Pages

Kamis, Juni 20, 2013

Satban Koarmatim Tingkatkan Profesionalisme Tim Helly Deck Party

SURABAYA-(IDB) : Satuan Kapal Bantu (Satban) Koarmatim, menggelar latihan Helly Deck Party bagi personel Satban Koarmatim. Latihan yang berlangsung di Pusat Penerbangan TNI Angkatan Laut (Puspenerbal) Juanda Surabaya itu dibuka sejak Selasa (19/6) dan akan berakhir pada tanggal 21 Juni 2013.

Latihan Helly Deck Party yang diikuti oleh Perwira, Bintara dan Tamtama dari Satuan Kapal Bantu tersebut, bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dan kemampuan prajurit matra laut Satban Koarmatim dalam melaksanakan tugas sebagai tim Helly Deck Party yang memiliki kemampuan dasar sesuai dengan bidangnya.

Selain merupakan upaya untuk membentuk kerjasama tim dalam pengendalian helly di kapal sehingga mampu menunaikan tugas sesuai dengan asasinya untuk membentuk sikap disiplin, mampu menghayati dan memahami serta mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai tim Helly Deck Party.

Dengan adanya latihan ini diharapkan prajurit Satban mampu mengemban tugas serta mendukung tugas operasi sehari-hari sesuai dengan profesi dan kemampuan prajurit Kapal Perang Republik Indonesia (KRI).

Adapun materi dalam latihan ini antara lain pengendalian helly yang akan take off maupun landing di kapal sesuai fungsi dan tugasnya masing-masing. Latihan diawali dengan pelajaran teori yang berlangsung di dalam kelas selama 7 hari dan dilanjutkan dengan praktek lapangan di Skwadroon 400 Puspenerbal Juanda. Latihan ini di bawah Komando dari Perwira Pelaksana Latihan (Papelat) Kolonel Laut (P) Taat Siswo Sunarto yang sehari – hari menjabat sebagai Komandan Satuan Kapal Bantu (Dansatban) Koarmatim.







Sumber : Koarmatim

Indonesia Will Receive T-50 Golden Eagle Start In September 2013

PARIS-(IDB) : Indonesia will receive its full complement of 16 Korea Aerospace Industries T-50 Golden Eagle advanced jet trainer aircraft between September 2013 and February 2014.

The disclosure was made by a company spokesman at the company's chalet.

Jakarta ordered 16 T-50s in May 2011, marking the first export sale for the type, which is powered by a single General Electric F404 engine.

Indonesian pilots and maintenance crews are in South Korea familiarising themselves with the type.

In addition, KAI is confident of closing a deal with the Manila for 12 FA-50s, an armed variant of the T-50. Manila will use the type both for training and as a light fighter/attack aircraft.

The company, in co-operation with Lockheed Martin, is also competing against the Alenia/Aermacchi M-346 and BAE Systems Hawk for an eight aircraft requirement in Poland.

Warsaw is reviewing the technical proposals issued by the three companies, and will issue another request for proposals for pricing information in the coming months. A decision could come as soon as early 2014.






Source : FligthGlobal

TNI AU Gelar Operasi Hanud Cakra Di Papua

MAGETAN-(IDB) : Lanud Iswahjudi memberangkatkan unsur tempurnya berupa Satu Flight pesawat tempur F-16 Fighthing Falcon dari Skadron Udara 3, untuk melaksanakan Operasi Hanud Cakra di wilayah Kosekhanudnas VI Biak, Rabu (19/6). 

Operasi Pertahanan Udara (Hanud) dengan sandi Cakra dilaksanakan selama sembilan hari, dengan home base di Lanud Manuhua Biak, berangkat dari Lanud Iswahjudi, dipimpin langsung oleh Komandan Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi Letkol Pnb Setiawan.

Dalam Operasi Cakra tersebut diberangkatkan sembilan penerbang F-16, 50 ground crew, beserta perlengkapan dengan menggunakan dua pesawat C-130 Hercules, yang dihantar oleh Komandan Wing 3 Lanud Iswahjudi Kolonel Pnb Minggit Tribowo.







