Pages

Sabtu, Desember 07, 2013

Analisis : Ambisi Emosi Ekspansi Cina

ANALISIS-(IDB)  : Minggu-minggu ini terjadi perselisihan serius di sebuah zone pertikaian gengsi negara. Gengsi itu pula yang membuat kriteria rasional menjadi berkesan emosional dan tergesa-gesa. Memperebutkan sosok gadis manis memang merupakan perjuangan tersendiri, dengan berbagai upaya untuk mengambil hati.  Cuma “gadis manis” yang satu ini diperebutkan berbagai negara dengan saling mendahului mengakui teritori yang bernama Laut Cina Timur (LCT).  Cina tiba-tiba mengumumkan bahwa LCT adalah zona pertahanan udara dia.



Cina, kekuatan ekonomi nomor dua terbesar di dunia setelah AS sedang membangun kekuatan militernya seperti postur kekuatan ekonominya.  Menuju Cina 2020 dengan ambisi menjadi kekuatan ekonomi nomor satu dunia dengan dukungan kekuatan militer berkemampuan ofensif.  Jalan ke arah itu sudah di depan mata riak gelombangnya.  Dua gelombang panas dia luncurkan sekaligus yaitu menetapkan zone identifikasi pertahanan udara di LCT dan melayarkan kapal induk terbarunya Liaoning ke Laut Cina Selatan bersama iringan destroyer, fregat dan kapal selamnya.

Halaman depan rumah kita


Ambisi emosi ekspansi Cina yang mulai membabi buta itu dengan mengumumkan Adiz (Air Defence Identification Zone) di LCT membuat marah sejumlah negara.  Jepang, Korsel, Taiwan, Australia dan AS memberikan reaksi keras pada negeri keras kepala tersebut. Bahkan AS meledeknya dengan mengerahkan 2 bomber kelas berat B52 melintas kawasan itu dengan kawalan kapal induk George Washington dan jet siluman F22 Raptor.  Cina tak bereaksi.  Kasus ini semakin membuka mata pandang kita bahwa Cina akan semakin berbahaya cara bermain apinya karena terkesan ingin adu otot dan menciptakan banyak musuh.



Indonesia memang tidak punya konflik teritori dengan Naga Panda di pulau Natuna.  Namun irisan tumpang tindih teritori di perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) utara Natuna tetaplah harus menjadi kewaspadaan Indonesia. Sebab juluran lidah naga yang digambarkan menyapu seluruh LCS dipastikan sampai hembusannya di perairan Natuna sebagaimana peta klaim wilayah yang diumumkan Cina jauh-jauh hari.



Di beberapa tulisan terdahulu kita sudah menggariskan bahwa perairan Natuna dan udaranya harus berada dalam kawalan yang terus menerus, bukan sekedar meluncurkan program gugus tempur laut Tameng Hiu, Tameng Pari atau yang sebangsanya.  Demikian juga dengan patroli udara, haruslah berupa kehadiran tetap dan terus menerus, bukan temporer atau situasional.  Jelasnya harus tersedia kapal perang berpeluru kendali dan jet tempur yang dimarkaskan di Natuna sebagai penegas dan penguat bahwa Indonesia siap bertarung dengan siapa saja yang mengganggu teritorinya.



Merapatkan barisan dengan anggota ASEAN yang lain merupakan opsi “pengobatan alternatif” untuk mengantisipasi situasi kawasan yang memburuk.  Ya kalau ASEAN 10  agak sulit bersenyawa mengapa tidak kembali lagi ke ASEAN 8 atau ASEAN 5 alias negara pendiri ASEAN saja.  Mengapa, karena Kamboja dan Laos sudah ada dalam pengaruh “hipnotis”Cina. Jadi jangan berharap banyak dengan dua negeri Indocina itu untuk ikut melawan Cina.  Merapatkan barisan dengan sesama ASEAN 8 atau ASEAN 5 bermanfaat untuk kesamaan visi dan misi terhadap kehadiran musuh bersama.



