Pages

Minggu, Juli 21, 2013

DPR Minta Pemerintah Transparan Biaya Hibah Hercules Australia

JAKARTA-(IDB) : Biaya sebesar 63 juta dolar Australia yang harus dikeluarkan Indonesia untuk hibah empat pesawat Hercules C-130 type H dari Australia, menimbulkan pertanyaan besar bagi masyarakat.
 
Penyebutan hibah ini diduga kamuflase untuk menutupi pembelian pesawat yang sudah tua.

"Pemerintah harus menjelaskannya (biaya hibah). Dan kami sudah minta untuk memanggil Kemhan, karena hal ini menyangkut penggunaan anggaran yang harus lebih dahulu disetujui DPR," kata Anggota Komisi I DPR RI, Helmi Fauzi, Minggu (21/7).

Seperti diketahui, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan dan Australia telah menandatangani acara serah terima hibah empat pesawat Hercules C-13 tipe H.

Pesawat yang sudah dipensiunkan Angkatan Udara Australia (Royal Australian Air Force) akan didatangkan secara bertahap mulai Oktober 2013 hingga Desember 2014 mendatang.

Kementerian Pertahanan sendiri mengakui, Indonesia merogoh kocek sebesar 63 juta dolar Australia. Biaya mencakup pemeliharaan tingkat berat, teknisi, pelatihan pilot hingga pengecatan pesawat.

Komisi I DPR cukup tersentak atas adanya biaya pada hibah pesawat tersebut lantaran pemerintah sama sekali belum pernah menjelaskannya.

Helmy menyatakan, jika pesawat itu hibah, seyogianya bebas biaya. Namun, jika keempat pesawat tua itu dibeli, maka Kemhan dan TNI harus jujur dan transparan.

Apalagi, peremajaan keempat pesawat tidak memberdayakan industri pertahanan dalam negeri yang sudah memiliki sumber daya manusia berklasifikasi internasional.

"Pemerintah kok aneh. Ingin memajukan industri pertahanan tapi implementasinya bertolak belakang. Lebih senang pesawat tua," sindir Helmy.

DPR sendiri memang meminta pemerintah menambah alutsista TNI, namun bukan pengadaan pesawat yang sudah sangat tua. 






Sumber : BeritaSatu

Indonesia Harus Perkuat Kehadiran Di ZEE

BEIJING-(IDB) : Pakar hukum laut, Hasjim Djalal, mengemukakan bahwa Indonesia harus memperkuat kehadirannya di sejumlah Zona Ekonomi Eksklusif, termasuk yang bersinggungan dengan Malaysia di Laut China Selatan.

"Hingga kini pembahasan mengenai Zona Ekonomi Eksklusif dengan Malaysia di beberapa titik, termasuk di Laut China Selatan, belum selesai," katanya, saat ditemui ANTARA News di Beijing, Sabtu.

Padahal, lanjut dia, hal tersebut penting karena itu terkait dengan hak Indonesia untuk mengelola sumber daya, termasuk perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif.

"Dengan kondisi tersebut, sebelum ada kesepakatan antara Indonesia dengan Malaysia maka kehadiran secara nyata perlu dilakukan oleh Indonesia sesuai dengan batas yang telah ditetapkan berdasarkan UNCLOS 1982 tentang Zona Ekonomi Eksklusif," ujar Hasjim.

Ia menambahkan,"Patroli rutin harus diperkuat."

Hasjim mengemukakan, Indonesia dan Malaysia hingga kini telah menyelesaikan sebagian besar Batas Laut Teritorial dan Landas Kontinen.

"Namun, hingga kini Zona Ekonomi Eksklusif di perbatasan kedua negara belum ada satu pun yang disepakati. Padahal, kawasan ini memiliki arti penting bagi aspek ekonomi karena Zona Ekonomi Eksklusif mengandung potensi perikanan dan nilai strategis dari aspek transportasi laut," kata Hasjim.

Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia mencapai total 1.200 mil atau 2.222 kilometer. Zona itu meliputi garis sepanjang 300 mil laut di Selat Malaka, 800 mil laut di Laut China Selatan, dan sekitar 100 mil laut di Laut Sulawesi.

