SEMARANG-(IDB) : Untuk pertama kalinya, Mabes TNI akan mengirimkan tiga
helikopter ke dalam misi perdamaian PBB yang bertugas di Darfur, Sudan.
Ketiga heli yang terpilih, Mil Mi-17V5 Hip merupakan aset Skadron 31
Serbu Pusat Penerbangan TNI AD (Puspenerbad) yang berpangkalan di
Lanumad Ahmad Yani, Semarang.
Dengan misi berlabel internasional di
daerah konflik, ketiga heli harus memenuhi standar tinggi yang
ditetapkan PBB. Seperti apa peralatan baru yang dicangkokkan ke heli
buatan Rusia ini dan apa untungnya bagi Indonesia memenuhi permintaan
PBB, ikuti penelusuran Beny Adrian berikut ini. Angkasa
mencari informasi langsung ke sarangnya di Skadron 31, Semarang dan
berkesempatan pula mewawancarai Danpuspenerbad, Brigjen TNI Moch.
Afifudin.
Terang saja Puspenerbad girang tak
kepalang menerima kepercayaan dari Pemerintah RI untuk menjalankan misi
mulia di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Sudan. Di
bawah payung United Nations Mission in Darfur (UNAMID) di Sudan, Afrika
Utara, ketiga heli akan bertugas selama satu tahun. Menjadi tantangan
sekaligus kesempatan untuk berbuat yang terbaik, karena penugasan ini
adalah yang pertama bagi TNI mengirimkan kontingen dengan kekuatan utama
pesawat terbang (helikopter) guna mendukung misi PBB. “Rencananya heli
beserta kelengkapan dan personel akan diberangkatkan pada bulan Juli,”
ujar Komandan Puspenerbad Brigjen TNI Moch Afifuddin.
Kisah di
balik pengiriman heli Penerbad ini berawal dari kunjungan Sekretaris
Jenderal (Sekjen) PBB Ban Ki Moon ke Indonesia pada 20 Maret 2012,
berbarengan pelaksanaan Jakarta International Defense Dialogue (21-23
Maret). Kehadiran Ban Ki Moon tak lepas dari tugasnya sebagai pembicara
dalam forum dialog dilanjutkan kunjungan ke Pusat Misi Pemeliharaan
Perdamaian Dunia (PMPP) di Sentul. Kegiatan Ban Ki Moon lainnya adalah
melakukan pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Nah, di
poin ketiga inilah kisah bermula.
Dalam pertemuannya dengan
Presiden SBY, salah satu persoalan yang dikemukan Ban Ki Moon adalah
bahwa PBB masih kekurangan alat angkut helikopter di wilayah konflik
yang ditangani. Saat itu juga Sekjen menawarkan kepada SBY, apakah ada
peluang Indonesia membantu PBB dengan mengirimkan helikopternya. Dengan
keyakinan penuh, SBY pun memberikan jawaban positif bahwa Indonesia akan
mengirimkan heli yang diminta. Pernyataan SBY ini lah yang kemudian
dikemukakan Ban Ki Moon saat berbicara di forum dialog langsung mendapat
aplaus dari hadirin. Setelah itu, perintah pun mengalir secara hirarki
dari Panglima TNI hingga ke satuan pembina yaitu Puspenerbad.
Awalnya permintaan ini adalah untuk memperkuat satgas penerbangan PBB
di Kongo. Karena itu namanya pun semula adalah Kontingen Garuda (Konga)
XXXV-A/MONUSCO. Belakangan PBB merevisi permintaannya dengan mengubah
negara tujuan menjadi Sudan. Dengan demikian nama kontingen menjadi
Konga XXXV-A/UNAMID dengan main operational base di El Fasher, Darfur.
