Pages

Jumat, Agustus 03, 2012

Saatnya Industri Pertahanan Indonesia Berkiblat ke India

MUMBAI-(IDB) : India dalam dua dekade ini tidak hanya dipandang sebagai negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi. Kini, India juga dianggap sebagai negara dengan kekuatan bersenjata yang sangat diperhitungkan negara-negara lain.

Atase Pertahanan Kedutaan Besar RI (KBRI) di India, Letkol Laut I Putu Arya Angga Suardika mengungkapkan, India banyak bekerjasama dengan Rusia dalam bidang persenjataan, termasuk untuk pengembangan industri pertahanan. "Saat ini India adalah negara dengan anggaran terbesar untuk mengimpor industri pertahanan," kata Putu pada sela-sela acara kunjungan Ketua DPR RI Marzuki Alie di India, Kamis (2/7).


Putu menjelaskan, India terlibat dalam empat kali peperangan melawan Pakistan terkait konflik wilayah di Kashmir. Karenanya pula, kata Putu, India terus berupaya mengembangkan industri pertahanannya agar tidak tergantung pada negara lain.


"India terus memperkuat industri pertahananannya. Kita perlu mencermati hal ini," ucapnya.


Sedangkan Duta Besar RI untuk India, Andhi M Ghalib menyatakan bahwa India telah tumbuh menjadi salah satu kekuatan pertahanan yang diperhitungkan di dunia. India, kata Ghalib, sudah mampu menciptakan peluru kendali (rudal) antarbenua bernama Agni dengan radius jelajah hingga 5000 mil. "India ini bangsa yang cerdas, termasuk dari segi pertahanan," ucap Ghalib.


Pensiunan TNI Angkatan Darat dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal itu pun menyarankan pemerintah Indonesia agar mulai belajar dari India dalam pengadaan persenjataan. Jika perlu, lanjut Ghalib, Indonesia mengubah mindset tentang persenjataan yang selama ini hanya berkiblat ke Eropa menjadi ke India.  "Komisi I DPR yang membidangi pertahanan bisa mendorong hal ini," sebutnya.


Menanggapi hal itu, anggota Komisi I DPR, Sidharto Danusubroto mengaku setuju dengan pandangan Ghalib. "Bukan hanya dalam hal senjata, tapi juga segalanya. Jangan kita hanya beralih ke
look east, tapi langsung look India!" cetusnya.

Sedangkan Ketua DPR RI Marzuki Alie menyatakan, Indonesia harus mengembangkan industri-industri strategisnya. "Mindset-nya jangan hanya membeli, tapi bagaimana kita bisa membuat dan memberdayakannya," ucapnya.


Sumber * JPNN

Penjelasan DPR Terkait Wajib Militer

JAKARTA-(IDB) : Pemberlakuan wajib militer oleh pemerintah belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. Sebab, undang-undang yang memayunginya belum disahkan. Wajib militer bagi warga negara Indonesia akan diatur dalam UU Komponen Cadangan yang kini masih dalam bentuk draf RUU. 

Komisi I menegaskan tidak akan memprioritaskan RUU Komponen Cadangan ini karena ingin membereskan RUU Keamanan Nasional terlebih dulu. Demikian penjelasan Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menanggapi ramainya wacana wajib militer beberapa waktu belakangan.

"Ada isu bahwa pemerintah akan menggulirkan program wajib militer. Saya katakan, program itu adalah bagian yang akan diatur dalam UU Komponen Cadangan yang sekarang masih berbentuk draf RUU. Kami sepakat menunda pembahasan RUU ini sampai dengan RUU Kamnas selesai," ujar Mahfudz Siddiq di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (2/8)

RUU Kamnas perlu didahulukan pembahasannya karena kontennya juga memuat prinsip dasar penerapan RUU Komponen Cadangan. Prinsipnya, RI menganut Hankamrata, sistem pertahanan bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya. Menurut Mahfudz Siddiq, di negara maju sistem ini diterjemahkan menjadi wajib militer bagi warga negaranya.

"Di Amerika dan Singapura ada wajib militer. Tak ada masalah. Yang penting, bagaimana nanti pengaturannya di sini. Apakah akan terintegrasi dengan sistem pendidikan yang di Indonesia atau seperti apa," kata politisi PKS ini.