Berdasar catatan Kementerian Luar Negeri, secara rinci ada lima segmen batas ZEE Indonesia-Malaysia yang sedang dirundingkan yaitu, batas Selat Malaka, batas laut wilayah untuk segmen Selat Malaka Selatan, batas laut wilayah Indonesia-Malaysia untuk segmen Selat Singapura (Batam, Bintan, Johor), batas ZEE Indonesia-Malaysia pada segmen Laut Cina Selatan, serta batas laut wilayah, landas kontinen, dan ZEE kedua negara di segment laut Sulawesi.







Sumber : Antara

Rekayasa Militer Tiga Presiden Indonesia

Howitzer Caesar 155 mm dalam operasi di Timur Tengah (photo; GIAT)
Howitzer Caesar 155 mm dalam operasi di Timur Tengah.

JKGR-(IDB) : Di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus diakui militer Indonesia semaakin kuat dan bewibawa. 

Indonesia memiliki tambahan 30 fighter F-16, 6 jet tempur SU-30 MK2 lengkap dengan persenjataan, 12 pesawat tempur taktis Super Tucano, 16 pesawat latih tingkat lanjut T-50i, 9 Hercules C-130H, 12 UAV Wulung dan Heron, 6 baterai Senjata penangkis serangan udara Oerlikon, 100 MBT Leopard 2A4/Revo, 50 IFV Marder, 1 skuadron heli serang AH 64 Apache Longbow, 36 MLRS Astros II, 37 Howitzer kelas berat 155 mm Caesar Perancis, ATGM Javelin, ATGM NLAW, 1 skuadron Helikopter serang Fennec AS550, 6 helicopter EC725 Super Cougar, 3 kapal selam Changbogo (U-209/1400), 2 Frigate Sigma 10514, 3 light frigate/ Korvet Nakhoda Ragam Class, 9 pesawat transport/ survailance C-295, belasan kapal cepat rudal KCR 60 dan KCR 40, 220 Panser Anoa, 30 Rantis Sherpa dan banyak lagi.


Secara jumlah dan kualitas, militer Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Tapi tidak untuk rekayasa teknologi militer.


Presiden SBY sebenarnya telah membuat pondasi yang kuat untuk pengembangan rekayasa teknologi militer, dengan mensyaratkan pembelian alutsista harus disertai dengan transfer of technology (ToT). Pengadaan alutsista juga harus melibatkan industri dalam negeri. Namun program ToT dalam alutsista militer Indonesia, belum bisa disebut memuaskan.


Prestasi dalam hal pengadaan alutsista yang dilakukan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro didukung Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, patut diacungi jembol, alias excellent. Namun rekayasa teknologi/ militer yang dimotori Menteri Riset dan Teknologi bisa dikatakan, biasa-biasa saja/ datar-datar saja.


Presiden Soekarno
 
Kita kilas balik sejenak ke jaman Presiden Soekarno. Pria lulusan ITB itu memang yahud. Tidak ada yang bisa menyangkal kekuatan militer Indonesia di jaman Presiden Soekarno, berada di puncak ketangguhan militer negara ini. Semua kekuatan pemukul nomer satu dimiliki Indonesia saat itu: Kapal penjelajah KRI Irian, Destroyer ‘Skory’ Class, Frigate ‘Riga’ Class, Kapal selam ‘Whisky’ Class, Kapal tempur cepat berpeluru kendali ‘Komar’ class, Pesawat pembom jarak jauh Ilyushin IL-28, Tank Amfibi PT-76, MiG-17, MiG-19, MiG-21, Pembom Strategis Tupolev Tu-16, dan pemburu Lavochkin La-11
.
Kapal Perang Penjelajah KRI Irian di jaman Presiden Soekarno
Kapal Perang Penjelajah KRI Irian di jaman Presiden Soekarno

Saat itu, hanya empat negara di dunia yang memiliki pembom strategis yang bisa terbang sangat jauh, yakni: AS, Uni Soviet, Inggris dan Indonesia.


Usai revolusi fisik, sangat wajar presiden memperkuat persenjataan militernya, untuk menumbuhkan rasa nyaman dan mengangkat harga diri bangsa Indonesia yang baru lepas dari penjajahan. Presiden juga berkepentingan mengamankan pulau dan wilayah Indonesia yang masih silang sengketa.


