JAKARTA-(IDB) : Pemerintah mengubah
nama Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) menjadi Badan Keamanan
Laut guna meningkatkan penguatan peran komando pengendali keamanan laut
agar operasional keamanan menjadi efektif dan efisien.
"Perubahan menjadi Bakamla merupakan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2013 Tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2014 serta persetujuan Presiden RI tanggal 24 Desember 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang No 6 Tahun 1996 Tentang Revitalisasi Bakorkamla menjadi Bakamla," kata Kepala Pelaksana Harian Bakorkamla Laksamana Madya (Laksdya) TNI Bambang Suwarto, di Bakorkamla, Jakarta, Senin.
Selanjutnya Bakamla akan bertugas sebagai Komando Pengendalian Keamanan Laut (Kodal Kamla) berbasis Early Warning System, yang ada ditargetkan terbentuk pada 2014.
Ketika berubah menjadi Bakamla maka fungsi Bakorkamla yang awalnya hanya melakukan koordinasi berbagai pemangku kepentingan keamanan di laut, menjadi garda terdepan saat operasi pengamanan laut. Secara operasional, sebanyak 12 pemangku kepentingan keamanan di laut akan ikut agenda Bakamla.
"Dari yang multiagency single task menjadi single agency multitask," jelas Bambang.
Bambang mengatakan perubahan status itu justru akan menghemat anggaran operasional. Jika anggaran operasional dulu ada di masing-masing pemangku kepentingan, maka ke depan akan dialihkan ke Bakamla. "Jika dulu mengeluarkan sepuluh, maka bisa dihemat menjadi lima," katanya mencontohkan.
Meski operasional ada di bawah Bakamla, sumber daya manusia tetap dari 12 stakeholder lain. Seperti, Bakamla masih membutuhkan alat utama sistem senjata (alutsista) dari TNI Angkatan Laut. Untuk soal kriminal di laut, pihak kepolisian masih menjadi garda terdepan penegakan hukumnya.
Sinergitas dengan pemangku kepentingan dipandangnya sangat penting dengan mengedepankan Integrated Maritime Surveilance System (IMSS) sebagai pengawasan utama di perairan.
"IMMS ini nanti kita integrasi. Pasti menjadi lebih mudah karena dukungan operasi disatu tempat. Target 2014, para pemangku kepentingan di laut harus menjadi lebih aman. Kita memacu dan optimalkan program yang ada. Mensinergi dari sistem operasional," kata Bambang.
Sekretaris Utama Bakorkamla, Dicky R Munaf, menambahkan penguatan kewenangan Bakorkamla menjadi Bakamla dinilai efektif meningkatkan keamanan di laut.
"Pembentukan Bakamla sebagai perintah dari dua Perpres sebelumnya yang mensyaratkan agar 80 persen tingkat ketertiban di laut terealisasi," katanya.
Tahun depan, Bakorkamla juga akan meningkatkan sistem deteksi dini dengan memperkuat radar. Keberadaan satelit akan jadi sangat penting untuk deteksi potensi kejahatan di laut.
Terkait anggaran, Dicky menambahkan bahwa langkah Presiden sudah tepat karena dengan Bakamla akan ada efisiensi anggaran dan personel.
"Jika tidak sedang operasi, personel Bakorkamla saat ini antara 400-500 orang. Tapi, begitu operasi, dengan banyaknya kapal, bisa mencapai 3.000 orang. Itu sudah termasuk dengan personel dari pemangku kepentingan lain," katanya.
Anggota Komisi I DPR RI, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati menegaskan perubahan Bakorkamla menjadi Bakamla, harus semakin meningkatkan kemampuan maritime security untuk menjaga kawasan NKRI.
"Namun demikian tentu harus dijaga dengan divisi pertahanan yang jelas dan optimal," kata politisi Hanura ini.
