Pages

Sabtu, Maret 30, 2013

KSAD Setuju Kopassus Kandang Menjangan Tolak Kunjungan Komnas HAM

JAKARTA-(IDB) : Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Pramono Edhie menganggap wajar ketika anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak diizinkan masuk kedalam markas Kopassus Kandang Menjangan, Sukoharjo, Jawa Tengah. Pasalnya, Komnas HAM memang tidak memiliki izin untuk memasuki markas Grup-2 Kopassus itu.
Pramono pun membantah ada upaya menghalangi penyelidikan Komnas HAM terkait dugaan keterlibatan anggota Kopassus dalam insiden Lapas Cebongan, Yogyakarta. Menurutnya, larangan itu sudah sesuai dengan prosedur

"Ada satu aturan andai seseorang masuk camp militer, apalagi hendak melakukan suatu kegiatan, harus ada izin dari Panglima TNI lalu KSAD," kata Pramono  dalam jumpa pers di Mabes AD, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (29/3).

Ketentuan ini, lanjutnya, berlaku di setiap fasilitas TNI. Ketentuan ini juga berlaku bagi semua pihak bahkan petinggi negara. "Anak sekolah mau outbond saja harus izin. Jangankan Komnas HAM, DPR Komisi I yang merupakan mitra kita saja harus izin dulu," ujarnya.

Pramono justru memuji ketegasan anak buahnya dalam menjalankan peraturan. Menurutnya, apabila anggota Komnas HAM diizinkan masuk maka Komandan Kandang Menjangan akan mendapat hukuman.

"Saya setuju dengan apa yang dilakukan Kartosuro (Kopassus Kandang Menjangan) karena memang belum ada izin. Kalau masuk justru jadi pelanggaran SOP berat," pungkasnya.

Seperti diketahui, tim investigasi dari Komnas HAM gagal bertemu Kopassus di markas Grup-2 Kopassus Kandang Menjangan, Sukoharjo. Komnas HAM bermaksud meminta keterangan Kopassus untuk mengusut pelanggaran HAM dalam kasus penyerangan lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman, Jogjakarta yang menyebabkan empat orang tahanan meninggal.

Keempat tahanan adalah Dicky Sahetapi alias Dicky Ambon, Dedi, Ali, dan YD alias Johan. Mereka merupakan tersangka pengeroyokan terhadap anggota Kopassus, Sertu Heru Santosa.

KSAD Lindungi Pangdam IV Diponegoro

KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo melindungi pernyataan Pangdam IV/ Diponegoro Mayjen Hardiono Saroso yang di awal kejadian sudah menyatakan tidak ada anggota TNI yang terlibat.
"Saat itu sudah benar. Tolong dilihat waktunya, itu kan hanya sesaat , jangan sampai semua panik. Bukan berarti menutupi. Kondisi yang disampaikan pangdam sesuai dengan kondisi situasi saat itu.  Dia harus beri jaminan  rasa aman di Jawa Tengah," kata Pramono kepada wartawan, Jumat (29/3)
   
Mantan ajudan presiden Megawati ini menjelaskan, tim investigasi dibentuk dan dipilih dari  penyidik militer terbaik.  "Mereka  adalah orang-orang yang memungkinkan untuk memperlancar kegiatan. Ada juga Pom daerah, juga ada dari Kopassus," kata Pramono yang sejak perwira pertama banyak berkarir di Korps Baret Merah ini.
   
Pramono mengakui sekaligus meralat pernyataan Kepala BIN Marciano Norman yang menyebut senjata dengan peluru kaliber 7,62 mm adalah senjata yang tidak lagi dipakai TNI. "Soal senjata ini harus jujur saya nyatakan bahwa 7,62 masih kami gunakan," katanya menjawab pertanyaan wartawan.
   
Mantan Pangkostrad itu menjelaskan, kaliber 7,62 mm adalah kaliber besar. "Kalau yang standar 5,56 mm produk Pindad juga kita gunakan, terutama di satuan infanteri," katanya. Sedangkan kaliber 7,62 digunakan di kalangan tertentu di TNI-AD. "Misalkan untuk sniper, karena ini bisa untuk jarak jauh dan lebih akurat,"tambahnya.
   