Laut Cina Selatan sedang digoyang dengan kedatangan kapal induk Cina yang baru dan pertama. Kapal induk Liaoning dan kapal pengawalnya termasuk kapal selam minggu-minggu ini menghampiri perairan dan gugusan pulau-pulau kecil di kawasan yang mengandung banyak sumber daya energi fosil itu.  Dalam tradisi militer kehadiran armada kapal “tamu” tentu disambut juga dengan pengerahan kapal perang atau kapal selam dari negara di sekitar LCS.  Bahkan AS mengirim kapal selam nuklirnya untuk memantau gerakan armada kapal induk Cina itu.

Yang diluncurkan Rudal buatan Cina C802


Jawaban Indonesia untuk argumen reaksi kedatangan itu, ya tentu mengirim kapal perang juga ke Natuna.  Namun jawaban visioner RI untuk menyongsong tahun 2020 jelas memperlihatkan keseriusan Pemerintah untuk membangun kekuatan militer sekuat tenaga. 

Perkuatan militer Indonesia untuk 6 tahun ke depan diprediksi akan mendatangkan alutsista strategis berupa 8-10 kapal selam, 3-4 destroyer, 10-12 fregat, 3 skuadron jet tempur Sukhoi Family.  Penting untuk diketahui bahwa program perkuatan alutsista bukanlah merupakan beban atau expense bagi negara bangsa. Tetapi harus memandangnya dalam bingkai investasi pertahanan, nation capital.  Tidak sulit mendatangkan asset pertahanan strategis itu jika ada kemauan yang kuat bergelora untuk memastikan nilai dan harga pertahanan bangsa.



Ambisi emosi ekspansi Cina harus disikapi dengan cara pandang visioner.  Persahabatan tetaplah  dijalankan.  Tapi postur diri tetap harus dikuattegarkan sehingga ketika dia tiba-tiba melotot kita pun balas melotot juga.  Meski sejauh ini kita tidak berkonflik teritori dengan Cina di LCS tetaplah kita siapkan modal pertahanan diri, memperkuat militer dan persenjataannya.   

Sejauh ini geliat militer Cina merupakan indikator utama untuk mempersiapkan kekuatan pukul setara.  Tetapi manfaat lain tentu “berguna” pada lingkungan sekitar misalnya Australia, Malaysia dan Singapura. Negara-negara ini tentu tidak lagi meremehkan kekuatan milter Indonesia bahkan cenderung mulai melancarkan jurus “senyum ramah tamah yang penuh pamrih”.  Kalau tak percaya kita lihat saja pada bulan dan tahun-tahun mendatang sapaan diplomatik mereka.



Ssumber : Analisis

Abbott Says : Spying Will Continue

CANBERRA-(IDB)  : Indonesian Foreign Minister Marty Natalegawa has given a cautious response to comments by Prime Minister Tony Abbott that Australia will continue to spy on its northern neighbour.

Mr Abbott on Friday said Australia had not given any undertakings not to spy on Indonesia, in the wake of the espionage row that has seen the diplomatic relationship between Jakarta and Canberra sink to its lowest point in more than a decade.

The comments come after Foreign Minister Julie Bishop, following high-level talks with Dr Natalegawa on Thursday, said Australia would "not undertake any act or use our assets and resources, including intelligence assets, in any way to harm Indonesia".

Ms Bishop said the Australian government regretted the hurt caused to President Susilo Bambang Yudhoyono by media reports of alleged tapping of his mobile phone by Australian intelligence officials four years ago.

But the prime minister said Australia had not agreed not to spy on Indonesia in the future.

"No. And they certainly haven't agreed to stop collecting intelligence on Australia," Mr Abbott told Fairfax radio on Friday.

"But we are close friends and strategic partners."

Dr Natalegawa is expected to report to the Indonesian president later on Friday, with Dr Yudhoyono also expected to make a statement.

The Indonesian foreign minister said Mr Abbott's comments were "not necessarily" a contradiction of assurances given by Ms Bishop.

"It's a description of fact in terms of intelligence and information gathering. It's something that countries conduct and carry out," he said.

"My understanding is it's part and parcel in co-operation between countries.

