Pages

Senin, September 16, 2013

Analisis : Menjelang Kunjungan PM Rutte

ANALISIS-(IDB) : Akhir Agustus 2013 ada kabar luka sejarah dari DenHaag dengan statemen PM Belanda Mark Rutte bahwa Belanda akan meminta maaf kepada Pemerintah Indonesia sehubungan dengan kasus pembantaian massal yang dilakukan negeri itu dalam perang kemerdekaan RI tahun 1945-1949 khususnya kebuasan Westerling. Berita ini menyebarkan ingatan sejarah pada cerita kejam yang dilakukan Belanda dalam upaya memuaskan libido menjajahnya yang tak kunjung orgasme setelah lebih tiga abad memperkosa harga diri bangsa Indonesia. Permintaan maaf itu direalisasikan secara resmi tanggal 12 September 2013 melalui Dubes Belanda untuk Indonesia Tjeerd Feico de Zwaan di Jakarta.

Kalau ingin diurut ini adalah kekalahan seri keenam dari penjajah paling tidak bermutu sedunia itu terkait dengan rangkaian episode perjalanan bangsa berdaulat penuh Republik Indonesia. Yang pertama pengakuan dan penyerahan kedaulatan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia tanggal 27 Desember 1949.  Kemudian kekalahan penalti diplomatik Belanda lewat ancaman militer RI yang kuat pada saat Trikora sehingga Papua kembali. Ketiga adalah kekalahan keangkuhan “tuan tanah kedaung” Mr Pronk yang merasa menjadi “tuan dermawan” lewat IGGI. Pak Harto membubarkan IGGI pada bulan Maret 1992 dan menggantinya dengan CGI tanpa ada Belanda lagi. 
1 dari 4 KRI Diponegoro Class buatan Belanda
Seri berikutnya, yang keempat adalah menerima secara politis dan moral pengakuan kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 yang dilakukan Belanda tanggal 16 Agustus 2005. Selama 60 tahun Belanda mengakui kemerdekaan dan kedaulatan RI tanggal 27 Desember 1949.  Sebagai penghormatan pengakuan itu Belanda mengirim Menlunya Ke Indonesia untuk mengikuti upacara HUT Proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 2005 di Istana Negara. Yang kelima adalah pengakuan kesalahan atas tragedi Rawa Gede dan yang terakhir ini yang lebih seram pengakuan kesalahan atas tragedi pembantaian Westerling di Sulsel.

PM Belanda Rutte dengan delegasi besarnya akan berkunjung ke Indonesia minggu ketiga Nopember 2013. Formula langkah diplomatik yang dilakukan Belanda ini diyakini sebagai pemanis rasa dari pahitnya hubungan persahabatan kedua negara selama beberapa tahun terakhir ini. Kita mencatat gagalnya kunjungan Presiden SBY awal Oktober 2010 karena provokasi Wilders dan RMS. Catatan lain adalah ketika RI hendak bertransaksi bisnis alutsista untuk membeli tank Leopard, transaksi itu dikaitkan dengan urusan HAM.  Akhirnya RI berpaling ke Jerman sambil berujar: emang lu siape.

Tentu kunjungan PM Belanda akan kita sambut dengan baik sebagai tanda bangsa ini bermartabat dan menghargai tamu.  Kita meyakini disamping ada upaya mencari simpati Indonesia untuk kerjasama ekonomi dalam arti luas, keinginan untuk bekerjasama dalam bidang militer sangat kuat auranya. Sepanjang tidak mengkait-kaitkan transaksi bisnis dengan persyaratan mendikte HAM dan urusan dalam negeri bangsa ini, kita bisa duduk sama rendah berdiri sama tinggi dan bicara apa saja yang saling menguntungkan.  Bukankah itu fundamen dasar dalam membangun dan mengelola hubungan antar negara.

