Pages

Kamis, Oktober 24, 2013

DPR Tolak Perjanjian Ekstradisi Dengan Singapura

MEDAN-(IDB) : Dewan Perwakilan Rakyat menolak isi perjanjian dengan Singapura dalam mengekstradisi pelaku korupsi karena dikaitkan dengan kerja sama pertahanan yang merugikan Indonesia.

Di sela-sela Sidang Umum Parlemen Antikorupsi ASEAN di Medan, Rabu, Ketua DPR RI Marzuki Alie mengatakan, kerja sama tersebut berisi ketentuan bahwa Singapura akan mengekstradisi koruptor Indonesia yang ada di negara jika diperbolehkan melakukan latihan militer di Tanah Air.

Ketentuan itu dimasukkan dalam perjanjian kerja sama pertahanan (Defence Coorporation Agreement/DCA) yang diajukan ke DPR untuk diratifikasi.

Namun setelah dikaji secara mendalam, isi perjanjian kerja sama tersebut dinilai sangat merugikan Indonesia karena mengharuskan pembolehan pesawat tempur Singapura melintas dan menggunakan wilayah nusantara sebagai tempat latihan.

"Seolah-olah, (Singapura berkata) kami mau tukar menukar tahanan koruptor, tetapi kami menggunakan wilayah anda. kan tidak fair," katanya.

DPR hanya akan menyetujui kerja sama tersebut jika perjanjiannya dipisahkan antara pengembalian tahanan koruptor dengan kerja sama pertahanan.

"Seharusnya, dipisahkan antara kerja sama pertahanan dan ekstradisi. Jangan dicampuadukkan, maka DPR tidak menyetujui," kata Marzuki.

"Istilah DPR, seolah-olah (Singapura) menjajah kalau bahasa kasarnya," ujar politisi Partai Demokrat tersebut.

Secara institusi, kata dia, DPR mendorong pemerintah membahas kembali isi perjanjian tersebut dan memisahkan ketentuan antara kerja sama ekstradisi dengan pertahanan.

Pihaknya juga telah menyampaikan keberatan terhadap isi perjanjian tersebut kepada pimpinan parlemen Singapura ketika bertemu dalam kegiatan bilateral di Brunei Darussalam belam lama ini.

"Mereka memahami, parlemen (Singapura) juga akan berusaha meyakinkan pemerintahnya," ujar dia.




Sumber : Antara

KRI Diponegoro-365 Laksanakan Latihan WINCHEX

MEDITERANIA-(IDB) : Kapal perang kelas Sigma (Ship Integrited Geometrical Modular Approach) KRI Diponegoro-365 dengan Komandan Letkol Laut (P) Hersan, S.H. pada penugasan ke- 25 dalam misi perdamaian PBB memimpin latihan bersama dengan kapal perang Lebanon LNS Sour-22 dan kapal perang Jerman FGS Frettchen P-6126 dalam serial WINCHEX (Winching exercise) di Laut Mediterania, Rabu (23/10).

WINCHEX merupakan latihan transfer personel atau barang dari kapal ke kapal dengan menggunakan helikopter. Transfer material atau personel yang dilaksanakan oleh helikopter tersebut menggunakan cargo sling dengan kapasitas tertentu. Di sela latihan tersebut Komandan KRI selaku Dansatgas Maritim TNI Konga 28-E UNIFIL 2013 mengatakan bahwa kegiatan ini kerap dilaksanakan dalam dunia operasi sebenarnya, sehingga penting untuk dilatih secara terus menerus dan berkelanjutan.

“Dengan seringnya melaksanakan latihan, tentunya pilot, co-pilot dan kru heli yang terlibat akan semakin bertambah pengalamannya. Hal ini sangat penting dalam menunjang penugasan di masa yang akan datang,” jelas Komandan Lulusan AAL 1994 tersebut lagi.

