Pages

Selasa, Januari 29, 2013

Berita Foto : Pameran Alutsista Di Ajang Rapim 2013

JAKARTA-(IDB) : Seusai rapim Kemhan, satu even yang ditunggu-tunggu military fan boys seperti ARC'ers adalah Rapim TNI. Seperti sudah mentradisi, Rapim TNI yang berlangsung mulai tanggal 29 Januari 2013 ini juga memamerkan berbagai alutsista bikinan dalam negeri.

Langganan utama pameran tak lain adalah BUMNIS pertahanan seperti Pindad, PT.DI, PT.PAL serta PT.DKB. Tidak ketinggalan dinas penelitian masing-masing angkatan serta Balitbang Kemhan. 
Berbagai perusahaan swasta juga ikut tampil. Beberapa diantaranya bahkan masih terbilang baru, seperti Boogie yang produknya biasanya kita kenal melalui peralatan mendaki. Perusahaan swasta lainnya juga menampilkan produk terbaik mereka.

Mulai dari seragam tempur hingga simulator pesawat dan tank. Beberapa produk yang menarik perhatian nanti akan kami beberkan secara detail. Untuk sementara, silahkan nikmati dulu pameran Rapim TNI 2013 melalui jepretan kamera kami.






Sumber : ARC

Menhan : Tiga Tahun Kedepan Alutsista TNI Lebih Baik Dan Modern

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro optimis penyehatan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) Indonesia akan membaik paling lambat dalam jangka waktu tiga tahun kedepan. Penyehatan alutsista dilakukan berdasarkan Undang-undang (UU) Industri Pertahanan Negara.
"Penyehatan akan dilakukan berdasarkan Industri pertahanan dan akan kita lakukan dalam waktu tiga tahun. Saya optimis semua itu akan bisa kita lakukan," kata Purnomo Yusgiantoro, sesaat setelah menghadiri Rapat Pimpinan (Rapim) TNI 2013 di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (29/1).

Untuk mencapai semua itu, Purnomo berharap adanya kesatuan persepsi dari seluruh pimpinan TNI dalam pelaksanaan tugas 2013. Dengan demikian, penguatan alutsista dapat berjalan sesuai dengan arah kebijakan dan mendapat hasil yang optimal.

Dalam Rapim TNI 2013 yang berlangsung mulai 28 sampai 30 Januari sebagai bentuk sarana komunikasi bertukar informasi para pimpinan agar tercapai satu tujuan dan kesatuan, tindakan serta evaluasi program kerja kinerja organisasi TNI.

Selama hasil evaluasi Rapim TNI sebelumnya, yang menonjol diantaranya adalah belum terlengkapinya alat utama sistem senjata (alutsista) pengganti dari sebagian alutsista lama, penggelaran kekuatan TNI yang relatif masih bertumpu di pulau Jawa, serta keterbatasan dukungan anggaran yang belum mencukupi dalam mewujudkan kekuatan pokok minimun TNI.

Tujuan Rapim TNI untuk mengevaluasi pelaksanaan pembinaan kekuatan dan kemampuan serta gelar TNI 2012, menambah wawasan pengetahuan unsur pimpinan TNI tentang kondisi dan ketentuan yang berlaku berkaitan dengan pelaksanaan tugas TNI 2013

Rapim sendiri diikuti oleh 165 peserta terdiri dari 4 pimpinan TNI, 47 pejabat Mabes TNI, 47 pejabat TNI AD, 35 pejabat TNI AL, 22 pejabat TNI AU dan 10 peninjau.

Disamping pelaksanaan Rapim TNI, dalam kesempatan tersebut juga diadakan static show alat pertahanan dalam negeri di lapangan apel gedung BIII Mabes TNI Cilangkap. Peserta yang terlibat terbagi 38 perusahaan.

Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, dalam amanat pembukaan Rapim TNI, menegaskan, kondisi lingkungan strategis kawasan saat ini penuh dengan ancaman yang bersumber dari aktor negara maupun non negara.