Ia menambahkan, untuk mengantisipasi konflik kepentingan atau ego struktural dengan 12 institusi terkait, pemerintah harus membuat aturan atau perundang-undangan sehingga tugasnya terintegrasi.
"Perubahan menjadi Bakamla merupakan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2013 Tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2014 serta persetujuan Presiden RI tanggal 24 Desember 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang No 6 Tahun 1996 Tentang Revitalisasi Bakorkamla menjadi Bakamla," kata Kepala Pelaksana Harian Bakorkamla Laksamana Madya (Laksdya) TNI Bambang Suwarto, di Bakorkamla, Jakarta, Senin.
Selanjutnya Bakamla akan bertugas sebagai Komando Pengendalian Keamanan Laut (Kodal Kamla) berbasis Early Warning System, yang ada ditargetkan terbentuk pada 2014.
Ketika berubah menjadi Bakamla maka fungsi Bakorkamla yang awalnya hanya melakukan koordinasi berbagai pemangku kepentingan keamanan di laut, menjadi garda terdepan saat operasi pengamanan laut. Secara operasional, sebanyak 12 pemangku kepentingan keamanan di laut akan ikut agenda Bakamla.
"Dari yang multiagency single task menjadi single agency multitask," jelas Bambang.
Bambang mengatakan perubahan status itu justru akan menghemat anggaran operasional. Jika anggaran operasional dulu ada di masing-masing pemangku kepentingan, maka ke depan akan dialihkan ke Bakamla. "Jika dulu mengeluarkan sepuluh, maka bisa dihemat menjadi lima," katanya mencontohkan.
Meski operasional ada di bawah Bakamla, sumber daya manusia tetap dari 12 stakeholder lain. Seperti, Bakamla masih membutuhkan alat utama sistem senjata (alutsista) dari TNI Angkatan Laut. Untuk soal kriminal di laut, pihak kepolisian masih menjadi garda terdepan penegakan hukumnya.
Sinergitas dengan pemangku kepentingan dipandangnya sangat penting dengan mengedepankan Integrated Maritime Surveilance System (IMSS) sebagai pengawasan utama di perairan.
"IMMS ini nanti kita integrasi. Pasti menjadi lebih mudah karena dukungan operasi disatu tempat. Target 2014, para pemangku kepentingan di laut harus menjadi lebih aman. Kita memacu dan optimalkan program yang ada. Mensinergi dari sistem operasional," kata Bambang.
Sekretaris Utama Bakorkamla, Dicky R Munaf, menambahkan penguatan kewenangan Bakorkamla menjadi Bakamla dinilai efektif meningkatkan keamanan di laut.
"Pembentukan Bakamla sebagai perintah dari dua Perpres sebelumnya yang mensyaratkan agar 80 persen tingkat ketertiban di laut terealisasi," katanya.
Tahun depan, Bakorkamla juga akan meningkatkan sistem deteksi dini dengan memperkuat radar. Keberadaan satelit akan jadi sangat penting untuk deteksi potensi kejahatan di laut.
Terkait anggaran, Dicky menambahkan bahwa langkah Presiden sudah tepat karena dengan Bakamla akan ada efisiensi anggaran dan personel.
"Jika tidak sedang operasi, personel Bakorkamla saat ini antara 400-500 orang. Tapi, begitu operasi, dengan banyaknya kapal, bisa mencapai 3.000 orang. Itu sudah termasuk dengan personel dari pemangku kepentingan lain," katanya.
Anggota Komisi I DPR RI, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati menegaskan perubahan Bakorkamla menjadi Bakamla, harus semakin meningkatkan kemampuan maritime security untuk menjaga kawasan NKRI.
"Namun demikian tentu harus dijaga dengan divisi pertahanan yang jelas dan optimal," kata politisi Hanura ini.
Ia menambahkan, untuk mengantisipasi konflik kepentingan atau ego struktural dengan 12 institusi terkait, pemerintah harus membuat aturan atau perundang-undangan sehingga tugasnya terintegrasi.
Sumber : Antara