Pages

Senin, Desember 03, 2012

Penutupan Latma Elang-Camar Indopura 2012

MATARAM-(IDB) : Bertempat di Bandara Internasional Lombok (BIL) Wakil Kepala Staf Angkatan Udara (Wakasau) Marsdya TNI Dede Rusamsi., didampingi Chief of Air Force (CAF) Republic of Singapore Air Force (RSAF) Major General Ng Chee Meng menutup secara resmi Latihan Bersama (Latma) “Elang Indopura XVII-12 dan Camar Indopura XX-12, baru-baru ini.

Latma Elang Indopura ini sendiri merupakan salah satu bentuk latihan bersama antara TNI AU dengan RSAF yang difokuskan pada teknik tempur dengan melibatkan pesawat-pesawat tempur dari angkatan udara kedua Negara dan sebagai langkah awal kerjasama dan persahabatan antara Angkatan Udara Indonesia dan Singapura serta guna meningkatkan kemampuan dan keterampilan personel angkatan udara kedua Negara dalam melaksanakan operasi udara bersama, dalam rangka menanggulangi kemungkinan adanya gangguan keamanan di wilayah perbatasan kedua Negara.

Latihan Elang Indopura yang berlangsung sejak tanggal 12 November 2012 tersebut melakukan berbagai manuver di udara diantaranya pertempuran udara (dog fight) antar pesawat Hawk 100/200 TNI AU dan F-5 RSAF dengan metode satu lawan satu, satu lawan dua dan dua lawan dua serta melakukan patroli udara bersama. 4 pesawat Hawk 100/200 TNI AU dan 6 pesawat F 5 RSAF terlibat dalam latihan Elang Indopura ini.


Sedangkan Latma Camar Indopura yang berlangsung selama 2 hari mulai tanggal 27 November 2012 ini, merupakan latma antara TNI AU dan RSAF dalam bidang operasi udara guna meningkatkan kerjasama dalam pengamanan wilayah laut kedua Negara dengan menggunakan pesawat patroli maritime dimana TNI AU menggunakan pesawat CN 235 dan RSAF menggunakan pesawat Fokker 50, selain itu latma ini juga melaksanakan pengamatan dan penanggulangan Illegal Logging, illegal fishing maupun lintas batas yang berdasarkan pada penyamaan persepsi tentang
Standard Operating Procedure For Maritim Surveillance.

Latma Indopura ini merupakan latihan rutin yang dilaksanakan dua tahunan secara bergantian antar TNI AU dan RSAF. Dan untuk tahun 2012 ini Lanud Rembiga berperan sebagai pendukung operasinya, walau dengan kondisi perlengkapan dan peralatan yang terbatas, serta jarak antara Bandara dam Mako Lanud Rembiga yang relative jauh namun Lanud Rembiga sanggup dengan sukses mendukung Latihan Elang dan Camar Indopura.


Dari hasil latihan ini dapat terjalin kerjasama dan persahabatan antar kedua Angkatan Udara, selain itu juga saling menimba ilmu dan pengalaman selama latihan khususnya baga para perwira penerbang muda serta untuk meningkatkan kemampuan para personel kedua angkatan udara dalam mengasah kemampuan taktik dan teknik operasi udara sesuai dengan
Standart Operation Procedure (SOP) yang berlaku dan yang paling penting adalah Latma Indopura ini berperan untuk meningkatkan hubungan bilateral kedua Negara.





Sumber : Okezone

Pasar Pesawat Angkut Di Indonesia Lebih Potensial Dibanding Pesawat Tempur

JAKARTA-(IDB) : Putra sulung mantan Presiden RI ke-3 BJ Habibie, Ilham Akbar Habibie mengaku lebih tertarik mengembangkan pesawat angkutan massal (komersial) ketimbang pesawat tempur.

Menurutnya, pesawat angkutan massal secara bisnis lebih menguntungkan. “Jelas (pesawat tempur secara bisnis) tidak terlalu menguntungkan,” ujar Ilham Akbar Habibie, Presiden Director PT. Ilthabi Rekatama yang juga tengah merintis pesawat terbang baling-baling, Regio Prop kepada Okezone di kantornya di kawasan Mega Kuningan Jakarta.

Ia mencontohkan, ketika masih bekerja di PTDI (PT Dirgantara Indonesia). Waktu itu PTDI masih fokus pada satu produk pesawat terbang, yakni pesawat tempur. “Itu dilemanya PTDI, mereka punya produk, mereka bisa secara leluasa jual kemana-mana, namun pasarnya terlalu merugikan,” tuturnya.