Mengutip dari website PMPP, hingga Juli 2012, Indonesia menduduki
peringkat 16 dari 117 negara kontributor Operasi Pemeliharaan Perdamaian
PBB dengan 1.902 personel (data PBB per 31 Juni 2012). Kontribusi
tersebut terdiri dari 161 polisi, 25 military observers, dan 1.698
personel militer di delapan misi yaitu UNIFIL (Lebanon 1.354), UNMISS
(Sudan Selatan, 14), UNISFA (Abyei Sudan, 1), UNAMID (Darfur, 151),
MONUSCO (DRC, 192), UNMIL (Liberia, 1), MINUSTAH (Haiti, 178), dan
UNSMIS (Suriah, 11). Perkembangan positifnya adalah, kontribusi
Indonesia tidak hanya sebatas personel semata, tapi juga telah
mengirimkan alutsista berupa kapal perang jenis korvet ke dalam Maritime
Task Force (MTF) UNIFIL selama empat kali. Bersama KRI juga selalu
diikutkan sebuah helikopter NBO-105 milik Penerbal.
Guna memenuhi permintaan ini, Puspenerbad
pun menyiapkan tiga helikopter Mi-17V5 terbaik dari 12 unit heli
sejenis yang dimiliki. Pilihan jatuh kepada HA-5156, HA-5157, dan
HA-5159. Ketiga heli ini adalah hasil pengadaan terakhir tahun 2011
sehingga kondisinya masih sangat baik.
Kalau melihat rekam jejaknya,
HA-5156 baru mengantongi 115 jam terbang, HA-5157 mengantongi 102 jam
terbang, dan HA-5159 mengumpulkan 237 jam terbang. Kondisinya masih
sangat baru, dan ini, menurut Brigjen Afifuddin, memberikan kepercayaan
diri tersendiri kepada Indonesia.
“Mi-17 kita satu-satunya yang terbaru, sementara heli negara lain
sudah ribuan jam terbang sehingga PBB pun surprise dengan heli kita,”
beber Afifudin.
Tidak sedikit perombakan dan penambahan
dilakukan terhadap ketiga Mi-17 ini guna memenuhi persyaratan yang
diminta PBB. Secara umum ketiga heli dituntut mampu terbang instrument,
karena tidak tertutup kemungkinan beroperasi di malam hari dan di cuaca
yang berubah-ubah, membawa kargo di eksternal, mengirim-mengambil
pasukan dengan teknik fastrope serta kemampuan beladiri.
Tidak
hanya menyangkut sistem navigasi dan komunikasi, syarat ketat pun
dititahkan sampai ke urusan penerbang. Dalam LOA (Letter of Assist) yang
disampaikan PBB, disebutkan bahwa untuk mengawaki ketiga heli,
Indonesia harus menyiapkan empat set kru yang terdiri dari empat pilot
(PiC) dan empat kopilot. Untuk PiC harus memiliki minimal 1.500 jam
terbang dengan 750 jam di antaranya in command dan 400 jam pada tipe
dimaksud. Sebagai tambahan, PiC juga harus memiliki minimal 30 jam
terbang instrument dan 50 jam terbang malam dengan NVG. Sementara
kopilot harus mengantongi minimal 100 jam terbang di tipe dimaksud.
Demi alasan keamanan terbang, oleh Pemerintah Indonesia akhirnya
disetujui setiap heli akan diawaki oleh dua set kru. Sehingga dengan
tiga heli, disediakan enam pilot serta enam juga kopilot. Semua PiC
(Penerbang I) berpangkat mayor sedangkan untuk kopilot (Penerbang II)
berpangkat lettu dan seorang letda. “Dua orang di antaranya (kopilot)
sudah kandidat pilot, namun belum sempat disupervisi karena keburu
persiapan ke PBB,” kata Letkol CPN Eko Priyanto yang ditunjuk sebagai
Komandan Satgas/ Komandan Detasemen Penerbad di Sudan nantinya.
Bagaimana soal heli?
Jujur saja saat bertandang ke Skadron 31 di Lanumad Ahmad Yani,
Semarang, Angkasa yang sudah mendapatkan penjelasan dari Dansatgas dan
Danpuspenerbad, melihat sendiri kondisi ketiga Mi-17 pasca upgrade.
Secara kasat mata warnanya pun sudah berganti putih sesuai standar PBB.
Di kedua sisi badan heli persis di bawah exhaust terpampang dua huruf
besar UN (United Nations), sementara di kedua sisi tailboom tertulis
United Nations dan bendera Indonesia di vertical tail.
