Pages

Jumat, Januari 11, 2013

Paparan Persiapan Peresmian KRI Beladau 643

JAKARTA-(IDB) : Komandan Pangkalan Utama Angkatan laut (Danlantamal) IV Tanjung Pinang Laksamana Pertama (Laksma) TNI Agus Heryana menerima paparan peresmian KRI Beladau 643 dari Komandan Pangkalan Angkatan laut (Danlanal) Batam Kolonel Laut (P) Nurhidayat, S.H di ruang rapat Markas Komando (Mako) Lantamal IV Tanjung Pinang Jalan Yos Soedarso No.1 Batu Hitam Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Kamis (10/1).

Dalam paparan tersebut, membahas tentang persiapan peresmian KRI Beladau 643 yang merupakan Kapal Perang Jenis Kapal Cepat Rudal (
KCR)-40 dan rencananya akan diresmikan Menteri Pertahan (Menhan) RI Ir. Purnomo Yusgiantoro MSc., MA., Ph.D., pada tanggal 25 Januari 2013 di Batam.

Hadir dalam paparan tersebut, Wakil Komandan (Wadan) Lantamal IV Tanjung Pinang Kolonel Marinir Rudy Andi Hamzah, para Asisten Danlantamal IV Tanjung Pinang, Komandan Wing Udara-2 Tanjung Pinang, Kepala Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (Kafasharkan) Mentigi, Komandan Satuan Kapal Ranjau Komando Armada RI Kawasan Barat (Dansatranarmabar), Komandan Pangkalan Udara Angkatan Laut (Danlanudal) Tanjung Pinang serta para Kepala Dinas dan Kepala Satuan Kerja (Kadis/Kasatker) Lantamal IV Tanjung Pinang.



Sumber : Koarmabar

China Kirim Pesawat Tempur Cegat F-15 Jepang

BEIJING-(IDB) : Ketegangan antara China dan Jepang semakin panas, setelah kedua negara kini sama-sama tak ragu mengerahkan kekuatan militernya.

Hari Jumat (11/1/2013), Kementerian Pertahanan China mengakui telah mengerahkan dua pesawat tempur J-10 untuk mengawasi gerak-gerik pesawat-pesawat tempur F-15 Eagle milik Jepang yang membuntuti salah satu pesawat sipil China di kawasan Laut China Timur.

Menurut China, pesawat-pesawat militer Jepang itu telah mengganggu patroli rutin pesawat milik badan pemerintahan sipilnya.

Menurut kantor berita Xinhua, insiden tersebut terjadi hari Kamis (10/1/2013), saat sebuah pesawat sipil Y-8 milik China dibuntuti dua F-15 Jepang saat berpatroli di kawasan dekat anjungan minyak lepas pantai di bagian barat daya Laut China Timur.

Dua J-10 langsung diterbangkan untuk memonitor gerak-gerik dua pesawat tempur Jepang itu. Satu pesawat pengintai milik Jepang juga dijumpai di kawasan perairan yang sama.

Pada hari Kamis, kantor berita Jepang Kyodo News juga mengabarkan adanya dua pesawat tempur China yang terdeteksi mendekati kawasan sengketa di Laut China Timur.

Dua negara saat ini sedang bersitegang soal klaim kedaulatan atas Kepulauan Senkaku (atau Diaoyu menurut China) di kawasan Laut China Timur. Ketegangan memuncak setelah pemerintah Jepang membeli tiga dari lima pulau digugusan kepulauan tersebut dari seorang pemilik pribadi.

Selama ini, perjumpaan kekuatan dua pihak di kawasan perairan tersebut masih melibatkan kekuatan sipil, antara kapal-kapal Penjaga Pantai Jepang dengan kapal survei maritim Badan Kelautan China.

Namun, sejak Desember lalu, Jepang mulai mengerahkan pesawat-pesawat tempur milik Pasukan Bela Diri Udaranya guna mengusir pesawat-pesawat survei maritim milik China yang mencoba mendekati kawasan sengketa.

Kemhan China menyatakan, akhir-akhir ini pesawat-pesawat militer China terus meningkatkan aktivitasnya dalam membayangi pesawat-pesawat China. Menurut kementerian tersebut, militer China akan meningkatkan kewaspadaan dan bertekad melindungi keamanan wilayah udara China.

