Data SIPRI ini sesuai dengan pernyataan Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin: Antara.com 12 Feb 2012:
Pesawat intai tanpa awak (UAV) TNI yang dipesan dari PT Kital Philipine Corp mulai operasional pada 2012. Keperluan intelijen menjadi hal mendasar pengadaan wahana udara militer ini.
Lebih lanjut Wakil Menteri Pertahanan menjelaskan:
“Tahun 2006, militer Indonesia melakukan tender untuk pembelian 4 UAV bagi BAIS dan dimenangkan oleh Searcher Mk II lewat perusahaan Philippine Kital Corp”. Selanjutnya: “Dalam ujicoba oleh tim MoD, Searcher MK II mengalahkan kompetitornya UAV Irkut dari Rusia dan UAV Hermes buatan Elbit Israel.
SIPRI 2012 |
Dari penjelasan SIPRI 2012 dan Wamenhan, bisa disimpulkan 4 UAV jenis
Seracher MK II telah tiba di Indonesia pada tahun 2012, untuk keperluan
BAIS TNI.
Jika benar demikian, lalu UAV apa yang sedang ditunggu oleh TNI AU
pada akhir tahun 2013 / 2014 nanti ?. Apakah jenis Searcher MK II juga
atau dari jenis yang lebih canggih.
Mari kita simak pernyataan dari petinggi TNI AU:
Dan Lanud Supadio Kolonel Pnb Ir Novyan Samyoga, Pontianak, Kalbar, Kamis (17/1/2013) :
“Dalam waktu dekat kita akan dapat bantuan kekuatan satu skuadron pesawat tanpa awak. Kita berharap 2013 ini sudah datang dan siap dioperasikan”.
“Pesawat yang akan beroperasi nanti diperkirakan kemampuannya sekitar 400 km di perbatasan laut. Saat ini kita masih menunggu kedatangan UAV tersebut. Semuanya berdasarkan perintah Menteri Pertahanan,” jelas mantan ajudan wakil presiden tahun 2009 ini.
Pesawat itu tidak bisa ditangkap radar militer. Termasuk radar untuk penerbangan yang ada di Bandara Supadio tidak bisa melacak atau menjejaki UAV itu. Equator-news.com
Dan Lanud Supadio menjelaskan, UAV TNI AU nanti memiliki jangkauan
400 km, sementara menurut Wamenhan UAV yang datang tahun 2012, Searcher
MK II memiliki kemampuan jelajah hingga radius 200 km dalam waktu 15
jam.
Dari dua keterangan itu jelas, kemampuan UAV kiriman tahun 2012, berbeda dengan milik TNI AU nanti.
Lebih lanjut, kemampuan UAV TNI AU nanti diterangkan sebagai berikut:
Kolonel (Pnb) Kustono, Danlanud Supadio: (equator-news.com 13-Jan-2012) :
“Pesawat tanpa awak di Pangkalan Udara Supadio diarahkan untuk memperkuat kemampuan pemantauan termasuk daerah perbatasan di Kalimantan Barat. Bahkan juga dioperasikan untuk pengawasan di pulau Kalimantan,” katanya sembari mengatakan kalau pesawat tersebut juga dapat dipersenjatai serta dilengkapi dengan peralatan pendeteksi untuk kondisi malam dan siang hari.
Selain keternagan itu, juga disebutkan, taxiway di Lanud Supadio
diperlebar agar bisa dilalui oleh UAV yang akan datang. Hanggar khusus
juga telah disiapkan. Penjelasan ini bisa memberi gambaran bahwa UAV
yang datang berukuran besar.
Panglima Komando Operasi TNI AU I Marsekal Muda TNI Dede Rusamsi (antara.com):
“Pesawat jenis itu juga digunakan AB India guna menjaga perbatasannya dengan China dan Pakistan rencananya kita akan menambah satu skuadron berupa pesawat tanpa awak di Pangkalan Udara Supadio Pontianak untuk memperkuat kemampuan pemantauan termasuk daerah perbatasan di Kalimantan Barat,”.
Pesawat tersebut juga dapat dipersenjatai serta dilengkapi dengan peralatan pendeteksi untuk kondisi malam dan siang hari.
UAV yang bisa terbang sejauh 400 km adalah kelas UAV Heron. UAV ini
dikembangkan terus oleh Israel menjadi Heron TP alias Eitan. Namun
untuk saat ini Heron TP atau Eitan hanya digunakan 5 negara, yakni
Israel, Jerman, Perancis, Spanyol dan Inggris.