Dalam Prolegnas 2012, RUU Komponen Cadangan masuk dalam prioritas. RUU ini akan mengatur bahwa warga negara Indonesia laki-laki berusia 18 tahun ke atas akan terkena wajib militer. Konsep aturan ini adalah bahwa dalam pertahanan negara, tentara akan jadi komponen utama, sedangkan warga sipil berusia 18 tahun akan jadi komponen cadangan. Setiap Komando Daerah Militer (Kodam) akan bertugas mengorganisir komponen cadangan ini.

RUU yang merupakan inisiatif pemerintah ini merupakan mandat dari UUD 1945 Pasal 30 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan syarat–syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.



Sumber : Jurnamen

LIPI Masuk 100 Lembaga Penelitian Terbesar Dunia

JAKARTA-(IDB) : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) masuk peringkat 100 besar kategori penelitian dan pengembangan terbaik versi Webometrics edisi Juli 2012. LIPI tercatat di urutan 99 dari total 7.532 lembaga penelitian di seluruh dunia.

Peringkat pertama diraih Lembaga Kesehatan Nasional Amerika Serikat, disusul Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) di urutan kedua.


Sejumlah lembaga penelitian mentereng lainnya juga masuk 100 besar, seperti National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), European Organization for Nuclear Research (CERN), US Geological Survey (USGS), Max Planck Gesellschaft, dan Goethe Institut.


Peringkat Webometrics dipublikasikan dua kali dalam setahun, yaitu setiap bulan Januari dan Juli. Peringkat terbaru ini menjadi satu lompatan besar bagi LIPI setelah pada Januari lalu menempati peringkat 590 dunia.


Selain LIPI, lembaga penelitian asal Indonesia yang juga masuk peringkat Webometrics adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, yang bertengger di peringkat 290 dunia.


Peringkat Webometrics merupakan inisiatif dari Cybermetrics Lab, sebuah kelompok riset milik Consejo Superior de Investigaciones Científicas (CSIC), badan penelitian publik terbesar di Spanyol. CSIC--yang berdiri sejak 2006 dan memiliki 126 pusat penelitian di seluruh Spanyol--adalah salah satu organisasi penelitian dasar pertama di Eropa.


Lembaga yang melekat pada Departemen Pendidikan Spanyol ini dibentuk untuk mempromosikan penelitian ilmiah guna meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi negara-negara di dunia. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini diharapkan berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di masing-masing negara.


Ada empat kategori yang digunakan dalam pemeringkatan Webometrics. Pertama, size, yang artinya jumlah laman yang bisa diakses melalui Google, Yahoo!, dan Bing. Bobot penilaian berdasarkan size ini sebesar 10 persen.


Kedua adalah visibility, atau jumlah tautan ke situs lembaga dari situs eksternal. Bobot penilaiannya 50 persen.


Ketiga adalah rich files, yang artinya jumlah dokumen dengan format PDF, DOC, PPT, dan PS, yang bisa diakses melalui Google, Yahoo!, dan Bing. Poinnya 10 persen.


Terakhir atau keempat adalah scholar, atau jumlah publikasi ilmiah yang diindeks Google Scholar selama lima tahun terakhir. Nilainya 30 persen.


Dikutip dari www.research.webometrics.info, Kamis, 2 Agustus 2012, pemeringkatan ini ditujukan untuk mempromosikan publikasi ilmiah yang dilakukan lembaga penelitian lewat Internet.


Keterbukaan dan kemudahan publik mengakses publikasi ilmiah dan materi akademik lewat Internet menjadi sasaran utama pemeringkatan ini. Namun, indikator situs secara langsung juga mendongkrak kinerja dan visibilitas lembaga penelitian.


"Situs ini mencakup tidak hanya publikasi yang bersifat formal, yakni e-journal dan repositori, tetapi juga media komunikasi informal lainnya," demikian pernyataan dalam situs Webometrics.


Publikasi ilmiah lewat Internet memiliki sejumlah keunggulan. Selain lebih murah, publikasi lewat Internet menjamin tingginya standar kualitas publikasi ilmiah yang dibaca publik (peer review). Keunggulan lain yakni bisa menjangkau lebih banyak pembaca. Akses pengetahuan ilmiah bagi para peneliti dan lembaga penelitian yang berada di negara-negara berkembang menjadi lebih tinggi.


Publikasi lewat Internet juga bisa memberikan manfaat tidak langsung kepada pihak ketiga, yakni pengguna langsung dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan lembaga penelitian, seperti kalangan industri, ekonomi, politik, atau budaya.