Karena, menurut Ilham, bila ia terlibat dalam shopping list di angkatan udara, maka shoping list terkait pesawat udara angkutan militer adalah prioritas yang paling rendah. “Dulu, yang lebih disukai itu pesawat tempur, pesawat pengintai dan sebagainya,” tambahnya.

Apalagi, yang namanya pesawat terbang dapat terbang boleh dikatakan selamanya, dengan catatan, apabila dirawat dengan baik. Dengan baik berarti setiap kali ada retakan atau komponen rusak atau salah, itu perlu digantikan. Sehingga, dengan penggantian komponen ini, meskipun relatif kecil, namun bisa mencegah terjadi kecelakaan atau yang membahayakan pesawat.

Kerusakan pesawat itu terkait intensitas pemakaian pesawat. “Jadi, untuk airlines yang bisa 8 kali take off dan landing per hari, tentu kerusakan lebih cepat. Namun untuk pesawat angkutan militer, belum tentu dia setiap hari terbang, yaitu bila ada misi saja,” tuturnya

Putra sulung BJ Habibie itu mengatakan, pesawat tempur bisa diganti bukan karena rusak. Akan tetapi, perlu upgrade, karena bila lawan punya armada yang lebih canggih, maka dia bisa mengalami kekalahan. Sedangkan pesawat angkut militer, itu hanya untuk mengangkut tentara misalnya, pesawat ini tidak dibuat untuk memenangkan perang, tetapi pesawat ini mendukung untuk yang menang perang.

“Oleh karena itu, pasar transport militer/pesawat tempur menurut saya kurang bagus menjadi andalan.  Makanya, waktu itu di PTDI atau masih IPTN, kita buat N-250, karena kita sudah tahu, kalau IPTN hanya produksi pesawat tempur saja, (maka ini akan) mati, tidak bisa. (Ketika itu), hanya satu produknya, maka kita harus buat yang kedua, tetapi akhirnya tidak jadi. Ini hal yang dilematis,” sesalnya.

Dukungan Pemerintah
 
Ilham mengatakan, dalam hal ini dirinya berharap bahwa pemerintah bisa mendukung proyek pengembangan pesawat Regio Prop, yang merupakan pengembangan dari pesawat terbang N-250.

“Kami juga bermaksud untuk kerjasama, dalam arti kata bekerjasama dengan PTDI (Dirgantara Indonesia). Kami sudah berkali-kali diskusi dengan teman di sana, juga dengan BUMN,” terangnya.

Akan tetapi, Ilham mengungkapkan bahwa saat ini, tampaknya pemerintah sudah cukup puas di posisi minoritas.  “Namun kita tetap kerja, nanti PTDI sebagai mitra,” tambahnya.

Lebih lanjut Ilham menjelaskan, saat ini pengembangan Regio Prop masih ditahap konseptual. “Kami swasta, dalam fase ini kita tidak harus dapat dukungan pemerintah. Kalau kita sudah punya produk, (barulah) kita mulai bicara dengan mereka,” tegasnya.

Dirinya berharap, ke depan dapat bekerjasama dengan baik dengan pemerintah. Meskipun demikian, saati ini atau fase konseptual ini, pihaknya belum merasa perlu untuk berkoordninasi dengan pihak pemerintah.

“Karena ini uang kita sendiri, kita tidak meminta uang ke pemerintah. Untuk koordinasi lebih ke dukungan dari PTDI, apakah mereka punya kapasitas untuk mmbuat pesawat, insinyur dan sebagainya,” tutupnya.





Sumber : Okezone

Regio Prop, Next Generation N-250

JAKARTA-(IDB) : Sepintas pesawat itu mirip dengan pendahulunya N-250. Karena wajar, terlebih pesawat masa depan Indonesia ini, merupakan turunan dari pendahulunya yang baru saja dirancang pada tahun 2004.

Mendapat dukungan dari sang ayah yang juga merupakan perintis pesawat terbang nasional sekaligus arsitek terbangunnya pesawat N-250, Ilham Akbar Habibie mencoba merancang sendiri pesawat yang digadang-gadang bakal menjadi kebanggan bangsa Indonesia.