"After all, intelligence co-operation is provided for under the Lombok Treaty."

Mr Abbott also refused to confirm whether Australia had agreed to the six-point plan that Dr Yudhoyono had demanded Canberra follow before relations are normalised.

"What we've agreed to set up is a much better channel of communications, a hotline, if you like, so that when issues arise they can be dealt with quickly before they become a public drama," Mr Abbott said when asked if Australia had agreed to Dr Yudhoyono's "roadmap" to restoring co-operation.

"We're certainly very happy to have a more extensive, more formalised intelligence and security relationship because we think that's in the best interests of both countries," he said.

Dr Natalegawa downplayed Mr Abbott's comments, describing ongoing discussions with Ms Bishop as "a process".

"We are now working earnestly and purposely to achieve progress and I think the discussion with Minister Bishop ... was productive, was very constructive, and I'm looking forward to making further progress," Dr Natalegawa said.

"The president is very much privy to the discussions."

Ms Bishop on Thursday announced a so-called "hotline" between herself and Dr Natalegawa would be established at Indonesia's request in the hope of avoiding future diplomatic skirmishes. She also said Australia had agreed to follow Dr Yudhoyono's roadmap to normalising relations.

"We note the steps set out by President Yudhoyono that must be taken in order to normalise the relationship and, of course, we agree to adhere to those steps," Ms Bishop had said.

However, Dr Natalegawa has insisted that military and police co-operation, as well as sharing of intelligence, would not be restored until all six points in Dr Yudhoyono's roadmap are addressed.

He also refused to nominate a time-frame for discussions around the code of conduct which Dr Yudhoyono demanded in the wake of revelations his phone, and those of his wife and inner circle, were monitored by Australian spies in 2009.

The president has insisted that the code of conduct must address the spying issue and contain protocols to ensure similar espionage activities do not occur again, and that it is signed by himself and Mr Abbott.

However, even if the code of conduct is implemented, there would be a period of evaluation, before Indonesia would agree to restoring co-operation in areas such as the military and police, including joint efforts aimed at combating people smuggling.


Source : Yahoo

German Firm Inks Deal With RBTS For Land Forces Modernisation

BANDAR SERI BEGAWAN-(IDB)   : Rheinmetall Defence, a German manufacturer of military land systems, yesterday signed a memorandum of understanding with the Royal Brunei Technical Services for cooperation in the modernisation of the Royal Brunei Land Forces.

“Rheinmetall recognises that Brunei plays an important role in security and defence activities in the area,” said Managing Director Harald Westermann.

He added that it was important for the company to establish long term relationships with the sultanate and RBTS.

This is the first MoU signed by Rheinmetall with RBTS, the company said in a statement.

“We feel that Rheinmetall has a full spectrum of land systems that can provide for all the needs for the Brunei Land Forces,” said Westermann, noting that they range from four- to five-tonne track vehicles to main battle tanks.

The company also offers the WIESEL, a family of light tracked vehicles said to be capable of operating in all types of terrain, including swamps and jungles as well as small villages.

Westermann said that the company believes in a long-term commitment, which also covers technical services, spare parts and possible technology transfer.

The signing took place yesterday at the BRIDEX Exhibition Hall Two, and was witnessed by the German Ambassador to Brunei Roland Grafe.

It was signed by Westermann for Rheinmetall and by the RBTS Managing Director Hjh Rosmawati Hj Manaf.

“Rheinmetall is an important stakeholder for our clients, the Ministry of Defence. They are leading producers of land systems that have a lot of potential, such as the WIESEL,” hjh Rosmawati said.

She said that the MoU means that if the Ministry of Defence procures land systems from Rheinmetall, RBTS will be able to provide support, such as maintenance and spare parts provisioning.

“In the meantime, if there is any training or capacity development needs, we can seek them for assistance,” she said.

In addition to providing medium and large-caliber guns and electronics, Rheinmetall offers a wide spectrum of light to heavy tracked combat and support vehicles.

It has produced and delivered 978 Leopard II main battle tanks for German and Dutch armies, together with armoured recovery and armoured engineering vehicles.