Sumber : TNI AU

Perjuangan Yang Sulit Dan Berliku Membangun Pesawat Tempur

Pesawat latih tingkat lanjut (supersonic) T-50 KAI Golden Eagle Korea Selatan (photo: globalsecurity.org)

JKGR-(IDB) : Pesawat latih tingkat lanjut (supersonic) T-50 KAI Golden Eagle Korea Selatan (photo: globalsecurity.org)
Ajakan Korea Selatan untuk terlibat dalam program pesawat tempur KFX / IFX, adalah anugerah yang besar bagi Indonesia, sekaligus tantangan kecerdasan bagi Indonesia untuk bisa masuk ke industri penerbangan advance, jet super sonic. Korea Selatan telah merintis jet tempur itu jauh-jauh hari sebelumnya sejak tahun 1990-an dengan nama jet supersonic T-50. Dan kini mereka berada di persimpangan jalan, apakah akan melanjutkan jet tempur KFX yang telah lama mereka rintis, atau hanya memodifikasi F-15 yang ditawarkan Amerika Serikat menjadi F-15 SE (silent eagle).


T-50 Golden Eagle trainer version
 
Setelah bergelut dengan konsep, disain, prototype dan ujicoba yang melelahkan selama 10 tahun lebih, jet T 50 akhirnya diterbangkan pada tahun 2002 dan bergabung dengan Republik Korea Air Force (RoKAF) pada tahun 2005. T-50 dirancang sebagai pesawat latih tingkat lanjut (supersonic) pengganti pesawat latih T-38 dan A-37, bagi calon pilot pesawat KF-16 (F-16 versi Korea Selatan) dan F-15 SE.


Disain dasar T-50 Golden Eagle berasal dari F-16 Fighting Falcon. Keduanya memiliki banyak kesamaan, antara lain: penggunaan mesin tunggal, kecepatan, ukuran, serta berbagai senjata dan elektronik. Korea Selatan menggarap T-50 setelah KAI memiliki pengalaman memproduksi lisensi KF-16. Pesawat lisensi KF-16 merupakan titik awal pengembangan T-50. Sebelumnya Korea juga telah membuat pesawat baling-baling turboprop KT-1 (Korean Trainer 1) Wongbee, sebagai pesawat latih dasar yang dihasilkan Daewoo Aerospace (sekarang bagian dari KAI).


Program pesawat latih supersonic T-50 pertama kali dimunculkan tahun 1992 dengan nama KTX-2. Departemen Keuangan dan Ekonomi Korsel sempat menangguhkannya hingga tahun 1995 dengan alasan kendala keuangan. Dengan berbagai kendala yang dialami, rancangan dasar pesawat T-50 akhirnya terwujud 4 tahun kemudian, pada tahun 1999. Proyek ini didanai Pemerintah Korea Selatan 70 persen, Korea Aerospace Industries (KAI) 17 persen dan Lockheed Martin 13 persen. Pada bulan Desember tahun 2003 Angkatan Udara Korea Selatan melakukan kontrak produksi sebanyak 25 pesawat T-50, dengan jadwal pengiriman antara 2005 dan 2009. Pesawat T-50 dilengkapi dengan radar AN/PG-67 dari Lockheed Martin.


Pesawat TA-50 light attack version
 
Program pesawat jet latih T-50 terus dikembangkan menjadi pesawat tempur ringan TA-50. Pesawat TA-50 adalah versi bersenjata dari pesawat latih T-50 yang ditujukan untuk memimpin pelatihan tempur serta serangan kilat. TA-50 memiliki platform: tempur penuh untuk bom presisi, rudal udara ke udara, serta rudal udara ke darat. TA-50 juga ditingkatkan kemampuannya dengan peralatan tambahan untuk: pengintaian, penargetan serta peperangan elektronik. Pada tahun 2011, skuadron pertama TA-50 varian serang ringan mulai operasional.
Pesawat TA-50 light attack version (photo: militaryphotos.net)
Pesawat TA-50 light attack version

Pesawat FA-50 multi-role fighter version
 
Varian lain dari T-50 adalah FA-50 yang memiliki kemampuan pengintaian dan peperangan elektronik. Varian FA-50 terbang perdana tahun 2011 dengan kemampuan multiperan yang disejajarkan dengan KF-16 (F-16 versi Korea). Korea Selatan memproduksi 60 pesawat FA-50 pada tahun 2013 hingga tahun 2016. Angkatan Udara Republik Korea (RoKAF) berencana memiliki total 150 Fighter FA-50 untuk menggantikan F-4 Phantom II dan F-5.
Pesawat FA-50 multi-role fighter  (photo: AFP)
Pesawat FA-50 multi-role fighter