"Bentuk ancaman dan tantangannya beragam. Secara garis besar dapat dikelompokkan dalam rupa simetriis dan asimetris," kata Agus.

Namun demikian, yang perlu menjadi catatan bahwa ancaman simetris tidak dapat dibatasi pada organisasi aktornya, namun juga bagaimana kekuatan, kesenjataan dan moralnya.

Dijelaskanya, ancaman dan tantangan simetris muncul dari kasus seperti sengketa perbatasan antar negara, perlombaan senjata dan masalah kebebasan penggunaan laut. Sebaliknya, ancaman asimetris secara umum muncul berupa perompakan, pembajakan, terorisme, dan lain sebagainya. 




Sumber : BeritaSatu

Indonesia Jepang Tingkatkan Kerjasama Militer

JAKARTA-(IDB) : Pemerintah RI dan Jepang menjalin kerjasama di bidang militer. Kerjasama ini diwujudkan melalui sinergi antara TNI Angkatan Darat dan Pasukan Beladiri Jepang.
"Kalau dulu kerja sama Indonesia dan Jepang itu banyak kepada bidang ekonomi, tapi sekarang dalam pemerintahannya mereka juga menekankan kerja sama di bidang militer," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, usai mendampingi Presiden SBY menerima Kepala Staf Pasukan Beladiri Jepang atau Japan Grounds Sele Defense Force (JGSDF) Eji Kamizuka, di Kantor Presiden, Selasa (29/1).

Dalam kerja sama militer tersebut, Presiden SBY, papar Purnomo menekankan lima hal utama, yakni pendidikan dan latihan (diklat), SDM, industri pertahanan, penanganan terorisme, dan manajemen penanggulangan bencana.

Seperti diketahui, setelah Perang Dunia II, konstitusi Jepang melarang memperkuat angkatan bersenjatanya. Angkatan besenjatan mereka disebut sebagai Pasukan Beladiri. Tapi melihat situasi yang terjadi di Laut China Selatan, juga hubungan Jepang dan Korea serta Rusia, mereka mulai terbuka untuk mengembangkan armadanya.

"Sekarang ini mereka melihat situasi di Laut China Selatan, situasi antara mereka dengan Korea, mereka dengan Cina, dengan Rusia. Mereka merasa perlu membangun self defence forces, dan ini bertahap," kata Purnomo.

Terkait Laut Cina Selatan, Menlu Marty Natalegawa menegaskan, dalam pertemuan tersebut Jepang tidak meminta dukungan Indonesia dalam konflik yang berlarut tersebut.

Selain itu, dalam pertemuan tadi, Indonesia juga mengundang Jepang untuk menghadiri latihan gabungan yang diadakan di Sentul, Jawa Barat, pada September mendatang. "Pada September mendatang, kita akan mengadakan latihan gabungan untuk terorisme yang diikuti oleh 18 negara. Kita mengundang Jepang, dan mereka berencana untuk datang," tambah Purnomo.

Dari pihak Jepang, Jenderal Eji Kamizuka hadir didampingi Dubes Jepang untuk Indonesia Yoshinori Katori, Kepala Penelitian dan Divisi C4 Departemen Program dan Kebijakan JGSDF Kolonel Yoshihisa Nakano, dan Atase Pertahanan Jepang untuk Indonesia Kapten Toshiako Kondo.

Sementara itu, Presiden didampingi antara lain Menlu Marty Natalegawa, Menhan Purnomo Yusgiantoro, Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah, dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo.





Sumber : BeritaSatu

DPR Pastikan Pengembangan Rudal C-705 China Di Indonesia

JAKARTA-(IDB) : Dewan Perwakilan Rakyat memastikan adanya pengembangan rudal C-705 asal Cina di Indonesia. Peluru kendali yang akan dipasang di kapal cepat rudal tipe 40 produksi lokal itu diharapkan bisa diproduksi dalam negeri secepatnya.

