JAKARTA-(IDB) : Kepala Staf TNI AD (Kasad), Jenderal
Budiman, dalam berbagai kesempatan, berujar bahwa 90 persen
persenjataan yang dipakai pasukan infanteri adalah buatan industri dalam
negeri.
Senjata-senjata yang dipeluk dan
dipanggul para prajurit TNI ADA saat bertugas maupun defile mayoritas
buatan PT Pindad. Senjata-senjata itu pula yang membawa nama harum
Indonesia dalam berbagai kompetisi ketepatan menembak.
Kasad berharap kebanggaan itu
menular pada alat utama sistem senjata (alutsista) di sektor lain,
terutama untuk alutsista berat yang ditunggangi prajurit kavaleri dan
artileri.
"Kita memang belum sanggup
membangun alutsista kompleks seperti tank Leopard, tapi kita sedang
dalam tahap menuju ke sana," kata Budiman optimistis.
Optimisme itu beralasan karena PT
Pindad sudah mampu membangun panser Anoa yang sebagian besar produksi
dalam negeri. Pindad sedikit-sedikit juga membangun kendaraan tempur
berbagai tipe. Tentu saja itu merupakan cikal bakal membangun kendaraan
lapis baja sekelas tank.
Apakah itu pernyataan gagah-gagahan
dari seorang kepala staf? Kementerian Pertahanan (Kemhan) menyatakan
bahwa pertahanan mutlak diperkuat. "Bangsa yang kuat adalah bangsa yang
kuat pertahanannya," kata Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro.
Sejak 2010, pemerintah sudah mulai
merapatkan barisan untuk membangun kekuatan pertahanan yang tangguh.
Apalagi negara-negara di Asia Tenggara sudah diperkuat dengan peralatan
perang yang canggih.
Kemhan sudah membuat daftar utama
ancaman yang mungkin terjadi terhadap negeri ini. Tentunya bekerja sama
dengan Kementerian Luar Negeri dan Badan Intelijen Negara. Salah satu
ancaman nyata yang sempat menyembul adalah penyadapan yang dilakukan
Australia dan Amerika Serikat terhadap sejumlah petinggi negara.
Purnomo berharap pembangunan kekuatan pertahanan diikuti dengan penguatan peraturan perundangan dan keputusan politik dari anggota parlemen. Pemerintahan mendatang juga harus kuat komitmennya membangun pertahanan. "Kalau presidennya tidak mengerti militer, bisa saja tidak berlanjut. Jadi, komitmennya harus kuat," kata dia.
Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie
Sjamsoeddin, yakin sepuluh tahun ke depan, tepatnya 2024, kekuatan
pertahanan Indonesia sudah mandiri. Dia optimistis industri pertahanan
dalam negeri, swasta, dan badan usaha milik negara (BUMN) sanggup
memproduksi alutsista sendiri.
Kapal Selam
Kapal Selam
Cikal bakal itu sudah terlihat
ketika perusahaan Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding and Marine
Engineering (DSME), mau bekerja sama dengan PT PAL membuat tiga kapal
selam. Indonesia diperkirakan bisa membuat kapal selam sendiri pada
produksi ketiga kapal selam itu. "Sepuluh tahun mendatang kita berharap
PT PAL sudah bisa membuat kapal selam sendiri," kata Sjafrie.
Masih dengan Korea Selatan, PT
Dirgantara Indonesia juga dilibatkan membuat pesawat tempur generasi 4,5
yang rencananya diberi nama KFX.
Proyek ini, walaupun sempat tersendat, masih terus berjalan bekerja sama dengan Republic of Korea Air Force (Rokaf).
Sebagai perbandingan kecanggihan, pesawat ini memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen dari pesawat F-16 yang menjadi andalan Amerika Serikat. Bahkan, KFX dilengkapi kemampuan antiradar atau stealth.
Melalui Komite Kebijakan Industri
Pertahanan (KKIP), Indonesia berkomitmen membangun kemandirian industri
dalam negeri. Sjafrie, yang merupakan sekretaris KKIP, menyatakan sekuat
tenaga Indonesia harus bisa secepatnya membangun kekuatan pertahanan
sendiri.
Jika belum bisa, diusahakan untuk
melakukan alih teknologi. Dengan catatan kerja sama alih teknologi harus
setara dan jangan sampai industri kita dirugikan. Saat ini, sejumlah
alutsista yang dibeli dari luar negeri sudah berderet.
Salah satu yang membetot perhatian
adalah kedatangan dua tank bobot berat Leopard 2A4 dan tank sedang
Marder dari ratusan yang dipesan. Keduanya merupakan produksi dari
Jerman. Dari pembelian yang tak lebih dari 280 juta dollar AS itu,
Indonesia akan dibimbing untuk bisa memperbaiki kerusakan kecil maupun
besar. "Diharapkan ke depan kita bisa membuat sendiri," kata Sjafrie.
Dari tahun ke tahun, anggaran untuk
pengembangan alutsista semakin besar. Pada 2010 saja, anggaran untuk
membangun kekuatan pokok pertahanan mencapai 42,3 triliun rupiah. Pada
2014 naik hampir dua kali lipat menjadi 83,4 triliun rupiah. Tentu saja
menjadi amat strategis. Jika diikuti dengan pengawasan yang ketat,
dijamin kekuatan pokok pertahanan kita akan segera terbentuk lima tahun
mendatang.
Anggota Komisi I DPR, Susaningtyas
Nefo Handayani Kertopati, mengatakan kabar yang baik jika pertahanan
Indonesia terus diperkuat. Apalagi perkuatan itu dilakukan di semua
matra, baik darat, laut, maupun udara. Namun, dia mengingatkan agar
sumber daya manusia pengawaknya juga harus diperhatikan.
"Pelatihan-pelatihan terhadap pengawak melalui pendidikan formal dan
nonformal harus mulai diperbanyak," kata Susaningtyas.
Kualitas Dijaga
Khusus alutsista produksi dalam
negeri, dia berharap kualitasnya dijaga sesuai ketentuan internasional.
"Jangan sampai begitu akan dipakai kondisinya ringkih," kata dia.
Keberadaan KKIP, tambahnya, sangat membantu menuju ke arah kemandirian.
Untuk itu, dia menekankan perlu ada
budaya korporasi (corporate culture) yang baik dari BUMN industri
pertahanan Indonesia. "BUMN kita harus berimbang dengan industri
pertahanan dari negara yang biasa membuat alutsista agar kualitasnya
baik," katanya.
Sumber : KoranJakarta