FA-50_2
F-50 Cooming Soon
 
Setelah berhasil membuat multi-role fighter, hendak mengembangkannya lagi menjadi lebih canggih yakni F-50 dengan sayap yang diperkuat, radar AESA, bahan bakar internal lebih banyak, peningkatan kemampuan peperangan elektronik, serta mesin yang lebih kuat. Sayap yang diperkuat diperlukan untuk mendukung tiga launcher senjata di bagian bawah sayap. Radar AESA diharapkan memiliki kesamaan 90% dengan radar AESA program upgrade radar AESA KF-16. Pesawat T-50 diubah ke konfigurasi kursi tunggal agar ada ruang menampung bahan bakar internal yang lebih banyak. Selain meningkatkan peralatan perang elektronik, daya dorong mesin juga ditingkatkan, 12-25% lebih tinggi dari daya dorong mesin FA-50.


Dengan demikian, evolusi dari pesawat supersonic Korea Sealtan adalah: T-50 Golden Eagle trainer version, TA-50 light attack version, serta yang terbaru FA-50 light multi-role fighter version. Adapun program terbaru mereka adalah F-50, yang kemudian disebut KAI KF-X dan menjadi KFX / IFX setelah Indonesia menyertakan siap mengucurkan modal 20 persen dari biaya produksi pesawat.


Indonesia – Korea Selatan 
 
Sebelum mengajak Indonesia bekerjasama membuat KFX/IFX, jalinan Indonesia dan Korea Selatan telah dibangun dengan

pembelian 16 pesawat TA-50 varian serang dengan nilai kontrak 400 juta USD, pada bulan Mei 2011. Pesawat TA 50 ini akan dikirim ke Indonesia pada tahun 2013, untuk menggantikan pesawat BAE Hawk dan A-4 Skyhawk yang telah usang. Pada tahun 2008, TNI AU juga memiliki 17 pesawat latih baling-baling turboprop KT-1Bs Korea Selatan. Hal yang sama dilakukan Korea Selatan dengan membeli sejumlah CN 235 dari PT DI.

Disain KFX Korea Selatan
Disain KFX Korea Selatan

Disain Jet Tempur KFX / IFX
Disain Jet Tempur KFX / IFX

Angin Perubahan
 
Terpilihnya Presiden Korea Selatan yang baru Park Geun-hye, pada 25 Februari 2013 tiba- tiba saja membawa perubahan. Korea Selatan memutuskan untuk menunda pembangunan pesawat jet tempur generasi 4,5 KFX/IFX, dengan alasan belum menguasai beberapa modul KFX. Di saat yang sama Korea Selatan akhirnya memutuskan untuk membeli F-15 SE dari Amerika Serikat, sebagai armada tempur yang baru. Alasan yang disampaikan, Korea Selatan tidak bisa bergantung dengan proyek KFX/IFX di tengah ketegangan yang terus meningkat dengan Korea Utara.


Apakah Korea menunda pembangunan KFX/ IFX karena alasan belum menguasai beberapa teknologi atau akibat tekanan politik ?. Ketika Korea Selatan membangun jet latih T-50 tidak terlihat ada rintangan. Namun saat mereka memutuskan masuk kepembuatan pesawat tempur sesungguhnya KFX/IFX, rintangan itu datang dan Korea Selatan menunda proyek KFX.


Hal yang mirip terjadi dengan Indonesia. Ketika Indonesia membangun pesawat kecil CN 235 dengan CASA Spanyol, tidak ada rintangan dan berjalan mulus. Akan tetapi ketika Indonesia masuk ke pesawat dengan kapasita lebih besar N-250, rintangan datang dan hingga kini N-250 tidak pernah diproduksi massal. Konon katanya akibat tekanan asing.


Apakah yang terjadi dengan Korea Selatan dan Indonesia, hanya kebetulan, alasan teknis atau betul akibat tekanan asing ?. Tidak tahu. Tapi mari kita coba apa yang terjadi dengan Jepang.


Pesawat Tempur Jepang
 
Pada tahun 1985, ketika ekonomi Jepang sedang berkembang pesat, negara itu berencana membuat jet tempur kelas satu, untuk menggantikan Jet Tempur Mitsubishi F-1 generasi 3 yang akan pensiun di pertengahan tahun 1990-an. Para insinyur Jepang pun telah melakukan riset dan jet tempur baru itu akan diberinama Fighter FS-X.