Helikopter Bolkow BO-105 (NV 409) yang dipiloti oleh Kapten Laut (P) Joko Wahyu bertindak sebagai unsur udara yang melaksanakan winching. Setelah take off dari KRI Diponegoro, heli yang bernama panggilan GARUDA ini terbang ke arah LNS Sour-22 dengan skenario mengambil personel yang mengalami kecelakaan saat melaksanakan latihan. Personel tersebut harus segera mendapatkan perawatan intensif dan penanganan lebih lanjut. Korban disimulasikan dengan sebuah boneka yang memiliki dimensi dan berat yang sama dengan pria dewasa.

Setelah berhasil me­ngangkut korban dengan prosedur winching menggunakan cargo sling, GARUDA selanjutnya bergerak ke arah FGS Frettchen untuk menurunkan boneka tersebut dengan melaksanakan hover di atas kapal patroli Jerman. Proses penurunan korban dilaksanakan dalam waktu yang singkat.Tim medis FGS Frettchen dengan sigap menerima korban untuk memberikan penanganan medis lanjutan.

Kesiapan dan keseriusan dalam latihan tersebut ditunjukkan oleh pilot dan kru heli. Hal tersebut dibuktikan dengan terlaksananya serial WINCHEX dengan aman dan lancar. Latihan berjalan selama dua jam, Selanjutnya GARUDA kembali landing ke KRI Diponegoro-365.




Sumber : Koarmatim

Pangarmatim Terima Kunjungan Komandan Kapal Perang AL Brunei

SURABAYA-(IDB) : Pangarmatim Laksamana Muda TNI Agung Pramono, S.H., M.Hum., menerima kunjungan kerja komandan kapal perang Angkatan Laut Diraja Brunei Darussalam KDB Darulaman-08 (OPV) Major Willie Bin Padan di Mako Koarmatim, Ujung, Surabaya, Selasa (22/10). Kunjungan kerja tersebut dalam rangka meningkatkan hubungan bilateral antar Angkatan Laut kedua negara.

Sebagai bentuk jalinan kerja sama dan persahabatan, pejabat Angkatan Laut kedua negara melakukan tukar menukar cindera mata. Kemudian rombongan Perwira AL Brunei sejumlah lima orang menuju ke Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Frans Kaisiepo-368, yang sedang bersandar di Dermaga Koarmatim, Ujung, Surabaya. Kedatangan mereka diterima oleh Komandan KRI Frans Kaisiepo Letkol Laut (P) Arif Badrudin.

Kapal Perang milik Angkatan Laut Brunei Darussalam merapat di Dermaga  Jamrud Utara Timur Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Minggu (20/10). Selama empat hari berada di Surabaya, sejak  20 sampai dengan 24 Oktober 2013, pejabat Kapal Perang ini  akan melakukan beberapa kegiatan seperti kunjungan kehormatan Curtesy Call (CC) ke beberapa pejabat TNI AL di Surabaya. Rencananya KBD Darulaman akan kembali kepangkalannya di Brunei pada tanggal 25 Oktober 2013.

Kapal Diraja Brunei (KDB) Darulaman-08  merupakan kapal patroli Klas Darussalam dengan panjang 80 meter, lebar 13 meter, menggunakan tenaga mesin desel juga dipersenjatai Peluru Kendali (Rudal) untuk sasaran permukaan-permukaan serta meriam. Kapal perang ini  diawaki oleh 69 kru dan mampu berlayar selama 21 hari di laut. 



Sumber : Koarmatim

Satgas Pam Puter P. Rondo Sandar Di Lanal Sabang

SABANG-(IDB) : Pangkalan Angkatan Laut (lanal) Sabang menerima kedatangan KRI Teluk Lampung–540 yang merupakan salah satu KRI jenis Frosch milik TNI AL yang digunakan untuk mengangkut pasukan di Dermaga Lanal Sabang, Selasa (22/10).

Kapal Perang yang di komandani oleh Letkol Laut (P) Marwidji Harahap membawa pasukan Marinir dari Batalyon 7 Lampung yang akan melaksanakan tugas operasi Pengamanan (Pam) pulau terluar di wilayah Aceh terutama di wilayah kerja Lanal Sabang yaitu Pulau Rondo.


