Pages

Rabu, Januari 02, 2013

Awal Tahun Dengan Perkembangan PKR 10514

ARC-(IDB) : Di awal tahun, mari kita buka dengan kabar mengenai PKR10514. Seperti kita ketahui, poyek PKR ini merupakan salah satu proyek prestisius PT.PAL dan juga Kementrian Pertahanan, selain Kapal Selam. Seperti kita ketahui, kontrak pengadaan PKR 10514 telah ditandatangani sejak Juni 2012 lalu. Dalam kontrak senilai 220 Juta Dollar itu, juga disebutkan Transfer Teknologi yang akan didapat PT.PAL. Yaitu, pembangunan 4 buah modul serta integrasinya.

Namun demikian, pada pelaksanaannya tidak semudah dibayangkan. Hingga berganti tahun, belum ada kepastian tanggal efektif kontrak. Diduga, masih ada rincian kontrak yang belum terselesaikan, seperti detail ToT yang akan didapat PT.PAL. Di satu sisi, hal ini tentu sangat mengganggu, namun disisi lain, hal ini bisa dimaklumi. Pasalnya Pemerintah dalam hal ini Kemhan dan TNI-AL tentu harus berhati-hati dalam menyusun detail kontrak. Sehingga nantinya ditengah jalan tidak merugikan PT.PAL maupun Pemerintah.

Meski demikian, timeline produksi sudah disiapkan oleh PT.PAL. Yaitu  Steel Cutting nantinya akan dilaksanakan pada bulan ke 13 setelah kontrak efektif berlaku. Lalu pada bulan ke 15 setelah efektif kontrak, produksi akan dimulai. Dilanjutkan produksi Blok  di Hall Divisi Kapal Perang dan penyambungan keseluruhan akan dilakukan di dok Irian pada bulan ke 28. Dan akhirnya, launching serta Setting to Work akan dilaksanakan pada bulan ke 36. Total keseluruhan proyek akan memakan waktu 49 bulan setelah efektif kontrak.

Disisi lain PT.PAL juga melakukan persiapan secara internal, meski kontrak efektif belum berlaku. Diantaranya menyiapkan  keseluruhan calon peserta training ke luar negeri. Evaluasi calon peserta gelombang pertama bahkan sudah dilaksanakan pada bulan Nopember 2012,  untuk posisi Project Management, Design dan Procurement. Perkiraan pemberangkatan peserta gelombang pertama akan dimulai sekitar minggu ke 10 setelah kontrak efektif.

Karenanya untuk kelancaran program PKR ini, PT.PAL memerlukan kepastian tanggal efektif kontrak. Ini dibutuhkan untuk finalisasi kebutuhan SDM, khususnya untuk perencanaan proyek secara menyeluruh.  

 

Selain itu, jadwal training (Training Plan) juga masih belum diterima, sehingga pengaturan calon trainee belum bisa ideal. Ironisnya pula, pembicaraan masalah fasilitas dan kemampuannya dalam mendukung pembangunan PKR, sampai saat ini masih belum dibicarakan. Tampaknya kita semua masih harus bersabar mengenai pembangunan PKR 10514 ini. Semoga saja ada titik cerah pada Rapim Kemhan 2013 yang rencananya diselenggarakan pertengahan Januari ini.





Sumber : ARC

Analisis : Apa Setelah Ini ...???