UAV yang bisa terbang siang dan malam atau seharian, juga kelas
Heron yang mampu terbang hingga 50 jam. Sementara UAV Searcher 2 hanya
mampu terbang 18 jam. Untuk itu UAV Heron disebut juga sebagai:
medium-altitude long-endurance unmanned aerial vehicle. UAV Searcher II
sesuai dengan ukurannya yang lebih kecil hanya bisa terbang di
ketinggian 6000 meter. Sementara Heron mampu terbang setinggi 10.000
meter. Tentu Eitan alias Heron TP bisa terbang lebih tinggi dan lama,
yakni 70 jam dengan ketinggian di atas 14.000 meter.
Jika merujuk pada UAV India, maka India saat ini menggunakan UAV Heron.
UAV Israel yang bisa menembakkan rudal adalah Eitan alias Heron TP. Kelebihan Eitan, ia dilengkapi radar lebih canggih serta alat anti jamming.
Mungkin kita masih ingat bagaimana drone Amerika Serikat bisa dibajak/
diturunkan oleh Iran karena memiliki anti jamming yang buruk.
Keterangan anti jamming itu sesuai dengan:
Danlanud Supadio Kolonel Pnb Ir Novyan Samyoga: (equator-news.com 17 Jan 2013:
Pesawat itu juga tidak bisa ditangkap radar militer. Termasuk radar untuk penerbangan yang ada di Bandara Supadio tidak bisa melacak atau menjejaki UAV itu.
Keterangan lain disampaikan oleh Wakil Presiden Program Pesawat Nirawak Elbit Systems Jonathan Sinay: tempo.co 16 Feb 2012
Mempertimbangkan kondisi geografis, Sinay menyebutkan Hermes 450 sebagai tipe pesawat intai nirawak yang paling ideal digunakan di Indonesia. “Saya rasa untuk Indonesia dengan banyak pulau dan laut, Hermes 450 sudah cukup,” katanya.
Hermes 450 adalah “pendahulu” Hermes 900 dengan kemampuan tidak kalah
canggih. Pesawat berbadan mirip tabung berwarna abu-abu ini memiliki
bobot seberat 150 kilogram dan sayap terbentang horizontal sepanjang
10,5 meter serta ekor berbentuk seperti huruf “V” tegak. Hermes 450
mampu terbang hingga ketinggian 18 ribu kaki selama 20 jam. Jangkauan
terbangnya mencapai jarak 60-100 kilometer.
Karena ukurannya yang relatif besar, Hermes 450 menggunakan satu roda
di bagian depan dan dua roda di belakang, sehingga memerlukan landasan
untuk penerbangan dan pendaratannya. Baling-balingnya terletak di bagian
belakang pesawat. Adapun kamera pengintai terpasang di bagian
tengah-bawah badan pesawat, di antara roda depan dan belakang. Kamera
yang terpasang di dalam selubung berbentuk setengah bola itu siap
mengawasi sasarannya.
UAV Searcher II
UAV Searcher II atau Searcher MK II adalah UAV jenis lama yang telah
dimiliki dan diopersikan oleh Angkatan Udara Singapura (RSAF) sejak
tahun 1994. Bahkan UAV Singapura ini sempat dipinjam Kopassus pada tahun
1996 untuk mendukung operasi Mapenduma, pembebasan sandera di Papua.
Singapura sendiri akan memensiunkan UAV Searcher II, digantikan UAV
jenis Heron 1 yang mulai dioperasikan RSAF pada tahun 2012. UAV Heron 1
bisa terbang lebih dari 24 jam dan menghadirkan video yang full colour.
Selain UAV Heron 1, Singapura juga memiliki UAV jenis Hermes 450.
Merujuk pada logika di atas, memang menjadi sesuatu yang ganjil jika
Indonesia pada akhir tahun 2013 atau awal 2014, hanya akan mendatangkan
UAV jenis Searcher II, sementara Singapura telah memilikinya sejak
tahun 1994.
Patut diduga UAV yang didatangkan TNI AU nanti adalah jenis Heron
atau Hermes 450, setara dengan UAV milik Singapura. Jika kita masukkan
kata kunci “bisa dipersenjatai”, maka UAV itu adalah jenis Heron TP
alias Eitan.
Sumber : JKGR