Pages

Kamis, Juli 26, 2012

Komisi I DPR Terima Dubes Turki

JAKARTA-(IDB) : Ketua Komisi I DPR menerima kunjungan kehormatan Dubes Turki untuk Indonesia. Kunjungan tersebut dalam rangka mempersiapkan rencana Kunjungan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan ke Indonesia.

"Awalnya mereka akan berkunjung pada tahun 2014 namun dipercepat guna mempertimbangkan agenda Pemilu di Indonesia dan di Turki, akhirnya direncanakan tahun 2012,"ujar Ketua Komisi I DPR Mahfudz Sidiq,di Gedung Nusantara I, Kamis, (26/7).

Menurut Mahfudz, Turki merupakan negara muslim terbesar di Barat. Sementara Indonesia negara muslim terbesar di Timur karena itu, secara historis hubungan Indonesia dan Turki sudah berlangsung selama ratusan tahun. Jadi kunjungan PM Turki ini mempunyai peranan penting mengupdate hubungan bilateral kedua negara khususnya bidang pertahanan karena antara kedua negara sudah ada MOU kerjasama pertahanan dan militer di dua level tingkat Presiden dan Menteri.

  "Implementasi dan realisasi yang mereka rasakan berjalan lambansementara pihak turki sendiri sangat terbuka dan ingin kerjasama pertahanan militer dan industri pertahanan ini bisa segera berjalan,"ujarnya.

Dia menambahkan, Parlemen Indonesia mencoba memberikan informasi atau gambaran lebih detailnya  guna mempercepat realisasi dan implementasi dari MOU tersebut. "Kita Beberapa kali rapat dengan Menhan pernah menyampaikan perlunya merealisasikan kerjasama dengan Turki, termasuk kerjasama dalam pengadaan Alutsista. Karena secara industri Turki ini sudah maju dan Produknya berstandar NATO,"tambahnya.

Dia mengatakan, Saat kunker Komisi I DPR ke Turki dan menemui menteri Pertahanan Turki dan Industri pertahanan Turki, mereka menyatakan komitmennya untuk mengembangkan industrinya di Indonesia, termasuk kerjasama dengan industri pertahanan nasional Indonesia. "Akan sangat menguntungkan bagi Indonesia, karena itu kita perlu  dorongan lebih kuat pada pihak Indonesia,"ujarnya.


Sumber : DPR

Akuisisi MBT Leopard Untuk Meningkatkan Deteren Power Indonesia

JAKARTA-(IDB) : Saat ini, posisi kekuatan angkatan bersenjata atau kekuatan militer Indonesia berada di posisi 18 di dunia.
 
Menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Hartind Asrin peringkat ini mengalami penurunan.

"Sebelumnya di peringkat 16. Ini turun karena ada alutsista yang tidak efektif," ujar Brigjen TNI Hartind kepada wartawan usai acara Silaturahmi Kapuskom Publik TNI dengan Wartawan di Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Jakarta Pusat, Kamis (26/7/2012).

Menurut Brigjen TNI Hartind, yang menentukan naik-turunnya peringkat kekuatan militer suatu negara dilihat dari teknologi alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dimiliki negara tersebut.

Dengan adanya penurunan tersebut, maka menurut Brigjen TNI Hartind, perlu adanya penambahan teknologi alutsista dan memodernisasi teknologi alutsista yang telah lama. Penambahan tersebut salah satunya memperkuat alutsista di tubuh Angkatan Darat (AD).

"Alutsista bergerak itu memang menjadi prioritas. kalau di Angkatan Darat itu mulai dari MBT (Main Battle Tank) Leopard," ujar Brigjen TNI Hartind.

Dengan pembelian MBT dari Jerman ini, Brigjen TNI Hartind berharap dapat meningkatkan kekuatan TNI AD dalam menjaga persatuan dan kesatuan Republik Indonesia. Sebab, semakin kuatnya alutsista, maka semakin kuat pula deteren power atau kekuatan penangkal suatu negara.

"Nah kenapa malah sekarang banyak yang mempersoalkan MBT Leopard itu? Padahal ini bisa membuat deteren power yang membuat lawan urungkan niatnya," ujar Brigjen TNI Hartind.

Selain Pembelian MBT Leopard asal Jerman, Brigjen TNI Hartind juga mengungkapkan saat ini pihaknya tengah menguatkan kendaraan taktis seperti Anoa yang kini jumlahnya mencapai 165 unit. Ke depannya, Kemenhan akan terus memperkuat sampai dua brigade.

Penguatan teknologi alutsista tersebut tidak hanya di tubuh TNI AD saja, namun juga di TNI AL dan TNI AU. Menurut Brigjen TNI Hartind, penguatan tejnologi alutsista harus dilakukan secara seimbang.