"Untuk tahap pertama kita akan beli dulu dari Cina," kata Wakil Ketua Komisi Pertahanan Tubagus Hasanudin kepada Tempo, Senin, 28 Januari 2013. Setelah membeli beberapa unit peluru kendali, Cina dan Indonesia akan melakukan produksi bersama rudal tersebut.

Kontrak pembelian misil asal Cina ini, kata Hasanudin, sudah ditandatangani dan disetujui oleh DPR. "Tapi saya lupa kapan dan berapa nilainya," ujar dia.


Dalam daftar pinjaman luar negeri khusus alat utama sistem persenjataan utama, pengadaan rudal C-705 dianggarkan sebesar US$ 7,5 juta untuk enam unit hingga 2014. "Seluruhnya akan dipasang di KCR 40, nanti yang memasang peluncur rudalnya PT. Penataran Angkatan Laut," kata Hasanudin.


Jenis rudal yang akan dipasang di kapal pemukul itu, akan berbeda-beda. "Tahap pertama memang cuma C-705, berikutnya nanti ada pengembangan," ujar Hasanudin.


TNI Angkatan Laut sendiri menilai rudal jenis surface to surface ini cocok dipasang di KCR 40. "Akurasinya bagus dan mematikan," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Untung Suropati.

Menurut Untung, rudal C-705 akan tiba di Indonesia tahun 2014 mendatang. "Tiga pabrikan lokal bakal terlibat dalam tahapan transfer teknologi rudal ini," kata dia. Pabrikan yang akan dilibatkan antara lain, PT. Pindad, Lapan, dan PT. Dirgantara Indonesia.


Pembelian rudal C-705 ini merupakan bagian dari usaha melengkapi persenjataan kapal cepat rudal pabrikan Palindo Marine Batam. Selain dipersenjatai rudal, kapal pemukul ini juga dilengkapi dengan Sensor Weapon Control (Sewaco) berupa meriam kaliber 30 milimeter yang juga diimpor dari Cina dan Afrika Selatan.





Sumber : Tempo

Rudal X-38, Senjata Andalan T-50 Rusia

MOSCOW-(IDB) : Rusia mulai melengkapi Angkatan Udaranya dengan rudal modern X-38 air-to-surface (udara-ke-permukaan). Rudal jarak pendek ini dikembangkan untuk digunakan pesawat tempur generasi kelima T-50, pesawat bomber dan pesawat-pesawat tempur yang sudah ada dalam layanan antara lain Sukhoi Su-34 dan MiG-29 CMT.

Rudal itu telah diuji coba secara rahasia pada tahun 2012 lalu, dan beberapa rudal sudah mulai melengkapi Angkatan udara Rusia pada akhir Desember 2012. Penyerahan rudal dalam skala besar akan segera dilakukan. Rudal baru ini dilengkapi dengan hulu ledak pandu (guided) independen. Rudal ini akan memudahkan berbagi misi dan meningkatkan kemampuan jet tempur T-50 multirole (multiguna), kata Victor Litovkin, chief editor dari majalah "Voennoe Nezavisimoe Obozrenie" Rusia.

"Sebuah jet tempur mungkin memiliki karakter khusus, antara lain tidak terdeteksi radar dan berbagai fitur lainnya, namun ini hanya pesawat terbang. Ketika pesawat tersebut dilengkapi dengan peluru kendali presisi tinggi, maka akan menjadi menakutkan. Namun faktanya, rudal yang dilengkapkan pada jet tempur siluman maka akan menambah kemungkinan pesawat tersebut terdeteksi oleh radar" kata Victor Litovkin. -F-35 membawa rudalnya di internal weapon bay, tidak pada wing atau luar body-

Beruntungnya, rudal baru ini diklaim tidak memantulkan radar karena memiliki fitur lain yang modern. Rudal ini dapat mengarahkan diri saat terbang dengan menggunakan sistem navigasi GLONASS. Konflik-konflik bersenjata baru-baru ini, antara lain yang terjadi Afghanistan dan Timur Tengah telah menunjukkan bahwa sulit menemukan target bahkan dengan bimbingan (guidance) dari darat karena sistem kamuflase penyamaran telah dikembangkan. Rudal ini akan dipandu menuju target dengan satelit GLONASS, kata Victor Litovkin. 