Untuk pengadaan alutsista, Presiden Soekarno bisa dikatakan excellent, namun untuk rekayasa teknologi/ militer, relatif tidak berkembang. Sangat berbeda dengan rekayasa teknologi di India dan Pakistan, yang usia kemerdekaanya relatif sama dengan Indonesia.


Roket Kartika yang dibangun TNI AD, TNI AU, ITB dengan asistensi Uni Soviet berjalan di tempat.


Presiden Soeharto
 
Usai pemerintahan Soekarno, masuklah Indonesia ke masa kepemimpinan Presiden Suharto. Presiden Soekarno yang berlatarkan pendidikan sipil mendorong kekuatan angkatan bersenjata, namun di jaman Presiden Soeharto yang berlatarkan militer, justru mendorong kekuatan ekonomi. Rakyat yang miskin usai dijajah ratusan tahun, membutuhkan sandang, pangan dan papan. Sebuah pemikiran yang logis dan bisa diterima akal sehat.


Mulailah Indonesia membangun ekonominya dan pembangunan itu cukup berhasil. Tidak ada lagi antrean penduduk yang kelaparan dan meminta jatah makan. Stok makanan rakyat dilindungi dengan program swasembada beras. Harga barang barang pokok dijaga dan BBM disubsidi Anak-anak dilindungi dengan program Posyandu. Dunia perbankan ber kencanggerak. Saat itu Indonesia disebut salah satu negara the new emerging forces untuk bidang ekonomi.


Kondisi ekonomi berbalik 180 derajat dibandingkan jaman Presiden Soekarno yang buruk. Namun di bidang militer, kondisinya pun berbalik 180 derajat dibandingkan masa Presiden Soekarno yang hebat.


Presiden Soeharto menomorduakan kekuatan angkatan bersenjata Indonesia. Pesawat tempur Indonesia F-5 Tiger lalu disusul 1 skuadron F-16 block 15, bisa dikatakan sekedar ada saja. Begitu pula dengan kapal selam yang hanya 2 unit dan lagi tua. Kapal permukaan dibeli dari eks armada perang dunia kedua eks Jerman Timur. Begitu pula di darat, lapis baja pengintai (reconnaissance) Scorpion, dipasang canon 90mm Belgia, agar layak disebut tank baja ringan.


Untuk urusan pengadaan alutsista di jaman Presiden Soeharto, Indonesia bisa dikatakan minimalis.


Namun, rekayasa teknologi di jaman Presiden Soeharto, mencapai puncak tertinggi dibandingkan pencapaian presiden lainnya. Presiden Soeharto berhasil membujuk BJ Habibie untuk kembali ke Indonesia, membangun industri dirgantara Indonesia. Presiden Soeharto mendukung penuh sepak terjang BJ Habibie dalam membangun IPTN atau PT DI saat ini. Di masa Presiden Soeharto, Indonesia berhasil membuat dan menerbangkan dua pesawat modern CN-235 dan N250. Rasa bangga orang Indonesia saat itu, meledak-ledak.

Penerbangan Perdana N-250 di Masa Pemerintahan Presiden Soeharto (photo; PT DI)
Penerbangan Perdana N-250 di Masa Pemerintahan Presiden Soeharto.

Presiden Soeharto membawa Indonesia ke era penggunaan satelit luar angkasa Palapa. Indonesia melakukan rekayasa teknologi senjata SS1 Pindad dan merakit berbagai jenis helikopter yang dipakai militer Indonesia.


Bisa dikatakan di masa Presiden Soeharto, Indonesia lemah secara kekuatan militer, namun kuat dalam urusan rekayasa teknologi.


Presiden SBY bisa dikatakan hendak memadukan militer yang kuat di masa Presiden Soekarno dengan rekayasa teknologi yang tinggi di masa Presiden Soeharto. Untuk itu Presiden SBY mensyaratkan adanya transfer teknologi dalam segala pengadaan alutsista.