“Namun, ini masih sebatas rancangan kasar, belum selesai secara keseluruhan,” kata Ilham Habibie saat berbincang santai dengan Okezone di kantornya, di Kawasan Mega Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Akan tetapi, lanjut putra sulung presiden RI ke-3 ini, setidaknya orang Indonesia telah mampu berpikir jauh bagaimana menciptakan pesawat yang mampu mengangkut jutaan masyarakat Indonesia dari Sabang hingga Merauke.

Dengan Regio Prop yang mampu mengangkut 50 hingga 70 penumpang, diharapkan dapat terealisasi dengan mulus. Sang arsitek yang telah lama mengenyam pendidikan di Jerman itu, mengaku bangga bisa memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negeri ini melalui karya-karyanya.

Pesawat rancangannya ini juga tidak asal-asalan, terlebih ini didukung juga dengan sistem keamanan, dengan menggunakan teknologi tinggi semacam software atau sistem yang memberi batasan kontrol pada pilot ketika tengah mengendalikan pesawat itu di udara.

“Dulu 1998, belum banyak pesawat yang menggunakan teknologi fly-by-wire, kalau sekarang di buat fly-by-wire dibandingkan dengan fly-by-hidrolic dan cable. Itu mungkin kalau dihitung secara biaya, lebih mahal yang konvensional,” paparnya.

Ilham pun meyakini bahwa pesawat yang kini tengah dikembangkannya (Regio Prop) adalah primadona yang bakal laris manis di pasaran pesawat terbang, khususnya di Indonesia.

“Saat ini kalau kita lihat di lapangan, di pasar, yang diperlukan adalah pesawat itu (Regio Prop). Pesawat ini bisa dibeli atau dijual ratusan di Indonesia, karena itu yang diperlukan,” jelasnya.

Ilham mengungkapkan, sejak dahulu telah memprediksi bahwa di masa mendatang, dengan sendirinya akan diperlukan pesawat terbang dan bila perkembangannya terus belanjut, juga bisa sebagai tulang punggung daripada infrastruktur.

Mengudara 2018
 
Pesawat terbang baling-baling (Regio Prop), yang akan dibuat melalui PT Regio Aviasi Industri, masih perlu dirumuskan serta dikembangkan, baik dari sisi desain, kapasitas penumpang, sistem pesawat serta teknologi yang diusungnya. Meskipun masih konseptual, namun Agung Nugroho, Direktur Utama PT Regio Aviasi Industri, optimis pesawat ini sudah dapat mengudara di wilayah Nusantara pada 2018.

“Proyek (Regio Prop) ini dimulai di 2004, di mana N-250, merupakan semangat untuk kami meneruskan pesawat terbang tersebut. Namun dari sisi teknologi, sistem serta desain lebih canggih dari N-250,” ujar Agung kepada Okezone melalui sambungan telefon.

Ia menjelaskan, ketika itu (di 2004), proyek ini mendapatkan bantuan dari IDB (Islamic Development Bank) sebesar USD200 juta atau sekira Rp1,9 triliun. Dengan anggaran sebesar itu, nantinya, akan menggandeng PTDI untuk memberdayakan kembali, apakah nantinya para tenaga ahli di PTDI bisa direkrut kembali, baik kalangan tua atau mudanya.

“Saat ini masih tahapan konseptual design, dari situ kemudian ada tes dengan pasar kepada airlines. Kemudian apa-apa saja yang diperlukan, lalu mengelola seperti operating serta biaya,” jelasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, nantinya Regio Prop akan melewati proses sertifikasi pesawat melalui pemerintah Indonesia, dalam hal ini Direktorat Jenderal Penerbangan Udara.  “Insya Allah pada 2018, pesawat ini akan meluncur setelah melalui uji coba tersebut,” tuturnya.

Uji coba ini akan dilakukan guna menguji sistem pesawat terbang seperti tes aerodinamika, struktur pesawat, sistem electrical dan lain-lain. “Ini akan memakan waktu 4-5 tahun,” tambahnya.

Lebih detail Agung menjelaskan, Regio Prop berjarak tempuh sekira 400-600 kilometer. Pesawat ini dirancang sebagai pesawat cepat dan penerbangan jarak menengah. Meskipun belum fix dan masih tahap konseptual, namun kabarnya pesawat ini, direncanakan berkapasitas sekira 50-70 penumpang. “Awal 2013, kita akan mulai visibility study, technical serta market,” imbuhnya.