Source : BT

Indonesia Rusia Kerjasama Bangun Armada Kapal Selam Indonesia

JAKARTA-(IDB) : Sejak dicanangkannya Rencana Pembangunan Kekuatan Pertahanan (Bangkuathan) pada tahun 2010 yang tertuang dalam Rencana Strategis I, II dan III (Renstra), pemerintah berupaya untuk membangun armada kapal selam Indonesia.
 
Seperti diketahui wilayah Indonesia memiliki tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang disebut dengan SLOC (Sea Lines of Communication) dimana untuk wilayah timur Indonesia, SLOC/ALKI terbagi menjadi tiga bagian. Mengingat laut di wilayah Indonesia Timur memiliki kedalaman yang cukup maka sangat dimungkinkan apabila operasi kapal selam dilakukan di wilayah Timur Indonesia.

Hal tersebut diungkapkan Menhan Purnomo Yusgiantoro, Jumat (6/12) saat melakukan jumpa pers dengan sejumlah wartawan media cetak, elektronik dan media on line, di kantor Kemhan Jakarta. Saat melakukan jumpa pers dengan awak media, Menhan didampingi oleh Kasal Laksamana TNI Dr. Marsetio, Dirjen Strahan Mayjen TNI Sonny E.S. Prasetyo, M.A., Dirjen Renhan Marsda TNI FHB Soelistyo, S.Sos dan sejumlah perwira tinggi di lingkungan TNI AL.

Lebih lanjut Menhan mengatakan bahwa bangkuathan di bidang maritim khususnya kapal selam akan segera dilaksanakan dan pembangunan kapal selam tersebut merupakan kelanjutan dari kerjasama antara Indonesia dengan Rusia.

Untuk menindaklanjuti hal tersebut, TNI AL akan segera mengirim tim yang akan mengunjungi Naval Base di Rusia dalam rangka untuk mempersiapkan kapal selam yang akan memasuki jajaran armada kapal selam Indonesia.

Sementara saat mendampingi Menhan RI, Kasal mengatakan bahwa TNI AL saat ini memiliki dua kapal selam yang merupakan produksi Jerman. Selain kapal selam produksi Jerman, dalam waktu dekat armada laut Indonesia akan diperkaya dengan tiga kapal selam produksi Korea dimana dua diantaranya adalah produksi Korea dan satu diantaranya merupakan produksi PT PAL Indonesia bekerjasama dengan Korea.

“Untuk itu pemenuhan Alutsista Indonesia di bidang kapal selam tidak terlepas dari standar alokasi yang harus dipenuhi dan juga tidak terlepas dari Minimum Essential Forces (MEF)”, tegas Kasal.

Ditambahkan Kasal bahwa kelebihan dari kapal selam kilo class memiliki peluru kendali (missile) dengan kemampuan yang ditembakkan dari bawah permukaan ke permukaan (sub surface to surface). Pemerintah Rusia bersedia untuk memodernisasi kilo class dan melengkapi kapal selamnya dengan rudal berupa killer missile dengan jarak tembak 300-400 kilo sehingga lengkap unsur-unsur yang dibutuhkan dalam suatu kapal selam.

Selain itu kapal selam jenis ini dapat beroperasi diatas kedalamanan 150 m sehingga sangat tepat apabila kapal selam ini beroperasi di wilayah timur Indonesia yang memiliki kedalamanan diatas 150 m.

Sebelumnya ditempat yang sama telah dilakukan pertemuan dan pembicaraan antara Menhan RI dan jajaran TNI AL dengan pihak Rosoboronexport Rusia beserta Duta Besar Rusia untuk Indonesia terkait dengan pembangunan kekuatan armada kapal selam produksi Rosoboronexport Rusia.

Kapal Selam Kilo Dan Amur Jadi Target Pembelian TNI AL

Indonesia sedang mengincar lima kapal selam yang dilengkapi senjata rudal dari Rusia. Selama ini Indonesia belum memiliki kapal selam jenis itu.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Jumat 6 Desember 2013, mengatakan saat ini Indonesia sedang menjajaki pembelian lima kapal selam jenis Kilo dan Amur. "Ini untuk melengkapi kekuatan sistem pertehanan maritim yang masih sangat terbatas," kata dia.