Lanal Sabang merupakan Pangkalan terdepan dibagian barat Indonesia memiliki arti penting terhadap terselenggaranya dukungan operasional terhadap Satgas Pam Pulau terluar guna pengawasan wilayah perairan Aceh dan alur masuk Selat Malaka dengan menempatkan satgas Pam Puter Pulau Rondo.  


Selain itu KRI Teluk Lampung–540 juga membawa 34 jenis perlengkapan untuk mendukung satgas pam pulau terluar ke XV pulau rondo Aceh. Serpas pasukan marinir dari batalyon 8 Pangkalan Brandan Medan yang di pimpin oleh Danton Letda Mar Adi Yanuar beserta 24 personel yang di gantikan oleh pasukan marinir dari batalyon 7 marinir Lampung di bawah pimpinan Danton Lettu Mar Jonathan beserta 24 personel akan melaksanakan tugas  operasi pengamanan pulau terluar Pulau Rondo Aceh. 




Sumber : Koarmabar

Eurocopter EC 725 Cougar TNI AU 2014

Eurocopter Cougar EC-725 MkII (photo: Dmitry A. Mottl)
Eurocopter Cougar EC-725 MkII.

BANDUNG-(IDB) : PT Dirgantara Indonesia segera menyerahkan fuselage atau badan pesawat helikopter EC 725 Cougar kepada perusahaan patungan Prancis-Jerman-Spanyol, Eurocopter. ”Sejak tahun lalu kita jadi mitra strategis Eurocopter Perancis. 

Disainnya dari mereka, gambarnya dari mereka. Itu nol banget. Lalu kita kerjain komponen dari gambar itu. Kita bikin badan tengah dan buntutnya,” ujar Kepala Komunikasi PT DI Sonny Saleh Ibrahim, di Kantor PT DI, Bandung (23/10/2013).


Rencananya badan pesawat ini yang akan diserahkan pekan ini ke Eurocopter di Perancis. Selanjutnya, Eurocopter memasang mesin dan baling-balingnya. “Pengerjaan sekitar enam bulan di sana. Setelah itu dikembalikan lagi kepada kita. Kita assembly-nya. Setelah beres kita serahkan pada TNI AU,” jelas Sonny.


Menurutnya helikopter Cougar ini memang dipesan oleh TNI AU. “Mereka memesan empat buah pada kita. Jadi kita tuh under licensed dengan Eurocopter. Karena hak ciptanya ada di mereka, cuma kita yang buat komponennya,” ujar  Kepala Komunikasi PT DI Sonny Saleh Ibrahim.


Ketika ditanya berapa nilai proyek empat buat helikopter ini, Sonny mengaku tidak memegang datanya. “Saya lupa lagi,” katanya. Ditargetkan empat unit helikopter Couger ini akan selesai akhir 2014.

EC725 Brazil Navy (photo:defenseindustrydaily.com)
EC725 Brazil Navy

Mengenai kerjasama dengan Eurocopter, kemungkinan akan berlangsung lama. Sebab bukan tidak mungkin helikopter EC725 Cougar dipesan oleh negara lain. Ia menyebut untuk kembali modal, Eurocopter setidaknya harus menjual 80 unit.


“Nah kalau ada yang pesan pada mereka, pastinya PT DI terlibat. Karena kan komponennya kita yang buat. Meski under license, untuk helikopter ini kita ikut dari nol. Kalau yang lain seperti Superpuma, itu komponen bukan kita yang bikin,” terang Sonny.


Berdasarkan press release dari Eurocopter,  kontrak kerjasama dengan PT DI meliputi pembuatan enam helokopter multi-role EC 725, yang  diserahkan kepada TNI AU mulai tahun 2014 berdasarkan kontrak yang ditandatangani bulan Maret 2012.


