada 2014.

Bandara Fatmawati yang berada Kelurahan Padang kemiling, Kecamatan Selebar, Kota Bengkulu, Bengkulu, yang diresmikan oleh mantan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 14 November 2001.


Bandara ini memiliki landasan pacu sepanjang 2.470 meter dengan lebar mencapai 150 meter dan jarak dari Bnadara Fatmawati ke pusat perkotaan hanya adalah 14 kilometer yang melayani enam maskapai penerbangan.


Pemprov) Bengkulu memprogramkan akan membangun bandara Internasional di Desa Padang Pelawi, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma, Bengkulu, karena bandara Fatmawati yang ada sekarang tidak bisa dikembangkan lagi akibat lahan terbatas.


Pemkbangunan Bandara baru tersebut, direncanakan akan dibangun di areal Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VII Unit Usaha Padang Pelawi Sukaraja, karena lahan yang disediakan mencapai 500 hektare.


Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah mengatakan, Pemprov Bengkulu akan membangun Bandara baru di Kabupaten Seluma, karena Bandara Fatmawati Soekarno sudah tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan dan disekitar Bandara sudah padat penduduk.


"Bandara Fatmawati akan dijadikan pangkalan udara TNI angkatan udara dan akan dibangun Bandara internasional di Kabupaten Seluma. Pembangunan mulai dilaksanakan pada 2014 dengan menggunakan dana APBD Provinsi Bengkulu dan APBN. Saat ini Pemprov masih mengurus soal pembebasan lahan dengan PTPN VII bersama Menteri BUMN sebagai pemilik lahan," katanya.


Lahan untuk lokasi pembangunan bandara tersebut lanjut dia, sudah tersedia dari bekas HGU lahan PTPN VII membutuhkan luas lahan sebanyak 500 hektare dan jika masing-masing pihak sepakat maka tinggal tahapan membangun bandara.


Pemindahan bandara dilakukan karena Pemprov Bengkulu, mengalami kesulitan untuk pengembangan karena di sekitar bandara sudah dipenuhi permukiman penduduk sehingga untuk memperluas landasan membutuhkan dana ganti rugi lahan yang sangat besar.


Kemudian, untuk menganti rugi lahan masyarakat yang terkena perluasan bandara membutuhkan waktu panjang misalnya, pembebasan lahan Bandara Fatmawati sudah dua tahun tidak tuntas.


Akibatnya, perpanjangan landasan Bandara sampai sekarang belum dapat direalisasikan sehingga harus dibangun yang baru di Desa Padang Pelawi, Kabupaten Seluma.


Selain itu, pertimbangan Pemprov Bengkulu akan membangun bandara baru untuk mengantisipasi perkembangan Kota Bengkulu ke depan karena lima tahun ke depan Bandara Fatmawati akan berada di tengah kota yang mulai padat.


Dengan demikian, akan mengganggu pesawat yang akan mendarat di bandara dan mulai dari sekarang untuk mengantisipasi dengan membuat bandara baru berkelas internasional.


Jika bandara Padang Pelawi sudah selesai dan dioperasikan, maka Bandara Fatmawati Bengkulu akan dijadikan Pangkalan TNI Angkatan Udara yang nantinya berfungsi sebagai Bandara penyalur bantuan kepada korban dengan cepat dengan menggunakan pesawat.




Sumber : Metrotvnews