Purnomo menjelaskan Rusia menawarkan dua jenis kapal selam tipe Kilo Class dan Amur Class 950. Keduanya dilengkapi senjata seperti seperti peluru kendali, torpedo, antiranjau, dan antipeluru kendali, serta rudal Yakhont.

"Rudal ini yang kita belum punya. Rudal ini mempunyai daya jelajah 300-400 kilometer dan bisa ditembakkan dari dalam laut ke permukaan," katanya.

Penjajakan ini untuk melengkapai kekuatan maritim dari sisi upaya penangkalan, sekaligus melengkapi satuan pemukul.

Lima kapal selam Rusia ini akan melengkapi dua kapal selam jenis U-209/1400 dari Jerman, tiga kapal selam jenis U-209 yang sedang dibangun di Korea Selatan, dan dua kapal selam jenis Scorten buatan Perancis.

Indonesia terakhir membeli kapal selam pada tahun 1980-an. Purnomo mengatakan, wajar setelah 30 tahun pemerintah melakukan perbaikan dan melengkapi sistem pertahanan maritim.


Sumber : DMC

Joy Flight Pesawat CN-295 Dan CN-235 Tarik Perhatian RBAirF

BANDAR SERI BEGAWAN-(IDB) : Diantara pesawat-pesawat dari negara lain yang ada di Pameran BRIDEX 2013, keberadaan Pesawat Angkut Militer CN-295 dan pesawat Patroli Maritim CN-235 mengundang perhatian personel Angkatan Tentera Udara Diraja Brunei (ATUDB) atau yang dikenal The Royal Brunei Air Force (RBAirF).
 
Selain berkunjung ke Statik Display Pesawat CN-295 dan CN-235 yang bertempat di Rimba Air Force Base Brunei Darussalam, Rabu (4/12), personel Angkatan Tentera Udara Diraja Brunei (ATUDB) yang dipimpin Brigadier General (U) Haji Wardi bin Haji Abd Latip ikut serta kegiatan Joy Flight (Uji Terbang) dua pesawat tersebut.Joy flight dilaksanakan selama kurang lebih 2 jam dengan mengambil rute perjalanan seputar wilayah udara Brunei. Selama mengikuti uji terbang peserta joy flight diperkenalkan dan dijelaskan seputar kapabilitas dan efisiensi penggunaan dari pesawat baik sebagai pesawat angkut militer ataupun patroli maritim oleh crew pesawat yang juga didukung dari crew PT. Dirgantara Indonesia.


Para personel Angkatan Udara Brunei sebagai pengguna (User) mengakui kecanggihan teknologi ataupun kelengkapan fasilitas dari pesawat ini, khususnya yang ada pada pesawat CN-295 keluaran produk terbaru setelah CN-235.


Menurut informasi yang ada, saat ini Brunei juga sedang melirik pesawat-pesawat jenis medium dengan daya terbang yang cukup lama dan jarak yang jauh (Long Range), yang nantinya akan dipergunakan sebagai transportasi udara bagi penumpang VIP.


Pada hari sebelumnya, Raja Brunei Darussalam Sultan Hasanah Bolkiah bersama Putra Mahkota Pangeran Al-Muhtadee Billah Bolkiah dan didampingi Wamenhan RI, berkesempatan mengunjungi Statik Display dua pesawat ini (Selasa, 2/12). Sultan Hasanah Bolkiah juga merasa terkesan saat di jelaskan secara rinci terkait kapabilitas dan keunggulan dari dua pesawat tersebut.


Disela-sela Pameran Wamenhan RI, Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan keberadaan pesawat CN-295 dan CN-235 di BRIDEX 2013 merupakan bentuk partisipasi Kementerian Pertahanan untuk mempromosikan keunggulan dan efisiensi dari pesawat ini. Selain itu kedatangan Wamenhan bersama pesawat tersebut, juga sebagai promosi fungsi kegunaan sistem pertahanan secara luas antara Indonesia dengan Brunei Darussalam. Ditambahkan Wamenhan pesawat CN-295 dan CN-235 adalah jawaban dari tujuan kerjasama pertahanan tersebut.


