Pages

Minggu, Januari 12, 2014

8 Tahun Koma, Ariel Sharon Sang Panjagal Akhirnya Meninggal

TEL AVIV-(IDB) : Kabar duka menyelimuti negeri Zionis, Israel. Setelah sekitar delapan tahun bertahan dalam kondisi koma, mantan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon akhirnya meninggal dunia. Perdana menteri ke-11 negara Yahudi tersebut meninggal dunia di usia ke 85, Sabtu (11/1) sore.


Pihak Sheba Medical Centre tak jauh dari Kota Tel Aviv mengumumkan kematian pria berjuluk The Bulldozer tersebut selepas gagal jantung.


‘’Selama sepekan  terakhir ia berjuang dengan kekuatan yang mengejutkan dan ketetapan hati untuk melawan penurunan kondisinya. Hari ini ia pergi dalam damai dengan keluarga yang mencintai di sisinya. " ujar Direktur Sheba Medical Centre, Professor Shlomo Noy kepada wartawan seperti dilansir BBC.


Seperti diketahui Sharon telah terbujur dalam kondisi koma setelah terkena stroke tahun 2006. Pria kelahiran British Palestine, 1928 ini kemudian tetap dalam pengawasan dokter dalam kondisi koma hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia.


Sharon sendiri merupakan bagian dari generasi yang ikut berjuang dalam proses pembentukan negara Israel 1948. Sharon muda merupakan anggota batalion Gadna.  Ia, terlibat dalam perang Suez sebagai komandan 1956. Ia,  juga ikut dalam perang Enam Hari di Sinai dan perang Yom Kippur yang membuat namanya semakin bersinar. Ia mengakhiri karir militer dengan pangkat terakhir mayor jenderal.

Selepas menjadi menteri luar negeri tahun ia naik menjadi perdana menteri 2001 menggantikan Ehud Barak. Tahun 2006 stroke dan komplikasi penyakit yang diderita memaksanya meninggalkan kursi kepemimpinannya. Posisnya kemudian digantikan oleh Ehud Olmert.

Dosa Ariel Sharon Pada Warga Palestina

Selain pencaplokan wilayah Palestina sejumlah dosa besar yang diduga kuat pernah dilakukan mantan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon adalah tragedi pembantaian pengungsi Palestina di Camp Sabra dan Shatila Lebanon. Ribuan jiwa warga tak berdosa melayang di kamp tersebu dalam sebuah aksi serbuan bulan September 1982. 

Kala itu Israel tengah menduduki Lebanon disebut mempersenjatai dan melatih milisi ekstrimis Kristen Maronit yang dipimpin partai Phalangist untuk melakukan pembantaian.


Dengan dalih memburu anggota Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Ariel Sharon yang kala itu menjadi Menteri Pertahanan Israel merestui serangan. Akibatnya diperkirakan korban jiwa yang jatuh antara 800 hingga 3000 orang meninggal baik dari pengungsi Palestina maupun warga setempat.


Setelah peristiwa tersebut sejumlah pihak memintanya mundur dar jabatan Menteri Pertahanan sebagai pentuk pertangungjawaban. Namun ia tidak mundur dan tak tersentuh hukum.


Kemudian Sharon terpilih sebagai Perdana Menteri pada 2001 sejumlah keluarga korban memperkarakan kasus tersebut di Belgia. Peradilan di Belgia tahun 2003 memutuskan Sharon bersalah dalam kasus tersebut. Namun, Israel mempertanyakan yurisdiksi pengadilan Belgia yang menyidangkan kasus tersebut membuat Sharon tak dapat dihukum.


Setelah desakan dari berbagai pihak Israel sendiri melakukan penyelidikan. Hasilnya, Sharon disebut bertanggung jawab. Namun bukan atas nama institusi yang dipimpinnya tapi atas nama pribadi. Ia disebut bersalah karena melakukan pembiaran terhadap pembantaian itu.


‘’Ariel Sharon telah terbukti secara personal bertanggung jawab oleh penyelidikan Israel atas kegagalan dalam mencegah pembantaian,’’ tulis kantor berita BBC, Sabtu (11/1).

Sharon sendiri meninggal dunia Sabtu (11/1) sore setelah terbujur kaku dalam kondisi koma sekitar delapan tahun. Serangan stroke dan komlikasi penyakit membuatnya terus menerus dalam perawatan dokter sejak tahun 2006. Panyakit tersebut juga yang menghentikan karir politiknya untuk kemudian diganti sebagai perdana menteri oleh Ehud Olmert.