Insiden hari Kamis tersebut menandai saat kekuatan militer kedua negara bertemu secara langsung.




Sumber : Kompas

Komisi I: Rencana Beli Apache Harus Dikaji Lagi

JAKARTA-(IDB) : Komisi I DPR RI berharap Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan TNI AD dapat mengkaji lebih mendalam lagi rencana pembelian heli serbu dari Amerika Serikat, Apache. Kajian dilakukan dari segi anggaran, urgensi, dan manfaatnya dalam kondisi saat ini.

Kepada JurnalParlemen, Jumat (11/1), Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan, pembelian itu sejauh ini akan menggunakan anggaran reguler TNI AD. "Anggarannya akan dibebankan ke belanja rutin TNI AD. Sehingga itu akan sangat mengganggu pemenuhan kebutuhan operasional rutin TNI AD sendiri, karena jumlahnya besar," ujarnya.

Kedua, kata Mahfudz, dalam perkembangannya ternyata ada kenaikan harga yang cukup fantastis, hingga mencapai di angka 70 juta dolar AS per unitnya. "Saya tidak tahu apakah kenaikan harga Apache ini karena persoalan paket kontraknya memasukkan elemen-eleman lainnya atau apa. Itu yang nanti masih akan didalami di Komisi I melalui Panja Alutsista."

Peningkatan harga ini, menurut Mahfudz, tentu akan semakin membebani anggaran TNI AD. Apalagi, hingga saat ini juga belum ada kepastian bahwa Kemenkeu akan menutup pos itu untuk menggantikan alokasi belanja rutin yang sementara ini dibebankan untuk pembelian Apache. "Jadi menurut saya, karena dua hal itu menjadi penting bagi Kemhan dan TNI AD untuk kembali mengkaji lagi lebih dalam," ujarnya.

Selain itu, kata Mahfudz, jika dilihat skala prioritas, sebenarnya pembelian Apache tidak terlalu mendesak. "Kita bisa alihkan pada kebutuhan yang lebih multifungsi, seperti pembelian helikopter angkut Chinook. Karena itu juga bisa dipakai untuk kendaraan angkut sekaligus juga sebagai pesawat yang dioperasikan selain perang, seperti dalam penanggulangan bencana alam," jelas Mahfudz.

Mahfudz  mengakui, di APBN 2013, rencana pembelian Apache telah dimasukkan dalam program pengadaan TNI AD. Namun, rencana tersebut hingga kini belum pernah secara resmi dan khusus dibahas Komisi I. "Saya kira Komisi I nantinya juga akan mencoba mendetailkan pembahasannya dalam rencana pembelian alutsista 2013 ini," ujarnya.

Hal itu penting agar dapat dipastikan TNI AD tidak terganggu secara anggaran. Juga agar hal itu tidak terus menambah beban kredit ekspor. "Karena salah satu arahan Presiden kan ternyata harus meminimalkan kredit ekspor."

Seperti diketahui, Kemhan pada 2013 ini tetap akan melanjutkan rencana pembelian helikopter Apache dari AS. Rencana pembelian delapan helikopter Apache Longbow AH 64 D itu sudah dikabulkan oleh Kongres AS.




Sumber :  Jurnamen

Alustsista TNI Semalin Modern

JAKARTA-(IDB) : Kementerian Pertahanan makin percaya diri memodernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) karena mendapatkan anggaran belanja lebih banyak tahun 2013 ini.

“Tahun ini meningkat jadi Rp81 triliun,” sebut Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di kantornya, Kamis (10/1).
 
Ia berharap, peningkatan anggaran tersebut mampu membuat rencana strategis (renstra) pengadaan minimum essential force (MEF) menjadi hanya dua tahun saja. Semula diperkirakan pengadaan minimum baru tercapai setelah tiga tahun.“Itu dapat membantu pembangunan alutsista yang sifatnya baru,” kata Purnomo.

Menurut Purnomo, anggaran tahun 2013 meningkat dari tahun lalu senilai Rp77 triliun. Sedangkan penyerapan anggaran Kementerian Pertahanan tahun lalu mencapai 96,7 persen. “Kami harapkan bisa bertambah terus untuk memenuhi rencana strategis,” ujar Purnomo. (aby)
Teks : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono

MEF Bisa Dicapai Lebih Cepat

Kementerian Pertahanan (Kemhan) optimistis pencapaian kekuatan pokok minimal (minimum essential forces/MEF) lebih cepat lima tahun dari target yang telah ditentukan. Jika awalnya pencapaian MEF pada 2024, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro yakin bisa tercapai 2019.