Wamenhan percaya sesama pengguna dari pesawat yang sama Indonesia dan Brunei dapat memperkuat kerjasama pertahanan kedua negara, karena secara signifikan penggunaan pesawat ini mampu mengurangi biaya operasional dan pemeliharaan dari operasi pesawat tersebut. “Dalam segment pesawat kecil dan menengah seperti CN-295 dan CN-235 adalah solusi sempurna untuk menyelesaikan misi-misi yang kedua negara laksanakan,” ujar Wamenhan.


Ditambahkan Wamenhan, banyak dari negara-negara didunia telah memesan lebih dari 120 Units pesawat CN-295 dari Airbus Military, dan sebelumnya hampir 100 pesawat telah beroperasi di negara-negara seperti Algeria, Brazil, Chile, Colombia, Czech Republik, Mesir, Finland, Ghan, Jordan, Kazakstan, Mexico, Poland, Portugal dan Spanyol. Selain itu lebih dari 50 negara di dunia pengguna pesawat CN-295 menyatakan kepuasan dengan kehandalan, kemampuan dan ketahanan, dimana pesawat sangat mudah untuk dioperasikan meskipun di lingkungan yang bermasalah dan sulit sehingga pesawat CN-295 saat ini memiliki kepemimpinan yang jelas di pangsa pasar pesawat kelas ringan dan menengah.


Sekilas Tentang Pesawat CN 295 dan CN 235


Generasi baru CN 295 dan CN 235 adalah pesawat yang ideal untuk pertahanan dan misi untuk kepentingan masyarakat, seperti aksi kemanusiaan, patroli maritim, dan misi pengawasan lingkungan.


Pesawat Angkut Militer CN 295 memiliki panjang 24,45 m, lebar sayap 25,81 m, dan kecepatan jelajah 260 knot ( 480 km / jam ) mampu membawa beban seberat 9 ton atau 71 personel. Namun pesawat ini juga dapat beroperasi pada kecepatan 110 knot apabila diperlukan.


Pesawat dilengkapi dengan Retractable Landing Gear, dua mesin Turboprop 2.645 shp Pratt & Whitney Canada PW127G dan dua propellers Hamilton Sundstrand (masing-masing enam-Blade). Pesawat tersebut dirancang untuk beroperasi mampu lepas landas (take- off) dan landing ( STOL ) pada landasan pacu yang berjarak pendek.


Sedangkan Spesifikasi pesawat Patroli Maritim CN 235 memiliki panjang 21,40 m , lebar sayap 27,30 m, kecepatan maksimum 236 knot dan kecepatan jelajah 209 knot ( 385 km / jam ) mampu membawa 5,8 ton beban atau 40 personel.

Pesawat ini dilengkapi dengan Retractable Landing Gear, dua mesin turboprop 1,750 shp General Dynamic CT7-9C dan dua propellers Hamilton Sundstrand (masing-masing empat-Blade). Pesawat tersebut dirancang untuk beroperasi mampu lepas landas (take- off) dan landing (STOL) pada landasan pacu yang berjarak pendek.




Sumber : DMC

Personel RBAirF Ikuti Joy Flight Pesawat CN-295 Dan CN-235

BANDAR SERI BEGAWAN-(IDB) : Diantara pesawat-pesawat dari negara lain yang ada di Pameran BRIDEX 2013, keberadaan Pesawat Angkut Militer CN-295 dan pesawat Patroli Maritim CN-235 yang dipamerkan turut mengundang perhatian personel Angkatan Tentera Udara Diraja Brunei (ATUDB) atau yang dikenal The Royal Brunei Air Force (RBAirF).
 