Warga Palestina Rayakan Kematian Ariel Sharon


Kabar kematian mantan perdana menteri Israel, Ariel Sharon mendapatkan sambutan dari warga Palestina baik yang ada di dalam negeri maupun di pengungsian.  Press TV, Iran melaporkan di Gaza dan Lebanon warga keluar ke jalanan mebagi-bagikan manisan sebagai bentuk sukur atas sosok yang dinilai  bertanggung jawab atas penderitaan warga Palestina. 

‘’Warga Palestina mengingat apa yang telah dan coba dilakukan Sharon pada warga kami dan mimpi mereka untuk membentuk sebuah negara,’’ ujar Abu Youself seorang anggota Senior, Abbas bagian dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) kepada Reuters, (11/1).


Bagi sebagian warga Palestina, perdana menteri ke 11 negeri Yahudi ini dijuluki sebagai The Butcher alias Penjagal. Ini akibat kebijakan Sharon yang telah menelan banyak korban jiwa.


Salah satu ‘’dosa besar’’ yang selalu dikenang  warga Palestina terhadap sosok Ariel Sharon adalah pembantaian warga mereka di pengungsian Sabra dan Shatila, Lebanon tahun 1982. Saat itu Sharon yang menjadi menteri pertahanan bertanggung jawab atas pembantaian para pengungsi.


Belum ada data jelas mengenai jumlah korban yang jatuh baik dari warga Palestina maupun Lebanon. Namun ditaksir lebih dari 800 orang meregang jawa dalam serbuan keji tersebut.

‘’Walaupun pendudukan dan perang-perang  dia luncurkan kepada kami, disini dan di Lebanon dan dengan kejahatan perang  di Sabra dan Shatila, Sharon telah mangkat dan warga Palestina akan kembali ke tanah mereka,’’ imbuhnya. 



Sumber : JPNN

Rantis Nasional Layak Diproduksi Massal

JAKARTA-(IDB) : Industri ketahanan nasional kita ternyata sudah cukup maju. Pasalnya, negara kita juga telah berhasil membuat sendiri kendaraan taktis (rantis) 4x4 untuk menunjang tugas pengamanan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
 
Fungsi kendaraan ini juga sangat penting sebagai sarana mobilitas dan juga untuk mendukung kendaraan tempur di baris belakang, apalagi untuk menjangkau medan yang sangat sulit.

Kolonel Kav Rihananto selaku Kepala Pelaksana Kegiatan (Kalagiat) Rantis 4x4 TNI menjelaskan, kendaraan buatan anak negeri yang masih dalam bentuk prototipe ini diproduksi oleh TNI bersama delapan perusahaan yang masuk dalam kelompok kerja TNI sebagai penyedia komponen mobil, yaitu PT Pindad (Persero), PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, PT Yudistira Komponen, PT Petrodriil Manufaktur Indonesia, PT Indo Pulley Perkasa, PT Gajah Tunggal Tbk, PT Pilarmas Kursindo, dan juga PT Autocar.

“Program ini sebetulnya sudah dimulai sejak tahun 2009 saat masa Panglima TNI Djoko Santoso. Waktu itu beliau memandang bahwa TNI perlu untuk bisa membuat konsep untuk membuat atau memproduksi kendaraan taktis TNI. Saya sebagai Kaladiat kemudian diperintahkan membentuk working group untuk membentuk prototipe Rantris 4X4 TNI dengan mengadopsi filosofi humvee di atas unimog,” kata Rihananto di Jakarta, Kamis (9/1).

Teknologi ini, menurut dia, sepadan dengan apa yang saat ini sedang dikembangkan oleh NATO, yaitu kendaraan tinggi dengan daya jelajah maksimal.

“Rantis 4x4 TNI ini juga telah melakukan segala macam uji coba dan telah berkelilingPulau Jawa, ternyata semua uji coba yang dilakukan lulus semua,” imbuhnya.

Artinya, lanjut Rihananto, Rantis 4x4 TNI adalah kendaraan dengan spesifikasi militer yang sudah teruji.

“Protoype kendaraan ini memang baru dua. Perjuangan kita adalah mengangkat mobil ini menjadi suatu kebijakan produk massal. Ini adalah kebanggaan nasional karena dibuat oleh anak negeri,” ujarnya bangga.

Panglima TNI diakuinya juga sudah memberikan rekomendasi kepada Departemen Pertahanan RI bahwa mobil ini layak dan pantas untuk dijadikan standarisari operasional, dan Mentri Pertahanan menurutnya juga sudah memberi respon positif.