"Awalnya pencapaian MEF ditargetkan selesai dalam tiga kali renstra (2009-2024). Namun, ternyata bisa dicapai dalam dua kali renstra (2009-2019)," kata Menhan seusai Rapat Pimpinan di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan), Jakarta, Rabu (9/13). Pencapaian MEF yang lebih cepat lima tahun dari yang ditargetkan ini merupakan sebuah terobosan. Keberhasilan ini tak lain berkat besarnya APBN yang digelontorkan ke Kemhan.

Namun, pada 2012 pencapaian MEF tak sesuai rencana. Target MEF tahun lalu adalah 28,7 persen. Namun, Kemhan hanya berhasil mencapai 26 persen. "Sehingga kurang 2,87 persen dari target yang harus dipenuhi," kata Purnomo. Capaian 26 persen itu dinilai tetap membanggakan karena naik lima persen dari pencapaian MEF pada 2011 yang mencapai 21 persen.

Adapun alasan melesetnya capaian MEF 2012, antara lain karena pemerintah belum dapat mendukung anggaran untuk terpenuhinya MEF. Proses pengadaan melalui birokrasi panjang juga menjadi penyebabnya. Untuk menutup kekurangan itu, Purnomo menjanjikan percepatan pembelanjaan anggaran pada 2013.

Seperti diketahui, anggaran Kemhan dan TNI pada 2012 sebanyak 74,1 triliun rupiah. Penyerapan anggaran untuk pengadaan barang yang menggunakan mata uang rupiah tak terserap maksimal untuk tiga matra TNI. Mabes TNI memang mampu menyerap anggaran hingga 96,25 persen dari pagu anggaran. Namun, untuk TNI AD penyerapan hanya 69,67 persen, TNI AL 69,67 persen, dan TNI AU 55,83 persen.

Reformasi Birokrasi
 
Untuk memaksimalkan penyerapan anggaran, pada 2013 ini Kemhan menyerukan TNI untuk mengimplementasikan roadmap reformasi birokrasi yang sudah ditetapkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. "Kami juga berharap semua matra mengupayakan secara maksimal terlaksananya butir-butri kebijakan negara 2013," katanya.

Dan upaya selanjutnya, Purnomo meminta semua pihak untuk meningkatkan transparansi sistem pelaporan keuangan.

Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengapresiasi kinerja jajarannya yang bekerja keras dalam pengadaan alutsista. Dia optimistis bisa mempercepat pencapaian MEF pada 2019. Saat ini pihaknya terus melakukan tiga hal besar dalam upaya pencapaian MEF, antara lain pertama penghapusan alat utama sistem senjata (alutsista) yang sudah tak bisa lagi digunakan. Kedua, peningkatan kemampuan alutsista yang saat ini dalam kondisi kurang maksimal. Dan ketiga, pengadaan alutsista baru. "Semua sudah diperhitungkan. Itu makanya kita optimistis MEF bisa dipercepat menjadi hanya dua kali renstra," ujar Panglima.

Untuk target pembangunan kekuatan TNI, pihaknya berencana membangun 25 pos pertahanan darat dan lima pos pertahanan di pulau terdepan. Hingga kini, target itu baru terealisasi tujuh pos pertahanan darat dan dua pos pertahanan pulau terluar.

Sementara itu, Menhan menyatakan pembekuan anggaran alutsista sebesar 678 miliar rupiah oleh Kementerian Keuangan tak memengaruhi percepatan pencapaian MEF. "Pembekuan itu tak memengaruhi perubahan master list alutsista yang sudah kita rancang," ujar Purnomo.

Dia menjelaskan, pembekuan dana itu masuk dalam pos alutsista pendukung atau di luar master list. Menhan juga yakin tak ada mark up anggaran seperti yang dituduhkan selama ini.

Namun demikian, Sekretaris Jenderal Kemhan Marsekal Madya Erris Herryanto menyatakan Kemhan masih menunggu pembekuan itu segera dicabut agar segera bisa dibelanjakan. "Kami berharap pada 2013 ini anggaran tersebut bisa cair," ujarnya. 




