Pages

Selasa, Juli 16, 2013

Indonesia Diduga Kurang Teliti Dalam Pengadaan Super Tucano

JAKARTA-(IDB) : Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara dinilai kecolongan dalam membuat kontrak pembelian satu skuadron pesawat tempur ringan buatan Brasil, Super Tucano EMB-314/A-29. Pembuat pesawat, Embraer Defense System, tidak menyediakan kemudahan soal perawatan dalam suku cadang.

“Tidak ada garansi klaim dalam pembelian pesawat ini,” kata sumber Tempo di TNI Angkatan Udara kemarin.

Menurut sumber tersebut, garansi seharusnya diberikan kemudahaan bagi TNI AU dalam memperoleh jasa pemeliharaan dalam pembelian suku cadang pesawat tempur, kata dia, memang membutuhkan perawatan berkala yang diukur berdasarkan lamanya jam terbang. Selama perawatan tersebut, beberapa komponen harus diganti.

Wahasil, dia melanjutkan, sejak beberapa bulan lalu, dua dari empat pesawat harus masuk hangar perawatan berkala. Sayangnya, suku cadang yang diganti tak bias dikirim ke Indonesia. TNI AU pun terpaksa mengirim komponen ke Brasil untuk diperbaiki di negara itu.

“Sekarang hanya dua pesawat Super Tucanon yang siaga,” kata dia. TNI AU sendiri, dia menambahkan, tak memiliki anggaran pengiriman komponen. Akibatnya, TNI AU terpaksa merogoh kocek sendiri untuk mengirim komponen ke pabrik pembuatan. Ia membandingkan pembelian Sukhoi buatan Rusia beberapa tahun lalu yang memberikan garansi perawatan. Ketika itu, Sukhoi memberikan jaminan suku cadang rutin selama satu tahun.

Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Rachmad Lubis, mengatakan TNI AU sudah mengantongo garansi dari Embraer. Hanya, dia melanjutkan, mekanisme pelaksanaan belum memudahkan TNI AU. “Minggu lalu kontrak sudah diamandemen, garansi sudah oke.”

Ihwal pengiriman komponen ke Brasil, Rachmad mengatakan, hal itu sudah sesuai dengan prosedur. Di Negara pembuatnya tersebut, komponen dianalisis untuk diperbaiki.

Super Tucano merupakan jenis pesawat tempur ringan yang lincah dalam bermanuver. Dipakai sebagai pengganti OV-10 Bronco buatan Amerika, Super Tucano memiliki kemampuan menyerang musuh dengan presisi tinggi. Dalam latihan gabungan di Asembagus, Situbondo, beberapa lalu, pesawat ini mampu menghabisi semua sasaran tembak yang ada.

Empat unit Super Tucanon telah didatangkan disimpan di Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh, Malang. Empat pesawat ini merupakan penyerahan tahap awal dari 16 pesawat. Sedangkan sisanya bakal tiba pada semester pertama 2014. Total nilai pesawat itu seharga US$ 143 juta atau Rp. 1,3 triliun.






Sumber : TempoCetak

RUU Komcad Optimalkan Sistem Pertahanan RI

JAKARTA-(IDB) : Sesuai dengan sistem pertahanan negara, komponen pertahanan terdiri atas komponen utama, komponen cadangan, dan komponen pendukung. Kini, Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan (RUU Komcad) sudah berada di DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2013. Legislasi tersebut mengatur bagaimana perekrutan komponen cadangan, kompensasi, dan statusnya, sehingga memberikan kejelasan bahwa komcad bukan wajib militer.

Pembentukan komponen cadangan juga memberikan keuntungan dalam rangka mengoptimalkan sistem pertahanan RI ke depan. Dengan keberadaan komcad, kekuatan pengganda untuk komponen utama (TNI) yang dihasilkan, jauh lebih besar dari yang ada sekarang. "Biaya yang dikeluarkan negara untuk operasional pertahanan negara pun akan lebih murah," kata Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Dirjen Pothan Kemhan) Dr Ir Pos M Hutabarat, di Jakarta, baru-baru ini.


Menurut dia, anggaran pendidikan, pelatihan, dan kompensasi, untuk para anggota komcad nanti tak semahal total biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk komponen utama saat ini. Jika UU Komcad diterapkan, tutur dia, negara bisa menghemat anggaran belanja pegawai.


Ia berpendapat, pembentukan komcad sama pentingnya dengan program pengadaan dan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI. "Begitu pula halnya dengan peningkatan kesejahteraan prajurit," katanya.


Untuk itu, jelas Pos Hutabarat, pemerintah kini terus membangun modernisasi alutsista dan kesejahteraan prajurit secara simultan. "Ini adalah sebuah sistem, jadi semua saling mengisi," ujarnya. Dirjen Pothan mengungkapkan, pemerintah telah mengalokasikan dana sangat besar untuk pengadaan dan modernisasi alutsista hingga 2014 nanti.


Jumlah anggaran yang disediakan mencapai Rp 150 triliun. Dana ini digunakan untuk pembelian sejumlah unit peralatan militer seperti Tank Leopard buatan Jerman, kapal perang jenis Multi Role Light Frigate dari Belanda, dan pesawat angkut jenis C-295. Di samping itu, anggaran ini juga digunakan untuk biaya produksi tank panser oleh PT Pindad, serta beberapa kerja sama alutisista dengan negara-negara lain.