"Akurasi rudal akan meningkat karena satelit GLONASS akan melihat target dan rudal, lalu menggabungkan kedua poin tersebut. Faktanya rudal ini supersonik, terbang dengan kecepatan tinggi ke arah target dengan dipandu, akhirnya misi yang sulit akan terselesaikan. Singkatnya, ini adalah prestasi besar pengembangan rudal Rusia," tambah Victor Litovkin.

Rudal X-38 mampu menghancurkan kendaraan lapis baja yang bersembunyi pada jarak 3 hingga 40 kilometer. rudal ini akan meningkatkan kapasitas tempur Angkatan Udara Rusia.





Sumber : Artileri

China Ujicoba Antipeluru Kendali

BEIJING-(IDB) : Kementerian Pertahanan China mengonfirmasi tentang keberhasilan mereka mengujicoba sistem penangkal atau anti serangan peluru kendali. Ini menjadi langkah kedua kali China setelah operasi serupa pada 11 Januari 2010.

Uji coba seperti itu sebelumnya juga dilakukan Amerika Serikat dan Jepang. Materi tes meliputi juga pendayagunaan teknologi deteksi yang rumit, melacak, dan menghancurkan misil balistik yang terbang di ruang angkasa.

China menunjukkan "kekuatan otot" militernya secara semakin terbuka melalui kampanye pemberitaan yang terang-terangan. Pada masa lalu, China sangat tertutup tentang hal ini, laiknya sikap negara-negara komunis. 

Sebelumnya, Korea Selatan juga mengujicoba sistem serupa yang dinamakan Naro, sebagai respons dari peluncuran "sistem satelit" melalui roket Unha-3 Korea Utara. 

China memerlukan berbagai sumber daya secara masif dan ruang seluas-luasnya di dunia untuk bisa memelihara tingkat pertumbuhan ekonomi bagi 1,2 miliar penduduknya sekaligus meningkatkan penetrasi pasar produknya. China juga secara semakin agresif dan terang-terangan mengklaim sepihak atas sebagian besar perairan Laut China Selatan.

Sikap ini berhadapan langsung dengan kepentingan serupa atas sebagian kecil Laut China Selatan oleh Brunei Darussalam, Viet Nahm, Filipina, dan Malaysia. China juga tengah bersengketa serius tentang kepemilikan perairan dengan Jepang atas Kepulauan Senkaku, di Laut China Timur.
 
 
 
 
 
Sumber : Antara

Indonesia Berguru Ke Korea Selatan Untuk Kemajuan Iptek Dalam Negeri

JAKARTA-(IDB) : Indonesia berkiblat ke Korea Selatan dalam mengembangkan inovasi sains dan teknologi. Negeri Ginseng telah membuktikan mampu lepas dari ketergantungan teknologi negara maju dan bisa membangun dengan teknologi sendiri. Bahkan Korea kini berstatus sebagai negara maju yang terus mengejar prestasi tetangganya, Jepang.

"Korea punya pengalaman mengembangkan iptek yang bagus. Kita bisa mencontoh mereka," kata Dudi Hidayat, peneliti Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Pappiptek) LIPI, Senin, 28 Januari 2013.

Korea menjadi salah satu peserta seminar Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Research and Technology 2013 yang dibuka di Auditorium LIPI hari ini. Seminar untuk membahas kerangka strategis pengembangan sains dan teknologi antar-negara-negara anggota APEC ini digelar Pappiptek LIPI bersama Kementerian Pendidikan, Sains, dan Teknologi Korea Selatan serta Science and Technology Policy Institute.