Selain berkunjung ke Statik Display Pesawat CN-295 dan CN-235 yang bertempat di Rimba Air Force Base Brunei Darussalam, Rabu (4/12), personel Angkatan Tentera Udara Diraja Brunei (ATUDB) yang dipimpin Brigadier General (U) Haji Wardi bin Haji Abd Latip ikut serta kegiatan Joy Flight (Uji Terbang) dua pesawat tersebut.

Joy flight dilaksanakan selama kurang lebih 2 jam dengan mengambil rute perjalanan seputar wilayah udara Brunei. Selama mengikuti uji terbang peserta diperkenalkan dan dijelaskan seputar kapabilitas dan efisiensi penggunaan dari pesawat baik sebagai pesawat angkut militer ataupun patroli maritim oleh crew pesawat yang juga didukung dari crew PT. Dirgantara Indonesia.

Para personel Angkatan Udara Brunei sebagai pengguna (User) mengakui kecanggihan teknologi ataupun kelengkapan fasilitas dari pesawat ini, bisa sangat mendukung pelaksanaan tugas operasi militer ataupun tugas kemanusiaan.

Para personel Angkatan Udara Brunei menanggapi pesawat CN-235 yang dipamerkan saat ini, mereka merasa tidak perlu lagi penyesuaian tambahan melalui kursus terbang atau pembelajaran ulang dalam hal pengenalan performance. Karena Angkatan Udara Brunei sendiri sudah memiliki jenis pesawat yang sama, sehingga mudah untuk menyesuaikan dengan pesawat CN 235.

Namun disisi lain saat ini Brunei juga sedang melirik pesawat-pesawat jenis light-medium dengan daya terbang yang cukup lama dan jarak yang jauh (Long Range), yang akan dipergunakan sebagai transportasi udara bagi penumpang VIP.

Pada hari sebelumnya, Raja Brunei Darussalam Sultan Hasanah Bolkiah bersama Putra Mahkota Pangeran Al-Muhtadee Billah Bolkiah dan didampingi Wamenhan RI, berkesempatan mengunjungi Statik Display dua pesawat ini (Selasa, 2/12). Sultan Hasanah Bolkiah juga merasa terkesan saat di jelaskan secara rinci terkait kapabilitas dan keunggulan dari dua pesawat tersebut.

Disela-sela Pameran Wamenhan RI, Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan keberadaan pesawat CN-295 dan CN-235 di BRIDEX 2013 merupakan bentuk partisipasi Kementerian Pertahanan untuk mempromosikan keunggulan dan efisiensi dari pesawat ini. Selain itu kedatangan Wamenhan bersama pesawat tersebut, juga sebagai promosi fungsi kegunaan sistem pertahanan secara luas antara Indonesia dengan Brunei Darussalam. Ditambahkan Wamenhan pesawat CN-295 dan CN-235 adalah jawaban dari tujuan kerjasama pertahanan tersebut.

Wamenhan percaya sesama pengguna dari pesawat yang sama Indonesia dan Brunei dapat memperkuat kerjasama pertahanan kedua negara, karena secara signifikan penggunaan pesawat ini mampu mengurangi biaya operasional dan pemeliharaan dari operasi pesawat tersebut. “Dalam segment pesawat kecil dan menengah seperti CN-295 dan CN-235 adalah solusi sempurna untuk menyelesaikan misi-misi yang kedua negara laksanakan,” Ujar Wamenhan.

Ditambahkan Wamenhan, banyak dari negara-negara didunia telah memesan lebih dari 120 Units pesawat CN-295 dari Airbus Military, dan sebelumnya hampir 100 pesawat telah beroperasi di negara-negara seperti Algeria, Brazil, Chile, Colombia, Czech Republik, Mesir, Finland, Ghan, Jordan, Kazakstan, Mexico, Poland, Portugal dan Spanyol. Selain itu lebih dari 50 negara di dunia pengguna pesawat CN-295 menyatakan kepuasan dengan kehandalan, kemampuan dan ketahanan, dimana pesawat sangat mudah untuk dioperasikan meskipun di lingkungan yang bermasalah dan sulit sehingga pesawat CN-295 saat ini memiliki kepemimpinan yang jelas di pangsa pasar pesawat kelas ringan dan menengah.




Sumber : DMC