Bukan Wajib Militer

Dia memaparkan, komcad meski dilatih secara ketentaraan, bukanlah wajib militer. Tetapi, lebih merupakan pelatihan dasar kemiliteran kepada masyarakat yang terpilih, dengan status tetap warga sipil, untuk selanjutnya diorganisasi dalam rangka menjaga kesiapsiagaan bila sewaktu-waktu dibutuhkan bagi kepentingan pertahanan NKRI.


Dirjen Pothan, menjelaskan, RI menganut sistem pertahanan semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya, yang berada dan dimiliki oleh bangsa Indonesia. Ini dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan berlanjut, untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.Pos Hutabarat menambahkan, proses pembentukan komponen cadangan melalui beberapa tahapan.


Di antaranya, pertama, pengumuman pendaftaran calon anggota komcad di instansi pemerintah, swasta dan media massa. Kedua, calon anggota secara suka rela mendaftarkan diri. Ketiga, seleksi calon yang memenuhi persyaratan umum dan kompetensi selanjutnya dilatih dasar kemiliteran. "Komponen cadangan adalah warga sipil yang dilatih militer dan bila terjadi perang dikerahkan melalui mobilisasi oleh Presiden dengan status sebagai kombatan di tiga matra. sewaktu-waktu meraka dapat dikerahkan untuk memperbesar serta memperkuat kekuatan dan kemampuan TNI. Jadi, mereka akan digunakan ke tiga angkatan tersebut bila terjadi perang," katanya.


Konsepnya, tutur Pos Hutabarat, mereka akan dilatih dalam enam minggu. Selama latihan, gaji mereka ditanggung pemerintah. Setelah kembali ke pekerjaan masing-masing, dalam setahun mereka masih diwajibkan berlatih selama satu bulan. "Ini agar kemampuannya sebagai komcad tetap terjaga," katanya.


Pos Hutabarat menegaskan, program komcad amat penting. Sebagai posisi tawar terhadap negara lain. "Karena keberadaan mereka memiliki efek gentar bila jumlah pasukan kita besar," ujarnya.


Dia mencontohkan China yang memiliki tiga juta tentara, dengan lima juta komcad. Jika RUU Komcad lolos, Dirjen Pothan menyebutkan, pemerintah menargetkan jumlah anggota komponen cadangan RI antara 100-120 ribu orang dalam 20 tahun. "Jika respon masyarakat positif dan anggarannya cukup, maka akan diperbesar," katanya. Anggaran program ini akan diambilkan dari APBN. Dirjen Pothan mengatakan, RUU Komcad sudah menjadi salah satu prioritas dalam Prolegnas 2009-2014. Saat ini, legislasi tersebut sudah berada di parlemen.


"Diharapkan tahun ini sudah mulai dibahas dan bisa selesai pada 2014. Sosialisasi di media massa sudah dilakukan Kemhan, dan kita melihat bahwa masyarakat menginginkan RUU Komcad ini bisa diselesaikan," ujarnya.


Lebih lanjut, Pos Hutabarat menambahkan, tak ada batas maksimum untuk komponen cadangan, yang penting mereka memiliki keahlian dan sudah mempunyai pekerjaan tetap. Setelah selesai, mereka akan kembali bekerja dan kalau dibutuhkan seandainya terjadi perang, mereka akan dipanggil untuk memperkuat komponen utama (TNI). Sementara itu, untuk perusahaan swasta wajib mengizinkan karyawannya menjadi anggota komponen cadangan.


"Mereka tak perlu memberikan gaji, karena akan ditanggung pemerintah melalui kompensasi yang diberikan saat mengikuti pelatihan," ucapnya.







Sumber : SuaraKarya

Kualitas Training GMF Diakui Uni Eropa

JAKARTA-(IDB) : PT GMF AeroAsia kembali mendapatkan pengakuan dari otoritas penerbangan sipil dunia. European Aviation Safety Agency (EASA) menyatakan GMF AeroAsia berhasil meraih sertifikat approval Aircraft Maintenance Training Organization (AMTO) 147. Kepastian GMF meraih pengakuan ini diperoleh setelah EASA mengirimkan keterangan tertulis secara resmi yang ditandatangani oleh Wilfred Schulze selaku Kepala Departemen Organisasi EASA pada 13 Juli 2013. Keterangan tertulis ini sebagai pengukuhan atas hasil audit yang telah dilaksanakan EASA terhadap GMF AeroAsia pada 15-17 Mei 2013.

Dalam keterangan tertulisnya, Wilfred Schulze mengatakan PT GMF AeroAsia telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk mendapatkan sertifikasi EASA 147. Dengan memiliki sertifikat ini, kualitas pelatihan sekaligus pengujian peserta pendidikan perawatan pesawat yang diselenggarakan oleh GMF diakui oleh EASA. Pengakuan ini berlaku untuk pelatihan kategori B1 dan B2 baik teori maupun praktek untuk pesawat B737/600/700/800/900 yang menggunakan engine CFM56. “Pengakuan yang diberikan EASA sesuai dengan batasan yang telah ditentukan dalam sertifikasi ini,” kata Wilfred Schulze.