Dia menyebut beberapa varian yang menggunakan kaliber 7,62 mm. "Misalkan G-3, SP, dan AK 47," katanya. G-3 yang dimaksud KSAD adalah senjata serbu Heckler and Koch G3 buatan Jerman.  Sedangkan SP adalah Spetsialnyj Patron buatan Rusia. "Itu senjata masih ada yang kita gunakan, baik di kewilayahan, bantuan tempur, maupun satuan tempur. Sejujurnya, masih," kata Pramono. 






Sumber : JPNN

Tidak Masuk Akal Kopassus Serbu Lapas

JAKARTA-(IDB) : Anggota Komisi I (Bidang Pertahanan dan Intelijen) Tjahjo Kumolo menyatakan tidak masuk akal satuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) menyerbu sebuah lembaga pemasyarakatan, apalagi motifnya balas dendam korps.

"Polri saya yakin dengan profesionalismenya sudah mendeteksi pelaku tersebut dan dengan adanya perintah Presiden, saya kira intelijen TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) mem-`back up` langkah-langkah Polri untuk mengusut peristiwa tersebut," katanya melalui pesan elektronik kepada Antara di Semarang, Jumat malam.

Sebelumnya, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) membentuk tim investigasi terkait dengan kasus pembunuhan empat tahanan di LP Kelas IIB Cebongan, Sleman.

Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (29/3), menjelaskan bahwa pembentukan tim investigasi itu karena adanya indikasi keterlibatan prajurit TNI AD dalam penyerangan ke LP Cebongan. "Dari hasil temuan sementara, indikasinya ada peran oknum TNI AD yang bertugas di Jawa Tengah," katanya.

Lebih lanjut Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa Kopassus adalah kesatuan khusus yang merupakan bagian pokok TNI, khususnya TNI AD, yang mempunyai kekuatan gelar satuan. Dalam arti, Kopassus mempunyai kesiapan operasional satuan khusus, misalnya, operasi khusus terhadap sasaran strategis terpilih terkait dengan teroris dan ancaman pertahanan negara.

"Operasi khusus Kopassus merupakan kebijakan KSAD dan perintah Panglima TNI," kata Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan yang juga alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu.

Di sisi lain, kata dia, Kopassus mempunyai satuan intelijen deteksi dini dan cegah dini, kemudian senjata yang dipakai kesatuan itu adalah senjata standar dunia, seperti HK416, HK MP7, HK 417, dan memakai beberapa senjata buatan Pindad.

Idealnya posisi persenjataan Kopassus adalah Mantap I, yang menurut Tjahjo secara bertahap harus diperbaharui. Hal ini tugas KSAD mendatang yang harus melakukan reformasi militer, inovasi militer, transformasi pertahanan, serta membangun kekuatan personel yang profesional dan peningkatan persenjataan yang sinergis antara satuan-satuan TNI AD lainnya, seperti Kostrad dan Penerbad.

"Jadi, tidaklah mungkin sampai Komandan Kopassus di mana pun menggerakkan satuan-satuan kecilnya untuk hal-hal di luar dari perintah KSAD/Panglima TNI," katanya menegaskan.

KSAD Akui TNI AD Masih Gunakan Peluru 7,62 mm

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Pramono Edhie Wibowo mengakui bahwa sejumlah kesautan dalam TNI AD masih menggunakan amunisi 7,62 milimeter.

"Amunisi 7,62 mm masih tetap kami gunakan karena senjatanya pun masih digunakan," kata Pramono dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.

Hal ini diungkapkan Pramono terkait pernyataan Tim labfor Polri yang menemukan proyektil peluru 7,62 mm yang diduga digunakan oleh para pelaku dalam penyerangan di Lapas Kelas IIB Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta.

Peluru itu diduga digunakan oleh 17 orang pelaku penyerangan untuk menembak tersangka pembunuh Sertu Santoso, anggota Grup II Kopassus Kandang Menjangan.

Pramono mengatakan bahwa peluru itu digunakan untuk hal-hal tertentu seperti oleh para penembak runduk (sniper), satuan kewilayahan, satuan bantuan tempur, dan satuan tempur.

Peluru berukuruan 7,62 mm itu masih digunakan TNI untuk senjata-senjata jenis AK-47, G-3, dan SP.

"Namun, umumnya standar militer infanteri adalah peluru 5,56 mm. Itu sudah umum di dunia," kata mantan komandan jenderal Kopassus itu.

Pramono menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menutup-nutupi temuan tim investigasi TNI-AD di lapangan dan akan menindak secara tegas jika ada keterlibatan prajurit terhadap penyerangan Lapas Cebongan. 






Sumber : Antara