Belanda disinyalir terlambat memahami tentang potensi kekuatan yang dimiliki Indonesia atau terperangkap oleh gengsi diri sebagai kolonial berpangkat briptu. Maksudnya dia masih merasa sebagai perwira tinggi yang mau mengatur-atur urusan dalam negeri Indonesia sebagaimana dulu ketika masih menjajah negeri ini. Padahal untuk urusan jajah menjajah negeri bawah laut itu tidak membawa nilai apapun bagi bekas jajahanya, Indonesia.  Bandingkan dengan Inggris atau Spanyol. Terhadap negeri–negeri jajahannya dulu Inggris mampu mengakhirinya dengan cara baik-baik dan elegan. Memberi kemerdekaan dan kemudian bekas jajahannya dikenal dengan grup persemakmuran.  Spanyol, tidak sekedar menjajah tetapi mampu berinteraksi dan memberikan warna dengan warga dan kultur jajahannya.  Bekas jajahan Spanyol kita lihat mayoritas agamanya sama, bahkan nama orangnya pun ikut nama Spanyol, contoh nama orang-orang Filipina.
Sebagian daftar belanja alutsista RI, Belanda ada kok
Tetapi ada sebuah “nilai tambah” yang bisa menjadi sebuah “penghargaan” dalam bentuk lain untuk wong londo iki.  Nilai tambah itu adalah sebagai lawan tanding RI dalam perang kemerdekaan 1945-1949.  Kompor nasionalisme untuk pejuang republik adalah si Belanda itu.  Bangkitnya semangat patriotik dan nasionalisme bangsa ini karena ngeyelnya si penjajah itu.  Sehingga perjuangan yang berdarah-darah, bahu membahu seluruh laskar bersenjata RI dan rakyat yang memberikan dukungan logistik dan moril menumbuhkembangkan jati diri berbangsa, mempertaruhkan segalanya.  Dan itulah keampuhan bangsa ini sampai sekarang, nasionalisme dan jiwa patriotik.

Fakta tak terbantahkan beberapa tahun ini, belanja alutsista RI yang besar, pasar ekonomi dengan kekayaan sumber daya alam yang menggiurkan, kekuatan daya beli, pertumbuhan ekonomi yang jelas berkelas, boleh jadi adalah hasrat yang ingin dilunasi Belanda untuk menarik dua tiga sendok madu dari republik ini.  Kegagalan mendapatkan US $280 juta dari transaksi tank Leopard bekas karena arogansi atas nama kebebasan berpendapat bisa saja akan “dihidupkan” kembali. Lebih dari itu jika saja Belanda mau memahami cara pandang Indonesia khususnya dalam pola pengadaan alutsista, tidak sulit mengajak delegasi bisnisnya untuk bermurah ilmu, membagi teknologi. 

Bukankah hubungan historis “sebab akibat” Belanda-Indonesia dimasa lalu yang hitam itu bisa “dibayar sebagian” dengan balas jasa teknologi militer berlabel simpati. Saatnya lah Meneer membayar sebagian luka sejarah itu dengan memberi simpati, menawarkan teknologi militer dan teknologi-teknologi yang lain untuk kebaikan dan kemajuan bangsa ini.  Itu pun kita tak memaksa karena kita toh sudah mampu berdiri dan berlari menuju tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Kita sedang menuju kelas negara berpenghasilan menengah, ekonomi kita 16 besar dunia mengungguli Belanda, anggota G20 Belanda tidak.

Kalau boleh jujur sesungguhnya hubungan persahabatan dengan Belanda lebih pada hubungan historis, tidak berpengaruh banyak pada hubungan ekonomi.   Posisi kekuatan ekonomi, kekuatan pasar Indonesia dan potensi kekuatan sumber daya alam Indonesia yang mengungguli Belanda, itulah sejatinya kekuatan tawar yang dimiliki Indonesia saat ini.  Dan pada posisi itulah PM Belanda akan berkunjung ke tanah air. Saatnya menegakkan kepala dan membusungkan dada tapi jangan lupa dengan senyum dan keramahan yang merupakan jati diri bangsa ini. Selamat datang Meneer.
Sumber : Analisis

Polri Tolak TNI Ikut Tangani Teroris

JAKARTA-(IDB) : Kepala Kepolisian Jenderal Timur Pradopo menyatakan, penangan seluruh kasus terorisme merupakan wewenang dan tugas kepolisian. Meski tak tegas langsung menolak, menurut dia, peran TNI dalam kasus terorisme hanya sebatas intelejen.

"Penegakan hukum tetap ditangani Polri," kata Jenderal Timur Pradopo saat ditemui usai upacara serah terima jabatan di Mabes Polri, Senin, 16 September 2013.

Hal ini disampaikan Timur menanggapi beberapa wacana diundangnya TNI untuk aktif berperan dalam penumpasan pelaku teror. Kemampuan Polri mulai diragukan setelah terjadi penyerangan dan penembakan kepada anggotanya di empat tempat. Keraguan semakin meningkat ketika polisi tidak dapat menangkap pelaku, meski sudah memiliki sketsa wajah dan identitas tersangka.

Namun Timur menepis anggapan Polri tak mampu mengungkap kasus penembakan tersebut. "Yakin Polri bisa ungkap. Kasus terorisme itu bukan harian pengungkapannya, tetapi berbulan bahkan bertahun-tahun," katanya.

Terkait dengan peran TNI, menurut Timur, polisi mendapat bantuan di bidang intelejen, termasuk dari Badan Intelejen Nasional. Selain itu, polisi juga mendapat bantuan dari Babinsa dalam upaya deteksi keamanan masyarakat di tingkat wilayah.