Dalam sertifikasi ini, EASA menyatakan GMF sebagai organisasi pelatihan perawatan pesawat telah comply dengan Section A of Annex IV (Part 147) of Regulation No. 2042/2003. Dengan demikian, organisasi pelatihan perawatan pesawat yang dijalankan oleh GMF Learning Services telah memenuhi seluruh EASA requirements, termasuk item-item yang harus dipenuhi oleh GMF dalam audit pada Mei 2013. “Kita bersyukur organisasi pelatihan yang dilaksanakan oleh GMF Learning Services telah diakui di level internasional,” kata Hermawan Syahrul selaku VP Learning Services and Corporate Culture GMF.

Menurut Hermawan, pengakuan yang diberikan EASA tidak hanya untuk organisasi pelatihan perawatan yang diselenggarakan GMF, tapi juga untuk hasil pengujian dan sertifikat pelatihan yang diterbitkan oleh GMF Learning Services. Organisasi pelatihan perawatan ini diproyeksikan untuk memenuhi kebutuhan internal GMF terhadap teknisi perawatan yang handal, terampil, dan memiliki kompetensi berskala global. Selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan eksternal, baik industri penerbangan nasional maupun internasional yang membutuhkan layanan pendidikan teknisi perawatan pesawat.

Sertifikat approval AMTO 147 EASA ini adalah yang pertama bagi GMF setelah sebelumnya Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) menyetujui AMTO 147 bagi GMF. Dengan memiliki sertifikat pengakuan nasional dan internasional, maka jasa pelatihan perawatan pesawat telah menjadi salah satu keunggulan GMF AeroAsia dalam mengembangkan kompetensi sumber daya manusianya. “Organisasi pelatihan perawatan ini menjadi nilai lebih bagi GMF di pasar perawatan pesawat dunia,” katanya.

Keberhasilan GMF meraih sertifikasi AMTO 147 EASA ini semakin memperkuat posisi GMF dalam kerjasama Maintenance Training Collaboration dengan Airbus yang telah  ditanda tangani oleh Direktur Utama GMF AeroAsia Richard Budihadianto dan Didier Lux selaku  Executive Vice President of Airbus Customer Services di Paris Air Show 2013 pada 19 Juni 2013. “Kerjasama ini akan meningkatkan layanan perawatan, perbaikan dan overhaul GMF,” katanya.

Menurut Hermawan, setelah menerima sertifikat pengakuan AMTO 147 EASA, pengembangan training akan segera dilakukan. Pada tahun depan, GMF Learning Service akan mengadakan training B777 dengan kategori C. “Jadi trainingnya untuk EASA certifying staff,” katanya.







Sumber : Angkasa

Sistem Pertahanan Udara HQ-9 China Sebagai Alternatif

Sistem Pertahanan Udara HQ-9 China (photo: china-defense-mashup.com)
Sistem Pertahanan Udara HQ-9 China.

JKGR-(IDB) : Berbicara tentang memilih pertahanan udara jarak menengah, beberapa negara umumnya membandingkan antara S-300 Rusia dengan HQ-9 China. 

Hal ini terjadi juga dengan Turki. Amerika Serikat dan negara Eropa yang selama ini menjadi pemenang dalam kontrak pengadaan persenjataan ke Anggota NATO Turki, kini mendapatkan lawan yang baru, yakni Rusia dan China. 

Pertarungannya adalah Patriot Advanced Capability-3 (PAC-3), Aster 30 dari Eurosam Italia-Perancis, S300 dari Rosoboronexport Rusia serta HQ-9 China Precision Machinery Export-Import Corp. Turki pun mulai menghitung untuk membeli S-300 atau HQ-9.


Turki menyatakan minatnya untuk memakai HQ-9 China, meskipun alat pertahanan udara ini tidak compatibel dengan sistem pertahanan udara NATO yang ada di Turki. Deal tersebut tampaknya akan tercapai jika ada win-win solution diantara China dan Turki.


Pemerintah Turki menyatakan proposal yang diajukan China memuaskan secara teknologi, mengijinkan transfer teknologi dan lebih murah harganya dari rival lainnya: AS, Rusia dan Italia_perancis (Aster 30). Kini keputusan apakah Turki akan mengambil rudal pertahanan HQ, tinggal menunggu persetujuan dari Menteri Pertahanan Turki Ismet Yilmaz dan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan.


Turki menyiapkan dana sebesar 4 miliar USD, untuk program rudal pertahanan darat ke udara, meliputi; radar, launcher dan rudal penyergap. Sebagai anggota NATO yang dilengkapi dengan rudal Patriot AS, Turki diminta sekutunya untuk menyingkirkan bidding dari China dan Rusia dari proyek pertahanan udara mereka, karena keduanya memiliki sistem yang berbeda. Namun Turki mengabaikan peringatan tersebut dan telah mendeklarasikan ke publik bahwa mereka berniat mengadopsi Sistem Pertahanan udara HQ-9 China.


Menurut Politisi Turki, Emre Kizikaya, proposal yang diajukan China akan membantu negara mereka membangun program air defence buatan Turki. “System Patriot PAC3 memiliki jangkauan yang lebih pendek untuk membangun tameng pertahanan udara. Masalah utama adalah Amerika tidak mau berbagi know how dan software code dari rudal Patriot”, ujar Emre.