ANALISIS-(IDB) : Tahun 2013 ini merupakan tahun penantian yang dinanti untuk menyambut kedatangan berbagai jenis alutsista yang telah dipesan sebelumnya. Kedatangan berbagai jenis alutsista untuk TNI tahun 2013 sampai dengan tahun 2014 merupakan gelombang kedatangan yang diniscayakan mampu memberikan kebanggaan dalam upaya menggagahkan garda republik.  Berbagai kesatrian TNI dari segala matra sedang mempersiapkan “resepsi pernikahan” antara batalyon mereka dengan pengantin yang dinanti bernama alutsista.
Pertanyaan Kemudian yang menggema tentu apakah cukup sampai disini atau apa setelah ini atau adakah selain yang ini.  Kalau melihat pernyataan dari decision maker di Kemhan dan Mabes TNI, kalimat yang selalu keluar adalah : Sampai tahun 2014 MEF (Minimum Essential Force) akan mencapai nilai target 30-35% dari kebutuhan yang direncanakan.  Maka secara matematis pengadaan alutsista apakah itu beli utuh dari luar negeri atau melalui transfer teknologi atau produksi dalam negeri akan tetap berjalan sampai tahun 2024.
MBT Leopard Jerman dalam sebuah manuver
MEF yang mencapai kisaran 30-35% tahun 2014 dipastikan akan berganti figur pemerintahan.  Presiden Sby tidak lagi menjabat presiden setelah itu sehingga kalkulasi penyelesaian lanjutan pengadaan alutsista untuk MEF sampai dengan tahun 2024 masih berupa persimpangan.  Namun kalau berhitung secara indikator makro ekonomi dengan prediksi kekuatan PDB tahun 2014 dan pertumbuhan ekonomi yang stabil tinggi seperti yang terjadi selama 8 tahun terakhir ini maka besaran nominal belanja militer juga ikut terangkat nilainya meski persentase rasionya tetap.  
Menurut pemerhati pertahanan dari UI Andi Widjajanto untuk tahun 2014 nanti anggaran pertahanan RI yang terdiri dari belanja rutin dan belanja alutsista diprediksi akan mencapai angka 120 trilyun rupiah.  Sementara untuk tahun 2019 diprediksi mencapai 190 trilyun rupiah.  Jadi mestinya dengan indikator pertumbuhan ekonomi dan pertambahan PDB serta kekuatan daya beli (APBN) yang terus cemerlang, tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan modernisasi alutsista TNI seusai MEF yang diinginkan, meski berganti figur kepemimpinan RI-1
.
Sekarang secara jangka pendek, meski masih jauh, tentu perhitungan anggaran tahun anggaran 2014 dilakukan tahun 2013 ini demikian juga perhitungan anggaran 2015 dikalkulasi tahun 2014.  Artinya masih ada dua tahun anggaran yang diproses oleh pemerintahan eksisting. Meskipun diantara semua perhitungan anggaran itu tentu ada yang multi years seperti pengadaan PKR 10514, maksudnya pagu anggarannya dibebankan selama 3-4 tahun.  Tetapi logikanya mosok gak ada lagi yang mau dibeli selama dua tahun anggaran itu.  Pasti ada dong, lalu apa kira-kira alutsista yang mau dibeli itu.
Barisan Tank Amfibi menuju embarkasi
Prediksi optimis kita masih banyak yang ada dalam daftar belanja alutsista untuk kebutuhan MEF.  Salah satunya kita meyakini akan ada pengadaan 2 kapal selam dari negara yang berbeda, selain Korsel yang sudah teken kontrak 3 Changbogo.  Disamping itu Angkatan Laut yang akan memekarkan armadanya dengan 3 armada tempur tentu memerlukan tambahan kekuatan KRI yang signifikan termasuk kapal selam.  Misalnya armada barat dan timur masing-masing memerlukan 60 kapal perang berbagai jenis ditambah dengan armada pusat dengan kekuatan 80 KRI itu berarti secara keseluruhan harus ada 200 KRI.  
Sementara saat ini diperkirakan baru tersedia 140-145 KRI.  Jika 3 KCR 60 buatan PAL, 3 LST, 2 BCM, 1 kapal latih, 3 KCR 40 Palindo dan 3 light fregat Nachoda Ragam Class bergabung sampai tahun 2014 hitung-hitungannya baru tersedia 155-160 KRI.  Terus kekurangan 40 kapal perang itu bisakah dipenuhi dalam MEF tahap II tahun 2015-2019 karena selama periode itu tentu ada juga KRI yang memasuki masa pensiun.  Sementara MEF tahap I 2010-2014 kita hanya mampu menambah 15-20 KRI. Pertambahan KRI di MEF II mudah-mudahan akan memberikan keseimbangan antara pertambahan KCR dan PKR termasuk kapal selam sesuai dengan mekarnya armada.
Angkatan Udara dengan kekuatan 16 Sukhoi, 34 F16, 16 T50 Golden Eagle, 16 Super Tucano, 32 Hawk dan 12 F5E pada tahun 2014 tentu belum masuk kategori gahar tetapi cukup memadai dalam menjaga kontrol udara dan kewibawaan dirgantara RI.  Namun untuk menghadapi perkembangan situasi kawasan regional yang tidak pasti di masa depan seperti konflik Laut Cina Selatan, perkembangan militer Cina dan India kita tidak puas dengan sejumlah alutsista diatas.  
Bersiap menuju latihan Armada Jaya 2012
Bukankah Presiden kita pernah mengatakan di depan Universitas Utara Malaysia baru-baru ini ketika menerima penghargaan Doktor HC, tidak ada jaminan di masa depan bahwa di kawasan ASEAN tidak akan terjadi perang.  Oleh karena itu kita perlu memperkuat kekuatan pukul udara yang membanting dengan tambahan minimal 2 skuadron jet tempur dari marga Sukhoi untuk pemenuhan kebutuhan jet tempur kelas berat.  Dari jet tempur kelas welter masih dibutuhkan setidaknya 2 skuadron jet tempur dari jenis Rafale atau Typhon sembari menunggu kedatangan jet tempur produksi bersama RI_Korsel IFX mulai tahun 2020.
Angkatan Darat juga masih banyak yang harus dipenuhi.  Tidak cukup hanya dengan 100 MBT Leopard.  Mestinya setiap pulau besar harus ada minimal 2 batalyon MBT.  Termasuk dalam penyediaan rudal anti serangan udara, tidak lagi berorientasi rudal “Blok M-Harmoni” tetapi sudah mulai dipikirkan rudal dari jenis AKAP (antar kota antar provinsi) alias rudal jarak sedang.  Yang membanggakan tentu perkembangan Roket Lapan yang sudah menuju 3 digit dan tahun ini akan diuju coba.  Gabungan teknologi jarak tembak roket Lapan dikombinasi dengan teknologi rudal C705 akan memberikan kekuatan berlipat untuk pertempuran pre emptive strike.
Yang terpenting dari semua itu adalah mempertahankan konsistensi alias istiqomah dalam upaya mendandani militer kita dengan alutsista modern yang tidak hanya berkualitas tetapi juga bernilai kuantitas.  Inilah pekerjaan MEF dengan halte 2014 sebagai koridor pergantian kepemimpinan.  Ini juga titik kritis yang memang harus dilalui sebagai konsekuensi negara demokrasi.  Kita meyakini RI-1 after 2014 adalah sosok yang mampu melihat cakrawala pandang yang bisa melihat perkuatan militer sebagai bagian yang tak tergantikan dalam mengusung nilai-nilai kewibawaan diplomasi dan harkat kedaulatan negara.
Memahami perkuatan persenjataan militer sebagai bagian dari kebutuhan negara modern yang melaju maju merupakan perspektif cemerlang untuk mengantisipasi segala cuaca ekstrim yang mungkin terjadi.  Benar, tidak ada jaminan tidak akan ada perang di kawasan ini meski semua negara anggota ASEAN sudah merenda sulaman kebersamaan dalam harmoni.  Maka perkuatan persenjataan itu adalah untuk mengawal dan memastikan perjalanan bangsa untuk siap menghadapi kondisi terburuk.  Keandalan persenjataan militer adalah bagian dari nilai kewibawaan yang dibangun untuk memberikan peran dan pesan diplomasi yang jelas dan lugas.