"Kami bermaksud memotivasi setiap peneliti, sarjana, dan lembaga penelitian untuk memanfaatkan situs sebagai sarana publikasi ilmiah secara akurat," tulis situs Webometrics.


Sumber : Irib

Ukraina Berharap Bisa Meningkatkan Perdagangan Dengan Indonesia, Terutama Alutsista

JAKARTA-(IDB) : Sejak menjadi negara sendiri, 20 tahun silam, Ukraina memang sudah menjalin kerja sama dengan berbagai negara. "Termasuk dengan Indonesia," kata Duta Besar (Dubes) Ukraina untuk Indonesia Volodymyr Pakhil, kemarin, dalam perbincangan dengan Kompas.com di Kedutaan Besar Ukraina, kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.

Ukraina awalnya memang menjadi salah satu negara bagian Uni Soviet. Pascaruntuhnya Uni Soviet pada 1991, Ukraina pun memproklamasikan diri menjadi negara merdeka. "Pada 11 Juni 2012, Ukraina dan Indonesia merayakan 20 tahun hubungan diplomatik," kata Pakhil.

Dalam kerangka hubungan diplomatik itu, lanjut Pakhil, kerja sama perdagangan kedua negara memang sedikit demi sedikit mengalami peningkatan. Menurut catatan pria kelahiran 14 Agustus 1960 ini, sampai dengan 2011, transaksi perdagangan kedua negara mencapai angka 1 miliar dollar AS.

Tentunya, imbuh, Pakhil, pada masa mendatang, angka tersebut bisa merangkak naik. Pasalnya, di samping kerja sama perdagangan bidang metalurgi, kimia, penyulingan minyak bumi, hingga pembangunan kapal serta komoditas lainnya, nilai perdagangan antara Ukraina dan Indonesia bisa terdongkrak lewat bisnis perlengkapan militer. "Apalagi, Indonesia tengah berupaya membenahi dan memperbarui angkatan bersenjatanya," kata pakar hukum lulusan Lviv State University pada 1984 yang ditunjuk Presiden Ukraina Viktor Yanukovich menjadi Dubes untuk Indonesia pada Februari 2012 ini.

Industri militer

Ukraina, terang Pakhil, menjadi salah satu ikon industri militer sejak era Uni Soviet. Adalah Kharkiv, kota terbesar kedua setelah ibu kota Kyiv, yang sampai kini menjadi basis industri militer.

Kota seluas 310 kilometer persegi ini berada di timur laut Ukraina. Menurut catatan sejarah, tokoh Ivan Karkach yang pada 1654 mulai membangun kota ini. Kharkiv yang berada di ketinggian 152 meter di atas permukaan laut itu cuma 45 kilometer dari perbatasan dengan Rusia.

Di Kharkiv, sampai sekarang, ada kompleks industri militer yang menjadi andalan pertumbuhan ekonomi Ukraina. Di dalam kompleks itu ada 85 organisasi ilmiah yang fokus pada pengembangan persenjataan dan peralatan militer dengan penggunaan berbeda.

Salah satu bagian dari kompleks itu adalah industri kedirgantaraan. Di situ ada 18 biro desain dan 64 perusahaan.

Lalu, bagian lain adalah industri maritim. Di dalamnya ada 15 lembaga penelitian dan pengembangan, 40 biro desain, dan 67 pabrik. Rancangan yang sudah terwujud di bidang ini adalah kapal penjelajah berat serta kapal ukuran besar dan kecil bersenjata peluru kendali antikapal selam.

Sementara itu, masih menurut Pakhil, pada industri roket di kompleks tersebut, rancangan dibuat oleh 6 biro desain. Kemudian, roket, proyektil, rudal, dan amunisi diproduksi oleh 28 pabrik.

Tak cuma itu, Ukraina, tutur Pakhil, adalah produsen besar peralatan militer tank. Di Kharkiv pula, Ukraina membuat main battle tank (MBT) Bulat. "Kami menawarkan tank jenis ini ke Indonesia," kata Pakhil.

MBT Bulat yang berbobot 45 ton tersebut awalnya adalah tank legendaris Uni Soviet kelas T-64 karya Alexander A. Morozov pada 1960an. Sebelumnya, T-54 adalah generasi pertama kelas tersebut.

Varian lain dari kelas T adalah T-72 dan T-80. Sampai sekarang, tank-tank kelas T masih menjadi andalan militer negara-negara bekas Uni Soviet seperti Rusia, Ukraina, Belarus, Moldova, dan Uzbekistan.