Presiden SBY rela melepas rencana pembelian Kapal Selam Kilo Rusia digantikan dengan kapal selam kelas 2 varian U-209 Jerman, yakni Changbogo buatan Korea Selatan, demi mendapatkan transfer teknologi. Indonesia juga didorong bekerjasama denga  Korea Selatan untuk membuat pesawat tempur KFX/IFX, bekerjasama dengan Turki membuat Tank Nasional. Bekerjasama dengan China membuat peluru kendali C-705. Begitu pula dengan proyek pembangunan Korvet/ PKR Nasional, bekerjasama dengan Damen Schelde Naval Shipbuilding Belanda. Andai KCR stealth Klewang tidak terbakar, mungkin Indonesia bisa sedikit tersenyum untuk urusan rekayasa teknologi militer di masa Presiden SBY. Namun takdir mengatakan lain, KRI Klewang itu harus lenyap karena terbakar.


Presiden SBY berhasil meningkatkan kekuatan militer Indonesia untuk menuju kembali menjadi Macan Asia. Namun secara rekayasa teknologi, Presiden SBY belum bisa seprestisius Presiden Soeharto dengan CN 235 dan N50-nya. Namun Presiden SBY telah memulainya dengan: Proyek Fighter KFX/IFX, Kapal Selam Nasional, Tank Medium Pindad, Korvet/PKR Nasional dan Rudal Nasional.


Semua proyek itu sudah berjalan tapi belum berwujud. Sesuatu yang cukup fair karena Presiden SBY hanya memiliki masa bakti waktu 10 tahun, sementara Presiden Soekarno dan Soeharto memiliki masa pemerintahan di atas 20 tahun.


Tugas dari pengganti Presiden SBY kelak adalah, meningkatkan rekayasa teknologi/militer jika tidak ingin yang telah dirintis dengan proyek Fighter KFX/IFX, Kapal Selam Changbogo, Rudal C-705, Frigate Nasional dan Tank Nasional, mati suri: hidup enggan mati tak mau.


Usia pemerintahan Presiden SBY tinggal hitungan bulan. Penerusnya dibutuhkan seorang presiden yang teknokrat atau mencintai teknologi yang memiliki waktu 10 tahun, untuk membuat Indonesia sekuat jaman Presiden Soekarno dan secanggih teknologi jaman Presiden Soeharto.

Perpaduan militer dan rekaysa teknologi yang kuat, harus diraih Indonesia pada tahun 2024, sehingga kita memiliki gambaran, seperti apa negeri ini di tahun 2045, ketika usia kemerdekaan nusantara mencapai usia 100 tahun. 







Sumber : JKGR

KRI Banda Aceh-593 Lakukan Pemeliharaan


kolinlamil-sub

JAKARTA-(IDB) : Dalam mendukung persiapan angkut mudik lebaran, KRI Banda Aceh-593 sebagai salah satu KRI di bawah jajaran Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), terlihat tengah berbenah diri dengan mengadakan berbagai persiapan, Jumat (19/7), saat sandar di Dermaga Mako Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta Utara,

Menurut Komandan KRI Banda Aceh Letkol Laut (P) Yana Hardiyana, persiapan yang dimaksud antara lain melakukan perawatan kapal yang meliputi pengecatan dimulai dari pengetokan bagian-bagian yang mengalami karat dan  dilanjutkan dengan pengecatan bagian haluan, lambung kanan, lambung kiri kapal sampai dengan buritan.

Lebih lanjut Komandan KRI, mengatakan bahwa persiapan yang dilakukan, tidak hanya pada pengecatan badan kapal (bakap) saja, namun juga persiapan lain antara lain melengkapi dalam penyedian sarana dan prasarana pendukung serta kesiapan pemantapan kondisi teknis KRI. “ Hal ini dimaksudkan agar perjalanan selama mudik lebaran terlaksana dengan aman dan lancar”, ujar Dan KRI.

Menanggapi suasana persiapan yang bertepatan dengan bulan Ramadhan terutama pada pengecatan bakap, dimana anggota sedang berpuasa, dijelaskan Komandan KRI bahwa hal ini tidak menyurutkan anggotanya dalam menyelesaikan tugas.

“Hal perawatan itu penting dalam kita melaksanakan persiapan operasi terutama dari hal-hal terkecil secara detail, sehingga kita mengetahui sampai sejauh mana kekurangan dan kendala-kendala yang akan kita hadapi, terutama pada bagian yang terpenting sampai dengan sarana prasarana pendukung, dalam persiapan mendukung para pemudik lebaran tahun ini”, tandasnya.







Sumber : Poskota