Anggota Provost Bripka Sukardi tewas ditembak di Jalan Rasuna Said, persis di depan kantor KPK, Jakarta. Dia terkapar di tengah jalan jalur sepeda motor dengan luka tembakan di perut dan dada. Sukardi sedang mengendarai sendirian sepeda motor Honda Supra X 125 bernomor polisi B-6671-TXL saat mengawal enam truk bak terbuka.

Dua anggota Polsek Pondok Aren, Brigadir Dua Maulana dan Ajun Inspektur Dua Kus Hendratma, meninggal setelah ditembak orang tidak dikenal dalam jarak sekitar 2-3 meter di Jalan Graya Raya, Pondok Aren, Tangerang Selatan. Penembakan sekitar pukul 21.30 WIB pada 16 Agustus ini terjadi saat Aipda Kus sedang berpatroli menggunakan sepeda motor.

Dua anggota polisi juga tercatat ditembak kelompok tidak dikenal, yaitu anggota satuan Bina Masyarakat Polsek Cilandak Ajun Inspektur Satu Dwiyatno dan anggota Polsek Gambir Ajun Inspektur Dua Patah Saktiyono. Patah ditembak pada 27 Juli di Jalan Cireunde, sedangkan Dwiyatno ditembak pada 7 Agustus di Jalan Ciputat Raya.





Sumber : Tempo

Leopard Terlalu Berat Untuk Jalanan Jakarta

JAKARTA-(IDB) : Wamenhan Sjafrie Syamsuddin meminta agar perencanaan tata ruang Jakarta disinkronkan dengan strategi pertahanan. Bukan ingin menjadikan Jakarta sebagai kota pertahanan, tetapi berjaga-jaga bila ada keadaan darurat.

"Mesti ada satu akses yang bisa memfasilitas kebutuhan-kebutuhan pertahanan apabila dalam kondisi emergency (darurat)," kata Sjafrie saat ditemui majalah detik di kantornya Kamis dua pekan lalu.

Sjafrie pun bergegas melobi Gubernur DKI Jakarta Jokowi. Bukan tanpa alasan, Jokowi tengah getol memelototi tata ruang DKI. "Supaya strategi pertahanan bisa mendapat porsi dalam rancangan tata ruang DKI," imbuhnya.

Sjafrie menuturkan, permintaan itu mengikuti proses modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) Tentara Nasional Indonesia, yang tengah dilakukan saat ini.

Sudah sekitar 15 tahun peralatan militer TNI tidak diperbarui. Modernisasi itu baru terwujud pada periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tahun 2013 dan 2014 merupakan tahun delivery, di mana Indonesia mulai menerima pengiriman peralatan militer yang dipesan beberapa waktu lalu.

"Tidak hanya (alutsista) berskala teknologi menengah, tapi juga berteknologi tinggi, baik untuk TNI Angkatan Darat, Laut, maupun Udara," ucap mantan Panglima Kodam Jaya ini.

Mulai September ini, misalnya, Indonesia akan kedatangan tank berat atau main battle tank jenis Leopard dari Jerman secara bertahap dari 180 buah yang dipesan. Paket itu terdiri atas 119 unit tank berat, 50 unit infantry fighting vehicle, dan 11 kendaraan pendukung, seperti tank mekanis, jembatan, serta ambulans. Sebelumnya, TNI AD menggunakan kendaraan tempur ringan.




Sumber : Detik

Presiden Harapkan “Sail” Jadi Ajang Tahunan

LABUAN JABO-(IDB) : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap ajang “sail” yang sudah diselenggarakan selama ini dapat menjadi ajang tahunan.

"Acara sail dan wisata telah lima kali kita selenggarakan. Manfaat sosial dan ekonominya nyata. Saya tetapkan untuk menjadi kegiatan tahunan," tulis Presiden SBY dalam akun twitter-nya, @SBYudhoyono, Minggu (15/9).

Presiden mengatakan, salah satu sarana pengembangan pariwisata yang dilakukan oleh Pemerintah adalah melalui penyelenggaraan acara “sail” dan juga wisata yang sudah dilakukan secara terus-menerus selama lima tahun.

Kepala Negara mengatakan, “sail” memiliki banyak manfaat. Presiden mencontohkan Sail Komodo 2013, Pemerintah dan TNI serta Polri dan dunia bisnis melaksanakan operasi bakti dan bantuan sosial untuk membantu masyarakat yang memerlukan.

Kehadiran peserta dari mancanegara, kata Presiden, juga bisa mempromosikan keindahan alam Indonesia.

"Kehadiran peserta asing dapat memperkenalkan Pulau Komodo dan sekitarnya yang bisa mendatangkan wisatawan asing lebih banyak lagi," kata Presiden.

Presiden mengatakan, ia optimistis sektor pariwisata nasional dapat terus berkembang, antara lain melalui kerja sama antara pemerintah daerah dan sektor swasta.