Sumber : Poskota

Indonesia China Gelar Forum Konsultasi Kerjasama Pertahanan

BEIJING-(IDB) : Indonesia dan Republik Rakyat China kembali menggelar Forum Konsultasi Kerja Sama Pertahanan untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama kedua negara dalam bidang pertahanan serta keamanan.

Forum Konsultasi Pertahanan RI-China yang digelar di Markas Besar Angkatan Bersenjata China (People`s Liberation Army/PLA) di Beijing, Kamis, merupakan pertemuan yang kelima sejak 2007.

Indonesia dalam Forum Konsultasi Pertahanan itu dipimpin Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan dari China dipimpin Wakil Kepala Staf Umum PLA Letnan Jenderal Qi Jian'guo.

Sejak disepakati Forum Konsultasi Kerja Sama Pertahanan itu, Indonesia dan China telah melakukan berbagai bentuk kerja sama pertahanan seperti pelaksanaan Latihan Bersama Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat dengan Pasukan Khusus PLA, pertukaran perwira di masing-masing lembaga pendidikan militer kedua negara termasuk Universita Pertahanan.

Tak hanya itu, Indonesia dan China juga telah menjalin kerja sama pelatihan bagi pilot pesawat tempur Sukhoi, pembelian sejumlah alat utama sistem senjata berdasar alih teknologi dan pada 2011 disepakati kerja sama industri pertahanan dengan mekanisme produksi bersama untuk pembuatan rudal C-705.

China juga menawarkan program Bahasa Mandarin bagi para perwira TNI




Sumber : Antara.

Masih Efektifkah Canon Dan Rudal Jarak Pendek...???

JAKARTA-(IDB) : Menurut sejarah pertempuran udara, senjata udara ke udara jarak pendek berupa kanon dan rudal jarak pendek merupakan suatu perlengkapan standar pesawat tempur.  
 
Namun perkembangan teknologi rudal udara ke udara serta sistem radar udara canggih telah menggeser senjata utama pesawat ke rudal dengan jangkauan lebih jauh. Jadi, pertanyaan masihkah senjata udara ke udara jarak pendek kita butuhkan? Jawabannya memerlukan analisis mendalam tentang  sejarah duel udara, prinsip perang udara modern, kemajuan teknologi rudal jarak jauh modern, serta prediksi yang akurat tentang bagaimana situasi pertempuran udara masa depan. 

Meskipun perkembangan teknologi makin memungkinkan penembakan senjata jarak jauh diluar jarak pandang (Beyond Visual Range) serta teknologi siluman (stealth) antiradar, namun masa depan akan didominasi konflik intensitas rendah yang secara politis akan dibatasi aturan bertempur (Rules Of Engagement) yang cukup ketat. Pembatasan ini akan mengurangi keunggulan dari teknologi siluman dan rudal BVR. Sehingga akan memaksa penerbang bertempur dalam jarak dekat, di mana lawan terpaksa  dibidik secara visual dan mengakibatkan  senjata udara jarak pendek lebih praktis digunakan.

Dalam buku Fighter Combat Tactics and Maneuvering karya Robert L Shaw, disebutkan bahwa kemampuan air combat dibutuhkan untuk bisa mengendalikan angkasa (control of the skies) yang memungkinkan misi serangan udara strategis dan taktis, close air support, suplai udara, pengintaian udara dan misi lainnya yang sangat vital untuk keberhasilan operasi militer apapun. Hal ini sudah terbukti selama abad lalu dan kiranya akan tetap demikian di abad ke 21 ini.

Dalam PD I pesawat tempur mengandalkan senapan mesin dan kanon untuk menembak jatuh lawan. Kelincahan pesawat dan kemampuan taktik penerbang dipadukan dengan keandalan senjata menentukan keberhasilan air combat khususnya dogfight. PD II tetap mengandalkan kanon pesawat meskipun pesawat tempur dapat terbang lebih cepat dan lebih tinggi. Penerbang tetap harus memaksimalkan keunggulannya untuk bermanuver pada posisi terbaik dan menembakkan kanon dalam jarak dekat.