Ekonomis, Pesawat Regio Prop Cocok di Langit Indonesia

Masyarakat Indonesia bersiap dimanjakan dengan Regio Prop, armada angkasa sebagai pengembangan terbaru sekaligus perwujudan dari kobaran semangat pesawat terbang N-250 yang sempat terhenti lebih dari satu dasawarsa.

Pesawat buatan dalam negeri itu akan dilanjutkan pengembangannya melalui PT Regio Aviasi Industri yang digawangi oleh Ilham Akbar Habibie, putra sulung Presiden RI ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie.

Pesawat terbang ini memiliki keunggulan dari berbagai sisi, di samping cocok untuk kondisi geografis wilayah Indonesia, juga memiliki sisi ekonomis terkait harga tiket yang nantinya bisa semakin terjangkau.

Ilham Akbar Habibie, yang bertindak sebagai Program Director Regio Prop  kepada Okezone menegaskan, ide pembuatan pesawat terbang ini dimulai sejak 2004. Biaya yang dikeluarkan tidak sedikit, diperkirakan proyek ini menelan dana hingga USD500 juta (Rp4,8 triliun) untuk sekira 10 sampai dengan 12 armada pesawat terbang (Regio Prop).

Lalu apa yang membuatnya tertarik untuk melanjutkan proyek ini. Secara terknologi pesawat terbang tidak hanya menarik, tetapi juga dari sisi kompleksitas tingkat tinggi yang ada pada bidang pesawat terbang tersebut. Ia juga mengaku, mengimplementasikan rancangan pesawat terbang adalah tidak mudah.

“Ini menjadi tantangan tersendiri, karena untuk pengembangan ini butuh lima tahun, bisa Anda bayangkan ini terbilang cepat. Sementara banyak perusahaan seperti Boeing dan Airbus yang mengembangkan pesawat bisa sampai 7 hingga 8 tahun, karena kompleksitas, banyak juga tantangan  dari segi management, finance dan sebagainya,” jelasnya.

Kendati sulit dan terjal, kekecewaan Ilham beberapa tahun silam bakal terjawab, di mana waktu itu industri pesawat terbang nasional kurang mendapatkan apresiasi. Namun, lanjutnya, kini zamannya telah berbeda, banyak orang yang ditemuinya mendukung dan bersemangat untuk pengembangan pesawat terbang, khususnya pesawat terbang Regio Prop yang kini masih dalam fase konseptual.

“Bisa dilihat dengan mata kepala kita, apabila kita ke lapangan udara, itu sudah seperti stasiun bus. Jadi, ini menunjukkan bahwa banyak orang senang (dengan moda transportasi tersebut). Dulu mungkin orang tidak mengerti, kini orang biasa juga (memilih) naik pesawat, dan itu sangat bermanfaat,” tuturnya.

Dengan preferensi masyarakat yang lebih senang memilih pesawat terbang sebagai alat transportasi, maka menurutnya, ini menunjukkan daya beli masyarakat semakin meningkat. “Harga tiket pesawat tidak setinggi langit seperti dulu. Ini sudah sangat affordable (terjangkau),” tambahnya.

Pria kelahiran Jerman ini melihat masyarakat kini sudah mulai mengerti di Indonesia, perlu pesawat terbang. Sebab, pesawat terbang menurutnya sangat layak secara ekonomis, serta sangat mendukung untuk negara yang besar dan luas, seperti di Indonesia.

Orang kini mulai melihat, ternyata pesawat terbang itu sangat layak secara ekonomis dan pesawat yang diperlukan itu rupanya, yang selalu ia katakan “persis kijang terbang”. Namun, dengan harga yang relatif murah, handal, bandel, tidak cepat rusak, bisa terbang kemanapun dan mendarat di landasan bandar udara yang juga tidak terlalu panjang.

“Terkadang kendala yang ada, masih agak pendek landasan itu, untuk pesawat jet terlalu pendek. Oleh karena itu, ini menjadi salah satu keunggulan dari pesawat terbang baling-baling, (selain mendukung landasan yang tidak terlalu panjang), pesawat baling-baling bisa lebih murah, serta dari segi konsumsi bahan bakar lebih irit,” jelasnya.