Disain Fighter FSX yang ingin dibangun Jepang tahun 1985
Disain Fighter FSX yang ingin dibangun Jepang tahun 1985
XF-2
The original Japanese multirole fighter strike project, The FS-X
The original Japanese multirole fighter strike project, The FS-X
Mitsubishi original FS-X
Mitsubishi original FS-X
Atas tekanan Amerika Serikat, Jepang diminta membatalkan niatnya membangun Jet Tempur FS-X, dengan alasan teknologi Jepang belum mampu membuat pesawat tempur generasi 4. AS berupaya mengecilkan hati Jepang serta membujuknya untuk bergabung mengembangkan dan memodifikasi pesawat tempur yang telah dimiliki Amerika Serikat.


Setelah melakukan negosiasi yang sulit bertahun-tahun, Jepang akhirnya setuju mengembangkan modifikasi pesawat F-16 Lockheed Martin dan dimulai tahun 1989. Pesawat itu disebut F-2.


Tiba-tiba saja di tengah jalan. pembangunan F 2 ini mendapatkan kritikan dari Kongres Amerika Serikat. Pembangunan jet tempur itu dianggap gerbang bagi Jepang untuk mendapatkan teknologi mutakhir, yang merupakan rival AS dalam hal ekonomi. Tekanan dari dalam negeri membuat Presiden George Bush terpaksa menunda kesepakatan. Lima tahun sejak kerjasama ditandatangani, proyek itu tidak juga terlaksana. Jepang pun marah dan frustasi: membuat pesawat sendiri tidak boleh, mengembangkan F-16 dihalang-halangi.


AS akhirnya mengirim tim ke Jepang untuk mengetahui sejauh apa kemampuan teknologi dirgantara dari negara Jepang, sehingga kerjasama nanti tidak satu arah, dalam artian hanya AS yang melakukan transfer teknologi bagi Jepang. Setelah melakukan inspeksi, tim ini menyimpulkan, teknologi Jepang masih tertinggal jauh dan tidak ada keuntungan teknologi yang bisa diterapkan AS untuk pesawat tempur modern mereka.


Amerika Serikat akhirnya menekan pemerintah Jepang untuk menerima bentuk kerjasama pembangunan pesawat F-16C dengan modifikasi minimal yang sebenarnya ditolak oleh R & D militer Jepang. AS memutuskan untuk membatasi transfer teknologi kepada Jepang. AS pun mulai bergeser dan memanfaatkan kerjasama ini untuk komersialisasi keuntungan mereka dengan memasok teknologi kelas dua.


Jepang menganggap transfer teknologi yang diberikan AS, masih kalah jauh dengan konsep konsep fighter FS-X yang akan mereka bangun. Di tengah rasa frustasinya Jepang terus melanjutkan program pesawat tempur F-2 dengan berbagai perubahan yang mereka inginkan. Jepang membuat sendiri software komputer untuk flight control F-2. Jepang juga membuat disain unik untuk sayap pesawat tempur tersebut. Disain sayap yang unik ini mencuri perhatian AS dan memintanya, namun Jepang tidak memberikan teknologinya. Hal ini akibat AS juga tidak memberikan data dari pesawat F-16 C.


Jepang akhirnya bisa mengontrol seluruh pembangunan F-2 disaat AS melangkah setengah hati. Tekanan tekanan politik yang diberikan AS justru membuat insinur Jepang melakukan berbagai modifikasi pada pesawat FS-X dan menemukan aplikasi teknologi baru. Antara lain teknologi pembuatan sayap pesawat tempur dari material komposite, menggantikan aluminium. Dengan teknologi ini sayap pesawat F-2 lebih ringan, namun kokoh dan kuat. Jepang juga menemukan teknologi fire control radar dan sejumlah sistem avionik modern.


Setelah berpolemik dan bergulat dengan teknologi selama 11 tahun, F-2 akhirnya diproduksi pada tahun 1996 dan terbang pertama kali tahun 2000. Pesawat ini dibuat oleh Mitsubishi Heavy Industries sebagai kontraktor utama bekerjasama dengan sub-kontraktor: Lockheed Martin Tactical Aircraft Systems, Kawasaki Heavy Industries dan Fuji Heavy Industries.