Sumber : Analisis

PAL Yakin Pesanan kemhan Tepat Waktu

SURABAYA-(IDB) : Keluhan dari Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin perihal molornya progres proyek kapal tunda pesanan pemerintah mendapat perhatian khusus dari PT PAL. Perusahaan yang berganti pimpinan Februari lalu itu menjamin bahwa waktu penyelesaian kapal tak akan terlambat.
   
Direktur Utama PT PAL M. Firmansyah Arifien mengatakan, pihaknya memahami kekhawatiran yang disampaikan Wamenham. Sebab, kinerja PT PAL sebelumnya belum bisa dipandang sebagai suatu kerja profesional.

"Kami tahu bagaimana PT PAL dipandang selama ini. Dan kami akan gunakan teguran dari beliau sebagai cambuk bagi kami untuk segera tak terlambat dalam penyerahan kapal," ujarnya, Senin (31/12).

Firmasnyah sama sekali tak menampik jika pembangunan dua kapal tunda sedikit molor. Terhitung November 2012, progress proyek produksi kapal tunda pertama takni tugboat M000276 mencapai 67 persen. Angka tersebut meleset dari 8,79 persen dari target progress semula yakni 76 persen. Sedangkan, kapal tunda kedua yakni M000277 sudah mencapai 63,03 persen atau 1,5 persen lebih rendah dari target progress.
      