Sumber : Okezone

241 Prajurit TNI Berangkat ke Lebanon

JAKARTA-(IDB) : Sebanyak 241 Prajurit TNI yang tergabung dalam Kontingen Garuda (Konga) untuk melaksanakan tugas menjaga perdamaian di Lebanon dalam misi UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon) masa tugas 2012-2013, dengan menggunakan pesawat carteran dari PBB nomor A 330-200 JY-JAJ berangkat menuju Bandara Internasional Rafik Hariri, Beirut-Lebanon dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma Jakarta, Minggu (2/12/2012).
 
241 prajurit TNI yang diberangkatkan terdiri dari satgas : Batalyon Mekanis TNI Konga XXIII-G, Military Police Unit (MPU) Konga XXV-E, Force Protection Company (FPC) Konga XXVI-E2, Force Headquarter Support Unit (FQSU) Konga XXVI-E1,   CIMIC TNI Konga XXXI-C,  Military Community Outtreach Unit (MCOU) Konga XXX-C, Level 2 Hospital XXIX-E dan Milstaf Seceast.

Total keseluruhan prajurit TNI yang akan diberangkatkan ke Lebanon sebanyak 1.169 personel, dibagi menjadi 5 kloter dan diberangkatkan secara bertahap 2 hari sekali hingga pemberangkatan terakhir tanggal 10 Desember 2012.

Komandan Satgas Batalyon Mekanis (Yonmek) TNI Konga XXIII-G/UNIFIL Mayor Inf Lucky Avianto mengingatkan kepada seluruh personel satgas Yonmek yang sekaligus juga merupakan main body dalam satgas ini, agar benar-benar memperhatikan faktor keamanan, patuhi segala ketentuan dan peraturan yang sudah ditentukan demi keselamatan penerbangan.

Sehari sebelumnya juga telah dilaksanakan penimbangan barang yang dilakukan oleh Kasilog Yonmek Konga XXIII-G/UNIFIL Kapten Kal Uji Siagani beserta staf logistik; pengecekan paspor dan kartu vaksin oleh Pasipers Kapten Adm Sidik Purnomo beserta staf pers serta pemeriksaan barang yang akan dibawa ke kabin; dan pencerahan tentang apa saja yang dilarang dalam penerbangan yang disampaikan oleh Kasiintel Kapten Mar Alim Firdaus. Kesemuanya itu sengaja dilakukan lebih awal agar benar-benar siap dan dalam penerbangan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.





Sumber : Seruu

147 Pasukan Indobatt Kembali Ke Tanah Air

indobatt112
LEBANON-(IDB) : Komandan Satuan Tugas Indonesian Batallion (Indobatt) Konga XXIII-F/UNIFIL (United Nations Interim Force In Lebanon), Letkol Inf Suharto Sudarsono melepas keberangkatan 147 prajurit Indobatt kembali ke tanah air setelah masa tugasnya selama satu tahun di Lebanon dinyatakan telah selesai, pelepasan gelombang pertama ini dilaksanakan di lapangan Soekarno, Markas Indobatt UN Posn 7-1, Adshid Al Qusayr, Lebanon Selatan, Jumat, (30/11). Gelombang pertama kepulangan ini dipimpin oleh Wadansatgas Indobatt Letkol Mar FJH Pardosi.

Dalam sambutannya Dansatgas Indobatt menyampaikan ucapan terima kasih atas dedikasi, disiplin dan loyalitas yang telah ditunjukan seluruh prajurit Indobatt dalam melaksanakan tugasnya mengemban misi perdamaian UNIFIL di Lebanon, sehingga dapat menghantarkan Satgas Batalyon Kontingen Garuda XXIII-F/UNIFIL melaksanakan tugas pokoknya dengan baik.

Lebih lanjut Dansatgas berharap, walaupun tugas misi perdamaian telah usai namun kebersamaan dan ikatan kekeluargaan yang telah terjalin dengan baik selama ini, hendaknya dipelihara hingga sekembalinya ke tanah air dan kesatuan masing-masing.

Usai memberikan sambutan, Dansatgas memberikan plakat penghargaan kepada seluruh prajurit Indobatt sebagai tanda ucapan terima kasih dan bentuk apresiasi atas pelaksanaan tugas yang telah ditunjukan.

Personel Satgas Kontingen Garuda XXIII-F/UNIFIL (Indobatt) berjumlah 1.018 orang, kepulangannya ke tanah air dibagi menjadi 6 gelombang penerbangan dan setelah kepulangan ini misi selanjutnya akan digantikan oleh Satgas Konga XXIII-G/UNIFIL.





Sumber : Poskota