Namun NATO mengingatkan Turki untuk tidak mengintegrasikan sistem China-Turki ke dalam sistem peringatan dini Turki yang ada saat ini, yang peralatannya didominasi aset NATO.
Sisten Pertahanan Udara HQ-9 China (photo: sinodefence.com)
Sisten Pertahanan Udara HQ-9 China.
Sisten Pertahanan Udara HQ-9 China (photo: sinodefence.com)
Sisten Pertahanan Udara HQ-9 China.
hq-9 radar
Pemasangan Sistem Pertahanan Udara HQ-9 China (photo: sinodefence.com)
Pemasangan Sistem Pertahanan Udara HQ-9 China.
Pemasangan Sistem Pertahanan Udara HQ-9 China (photo: sinodefence.com)
Ukuran Tabung Peluncur Rudal HQ-9 Lebih Kecil dari S 300 Rusia (photo: sinodefence.com)
Ukuran Tabung Peluncur Rudal HQ-9 Lebih Kecil dari S 300 Rusia ,

Ukuran Tabung Peluncur Rudal HQ-9 Lebih Kecil dari S 300 Rusia (photo: sinodefence.com)
Ukuran Tabung Peluncur Rudal HQ-9 Lebih Kecil dari S 300 Rusia.


HQ-9 diduga merupakan roket single stage yang sebagian disainnya mengacu kepada S-300 Rusia namun sistem elektroniknya meniru Rudal Patriot AS (Teknologi SJ-231, Lockheed’s Patriot’s Track-via-Missile -TvM). Jangkauan HQ-9 sekitar 90 sampai 125  km, dengan maximum altitude engagement 18 km, sementara S-300 Rusia 30 km. Adanya TvM active radar homing guidance membuat HQ-9 memiliki kemampuan anti rudal balistik terbatas 125 km, juga sebagai anti-pesawat tempur tradisional (non-stealth).







Sumber : JKGR

Analisis : Kartu Indonesia Dalam Konflik LCS

ANALISIS:(IDB) - Indonesia mulai jadi perhatian strategi pertahanan negara-negara di kawasan setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan akan menghabiskan anggaran pertahanan hingga Rp150 triliun antara 2010-2014.
Posisi Indonesia yang lama 'dipandang remeh' dalam isu senjata di Asia kini mulai berubah, kata pengamat Andi Widjajanto.

"Sekarang mereka lihat kalau Indonesia cukup serius dan pada akhir 2024 saya kira anggaran kita akan menjadi yang terbesar di ASEAN."

Selama ini, Malaysia dan Singapura selama bertahun-tahun selalu menjadi pemimpin terdepan dalam hal belanja senjata ASEAN.


Ketegangan di Laut Cina Selatan akibat adu klaim teritorial dengan raksasa Asia, Cina, telah memaksa Filipina dan Vietnam turut mengasah peralatan tempurnya.


Vietnam membeli berbagai senjata dari Republik Ceko, Kanada, dan Israel serta kapal selam dari Rusia. Bahkan Vietnam dikabarkan tengah memesan peluru kendali canggih dari India.

Sementara Filipina menargetkan pembelian dua kapal penyergap baru, dua helikopter anti kapal selam, tiga kapal cepat patroli pantai ditambah delapan kendaraan serbu amfibi hingga 2017.

Seluruhnya untuk mempertahankan wilayah Laut Filipina Barat yang diperebutkan dengan Cina.
Cina sendiri, tak usah ditanya.


Setelah memamerkan kegarangan kapal pengangkut sekaligus landasan pesawat (aircraft carrier) Liaoning, di perairan Dalian September lalu, Cina terus menumpuk perbendaharaan alutsista hingga Klik total belanjaKlik melampaui USD100 miliar untuk pertama kalinya tahun 2012.


Paradoks ASEAN
 
Secara keseluruhan laporan Institut Internasional untuk Strategi Keamanan (IISS) London menyebut besaran belanja senjata di Asia 2013 meningkat 14% lebih dibanding tahun lalu.

Sebaliknya, angka belanja senjata di 26 negara Eropa terus turun seiring dengan krisis ekonomi yang belum pulih.

Asia tengah mengalami 'lomba senjata' tulis seorang pengamat dalam jurnal IISS.

Peningkatan signifikan angka belanja senjata sudah muncul tahun 2012, dan menurut IISS, belanja alutsista Asia mencapai $287 miliar atau naik kira-kira 8,6% per tahun.


Situasi ini tidak bisa dibilang lumrah, kata Andi Widjajanto.


ASEAN tengah menikati periode damai dengan tingkat pendapatan masing-masing negara terus meningkat dan hubungan antar negara yang makin matang.

Bahkan dalam dua tahun, 2015, 10 negara di Asia tenggara ini akan memasuki babak baru Komunitas ASEAN.


"Ini sebuah paradoks, ASEAN sangat damai tapi belanja senjata malah naik pesat," kata Andi.


Pencetusnya adalah ketidakpastian di Laut Cina Selatan yang membuar beberapa negara ASEAN terlibat langsung dalam konflik ini Klik seperti Filipina dan Klik Vietnam

"Anggota melihat situasi damai justru sebagai kesempatan untuk untuk mengisi arsenal masing-masing," tambah doktor lulusan Universitas Pertahanan di Washington ini.


Perimbangan Kekuatan
 
Untung lah tak ada ancaman langsung konflik Laut Cina Selatan terhadap Indonesia.