Penyebabnya, lanjut dia, adalah karena material plat baja yang cacat yang diketauhi September lalu. "Pertama, karena platnya dalam kondisi tidur, bagian atas tak terlihat cacat. Tapi pada proses blasting dan diberdirikan, baru terlihat kalau bagian bawahnya ada titik-titik. Dan, karena kami memperhatikan kualitas, kami putuskan untuk menggantinya dengan material yang baru," jelasnya.

Namun dia menegaskan bahwa kendala tersebut tak mempengaruhi tanggal penyerahan kapal. Pasalnya, semua material produksi, termasuk pengganti material yang cacat sudah diperoleh.

"Jadi, sejak penemuan plat baja yang cacat September lalu, kami langsung memesan lagi material baru. Untungnya, pelat baja yang kami pesan sudah datang. Jadi, sekarang yang semua faktor tinggal faktor internal yakni manajemen produksi," terangnya.

Frimansyah mengatakan, pihaknya bakal berlakukan dua shift untuk menggenjot produksi kapal. "Kami juga akan terus mencari sub kontraktor untuk mempercepat produksi. Dan kapal bisa tepat delivery time April dan Juni tahun ini," imbuhnya.




Sumber : JPNN

Pengamat : Indonesia Ideal Memiliki 50-60 Skuadron Tempur

JAKARTA-(IDB) : Rencana TNI AU yang akan diperkuat 102 pesawat baru sebagai bagian dari rencana strategis (Renstra) dan pemenuhan Minimum Essential Forces (MEF), dianggap tidak lepas dari perencanaan modernisasi alat utama sistem senjata (Alutsista) secara umum saja. Sebab, secara prinsip, perkuatan TNI AU yang sesungguhnya baru akan terlihat 2024 nanti.

“Melihat perkuatan TNI AU tidak lepas dari perencanaan modernisasi Alutista secara umum. Secara prinsip, perkuatan tersebut baru terlihat 2024. Berapa skadron yang dibutuhkan, mulai dari pesawat tempur, latih dan angkut, “ ujar pengamat pertahanan Muradi, ketika dihubungi itoday, Rabu (2/1).

Muradi menganggap apa yang diungkapkan adalah bagian dari perencanaan, dan tidak ada masalah dengan perencanaan tersebut. Hanya kemudian harus digarisbawahi, sejauh mana renstra itu implementatif.

“Saya tetap pada dua hal, pertama, dia harus tidak menggunakan alutsista yang sifatnya satu pintu, karena ini menyangkut maintenance ke depan. Jika bermasalah dengan HAM maka akan mendapatkan kesulitan. Kedua, lebih kepada penggunaan produk local. Untuk pesawat tempur, Indonesia baru bisa kerjasama dengan Korea Selatan, “ tuturnya.

Pengamat pertahanan yang juga dosen di FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung ini mengungkapkan, bicara pertahanan juga bicara anggaran dan komitmen pemerintah. Dari situ dapat terlihat apakah yang diungkapkan KSAU itu rasional atau tidak. Kalau melihat polanya 2024 itu masih rasional, hanya masalahnya dalam konteks realisasi.

Muradi menilai, pesawat yang dibeli seperti sukhoi, f-16 dan super tucano secara prinsipil sudah oke, yang menjadi masalah adalah bagaimana menambah dan memperkuat yang ada. Sedangkan proses modernisasi adalah lebih kepada kebutuhan pesawat angkut yang kebanyakan sudah uzur.

“Mungkin tahapan sampai 2014 hanya kepada pergantian pesawat lama menjadi pesawat baru, sedangkan untuk tahapan 2024 mungkin berfokus pada modernisasi bukan sekedar mengganti, tetapi juga menambah. Bagi saya, bicara 2024 bukan lagi pemenuhan MEF, tetapi justru mewujudkan kekuatan maksimum agar kembali menjadi raja di Asia Tenggara, “ ujarnya.

Ketika ditanya pendapatnya tentang jumlah ideal pesawat tempur yang seharusnya dimiliki TNI AU, Muradi memberikan perhitungan yang cukup mengejutkan, dimana Ia menilai Indonesia setidak memiliki 20-30 skadron pesawat tempur.

“Kalau bicara standar, saya kira perlu 20-30 skadron tempur dimana satu skadron berisikan 16-18 pesawat tempur. Tetapi idealnya Indonesia butuh 50-60 skadron untuk mengcover, “tandasnya.