“Tapi kita masih menunggu keputusan teknisnya seperti apa. Karena saya sebagai prajurit dan Ricky Tampinongkol sebagai koordinator working grup TNI juga tidak bisa memaksa. Kita berharap ucapan bahwa Negara kita harus mandiri di industri pertahanan bukan hanya sekedar ucapan, karena memang kita sudah bisa membuktikan. Tinggal bagaimana mewujudkan prototype Rantis 4x4 TNI ini menjadi produksi massal,” paparnya.

Bila kendaraan ini bisa diproduksi secara massal, menurut Rihananto ini akan jadi industri nasional secara lengkap, sehingga bisa menjadi stimulus ekonomi kerakyatan.

“Komponen mobil ini memang dibuat oleh perusahaan yang masuk dalam working grup TNI. Tapi ini tidak berhenti sampai di situ dan masih bisa menambah. Kita juga akan melibatkan industri kecil atau UKM untuk memasok komponen-komponen kecil lainnya. Kalau ini dilakukan, saya yakin industri otomotif kita akan baik dan kuat, tinggal masalahnya adalah konsistensi yang harus kuat,” ujar dia.

Hal ini juga menurutnya sejalan dengan instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta agar bangsa kita bisa menghasilkan sesuatu yang sifatnya produksi, namun berdampak multiple effect secara ekonomi kepada rakyat. “Itu tantangannya kenapa working grup ini digabung antara TNI dan pelaku industri,” jelasnya.

Ricky Tampinongkol selaku koordinator working group TNI juga menambahkan, bila apa yang diharapkan ini bisa terwujud, Indonesia akan memiliki industri otomotif yang besar.

“Ketimbang Negara membeli kendaraan militer dari luar negeri, kenapa kita tidak memproduksinya saja sendiri. Negara membeli produk bangsa, dan akhirnya militer membantu Negara secara riil.Apalagi semua uji coba telah ditempuh Rantis 4X4 ini dan lulus semua,” kata Ricky.

Menurutnya, bila Negara kita untuk kendaraan dengan spesifikasi militer yang teruji saja sudah mampu diproduksi, tentunya memproduksi mobil biasa bukan sesuatu hal yang mustahil.

“Tentunya ini bisa terwujud bila ada dukungan dari pemerintah dan DPR serta adanya konsistensi yang kuat,” pungkasnya.



Sumber : Beritasatu

PBB : Halau Pencari Suaka Langgar Hukum Internasional

NEW YORK-(IDB) : Badan yang mengurusi soal pengungsi PBB menunggu penjelasan dari Pemerintah Australia terkait dengan adanya laporan yang menyebut perahu pencari suaka telah dipaksa kembali ke Indonesia.

United Nations Refugee Agency (UNHCR) memberi peringatan kalau aksi yang dilakukan oleh Australia bisa dianggap melanggar kewajiban di bawah hukum internasional.

"UNHCR hendak mengetahui detail dari pihak-pihak di Australia terkait laporan terbaru ini,” kata Juru Bicara UNHCR Babar Baloch.

UNHCR juga sedang menyelidiki laporan soal rencana penyediaan perahu sekoci buat para pencari suaka yang akan digunakan di masa mendatang sebagai bagian dari upaya menggiring mereka kembali.

"Pendekatan seperti itu akan menjadi isu-isu yang signifikan dan berpotensi menempatkan Australia melanggar kewajibannya berdasarkan Konvensi Pengungsi dan hukum internasional,” tegas Baloch.

Dia juga menyatakan kalau setiap orang yang membutuhkan perlindungan internasional adalah wajib mendapat izin atau proses agar membantu untuk menentukan apakah mereka merupakan orang yang membutuhkan pertolongan.

Respon dari UNHCR ini menyusul laporan dari ABC ini di mana Angkatan Laut Australia mendorong kembali dua perahu pencari suaka kembali ke Indonesia.

Perahu pertama ditemukan di sekitar Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Staff UNHCR yang bertugas di Indonesia juga sudah meminta keterangan dari pencari suaka yang berada di dalam kapal nahas itu.



Sumber : Detik

Alasan Amerika Kenapa Harus Jual F-35 Ke Taiwan

F-35 JSF
WASHINTON-(IDB) : Menurut pemberitaan yang beredar baru-baru ini, Moskow dan Beijing akan segera mencapai kesepakatan untuk penjualan pesawat tempur generasi 4++ Sukhoi Su-35 ke China pada tahun ini. Su-35 akan memberikan kemampuan lebih bagi China dalam memproyeksikan kekuatan militernya di Asia dan Asia Tenggara. Jika kesepakatan dicapai, pembelian Su-35 oleh China akan memberi dampak langsung pada sengketa teritorial di Laut Cina Timur dan Laut Cina Selatan.