Acara yang akan berlangsung hingga 1 Februari ini juga diikuti Amerika Serikat, Cina, Rusia, India, Prancis, Meksiko, Kanada, Australia, Papua Nugini, Cile, Taiwan, Laos, Iran, Nepal, Bangladesh, Thailand, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Jepang. Sejumlah organisasi riset internasional dan pakar juga diundang.

Kepala Divisi Riset Sistem Manajemen Sains dan Teknologi LIPI, Trina Fizzanty, mengatakan, pertemuan ini penting untuk bertukar pikiran tentang teknologi antara negara maju dan negara berkembang. "Indonesia bisa mempelajari teknologi yang dapat diadaptasi dari negara lain," ujarnya.

Pengembangan teknologi di Indonesia berfokus pada tujuh bidang, yakni pangan, energi dan air, kesehatan, pertahanan, transportasi, informatika, dan material maju. Seluruhnya membutuhkan inovasi sains dan teknologi yang sesuai supaya dapat dikembangkan, terutama pada skala industri.

Dudi mengatakan, sektor industri di Indonesia kurang menyerap teknologi hasil lembaga riset dan universitas. Ini wajar karena negara berkembang biasanya lebih banyak mengambil teknologi dari luar negeri. Namun, tidak semua negara berkembang mampu mengadopsi teknologi dari negara maju.

Karena itu, pengalaman Korea Selatan penting sebagai pelajaran. Sekitar tahun 1960, Korea masih bergantung pada teknologi dari Amerika Serikat dan Eropa. Namun, sejak 1980, bangsa Korea mengembangkan teknologi sendiri. "Pengguna teknologi impor akhirnya bisa menghasilkan teknologi sendiri," kata Dudi.

Direktur Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Research and Technology, Jeong Hyop Lee, mengatakan, butuh waktu puluhan tahun dan upaya keras bagi Korea untuk bangkit dan mandiri teknologi. Korea mengawalinya dengan mengerahkan tenaga kerja murah untuk memproduksi barang ekspor, terutama ke pasar Amerika. Mereka pun terus melakukan alih teknologi dari negara-negara maju. Hingga akhirnya berfokus mengembangkan teknologi untuk industri berat (otomotif, kapal, elektronik), dan kimia.

"Kini Hyundai menjadi industri otomotif peringkat lima dunia," ujar Lee, menyebutkan keberhasilan Korea mengembangkan industri otomotif, salah satu industri berat yang teknologinya digarap serius sejak 1980-an.

Kepala Pappiptek LIPI, Husein Avicenna Akil, mengatakan, langkah Korea Selatan patut ditiru, meski tidak gampang. Indonesia tidak dapat selamanya menggantungkan teknologi asing. "Kondisi kita berbeda dengan negara berkembang lain dan negara maju."


Inilah Cara Korea Mandiri Teknologi 

Korea Selatan dikenal sebagai salah satu negara maju di Asia. Bersama Jepang, Negeri Ginseng dikenal sebagai negara dengan industri otomotif yang mampu memproduksi mobil-mobil kelas dunia. Jepang lewat Honda dan Toyota, Korea lewat Hyundai.
Prestasi Korea mendongkrak industri otomotif tentu tidak seperti membalikkan telapak tangan. Mereka mengawali kemandirian justru dengan ketergantungan teknologi dari negara-negara maju.


"Dekade 1960 kami hanya punya tenaga kerja murah dan pasar domestik yang rendah," kata Jeong Hyop Lee, peneliti di Science and Technology Policy Institute, Senin, 28 Januari 2013. Lee menjadi salah satu pembicara dalam seminar Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Research and Technology 2013 yang dibuka di Auditorium Lembaga Ilmu Pengetahua Indonesia hari ini.

Ia mengatakan, tenaga kerja murah Korea saat itu dikerahkan memproduksi barang dan jasa untuk memenuhi pasar ekspor, terutama ke Amerika Serikat. Bersamaan dengan itu teknologi dari negara maju mulai diadopsi untuk menggerakkan industri.