"Indonesia itu negara netral. Sepanjang (konflik) itu tidak menular ke perbatasan kita," kata Menhan Purnomo.

Sebaliknya Indonesia juga memahami ambisi Cina, tambah Purnomo, yang habis-habisan mendongkrak belanja senjatanya.


"Cina juga punya kelebihan uang, jadi dia harus melakukan modernisasi persenjataannya."


Yang penting buat Indonesia dan kawasan menurut Menhan adalah adanya perimbangan kekuatan sehingga tak ada satu pihak yang lebih dominan.

"Sebetulnya itu adalah balance of power antara berbagai kekuatan di Pasifik. AS juga mengatakan: saya akan menempatkan 60% kekuatan di Pasifik pada 2020," tambah mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ini.


Dalam forum Forum Ekonomi Dunia di Jakarta tahun lalu, PM Singapura Lee Hsien Loong mengatakan Klik ASEAN sangat berharap CinaKlik dan AS akan mempertahankan keseimbangan di kawasan. 

Anggota ASEAN, menurut PM Lee, merasakan hubungan yang sangat baik dengan AS dan Cina yang berakibat pada naiknya aktivitas ekonomi, investasi dan turisme.

Kedamaian diharapkan terus berlanjut agar ASEAN menikmati kemakmuran.

"Tapi semua ini bergantung pada satu hal: bahwa Cina dan AS tetap berhubungan baik," tandas putra pendiri Singapura, Lee Kwan Yew, ini.

"Supaya lebih mudah bagi kami untuk juga berhubungan baik dengan kedua negara."


Kartu
 
Yang penting dicatat dari situasi ini menurut peneliti isu pertahanan CSIS, Iis Gindarsah, adalah Indonesia perlu terus memodernisasi alutsista agar komitmen pada politik luar negeri yang bebas aktif terpenuhi.

"Itu hanya berlaku kalau kita punya kekuatan untuk melindungi diri sendiri. Tetap bebas aktif tanpa intervensi negara lain," tuturnya.


Konflik juga bukan semata-mata merugikan.


Indonesia yang sedang agresif mencari sumber alih teknologi persenjataan justru mendapat peluang dari Cina di tengah perebutan pengaruh ini.


TNI Angkatan Laut awal tahun ini mengkonfirmasi kontrak pembelian rudal C-705 untuk 16 (dari 40) kapal cepat rudal (KCR) buatan PT Palindo Batam dari Cina.


Dengan kontrak ini maka PT Pindad kelak akan punya peluang untuk turut memproduksi rudal di Cina dan di Bandung.


Gindarsah berpendapat justru di tengah konflik maka Indonesia lebih berpeluang memaksimalkan keuntungan dari hubungan dengan dua kekuatan adi daya dunia itu.

"Pemerintah harus pandai memainkan kartu sehingga menghasilkan kebijakan yang tidak eksplisit pro-AS atau Cina," kata Gigin.

"Kuncinya ada pada Indonesia karena lebih lebih banyak Indonesia yang tentukan bukan dua negara itu."






Sumber :  BBC

Pengamat : Dilema Belanja Alutsista : Baru, Bekas Atau Rekondisi?

Di tengah semangat pemerintah Indonesia melakukan modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) TNI, rencana mendatangkan senjata bekas pakai dari luar negeri kembali memantik debat. 



ANALISIS-(IDB) : Dalam rancangan Kementrian Pertahanan hingga 2014, mulanya akan datang enam pesawat jet F16 asal AS. Tetapi saat negosiasi berjalan, rencana berubah.

"(Anggaran) yang tadinya kita pakai untuk membeli enam pesawat F16, sekarang kita pakai meng-upgrade yang 24, ini belum tapi sekarang kita di-offer 10 lagi," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.


Pilihan mendatangkan pesawat bekas pakai menurut Menhan tak berisiko sebesar klaim pengkritik kebijakan ini.


"Kalau pesawat itu dia tidak brand new pun kalau dia sudah di-upgrade engine-nya ya bagus, avionic dan airframe bagus, itu sudah cukup," tegas Purnomo.


Bagaimanapun para pengkritik beralasan rekondisi belum tentu mengatrol kemampuan pesawat seperti kualitas baru.


Selain itu usia pesawat bekas pakai yang sudah uzur justru merugikan TNI karena ongkos pemeliharaan yang lebih besar.


"Pemeliharaan dan rekondisinya kan besar juga biayanya. Bukan canggih dipakai, nanti malah membebani," kata TB Hasanuddin, anggota Komisi Pertahanan DPR dari PDI Perjuangan.


Hasanuddin mencontohkan dalam kasus rencana pembelian pesawat F16 itu, anggaran justru melampaui pagu karena tiba-tiba banting setir pada pesawat bekas.


"Anggarannya untuk 6 pesawat kan US$ 600 juta, sekarang rekondisi untuk 24 pesawat malah jadi $ 700 juta," kritik Hasanuddin.


Tetapi saat diwawancarai BBC Indonesia, juru bicara Kementrian Pertahanan Klik menyatakan biaya upgrade hanya mencapai US$ 460 juta.


Pilihan hibah

TNI sendiri juga beberapa kali dikabarkan menolak keputusan membeli alat perang bekas pakai negara lain.