Bulat yang diproduksi oleh perusahaan negara Ukraina, Ukrspecexport, kini komplet dengan senjata otomatis antipesawat udara. Senjata ini terintegrasi secara digital.

Mengklaim Bulat lebih murah harganya ketimbang tank-tank MBT buatan negara-negara Eropa Barat, Ukraina, lanjut Pakhil, bahkan sudah siap mengirimkan 50 unit Bulat ke Indonesia tahun ini, andai Indonesia menerima penawaran dimaksud. "Dengan bujet 280 juta dollar AS yang dimiliki Indonesia, lebih dari 100 unit MBT Bulat bisa menjadi bagian dari sistem pertahanan militer Indonesia," demikian Volodymyr Pakhil.


Sumber : Kompas

Indonesia Australia Tingkatkan Kerja Sama Militer

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan (Menhan), Purnomo Yusgiantoro, mengatakan pihaknya akan tetap menjalin kerja sama dengan militer Australia. Dalam waktu dekat, lanjut dia, kerja sama akan semakin dikukuhkan dengan pertemuan bilateral.

Menurut dia, kerja sama itu tidak akan mengancam kesatuan Indonesia. "Justru malah semakin menguatkan," ungkapnya saat melakukan temu wartawan usai ucara "Silaturahmi Menhan dengan Pemimpin Redaksi Media Massa", di kantornya, Kamis (2/8).

Dalam kerja sama itu juga, kata Menhan, guna meningkatkan pengamanan dalam kasus-kasus darurat yang terjadi di perairan perbatasan antara Indonesia dengan Australia. Kegiatan tersebut adalah berupa penanganan darurat apabila terjadi kecelakaan kapal laut.

Tak hanya itu, kata Purnomo, kerja sama juga akan bergerak pada ranah penduduk ilegal. Menurut dia, Indonesia akan melakukan penanganan apabila ada imigran yang terdampar di laut. "Jika yang imigran terdampar di perairan Australia, tapi yang menangkap signal Indonesia, maka Indonesia akan melakukan penanganan," katanya.

Upaya tersebut, dilaksanakan kedua belah negara melalui patroli gabungan yang telah dilakukan di Laut Timor. Pada upaya tersebut, kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, Marsdya Eris Herryanto, Indonesia menerjunkan Basarnas.

Menurut dia, kerja sama lebih lanjut akan dilakukan pada pertemuan yang akan dihelat 1 September nanti. "Pertemuan itu juga akan membahas detail kerjasama, termasuk penempatan kapal yang bermasalah. Apakah akan ditempatkan di Indonesia atau tidak," ungkapnya.


Sumber : Republika

Iran Tarik Gugatan Jika Rusia Kirim Rudal S-300

MOSCOW-(IDB) : Sengketa kerja sama militer antara Iran dan Rusia terus berlanjut. Duta Besar Iran untuk Rusia, Mahmud Reza Sajjadi, menyatakan Iran akan menarik gugatannya sebesar US$ 4 miliar kepada Rusia jika negara tersebut mengirim peluru kendali atau rudal sistem pertahanan udara S-300. Demikian dilansir Ria Novosti, Rabu (1/8).

Kepada harian
Izvestia, Mahmud mengatakan, Iran meminta penggantian sebesar US$ 900 juta atas kegagalan Rusia mengirim sistem pertahanan tersebut. Namun, pengadilan menambah US$ 3 miliar sebagai kompensasi.

Mahmud pun menyatakan harapannya agar Iran dan Badan Federal Rusia bidang Kerja Sama Teknis Militer dapat segera menyelesaikan masalah itu melalui jalur perundingan. Rusia telah berupaya untuk membujuk Iran menarik gugatannya, tapi Iran menolak dengan berbagai cara.


Sebelumnya, April lalu, Iran menuntut perusahaan senjata milik negara, Rosoboronexport, di Pengadilan Arbitrase Internasional di Jenewa karena memutuskan pembatalan kontrak secara sepihak. Dalam kontrak tersebut tertulis Rosoboronexport telah sepakat untuk menjual sistem rudal S-300 kepada Iran.


Namun, Presiden Rusia Dmitry Medvedev, menghentikan kontrak tersebut pada September 2010. Penghentian kontrak mengikuti Resolusi Dewan Keamanan PBB yang melarang pasokan senjata konvensional ke Teheran, termasuk peluru kendali, tank, helikopter tempur, pesawat tempur dan kapal perang.



Sumber : SCTV