General characteristics EC-725

  • Crew: 1 or 2 (pilot + co-pilot)
  • Capacity: 1 chief of stick + 28 troops or 5,670 kilograms (12,500 lb) payload
  • Length: 19.5 m (64 ft 0 in)
  • Height: 4.6 m (15 ft 1 in)
  • Empty weight: 5,330 kg (11,751 lb)
  • Gross weight: 11,000 kg (24,251 lb)
  • Max takeoff weight: 11,200 kg (24,692 lb)
  • Powerplant: 2 × Turboméca Makila 2A1 turboshaft engines, 1,776 kW (2,382 hp) each
  • Main rotor diameter: 16.20 m (53 ft 2 in)
  • Main rotor area: 206.1 m2 (2,218 sq ft)

Performance

  • Maximum speed: 324 km/h (201 mph; 175 kn) in level flight
  • Cruising speed: 285 km/h (177 mph; 154 kn)
  • Never exceed speed: 324 km/h (201 mph; 175 kn)
  • Range: 857 km (533 mi; 463 nmi)
  • Ferry range: 1,325 km (823 mi; 715 nmi)
  • Service ceiling: 6,095 m (19,997 ft)
  • Rate of climb: 7.4 m/s (1,460 ft/min)



Sumber : JKGR

Seputar Pro Kontra Hibah F16 AS

F-16 block 25 yang akan dihibahkan kepada Indonesia sebelum direfurbish (photo: F-16.net)

JKGR-(IDB) : Pembahasan tentang hibah pesawat tempur F-16 dari USA seru dan menarik untuk dicermati. Ini informasi tambahan, tentang pro kontra hibah pesawat F16. Semoga bermamfaat:

Varian F-16

Seperti mesin perang lainnya, F-16 terdiri dari berbagai varian, dengan kemampuan dan konfigurasi mesin, avionik, hingga persenjataan yang berbeda, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya. Dimulai dari seri A/B dengan versi block 1/15/15OCU/MLU, kemudian seri C/D dengan versi Block 25/30/32/40/50/52/50D/52+, serta yang termutakhir F-16 E/F Block 60.

F-16 A/B Block 15 OCU milik TNI AU

Dari seluruh varian F-16, TNI AU kini memiliki sepuluh unit F-16 A/B Block 15 OCU. Pada saat awal kedatangannya tahun 1989 memang perangkat persenjataannya belum lengkap di datangkan, namun pada perkembangan selanjutnya, F-16 milik TNI AU turut dilengkapi dengan Misil Sidewinder P4 All aspect, dan juga AGM-64D Maverick. 

Selain itu verisi Block 15 OCU juga dilengkapi dengan HUD yang lebih besar, serta memiliki perangkat radar altimeter sebagai standar, yang memungkinkan F-16 ini dapat melakukan navigasi terbang rendah mengikuti kontur bumi. Dengan demikian F-16 yang TNI AU miliki memiliki kemampuan untuk bertempur dalam cuaca dan menyerang dengan presisi yang tinggi. Oleh karena itu dalam operasi latihan militer F-16 kerap dijadikan penyerang penutup untuk menghabisi sasaran yang tersisa. 

Selain handal dalam operasi latihan, dalam kondisi tempur F-16 tetap dapat menunjukan taringnya. Bahkan kini F-16 masih diadikan kuda beban untuk melaksanakan berbagai tugas guna mendukung penegakan kedaulatan NKRI, contohnya adalah operasi patroli di wilayah Ambalat, hingga berbagai patroli di atas pulau-pulau terluar. Kemampuan F-16 untuk melakukan tugas-tugasnya juga di dukung oleh kemampuannya untuk dapat terbang jarak jauh, bahkan apabila membawa beban persenjataan yang sangat berat.

Kesepahaman antara DPR dan pemerintah dalam pengadaan F-16 masih terus mencari titik temu dari segi teknologi dan pembiayaan. Komisi I DPR, sebagai mitra pemerintah dalam bidang pertahanan dan keamanan nasional, memberikan beberapa persyaratan dan skema pembiayaan. Seperti apa? Berikut polemik sekitar ini.