"Mabes TNI dan Dephan sekarang saya kira sudah profesional, kalau tidak cocok ya ditolak," kata Djoko Susilo, mantan anggota Komisi Pertahanan DPR yang kini menjadi Duta Besar untuk Swiss.


Saat duduk di parlemen antara 2004-2009, Djoko mengatakan praktik beli alutsista bekas pakai juga terjadi beberapa kali dengan alasan mengirit anggaran.


Tahun 2008 menurut Djoko ada tawaran menggiurkan dari Jerman Timur: pesawat heli BO-108 hanya dilego dengan harga US$ 70 ribu.


"Usut punya usut ternyata umurnya sudah 25 tahunan dengan ongkos rekondisinya sampai US$ 2 juta," kata Djoko sambil tertawa.


Tahun ini tawaran satu skuadron pesawat murah bekas pakai asal Korea Selatan, jenis F5, juga ditolak TNI AU.


Meski juga memiliki F5 sejenis, Kepala Staf TNI AU, Marsekal Putu Dunia, mengatakan variannya tak seragam dengan versi Korea.


"Sebagusnya kita tidak terima, tapi terserah. Karena berbeda dengan pesawat (F5) yang kita miliki, kita sudah modifikasi banyak. Dia masih yang lama," tegas Putu.


Putu mengatakan penolakan bukan karena skema pembeliannya, hibah atau bukan, tetapi perbedaan tipe pesawat dianggap akan memboroskan anggaran.


Meski demikian dengan alasan keterbatasan anggaran, skema hibah nampaknya masih akan jadi pilihan penting TNI.


Tujuannya mengejar kuantitas alat guna memastikan Indonesia benar-benar memenuhi kuota Kekuatan Pertahanan Minimum pada 2024.


Pesawat uzur 



Pemerintah misalnya telah menerima tawaran Australia untuk empat pesawat Hercules dengan skema hibah ditambah enam lagi dengan tawaran harga murah.

"Tadinya kita cukup punya CN295, yang bekerjasama dengan Airbus Military Industry (dan PTDI). Kita mau beli 9-10 (pesawat). Tadinya," kata Menhan Purnomo Yusgiantoro.


Tawaran alternatif dari Australia segera disambar Kemhan karena kekuatan Hercules TNI AU yang sudah sangat memprihatinkan saat ini.


Menurut mantan KASAU Marsekal Imam Syufaat, negara sebesar Indonesia sangat membutuhkan alat angkut udara serbaguna seperti Hercules.


Tetapi dengan anggaran hanya Rp 8 triliun untuk TNI AU tahun ini, pilihan pesawat bekas pakai nampaknya dianggap cukup masuk akal.


"Seperti hercules kita hanya punya 13 pesawat. Kalau kita ada uang jadi ada tambahan 10 Hercules nanti dari Australia," kata Imam kepada media, sesaat setelah TNI merayakan hari jadi Oktober lalu.


Seperti juga dalam kasus F16, Hercules eks Australia ini memerlukan rekondisi sebelum bisa dikirim ke Jakarta.


Tujuannya mengejar kuantitas alat guna memastikan Indonesia benar-benar memenuhi kuota Kekuatan Pertahanan Minimum pada 2024.


Pemerintah misalnya telah menerima tawaran Australia untuk empat pesawat Hercules dengan skema hibah ditambah enam lagi dengan tawaran harga murah.


"Tadinya kita cukup punya CN295, yang kita kerjasama dengan Airbus Military Industry (dan PTDI). Kita mau beli 9-10 (pesawat). Tadinya," kata Menhan Purnomo Yusgiantoro.


Tawaran alternatif dari Australia segera disambar Kemhan karena kekuatan Hercules TNI AU yang sangat memprihatinkan saat ini karena minim dan uzur.


Beberapa kali Klik kecelakaan pesawat milik TNI disebut-sebut akibat peralatan yang sudah terlalu tua.


Peluang makelar

Yang juga kerap dipersoalkan dalam belanja alutsista bekas pakai menurut Djoko Susilo adalah lebih terbukanya peluang ketidakberesan.


"Transaksi senjata baru yang dalam kontrak disebut brand new saja dulu kita sering diakali, apalagi bekas. Lebih sulit mengeceknya, kelaikan dan kualitasnya," kata mantan pengurus PAN ini.


Senjata-senjata ini ditawarkan agen, atau lebih sering disebut makelar senjata swasta, yang menurut Djoko bukan berasal dari internal TNI maupun Kementrian, tetapi punya hubungan dekat dengan dua lembaga itu.


"Misalnya mungkin saudaranya Menteri atau Dirjen atau kalangan politik gitu lah."


Praktek para makelar ini menurut Djoko beberapa kali terjadi sampai dengan tahun 2008.


DPR juga sempat dituding jadi sarang calo alutsista di tengah pembahasan anggaran pertahanan tahun 2007, karena masuknya beberapa item senjata yang sebelumnya tak direncanakan.


Komisi I DPR waktu itu menuding Menhan Juwono Sudarsono menebar fitnah tanpa bukti.


Adalah Juwono juga yang kemudian menetapkan pakta integritas dan menyusun Buku Putih Pertahanan 2008, sebagai acuan pengadaan alutsista hingga 2024 agar tidak muncul pembelian senjata di luar rencana.