Pada awalnya Jepang memesan 130 pesawat F-2. Pesawat itu akan dibuat hingga tahun 2011. Namun pada tahun 2004 Jepang memutuskan untuk tidak melanjutkan pembelian peswat F-2 karena dinilai terlalu mahal. Produksi F-2 akhirnya terhenti pada pembuatan airframe ke 76. Amerika Serikat akhirnya ikut merugi, karena pesawat F-2 tidak jadi dibuat sebanyak 130 unit. Sementara fighter FS-X yang didisain Jepang akhirnya tidak terwujud.


Jepang memiliki pengalaman pahit dengan Amerika Serikat, namun proyek itu mengantarkan Jepang untuk menguasai teknologi baru pesawat tempur, antara lain dengan meng-upgrade teknologi ketinggalan jaman yang dikomersilkan oleh AS. Proyek F-2 yang memakan biaya sangat besar mengantarkan Jepang ke teknologi pesawat tempur advance.

F-2 Jepang, modifikasi F-16 AS (photo: JSDF)
F-2 Jepang, modifikasi F-16 AS
Mitsubishi F-2 Jepang (photo: globalsecurity.org)
Mitsubishi F-2 Jepang
Mitsubishi F 2A
Mitsubishi F 2A

Pesawat Counterstealth Jepang
 
Kini. di saat negara-negara maju masih dalam tahap awal produksi pesawat tempur generasi kelima, Jepang justru telah mempersiapkan konsep dan desain pesawat tempur generasi keenam dengan kemampuan anti pesawat siluman / counterstealth.

Menurut Jane’s Defence, pesawat tempur generasi ke-6 ini akan dibangun berdasarkan pesawat konsep ATD-X (Advanced Technology Demonstrator-X) generasi ke lima Jepang. Pesawat ATD-X sendiri dijadwalkan terbang perdana tahun 2014 -2016 nanti dan telah dikerjakan sejak tahun 2007. Jepang tidak akan memproduksi banyak pesawat generasi kelima ATD-X, melainkan hanya hanya akan digunakan untuk meriset berbagai teknologi yang lebih maju dan integrasi sistem, sebagai dasar untuk memproduksi pesawat tempur generasi keenam.

Mitsubishi ATD-X Shinsin Jepang
Mitsubishi ATD-X Shinsin Jepang
Fighter ATD-X Generasi 5 Jepang
Fighter ATD-X Generasi 5 Jepang
Mockup Fighter Mitsubishi ATDX
Mockup Fighter Mitsubishi ATDX
Disain Pengembangan Fighter ATD-X
Disain Pengembangan Fighter ATD-X
Rencana penggelaran pesawat tempur generasi kelima berteknologi stealth Chengdu J-20 oleh China dan Sukhoi PAK-FA T-50 oleh Rusia membuat Jepang memandang proyek pengembangan pesawat tempur masa depan ini sangat mendesak. ”China dan Rusia masing-masing akan menggelar Chengdu J-20 dan Sukhoi PAK-FA T-50 dalam waktu dekat. Kami tahu 28 radar kami efektif mendeteksi pesawat generasi ketiga dan keempat dari jarak jauh, tetapi dengan munculnya pesawat-pesawat generasi kelima ini, kami tak yakin bagaimana kinerja radar-radar itu nantinya,” ujar Letnan Jenderal Hideyuki Yoshioka, Direktur Pengembangan Sistem Udara Institut Pengembangan dan Riset Teknis Kemhan Jepang.


Dalam konsep Jepang, pesawat tempur generasi keenam akan memiliki kemampuan i3 (informed, intelligent, instantaneous) dan memiliki karakteristik counterstealth. Pesawat generasi keenam inilah yang digadang-gadang akan menggantikan armada F-2, pesawat tempur yang diproduksi berdasar platform F-16 buatan AS.


Meski tidak mengalami hambatan teknologi, Jepang diperkirakan menghadapi rintangan politik dari AS yang selama ini keberatan jika Jepang mengembangkan pesawat tempur sendiri. Salah satu alternatif yang akan ditempuh Jepang adalah mengajak AS mengembangkan bersama pesawat tempur generasi keenam ini. Sebuah situasi yang menjadi berbalik, ketika dulu tahun 1985, AS mengajak Jepang memodifikasi F-16.

Dengan kasus Jet Tempur Korea Selatan dan Jepang tersebut, kira-kira seperti apa cerita pembangunan jet tempur KFX/IFX Indonesia nanti ?.  Indonesia harus cerdik dan bermental baja. 