"Potensi ekonomi dari sektor wisata kita tinggi dan masih bisa kita kembangkan. Saya mengajak daerah dan dunia bisnis untuk bekerja sama,"ujarnya.

Seperti diketahui, pemerintah telah melangsungkan lima kali “sail” yaitu Sail Bunaken, Sail Banda, Sail Wakatobi, Sail Morotai, dan terakhir Sail Komodo.

Raja Ampat Tuan Rumah Sail Indonesia 2014 

Ketua Panitia Pengarah Sail Komodo, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengatakan pelaksanaan "Sail Indonesia 2014" dilakukan di Raja Ampat, Papua.

"Sail untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mengembangkan destinasi wisata, karena itu tahun depan kita akan adakan di Raja Ampat," kata Agung Laksono pada puncak acara Sail Komodo di Labuan Bajo, NTT, Sabtu (14/9).

Sail seperti yang dilaksanakan saat ini di Labuan Bajo, menurut dia, juga sebagai implementasi pelaksanaan direktif tentang Percepatan Pembangunan yang mencakup Pengembangan Pertanian Terpadu, Pengembangan Perikanan dan Kelautan, Pengembangan Pariwisata, Peningkatan Infrastruktur, dan Penanganan Warga Baru.

Kegiatan sail ini pun, lanjutnya, sangat tepat dilaksanakan karena sesuai dengan MP3EI Koridor V yang menitik beratkan pengembangan pariwisata.

Sebelumnya, ia mengatakan tujuan pelaksanaan Sail Indonesia untuk pemberdayaan masyarakat setempat dengan memberikan pelatihan-pelatihan bermanfaat untuk memperkuat usaha kecil menengah demi pengembangan sebuah destinasi wisata. Bentuk UKM itu seperti kerajinan, tour wisata, hingga penyediaan akomodasi yang menunjang wisata.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo mengatakan dukungan untuk pengembangan wisata bahari akan diberikan setiap usai pelaksanaan Sail Indonesia.

"Kita perlu melihat apa yang perlu kita kembangkan lebih cepat lagi di satu daerah, sehingga kegiatan sail-sail ini benar-benar dapat dirasakan manfaatnya," katanya.





Sumber : Jurnas

Nasib Perjanjian Ekstradisi Indonesia Singapura Diserahkan Ke Komisi I

Tentang keinginan dari sebagian anggota Komisi I, agar ratifikasi perjanjian ektradisi dan perjanjian pertahanan itu dipisahkan, Pramono mengatakan tentu sebagian anggota Komisi I memiliki pertimbangan yang mendalam dan panjang, dengan maksud dan tujuan mencegah terjadinya kerugian bagi kepentingan RI.
JAKARTA-(IDB) : Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung Wibowo menyerahkan sepenuhkan pada Komisi I terkait kelanjutan dan penyelesaian perjanjian ekstradisi RI dengan Singapura, yang telah mengendap cukup lama.

"Kewenangan ini ada pada Komisi I, karena mereka yang memahami dan mengetahui tentang tugas mereka. Sehingga kalau sampai mereka belum menyepakati untuk ditindaklanjuti berarti ada persoalan-persolan prinsip yang dianggap oleh teman-teman Komisi I belum perlu diajukan ke rapat paripurna," ujar Pramono Anung Wibowo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Kamis (12/9).

Perjanjian ekstradisi RI dengan Singapura, kata Pramono, memang semestinya tidak menjadi pembahasan yang berlarut-larut. Tetapi karena ini sudah menyangkut Singapura, pasti ada beberapa hal yang menjadi catatan bagi Komisi I. "Kalau menyangkut Singapura ini kan banyak persoalan-persoalan yang dari dulu ada di grey area. Sehingga memang harus disikapi secara hati-hati," kata politisi PDIP tersebut.

Terhadap keinginan dari sebagian anggota Komisi I, agar ratifikasi perjanjian ektradisi dan perjanjian pertahanan atau Defence Cooperation Agreement (DCA) itu dipisahkan, menurut Pramono, tentu sebagian anggota Komisi I memiliki pertimbangan yang mendalam dan panjang, dengan maksud dan tujuan mencegah terjadinya kerugian bagi kepentingan RI.

Seperti diketahui, dalam Rapat Kerja Komisi I dengan Menlu Marty Natalegawa, Rabu (11/9), sebagian besar anggota Komisi I mendorong soal perjanjian ekstradisi dengan Singapura dapat segera dituntaskan. "Karena, semakin lama hal itu tidak diselesaikan, pihak yang paling dirugikan adalah Indonesia sendiri. Karena memang pihak Singapura ingin mempertahankan kondisi seperti ini, agar mereka tetap mendapat keuntungan," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin.




Sumber : Jurnamen