Aliran teknologi dari negara-negara maju, salah satunya Amerika Serikat, semakin gencar lantaran saat itu terjadi perang dingin antara Korea Selatan dengan negara tetangganya, Korea Utara. Alih teknologi menjadi semacam bentuk dukungan dari Amerika dan negara-neara sekutunya supaya paham komunis tidak menyebar ke selatan.

Namun, Lee mengatakan, pertumbuhan ekonomi Korea sangat sulit berkembang jika hanya mengandalkan ketergantungan teknologi dari negara lain. Hingga bangsa Korea menghadapi titik balik pada akhir dekade 1970. Saat itu terjadi krisis minyak dunia yang berdampak pada pemblokiran aliran teknologi dari negara maju ke negara berkembang.

Mulailah bangsa Korea berusaha menggerakkan perekonomian dengan tenaga sendiri. Pemerintah saat itu memacu pertumbuhan ekonomi lewat industri berat dan kimia, antara lain otomotif, kapal, dan elektronik. "Ini membutuhkan inovasi sains dan teknologi," ujar dia.

Untuk mengembangkan sains dan teknologi, pemerintah Korea mendirikan lembaga riset pemerintah, yakni Science and Technology Policy Institute (lembaga riset Korea, seperti LIPI di Indonesia), dan konsorsium riset nasional. Konsorsium berperan sebagai lembaga "penyangga" yang membagi risiko investasi antara pihak pemerintah dan sektor swasta.

Strategi ini terbukti cocok. Lee mengatakan, pada 1980 lebih dari 90 persen investasi riset berasal dari pemerintah. Sepuluh tahun kemudian, lebih dari 80 persen investasi berasal dari sektor swasta. "Kebijakan inovasi memerlukan keterlibatan pihak swasta, karena mereka yang akan meneruskan inovasi itu," kata dia.

Hasilnya tidak main-main. Industri elektronik Korea, lewat merk Samsung dan LG, menjadi pesaing produk-produk elektronik buatan Cina, Eropa, Kanada, bahkan Amerika. "Hyundai menjadi industri otomotif peringkat lima dunia," ujar Lee menyebutkan keberhasilan Korea mengembangkan industri otomotif.

Dudi Hidayat, peneliti Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Pappiptek) LIPI, mengatakan, Korea mengembangkan teknologi yang berbeda dengan yang diresepkan negara-negara maju. "Mereka mengambil proses pembelajaran teknologi yang dikembangkan sendiri," katanya.

Kemandirian teknologi yang dicapai Korea disebabkan strategi kebijakan teknologi yang diintegralkan dengan kebijakan industri. Pengembangan inovasi sains dan teknologi menjadi bagian dari pengembangan industri. Ini yang tidak dijumpai di Indonesia.

Kepala Divisi Riset Sistem Manajemen Sains dan Teknologi LIPI, Trina Fizzanty, mengatakan, kualitas sumber daya manusia menjadi unsur yang penting untuk mencapai kemandirian teknologi. Korea membangun universitas yang khusus untuk menghasilkan ilmuwan. "Malaysia mengasah para ilmuwannya dengan jiwa kwirausahaan sehingga mau investasi untuk usaha," kata dia.

Ini belum termasuk keberpihakan pemerintah lewat anggaran penelitian. Dudi mengatakan, Indonesia hanya mengalokasikan dana riset sebesar 0,08 persen dari produk domestik bruto nasional. Bandingkan dengan Korea yang mematok tiga persen dari produk domestik bruto mereka untuk dana penelitian.

Menurut Lee, sebagai negara besar, Indonesia perlu berfokus pada teknologi infrastruktur dan transportasi. Pengembangan teknologi di kedua bidang itu yang sangat diperlukan untuk menyatukan Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau. "Butuh kepemimpinan yang kuat untuk mengkordinasikan semua itu," ujarnya.





Sumber : Tempo