Sumber : JKGR

KRI Diponegoro-365 Merapat di Turki

MERSIN-(IDB) : Setelah lima hari melaksanakan patrol sebagai dalam rangka tugas sebagai peacekeeper di bawah United Nation Interim Force in Lebanon (UNIFIL) di perairan Lebanon, KRI Diponegoro-365 merapat di Mersin International Port  (MIP), Turki (16/6).

Di hari pertama singgah di Mersin, Prajurit KRI Diponegoro memanfaatkan waktu mereka untuk melaksanakan refreshing, dengan mengunjungi obyek-obyek pariwisata yang ada di sekitar Mersin, Turki, di antaranya Cennet-Cehennem Orenyeri, yang berarti Gua Surga dan Neraka serta pantai Kizkalesi yang di tengahnya ada benteng bernama The Korykos Castle.

Pada hari kedua (17/6) Komandan KRI Diponegoro, Letkol Laut (P) Hersan, S.H. bersama Deputy Maritime Task Force Commander (DMTFC)-Chief of Staff UNIFIL, Kolonel Laut (P) Retiono Kunto dan Athan RI untuk Turki, Kolonel Infantri Syachriyal E.S., melaksanakan Courtesy Call ke pejabat-pejabat yang berada di Mersin Turki, di antaranya Wakil Gubernur (Governur Assistance), M. Suphi Okay, Wakil Wali Kota, Erol Ertan dan Komandan Pangkalan Turki / Chief of Turkish Mediterranean Navy, Rear Admiral Hayrettin Imren.

Sebelum bertolak dari pelabuhan Mersin, KRI Diponegoro mendapatkan kunjungan balasan kehormatan dari Rear Admiral Hayrettin Imren, Captain/Kurmay Abay Imron Demirbilek dan Kolonel/Kurmay Abay Aykut manioglu di hari ketiga (18/6). Komandan KRI Diponegoro menyambutnya dengan memperkenalkan salah satu budaya bangsa Indonesia yaitu tari perang dari daerah papua yang dimainkan oleh para prajurit KRI Diponegoro.

Dalam kesempatan itu, Komandan KRI Diponegoro mengajak para pejabat Angkatan Laut Turki tersebut untuk melaksanakan ship touring, antara lain memperkenalkan ruang Pusat Informasi Tempur (PIT) dan anjungan, kunjungan diakhiri dengan makan siang bersama dan tukar-menukar cindera mata di lounge room perwira.

Setelah kegiatan kunjungan tersebut berakhir, KRI Diponegoro melaksanakan apel kelengkapan dan dilanjutkan kapal bertolak dari Mersin dalam rangka melaksanakan tugas sebagai peacekeeper menuju Area of Maritime Operation (AMO) di perairan Beirut laut Mediterania.







Sumber : Koarmatim

Berita Foto : Exercise Garuda Shield 2013 (3)

KARAWANG-(IDB) : Sesi latihan penerjunan ratusan pasukan Linud Kostrad dan 82nd Airborne Brigade diatas Karawang













Sumber : Kaskus

Pasukan Kostrad Dan Satuan Elite AS Lakukan Terjun Bersama

KARAWANG-(IDB) : Ratusan prajurit Yonif Linud 305 Kostrad dan prajurit 82nd Airborne Brigade US Army mengikuti puncak latihan bersama Garuda Shield-7/2013. Mereka terjun tempur dari C-17 Globemaster milik US Airforce. Setelah mendarat di sasaran pasukan gabungan menyerang sasaran yang sudah ditentukan.

Penerjunan dilaksanakan di Karawang, Jawa Barat. Kedua satuan elite ini memang pasukan berkualifikasi lintas udara atau pasukan terjun. Yonif Linud merupakan salah satu pasukan andalan TNI, sementara 82nd Airborne Brigade adalah pasukan payung legendaris milik AS.

Pasukan bermotto All America ini sudah terjun sejak perang dunia ke-II. Mereka kenyang pengalaman tempur di berbagai belahan dunia.

Sebelumnya, pasukan Linud dari kedua negara ini telah melaksanakan latihan-latihan untuk mendukung kegiatan puncak yaitu latihan menembak, tempur di perkotaan, dan survival. Selain itu ground training serta terjun penyegaran (Jungar) di Cilodong dan daerah latihan Dawuan Karawang. Latihan Garuda Shield digelar selama sembilan hari.






Sumber : Merdeka