"Saya kira Dephan sudah jauh lebih baik setelah itu," kata Djoko yang sempat menyebut Juwono 'kurang ajar' akibat kontroversi itu.


Tetapi boleh jadi sepak terjang makelar senjata belum benar-benar berakhir.


Saat membuka Sidang Kabinet Terbatas bidang Politik, Hukum dan Keamanan Februari lalu, Presiden Yudhoyono tiba-tiba menyebut soal kebiasaan penggelembungan anggaran dan 'kongkalikong' pengadaan alutsista.


Tiga bulan kemudian -saat menerima KASAD baru pengganti Jendral Pramono Edhie Wibowo, Presiden berpesan agar Jendral Moeldoko membereskan urusan kongkalikong itu.


"Langkah-langkah dalam penertiban pengadaan alutsista dan keuangannya harus dilaksanakan secara transparan, terbuka, sehinggga tidak ada kesan penggunaan anggara yang kurang tepat," kata Pramono menirukan pesan SBY.
Sumber : BBC

Pengamat : Alusista Progresif TNI Butuh Satu Dekade

Setelah nyaris mati suri dalam 15 tahun, modernisasi peralatan tempur Indonesia kini diklaim berjalan secara progresif.
ANALISIS-(IDB)Hingga habis masa pemerintahan Presiden SBY pada 2014, ditargetkan modernisasi sudah menjangkau sedikitnya 30% kebutuhan minimum TNI. "Dengan dinamika yang terjadi sekarang, (modernisasi) bisa dipercepat," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.

Ia mencontohkan beberapa rencana yang berjalan justru lebih cepat dari target. Pembangunan kekuatan pesawat jet F-16 asal Amerika Serikat, misalnya, dari rencana hanya menambah enam pesawat baru ternyata justru akan direalisir menjadi 24, meski bekas pakai. "Ini belum sekarang kita di-offer 10 lagi," tambah Purnomo.


Demikian pula Hercules, yang mulanya belum masuk rencana 2013, karena hanya akan diisi dengan pesawat CN295 buatan Airbus Military dan PTDI, kini akan akan ditambah 10 buah juga bekas pakai dari Australia.


Percepatan Sangat Mungkin

Dengan 34 pesawat F-16 dan 10 Hercules ini, Purnomo yakin postur kemampuan tempur TNI akan sangat berubah. "Ditambah dengan yang sudah kita punya saat ini, kita akan menjadi amat kuat," janjinya dengan menggunakan ebagian pernyutaannya dalam bahasa Inggris.


Di darat, TNI juga akan berubah dengan tampilan antara 100-130 unit tank Leopard asal Jerman yang sudah lama diidamkan TNI-AD. Pengamat militer dan pengajar pada jurusan Hubungan Internasional UI Andi Widjajanto mengatakan klaim Purnomo bukan isapan jempol.


"Saya kira percepatan sangat mungkin. Dalam Latgab TNI lalu nampak bahwa kekuatan TNI sudah 40%," puji Andi. Latgab (latihan gabungan) itu dilangsungkan di beberapa titik termasuk Sangatta di Kaltim dan Situbondo di Jatim.


Presiden Yudhoyono sendiri yang melihat langsung jalannya operasi, yang disaksikan pula oleh publik melalui komentarnya dalam situs mikro blog, Twitter. "Negara kita luas, karenanya kita perlu memiliki kekuatan militer yang handal dan terlatih," kicau Presiden melalui @sbYudhoyono.


Titik terendah

Buku Putih Pertahanan Indonesia yang terbit 2008 menyebut perlunya membangun kekuatan bersenjata dengan terencana. Target pencapaian minimum essential force (Kekuatan Pertahanan Minimal, KPM) dirancang tercapai pada 2024.

Itu berarti hingga 11 tahun mendatang, Indonesia harus dapat menerima kondisi saat ini, yaitu dengan kekuatan tempur yang bahkan di bawah minimum. Langkah panjang ini menurut Andi perlu untuk mengembalikan TNI sebagai kekuatan bersenjata yang disegani di ASEAN maupun di dalam negeri.


Sejak dibelit krisis moneter tahun 1997, kekuatan ABRI (saat itu) hampir compang-camping. "Ke luar pengaruh kita diambil oleh Malaysia dan Singapura, sedang ke dalam kita terpaksa melepas Timor Timur tahun 1999," tambah Andi.


Sebagai kekuatan bersenjata yang menjadikan 'NKRI harga mati' sebagai acuan dasar, lepasnya Timtim menurut Andi menandai 'titik terendah TNI' saat itu. "Praktis (pertahanan) kita tak punya daya tawar sama sekali." Kekuatan rendah juga sangat merugikan Indonesia secara ekonomi.


Dari kasus pencurian ikan di laut perbatasan saja menurut Kementrian Perikanan menggerogoti potensi pendapatan negara hingga Rp 30 triliun per tahun. Harap maklum, sampai 2012 Indonesia baru punya 24 kapal patroli memadai. "Padahal wilayah maritim kita besar sekali, jadinya kita diremehkan nelayan asing pencuri ikan," kata anggota Komisi Pertahanan DPR, TB Hasanuddin.