Bagi
mata yang jeli, beberapa penambahan sudah terlihat di bagian luar heli.
Kita mulai dari depan, di kedua jendela pilot ditambahkan pelat baja
(armor plate) Level III untuk menetralisir proyektil kaliber 7,62mm.
Pelat ini melengkapi perisai terdahulu di jendela bawah yang sudah
menjadi bawaan Mi-17 versi militer. Di bawah daerah kokpit ini juga
nongol antena baru VHF versi militer ARC 210 berwarna hitam, melengkapi
antena VHF buatan Rusia yang sudah terpasang sebelumnya. Dengan
spesifikasi baru ini, ketiga heli memang berlimpah radio.
Setiap heli saat ini dilengkapi empat radio VHF dan satu HF untuk komunikasi air to ground.
Lebih lanjut tentang daftar menarik “kemewahan” lain yang dicangkokkan
pada ketiga, juga problem apa yang mewarnai perkawinan peralatan Barat
ke heli buatan Rusia ini, simak Fokus di Majalah Angkasa edisi Mei 2013.
"Posisi Tawar Indonesia Meningkat"
Kepada Angkasa, Kapuspenerbad Brigjen Moch Afifudin mengakui
bahwa pihaknya tidak ingin mengekspos rencana keberangkatan Mi-17 ini.
“Ada media lokal di Semarang memberitakan, tapi itu bukan dari kami,”
ujarnya. Namun kepada Angkasa, jenderal berbintang satu yang ramah ini
memberikan kesempatan untuk mengupasnya secara detail.
Menurut
Afifudin, untuk penugasan ini PBB mensyaratkan heli dengan kapasitas
minimal 20 penumpang. Di lingkungan TNI memang hanya TNI AD yang
mempunyai heli dengan kapasitas tersebut. Sehingga perintah itupun turun
ke Puspenerbad. Kapuspenerbad yang sampai sekarang masih aktif
menerbangkan NBell-412EP ini mengaku bangga, karena pihaknya bisa
menyiapkan heli sesuai keinginan PBB. “Sehingga saat diinspeksi PBB
beberapa waktu lalu, ketiga heli dinyatakan lulus cek. Baik alutsista,
personel, dan alat pendukungnya,” aku Afifudin. Pemeriksaan dilakukan
tim khusus PBB pada 13 Maret lalu di Semarang.
Dengan
diberikannya kepercayaan kepada Indonesia untuk mengirimkan tiga heli ke
misi PBB, ternyata berimbas kepada posisi tawar Indonesia di dunia
internasional. Hal ini didengar sendiri oleh Afifudin dari Letkol CHB
Iroth Soni yang bertugas di markas PBB di New York. “Komandan, saya
salut, ikut senang dan membuat saya merinding. Dengan kita siap
mendukung PBB tidak hanya meningkatkan citra tapi juga bargaining
Indonesia di dunia,” beber Afifudin menirukan penjelasan Letkol Iroth
Soni saat ditemuinya di New York.
TNI dalam Operasi Perdamaian
Mengutip dari
situs PMPP, tercatat bahwa sampai saat ini TNI sudah mengirim
personelnya sebanyak 563 kali dengan kontingen terakhir sebanyak 175
prajurit tergabung dalam Satgas Kompi Zeni (Kizi) Kontingen Garuda
(Konga) XX-J/MONUSCO.
Mereka diterbangkan dari Lanud Halim Perdanakusuma
ke Republik Demokratik Kongo pada 7 Januari lalu. Tahun 1956, ketika
Majelis Umum PBB memutuskan menarik mundur pasukan Inggris, Perancis,
dan Israel dari wilayah Mesir, Indonesia mendukung keputusan itu dan
untuk pertama kalinya mengirim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke
Mesir yang dinamakan dengan Kontingen Garuda I. Kontingen ini bertugas
di Sinai, Mesir pada misi UNEF-1 (United Nation Emergency Force) pada 8
Januari 1957 dengan komandan Letkol Hartoyo.