 

Sumber : Itoday

Anggaran Militer Indonesia Masih Jauh Dari Ideal

JAKARTA-(IDB) : Untuk memperkuat dan memodernisasi pertahanan serta teknologi alat utama sistem senjata (Alutsista) yang dimiliki TNI, pemerintah terkendala masalah anggaran yang dinilai masih jauh dari ideal. Khusus untuk TNI AU, harus diakui pembangunan pertahanan matra udara ini ini cukup tertinggal, baru dimulai ketika Indonesia membeli pesawat tempur Sukhoi Su-30 dari Rusia.

Sejujurnya, TNI AU baru membangun kekuatannya ketika membeli sukhoi. Bicara apa yang dilakukan TNI AU lebih kepada bagaimana mengidealkan apa yang sudah ada, yang sudah tidak dipakai dihapus, baru mengembangkan alutsista dalam konteks yang lebih luas. Menurut analisa saya, ini hanya kepada masalah anggaran, ungkap pengamat pertahanan Muradi, ketika dihubungi itoday, Rabu (2/1).

Untuk itu, disahkannya Undang-Undang Industri Pertahanan menurut Muradi menjadi titik awal yang cukup baik. Sebab dengan adanya Undang-Undang Industri Pertahanan, TNI memiliki dasar pijakan yang lebih kuat untuk pengajuan penguatan agar menjadi yang lebih baik.

Sedangkan mengenai adanya kekhawatiran perubahan kebijakan bidang pertahanan pasca 2014 nanti, dosen FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini menilai, tetap optimis. Pasalnya, hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia saja.

Tidak cuma di Indonesia, di negara manapun pasti terjadi, seperti di Australia ketika partai buruh yang menang, maka anggaran pertahanan seret, jelasnya.

Untuk itu, Muradi menekankan pentingnya keberadaan roadmap pertahanan, bagaimana road map pertahanan bisa dijadikan sebagai eksistensi Indonesia di Asia Tenggara.

Saya rasa ini adalah masalah bagaimana pimpinan politik Indonesia bisa dipengaruhi oleh road map pertahanan. Jika sudah memiliki road map, maka tidak akan jadi masalah, ujarnya.

Menurut saya pribadi, memang harus ditegaskan, dimana kemenhan tidak lagi menunggu lampu hijau politik, tetapi harus berani menyodorkan roadmap langkah-langkah modernisasi pertahanan. Dengan adanya UU Industri pertahanana dan nantinya jika RUU Kamnas disahkan, maka memperkuat roadmap, dan pembangunan pertahanan Indonesia tidak lagi tambal sulam tapi harus bersifat integrastif, tambah Muradi.





Sumber : Itoday

Washington Jual Global Hawk Senilai $1,2 Miliar Ke Seoul

SEOUL-(IDB) : Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan Amerika mengumumkan rencana penjualan pesawat tak berawak Global Hawk senilai $1,2 miliar beserta pelatihan dan dukungan logistik untuk Korsel.

Pemerintahan Obama telah dengan resmi mengusulkan penjualan pesawat mata-mata tak berawak kepada Korea Selatan, dalam usaha untuk memperkuat kemampuan pemerintah Seoul melindungi diri terhadap serangan Korea Utara yang  mempunyai angkatan bersenjata yang sangat besar itu. 

Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan Amerika mengatakan dalam pernyataan bahwa badan itu telah dengan resmi memberitahu Kongres mengenai rencana penjualan $1,2 miliar pesawat tak berawak Global Hawk yang terbang tinggi serta pelatihan dan dukungan logistik. Para analis mengatakan Kongres kemungkinan besar akan menyetujuinya.

Korea Selatan direncanakan akan mengambil-alih wewenang atas pasukannya dari Amerika Serikat tahun 2015, dan badan keamanan tadi mengatakan Seoul tidak akan mempunyai kesulitan menyerap sistem wewenang baru itu ke dalam angkatan bersenjatanya. 

Sistem wewenang Amerika yang berlaku sekarang berasal dari peranan Amerika dalam perang Korea tahun 1950-1953, yang menghentikan serbuan Korea Utara untuk merebut kekuasaan atas Selatan.

Pesawat tak berawak Global Hawk, dengan radarnya yang menembus awan, membawa kamera digital resolusi-tinggi dan pengindera infra-merah. Pesawat itu kabarnya mampu mendeteksi benda yang panjangnya kurang dari 30 centimeter dari ketinggian kira-kira 20 kilometer.




Sumber : Voanews