Interoperabilitas
 

Pemerintah SBY kemudian menggenjot angka belanja senjata, yang sampai 2024 diharapkan mencapai titik idealnya, sekitar Rp 170 triliun per tahun atau setara dengan 1,5% dari APBN. Meski nampak sangat besar, secara persentase angka ini masih kalah dari total belanja alutsista Singapura dan Malaysia yang berkisar 2-3% dari total PDB.


Meski demikian, menurut Andi Widjajanto bila diteruskan sesuai rencana, kekuatan pertahanan Indonesia akan menjadi salah satu yang terbesar di Asia. "KPM 2024 kalau dibandingkan tahun 2000 itu 5-6 kali lipat. Itu pun kita saat itu masih menyebutnya minim, baru mau mulai membangun postur riil," tegasnya.


Tetapi dengan strategi pembelian senjata dari berbagai negara sekaligus, masalah lain muncul: bagaimana TNI memadupadankan penggunaan berbagai senjata itu? Sistem senjata dari satu negara biasanya punya sistem komunikasinya sendiri, kata TB Hasanuddin, yang sebelumnya sempat berkarir di TNI selama 25 tahun.


"Kemarin (di arena Latgab) saya lihat prajurit darat pegang radio untuk pesawat, radio lagi untuk tank, radio untuk lain lagi. Nanti bisa-bisa dia harus bawa 6-7 radio repot sekali," kata Hasanuddin sambil tertawa.


Interoperabilitas, atau padu-padan sistem operasi bersamaan, memang jadi tantangan kata Menhan Purnomo Yusgiantoro. "Tugas Panglima TNI untuk dapat melihat bagaimana alutsista itu dapat terkait satu dengan yang lain," kata Purnomo.


Kemampuan memecahkan persoalan ini menurut pengamat pertahanan CSIS, Iis Gindarsah, akan sangat menentukan masa depan pertahanan Indonesia. "Karena TNI sedang bergerak menuju rightsizing, merampingkan pasukan sesuai kebutuhan," kata Gigin.


"Dengan demikian nantinya pertahanan kita akan lebih banyak diawaki oleh alutsista yang canggih, dengan personel yang lebih sedikit tapi mumpuni."







Sumber : BBC

KRI Diponegoro-365 Laksanakan Latma UNIFIED CEDAR 2013

MEDITERANIA-(IDB) :KRI Diponegoro-365 dalam on task ke-12 kali ini melaksanakan latihan terpadu dengan kapal perang Lebanese Armed Force (LAF) Navy LNS Sour-21, sedangkan kapal perang Jerman FGS Braunschweig F-260 secara paralel juga melaksanakan latihan dengan kapal LAF Navy LNS Damour-22 di Area of Maritime Operation perairan Lebanon, Jumat (5/7).

Latihan tersebut dilaksanakan dalam rangka training Kadet tingkat III LAF-Navy dengan tujuan Mersin, Turki yang on board di LNS Sour dan LNS Damour. Selama melintasi Area of Maritime Operation (AMO), iring-iringan kapal tersebut melaksanakan latihan bersama unsur-unsur Maritime Task Force (MTF) 448 dalam latihan dengan sandi UNIFIED CEDAR 2013”.

Latihan ini direncanakan berlangsung dalam dua tahap yaitu tanggal 5 Juli dan tanggal 13 Juli. Beberapa serial latihan yang dilaksanakan dalam tahap pertama diantaranya adalah Boarding Exercise (BOARDEX), Winching Exercise (WINCHEX) dan Replenishment at Sea Exsercise (RASEX). KRI Diponegoro sendiri terlibat dalam BOARDEX dan WINCHEX.

Dalam BOARDEX KRI Diponegoro meluncurkan dua tim VBSS nya. Tim yang beranggotakan 14 orang tersebut meluncur ke LNS Sour dengan menggunakan dua buah Rigid Hull Inflatable Boat (RHIB)/sekoci. Di pihak lain tim VBSS dari FGS Braunschweig melaksanakan latihan VBSS dengan LNS Damour-22. Tujuan dari BOARDEX kali ini adalah sebagai demonstrasi kepada kadet-kadet LAF-Navy yang sedang melaksanakan training. Dijadwalkan pada tanggal 13 Juli, tim VBSS dari LNS Sour yang beranggotakan para kadet akan melaksanakan Boardex terhadap KRI Diponegoro-365.

Dalam latihan yang lain, helikopter NV 409 melaksanakan WINCHEX. Latihan ini dilaksanakan untuk melatih prosedur Medical Evacuation (MEDEVAC) dari LNS Sour dan LNS Damour. Helikopter KRI Diponegoro yang mempunyai nama panggilan Garuda ini melaksanakan prosedur winching secara bergantian. 

Sebagai simulasi korban adalah boneka manusia yang sudah disiapkan sebelumnya. Proses MEDEVAC atau EMU (Evakuasi Medis Udara) terhadap boneka manusia tersebut dilaksanakan secara bergantian di kedua kapal perang Lebanon berjenis LCU tersebut. Sementara FGS Braunschweig bertindak sebagai kapal SAR.

Secara umum latihan UNIFIED CEDAR 2013” tahap pertama ini berlangsung aman dan lancar. Selesai pelaksanaan latihan, unsur-unsur LAF-Navy melanjutkan pelayaran menuju Mersin, Turki. Sedangkan unsur-unsur MTF kembali melaksanakan patroli sektor di AMO







Sumber : Koarmatim