DPR dan pemerintah telah sepakat bahwa pengadaan F-16 penting bagi TNI untuk meningkatkan performa dan kewibawaan TNI di lingkungan regional. Tertuang dalam rencana pembelian di tahun 2011, telah disepakati alokasi dana untuk pembelian 6 unit F16 baru untuk block 52+, senilai lebih kurang us$ 430juta. Alokasi pembelian armament (senjata) dipersiapkan secara terpisah.

Dalam perkembangannya timbul opsi lain. Hasil komunikasi antara TNI AU dan pemerintah Amerika, secara Goverment to Goverment, pemerintah Amerika menawarkan program hibah F-16 kepada pihak Indonesia. Program hibah ini disampaikan juga oleh Presiden Barrack Obama dalam kunjungan singkatnya ke Indonesia pada 9 November 2010 yang lalu. Hibah F-16 ini telah mendapat persetujuan dari Kongres Amerika, dengan komposisi sbb : maksimal 28 unit F-16 block 25, 2 unit F-16 block 15, dan 28 engine utk F-16 block 25, dengan kondisi “as is where is” (seperti itu, di lokasi itu) alias apa adanya untuk pesawat F-16 yang diparkir di Arizona.(tempat penyimpanan) parkir

Di Arizona, terdapat sebuah padang luas, tempat dimana Amerika memarkir pesawat-pesawat tempur, baik yang masih digunakan maupun yang tidak digunakan lagi oleh militer Amerika. Padang Arizona memiliki kelembaban yang rendah, sehingga pesawat yang diparkir di sana tidak mengalami korosi/kerusakan akibat humiditas. 

Kongres Amerika telah memberikan izin 28 unit F-16 untuk Indonesia, sementara Indonesia hanya butuh 24, jadi sudah terdapat titik terang. F-16 yang dimaksud kondisi nya terpakai 4000jam sd 6000jam, sehingga harus dilakukan program Falcon Star agar dapat digunakan hingga 8000jam terbang. Menurut KSAU, rata-rata pesawat akan digunakan 10-20jam/bulan, sehingga pesawat bekas tersebut dapat digunakan selama 12 – 15 tahun.

Karena “as is where is”, berarti delegasi Indonesia harus berangkat ke Arizona akan memilih 24 unit pesawat yang terbaik dari ratusan F-16 blok 15,25 yang terdapat di sana.

Dalam penjelasan yang disampaikan menteri pertahanan kepada komisi 1, lebih lanjut ditengarai bahwa pemerintah Amerika ternyata tidak memberikan hibah “begitu saja”. There no ain’t such thing as a free lunch, tidak ada makan siang yang gratis. Mereka menawarkan konsep hibah plus upgrade.

Terjadi Dispute. Proposal yang disampaikan menteri pertahanan, diperlukan biaya sekitar us$ 450 juta – 600 juta untuk proses hibah (termasuk upgrade 24 pesawat) tersebut. Pada kesempatan yang berbeda, terjadi penjelasan Panglima TNI dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I, ada dua catatan terhadap proses hibah dan upgrade ini. Pertama, pesawat setelah diambil dari Arizona, kemudian akan diupgrade ke block 32. 

Hasil upgrade bisa selesai dan dikirim ke Indonesia, paling cepat pada tahun 2014 sebanyak 4 (empat) unit, setelah itu disusul dengan pengiriman lainnya. Kedua, biaya hibah dan upgrade 450 juta US dollar harus dibayar pemerintah Indonesia di awal, TUNAI ( perlu diingat ya ..Tunai di muka) (berharap tidak diembargo, tahu tahu barang tidak dikirim) uang hangus

Atas persyaratan tersebut, maka terjadilah perdebatan panjang di ruang rapat Komisi I antara anggota Komisi I DPR RI dengan Pihak Kemenhan.
F-16 Block 25 yang akan dihibahkan ke Indonesia selagi bertugas di Air National Guard (photo; F-16.net)
F-16 Block 25 yang akan dihibahkan ke Indonesia selagi bertugas di Air National Guard

Beberapa pemikiran yang dimunculkan oleh anggota Komisi I antara lain:

Pertama; kalau waktu delivery nya lama, kenapa harus beli bekas. Kalau beli baru, kita butuh waktu sekitar 36 bulan (sekitar 3 tahun) untuk mendapatkan 6 unit saja dengan daya tahan atau pemakaian jauh lebih lama (up to 8000jam pemakaian). Resiko membeli bekas, dari segi teknologi sudah pasti ketinggalan, walau memang harus diakui dari segi jumlah pesawat lebih banyak dengan jumlah uang yang sama.