Perang Korea mulai mengenal pesawat tempur jet seperti F-86 Sabre dan MiG-15 yang mampu mencapai kecepatan 600 knot dan ketinggian 35 ribu kaki. Namun senjata andalan yang digunakan untuk duel udara masih mengandalkan kanon kaliber 12,7 mm sesuai dengan kemampuan identifikasi pesawat lawan yang masih secara visual. Setelah era perang ini diakhir 1950-an senjata peluru kendali (rudal) mulai dikembangkan untuk mengakomodasi kebutuhan menembak lawan pada jarak lebih jauh dari jangkauan tembakan kanon, atau bahkan pada jarak diluar jarak pandang (BVR) di mana pembidikan menggunakan radar pesawat.

Kecanggihan rudal jarak dekat dan jarak sedang serta kemampuan terbang supersonik saat itu dianggap sudah meniadakan keharusan melakukan dogfight “kuno” jarak dekat, membuat para perancang pesawat mendesain pesawat tempur jenis F-4 Phantom tanpa dilengkapi kanon. Hal yang sangat fatal karena terbukti dalam Perang Vietnam tahun 1960-an terbukti teknologi rudal udara ke udara masih belum bisa diandalkan. Sekitar 50% tembakan rudal dipastikan gagal mengenai sasaran karena masalah detecting, tracking, dan fuzing. Identifikasi pesawat lawan secara positif tetap harus menggunakan mata penerbang (visual) karena akurasi identifikasi oleh pengendali radar masih kurang baik.

Keharusan untuk secara positif mengenali pesawat sasaran sebagai pesawat lawan (agar tidak salah tembak) mengakibatkan seringkali penerbang masuk ke situasi jarak pesawatnya dan pesawat lawan cukup dekat sehingga rudal tidak efektif lagi digunakan. Penerbang F-4 mampu bermanuver ke posisi menguntungkan untuk menembak. Namun yang sering terjadi adalah mereka terpaksa harus meninggalkan duel udara dan segera kembali ke daerah aman karena pesawatnya tidak memiliki kanon seperti pesawat tempur lawan, MiG-21. Situasi ini memaksa semua pesawat F-4 akhirnya dilengkapi gunpod di bawah perut pesawat sebagai substitusi dari rudal jarak dekat AIM-9 Sidewinder dan rudal jarak sedang AIM-7 Sparrow yang menjadi senjata standarnya.

Pelajaran berharga tentang betapa berharganya kanon akibat keterbatasan dari rudal canggih ini, membuat desain pesawat generasi ketiga dan keempat yang dirancang era 1970-an seperti F-15 Eagle dan F-16 Fighting Falcon tetap dilengkapi kanon multibarel sebagai jaminan agar pesawat bisa survive dalam sebuah dogfight. Hal ini terbukti dalam perang Yom Kippur tahun 1973 antara Arab-Israel. Sekitar 70% kemenangan dalam air combat hasil dari penggunaan kanon. Dalam perang ini Israel masih mengandalkan pesawat F-4 Phantom dan Mirage IIIC yang juga rentan terhadap tembakan kanon dan rudal antipesawat milik negara Arab.

Kemajuan teknologi menentukan lain, terbukti hasil pertempuran mulai berubah pada konflik berikutnya saat Israel sudah dilengkapi pesawat generasi keempat yaitu F-15 dan F-16. Serangkaian duel udara melawan pesawat AU Suriah di atas Lembah Bekaa tahun 1982 menghasilkan fakta bahwa 93% kills dihasilkan oleh rudal udara ke udara. Meskipun demikian kebanyakan masih ditembakkan pada jarak pandang mata namun pada jarak jauh di atas jarak tembak kanon.

Pada Perang Teluk 1991, saat pasukan Koalisi mengadakan kampanye militer mengusir Irak dari Kuwait, penggunaan pesawat mengalami revolusi besar-besaran. Air Power digunakan untuk menghancurkan kemampuan militer Irak untuk bertempur dengan pemboman presisi dan pengendalian ruang udara di atas Irak. Teknologi stealth, peralatan GPS dan bom presisi serta rudal jelajah digunakan secara luas. Hal ini terbukti sukses untuk meminimalkan penggunaan pasukan darat untuk meraih tujuan operasi mengusir Irak dari Kuwait. Duel udara jarak dekat tidak terjadi dan untuk pertama kalinya rudal jarak sedang atau BVR digunakan sepenuhnya dalam kampanye militer yang terkenal dengan nama operasi Badai Gurun (Desert Storm). Untuk pertama kalinya sejak manusia mengenal perang udara tak ada satupun senjata kanon digunakan dalam air combat.