Su-35, dikombinasikan dengan kekuatan rudal balistik dan senjata canggih China lainnya akan menghadirkan kekuatan yang dalam, kemampuan berlapis untuk mendukung klaim China sekaligus membuat negara lain enggan melakukan intervensi jika China lebih memilih jalan konflik untuk menyelesaikan masalah.


Mengapa Taiwan masuk ke dalam situasi ini? China berencana membeli Sukhoi Su-35, artinya akan menempatkan seluruh Taiwan masuk dalam lingkup jaringan pertahanan udara China. Sebuah situasi taktis yang tidak menguntungkan bagi Taiwan. Radar canggih Su-35 akan mampu menangkap 145 jet tempur F-16A/B dan 126 jet tempur tua buatan dalam negeri Taiwan di jarak 400 kilometer. Kesepakatan pembelian Su-35 oleh China ini menimbulkan perdebatan di Washington mengenai apa maksud dan ambisi Beijing di balik modernisasi militernya yang luar biasa.


Taiwan saat ini menerbangkan F-16A/B dan tengah menghadapi penurunan signifikan dalam hal kemampuan pertahanan udara. Sebuah hasil studi Pentagon mengenai kekuatan udara Taiwan merekomendasikan Amerika Serikat menjual jet tempur canggih F-35 kepada Taiwan. Ini menandakan pemerintah AS tahun betul bahwa F-35 sangat dibutuhkan Taiwan, namun tentu saja tidak semudah itu, proses penjualan harus melalui pemikiran yang matang dan komprehensif tentang situasi Taiwan bagi Pentagon. Dibawah Taiwan Relations Act, untuk menghadirkan pertahanan yang memadai AS berkewajiban untuk memasok Taiwan dengan semua senjata yang diperlukan. Jadi, bisa jadi permintaan Taiwan untuk F-35 AS tidak perlu lagi dipertanyakan, karena ini sudah sesuai dengan arah kebijakan AS.


Meskipun hubungan AS dengan Taiwan saat ini telah jauh lebih kuat, khususnya hubungan militer, namun hingga kini Taiwan masih menghadapi situasi genting. Hal ini terkait pengumuman Beijing yang memperjauh Zona Identifikasi Pertahanan Udara di Laut Cina timur, ditambah lagi dengan meningkatnya ketegangan atas sengketa maritim dan teritorial di Laut Cina Selatan.


Mengapa AS harus peduli? Karena hubungan antara Amerika Serikat dan Taiwan adalah landasan kebijakan luar negerinya di wilayah tersebut. Taiwan memiliki peran untuk berkecimpung dalam memelihara perdamaian global, dan AS harus terus membantu Taiwan dalam membentuk kemampuan pencegahan yang efektif. Memang tidak dipungkiri, beberapa bukti menunjukkan bahwa penjualan senjata AS telah meningkatkan stabilitas di selat dan sekaligus memberikan Taipei rasa aman dari ancaman serangan yang bisa saja dilancarkan China.


Selain itu, Taiwan memainkan peran penting dalam strategi rebalancing Gedung Putih. Poros pemerintahan Obama ke Asia ditujukan untuk meningkatkan keamanan dan kesejahteraan di wilayah tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa Washington dan Beijing harus menemukan cara agar bisa bekerjasama dalam isu-isu kepentingan bersama, dan sedapat mungkin menghindari masalah kompetitif atau konfrontatif. Karena kedekatan dan pengetahuannya mengenai China, Taiwan dalam hal ini secara otomatis masuk dalam 'radar' AS untuk membantu upayanya. Daripada takut hubungan bilateral AS dengan China rusak, AS tentu akan melakukannya dengan mengambil keuntungan dari kemitraannya dengan Taiwan.


Kebangkitan militer China dianggap oleh banyak pengamat mengganggu keseimbangan kekuatan di Pasifik. Menjadikan F-35 yang mungkin disediakan AS untuk Angkatan Udara Taiwan sebagai penyeimbang dan untuk menjalankan misi secara efektif bukan hanya untuk saat ini, tapi juga di masa mendatang. Tingkat kepercayaan tinggi Taiwan dalam hubungannya dengan AS dianggap bisa menjadi kunci perdamaian dan keamanan di Asia Timur, dan ini menunjukkan bahwa Taiwan butuh jet tempur canggih untuk mempertahankan diri. Jika AS ingin mempertahankan status quo-nya dengan Taiwan, maka tentu AS harus segera menyetujui penjualan F-35.




Sumber : Artileri