Kedua; bila membeli bekas dan kemudian akan melakukan upgrade, maka Komisi I secara bulat mempunyai pemikiran, “bagaimana jika 24 unit pesawat F-16 tersebut diupgrade ke teknologi terbaru saja?”. Berdasarkan penjelasan Kemhan dan TNI AU, block 25 dan bloc 52 memiliki 2 perbedaan mendasar yaitu Perbedaan Sistem Avionik (block 32 menggunakan teknologi Commercial Fire Control Computer – CFCC, block 52 menggunakan teknologi Modular Mission Computer – MMC), Perbedaan Engine (engine block 52 berukuran lebih besar), dan Perbedaan Airframe (mengakomodasi mesin block 52 yang lebih besar, dan penambahan ruang angkut bahan bakar). Pilihannya adalah 24 F-16 block 25 tersebut diganti sistem avionik nya (termasuk mengganti cockpit) menjadi sistem avionic block 52 (sistem persenjataan menyesuaikan), sementara airframe dan engine tetap.


Sisi Teknologi


Konsep Hybrid (perkawinan), yaitu F-16 block 25, dengan kekuatan mesin tetap block 25, tapi avionik serta senjatanya di upgrade ke block 52. Keunggulan terdapat di avionic block 52, yang lebih canggih dari avionic block 25 dan block 32. Catatan : Proposal Kemhan mengusulkan agar upgrade avionic dilakukan menjadi block 32.


Pertimbangan yang mengemuka : karena Indonesia negara kepulauan, maka tidak membutuhkan mesin dengan jangkauannya lebih jauh. Untuk menjangkau Malaysia, misalnya, bisa dari kepulauan Riau, atau Pontianak untuk menjangkau wilayah Malaysia yang dekat Kalimantan. Begitu juga, untuk menjangkau Timor Leste bisa dari Kupang.

Dasar pemikiran dari Komisi I dengan konsep Hybryd itu terkait dengan “efek getar” (deterrent effect) dan daya tangkal. Singapura memiliki F-16 block 52 sejak tahun 1998 yang lalu.. Jadi kalau Indonesia di tahun 2014 memiliki 24 unit F-16 yang diupgrade “hanya” menjadi block 32, maka dinilai tidak mempunyai efek getar di kawasan.


Komisi 1 mempersilahkan Kemhan untuk mempersiapkan beberapa opsi, dilengkapi perkiraan biaya dan waktu, untuk menjadi bahan pertimbangan yang diperlukan. Proposal Kemhan untuk meng upgrade menjadi block 32, dan butuh waktu 3 tahun, dengan ongkos us$450 juta, sementara dari segi efek getarnya juga tidak terasa, maka menurut Komisi I, adalah keputusan yang “nanggung”, perbuatan setengah-setengah. Adalah lebih baik sekalian saja beli pesawat tempur baru sebanyak 6 unit blok 52. Selain efek getarnya lebih terasa, umur pemakaian juga akan lebih lama, yaitu sekitar 30 tahun, dibanding pesawat bekas yang hanya berumur 12 tahun.

F-16 Block 25 yang akan dihibahkan ke Indonesia selagi bertugas di Air National Guard (photo; F-16.net)
F-16 Block 25 yang akan dihibahkan ke Indonesia selagi bertugas di Air National Guard

Sisi Pembiayaan


Polemik kedua berkaitan dengan sisi pembiayaan. Skema pembayaran FMS (Foreign Military Sale) yang ditawarkan oleh pemerintah, sangat menarik, yaitu G to G (negara dibayar oleh Negara). Namun muncul pemikiran : Hibah, kok Mbayar?