Desain pesawat generasi ke lima yang dirancang akhir 80’an menghasilkan pesawat super sejenis F-22, baik kemampuan super maneuverability (kelincahan), supersonik jarak jauh, siluman (stealth), radar super (radar phased array), komunikasi super, dan senjata super. Namun pesawat tetap dilengkapi kanon karena tidak ada jaminan semua keunggulan ini akan berhasil menghindarkan pesawat dari keharusan untuk duel udara jarak pendek.

Semua penerbang pesawat F-22 dan F-35 serta pesawat generasi ke lima lainnya saat ini tetap harus berlatih menggunakan senjata jarak pendek dalam simulasi pertempuran udara jarak pendek atau dogfight. Pada akhirnya prinsip pertempuran udara modern, aturan bertempur (rules of engagement) dan jenis missi tetap mengarahkan bahwa kanon dan rudal jarak pendek tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari senjata pesawat tempur abad ke-21.





Sumber : Angkasa

Kemhan Percepat Pembelian Alutsista

JAKARTA-(IDB) : Kementerian Pertahanan mengaku mendapatkan anggaran belanja lebih banyak tahun ini. Dengan jumlah dana yang meningkat, Kementerian bermaksud untuk mempercepat rencana pengadaan alat utama sistem persenjataan.

“Tahun ini meningkat jadi Rp 81 triliun,” kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di kantornya, Kamis, 10 Januari 2013.

Dengan peningkatan anggaran tersebut, rencana strategis (renstra) pengadaan
minimum essential force dapat menjadi hanya dua tahun saja. Semula diperkirakan pengadaan minimum baru tercapai setelah tiga tahun. “Itu dapat membantu pembangunan alutsista yang sifatnya baru,” kata Purnomo.

Menurut Purnomo, anggaran tahun 2013 meningkat dari tahun lalu senilai Rp 77 triliun. Sementara itu, serapan anggaran Kementerian Pertahanan tahun lalu mencapai 96,7 persen. “Kami harapkan bisa bertambah terus untuk memenuhi rencana strategis,” ujar Purnomo.




Sumber : Tempo

Filipina Terima Hibah 10 Kapal Perang Jepang

MANILA-(IDB) : Menteri Luar Negeri Filipina Albert del Rosario mengatakan, Jepang akan memberi Filipina 10 kapal patroli sebagai bagian dari peningkatan kerja sama militer  kedua negara itu. Ke-10 kapal patroli tersebut akan digunakan Filipiina untuk menjaga wilayah yang dipersengketakannya dengan China.

Tawaran tersebut disampaikan Jepang dalam kunjungan Menteri Luar Negeri Fumio Kishida ke Manila Kamis (10/1/2013) lalu. Filipina merupakan negara pertama yang dikunjungi Kishida semenjak diangkat sebagai Menteri Luar Negeri Jepang awal tahun ini.

“Keberadaan China di Laut China Selatan sangat mengancam stabilitas politik di kawasan Asia. Bukan hanya kami dan Jepang yang merasa terancam tapi negara-negara Asia lain juga,” ujar Rosario dalam konfrerensi pers dalam acara kunjungan tersebut, seperti dikutip South China Morning Post, Jumat (11/1/2013).

Filipina mengatakan, kapal patroli yang dijanjikan oleh Jepang itu akan mulai diterima pada tahun depan. Bantuan hibah tersebut akan meningkatkan kapasitas pertahanan maritim Filipina secara signifikan.

Kurangnya alutsista yang dimiliki Filipina membuat negara Asia Tenggara tersebut tidak bisa mencegah kapal-kapal patroli China yang seringkali memasuki wilayah Laut China Selatan yang dipersengketakan kedua negara tersebut. Selama ini Filipina pun seringkali meminta bantuan dari negara-negara besar lainnya seperti Amerika Serikat dan India untuk membantunya menghadapi China.

Jepang sendiri juga menghadapi ancaman China di Kepulauan Senkaku. Kepulauan yang selama ini dikuasai oleh Jeang tersebut kini juga diklaim China sebagai wilayahnya. Patroli kedua negara tersebut pun seringkali terlibat bentrok di sekitar perairan kepulauan tersebut.



Sumber : Okezone