Muncul pemikiran : (mungkin) pesawat bekas nya hibah, tetapi di “bundled” dengan membayar utk pelaksanaan program Falcon Star dan Upgrade.


Skema pembayaran FMS, ada kelemahannya : Pemerintah Amerika minta dibayar tunai 70% dimuka. Artinya, pesawat dikirim 2014 tapi pemerintah harus bayar lebih dulu, sekarang juga. Uang sebesar itu (70% x us$450 juta) tertahan diam di kas pemerintah Amerika. Sungguh disayangkan, semestinya dana sebesar itu bisa kita manfaatkan untuk membeli keperluan TNI lainnya seperti pembangunan pesawat patroli, kapal patroli, tank tempur, dan lain-lain. 

Ada masukan agar melalui Pinjaman Dalam Negeri oleh Bank Pemerintah, sebagai contoh melalui Bank Mandiri cabang New York, Bank Mandiri atas nama Pemerintah membayar penuh ke pemerintah Amerika, sementara Kemhan membayar ke Bank Mandiri secara installment per tahun (dicicil).


Komisi I sekarang ingin berbuat lebih baik dalam masa pengabdiannya. Jangan sampai hanya menjadi “tukang stempel” pemerintah. Tapi harus benar-benar menjadi mitra pemerintah dalam menghasilkan sesuatu yang terbaik untuk bangsa dan negara. Karenanya Komisi I membahas setiap persoalan, secara detil, teliti, dan berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara secara konsisten.


Sisi Pengerjaan Upgrade


Komisi 1 juga menyampaikan pemikiran : untuk memberdayakan kemampuan engineering Dalam Negeri, bagaimana bila proses Falcon Star dan Upgrade Block, dilakukan di wilayah Republik Indonesia? Sehingga terjadi proses pembelajaran dan transfer of technology yang bisa diserap oleh bangsa Indonesia. Kalau proses Falcon Star dan pelaksanaan Upgrade sepenuhnya dilakuka di Amerika, komisi 1 menganggap tidak ada nilai lebih yang signifikan buat industri pertahanan Dalam Negeri. 

Ini bagian dari komitmen Komisi 1 untuk mendukung pemberdayaan terhadap teknologi dan industri dalam negeri dalam menuju kemandirian alutsista. Pengerjaan upgrade-nya harus dilakukan di Indonesia dengan supervisi dari pihak produsen utama. Kami di Komisi I mengetahui bahwa anak-bangsa kita mempunyai potensi dan kemampuan untuk di bidang teknik perawatan dan upgrade alutsista.


Memahami pemikiran Komisi 1, anak bangsa Indonesia akan mempunyai kesempatan untuk melakukan bongkar-pasang pesawat-pesawat F-16 tersebut. Meskipun mengerjakan barang bekas, ilmu dan pengetahuan yang diperoleh anak bangsa tersebut merupakan aset yang sangat berharga dalam perjalanan bangsa ke depan. Jelas itu jauh lebih berguna bila dibandingkan : beli barang bekas, diupgrade oleh produsen langsung, duit terbang ke negara lain, sementara bangsa sendiri tidak pernah diberi kesempatan untuk pintar.


Jadi selain syarat teknologi dan pembiayaan, Komisi I juga memberikan penekanan pada aspek pengerjaan up-grade tersebut.

Dalam dua kali pertemuan, yaitu Senin (19/09) dan Rabu (21/9) antara pihak Pemerintah dan DPR, kesepakatan belum dicapai. Pihak pemerintah masih akan mengkaji keinginan Komisi I, dan Komisi I juga belum bisa menyetujui kemauan pemerintah. Pihak pemerintah yang hadir dalam pertemuan antara lain Menhan, Wamenhan, Sekjenhan, Panglima TNI, Asrenum (Asisten Perencanaan Umum) didamping oleh Kasau, Wakasau, dan jajaran Angkatan Udara. 




Sumber : JKGR