Sumber : TribunNews

Flight Sukhoi Su-30 TNI AU Latihan Bersama Ke Australia

MAKASSAR-(IDB) : Terbang dari Pangkalan Udara TNI AU Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, satu flight pesawat pempur Sukhoi-27/30 Flanker Skuadron Udara 11 terbang ke Australia.

Penempur generasi empat itu akan tergabung dalam satu armada latihan bersama negara-negara Persemakmuran, di Darwin, Australia. Mitra latih pilot-pilot dan awak darat TNI AU dalam Latihan Pitch Black 2012 ini adalah Australia, Malaysia, Singapura, dan Selandia Baru.

Dipastikan beragam jenis dan tipe penempur militer serta pesawat angkut militer urun serta. Australia menurunkan F-18 Hornet-nya sebagaimana Selandia Baru, F-15SG Singapura juga bisa hadir, dan mungkin MiG-29 Tentera Udara Diraja Malaysia.

Pesawat angkut militernya juga bisa beragam. TNI AU menerbangkan C-130H Skuadron Udara 31 dari Pangkalan Udara Utama Halim Perdanakusuma, Jakarta, Singapura juga bisa jenis sama

Pemberangkatan Sukhoi Su-27/30 Flanker dari Wing 5 TNI AU ini didukung 55 awak darat dan teknisi yang diangkut dua C-130H dari Skadron Udara 31 dan satu  C-130H Herkules dari Skadron Udara 32, yang terbang dari Pangkalan Udara Utama TNI AU Abdulrachman Saleh, Malang.


Sumber : Antara

Menhan Terima Dubes Australia untuk Indonesia


JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Kamis (26/7) dengan di dampingi Direktur Kerjasama Internasional (Dirkersin) Ditjen Strahan Kemhan Brigjen TNI Jan Pieter Ate, M.Bus, Kepala Pusat Komunikasi Publik (Kapuskom Publik) Brigjen TNI Hartind Asrin dan Karo TU Brigjen TNI Drs. Herry Noorwanto, M.A. menerima kunjungan kehormatan Duta Besar Australia untuk Indonesia H.E Mr. Greg Moriarty beserta rombongan, di kantor Kemhan Jakarta.


Sumber : DMC

Menguasai Teknologi, Memperkuat Pertahanan

JAKARTA-(IDB) : Sebab,penguasaan teknologi menjamin adanya persenjataan yang tangguh. Salah satu aspek penting pengembangan teknologi adalah untuk mendukung kemampuan pertahanan negara.

Dalam sejarah peperangan yang pernah terjadi, kemampuan suatu negara dalam menguasai teknologi sangat berpengaruh pada kemenangan. Sebab, penguasaan teknologi menjamin adanya persenjataan yang tangguh. Di Indonesia, pembangunan industri pertahanan telah dimulai sejak diterbitkannya Keputusan Presiden No 59/1983.Keppres itu membidani lahirnya sejumlah industri pertahanan seperti PT IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia/ PT DI) untuk bidang kedirgantaraan, PT PAL (untuk maritim), PT PINDAD (persenjataan dan amunisi), PT DAHANA (bahan peledak), PT LEN (elektronika dan komunikasi).

Industri-industri itu mulai tenggalam setelah dihantam badai krisis pada 1998. Sekarang, pengembangan kemampuan teknologi dalam mendukung pertahanan kembali digencarkan. Guna mendukung langkah ini, dibentuklah Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang dipimpin Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan beranggotakan sejumlah menteri, termasuk Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta,Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, dan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo.

Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta menyebut, ada tiga klaster dalam produksi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Yakni, yang bersifat untuk meningkatkan produksi,pelayanan,dan perlindungan. “Jadi, kita harus terus mengembangkan iptek untuk mendukung pertahanan,” katanya di kantor Bapeten,belum lama ini. Di antara yang sedang dikembangkan untuk pertahanan adalah pembuatan roket yang dinamai RHAN. Roket ini sudah beberapa kali diujicoba dan berhasil.Namun,daya jangkau masih belum memenuhi ekspektasi. “Kita ingin di atas tiga digit,”ujar Gusti.

Di Indonesia, ada banyak Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) dan Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP), serta badan usaha milik swasta yang aktivitas usahanya berkaitan erat dengan bidang pertahanan.Di deretan pelat merah ada nama-nama seperti PT Dirgantara Indonesia,PT Pindad,PT PAL Indonesia.Dikalangan swasta ada beberapa industri galangan kapal seperti PT Palindo.

Kemampuan PT DI dalam memproduksi pesawat tidak perlu diragukan lagi.Direktur Teknik dan Pengembangan PT DI Dita Ardoni Safri menyebutkan, beberapa pesawat yang sudah berhasil dibuat adalah CN 235,dan NC 212-200. Untuk pesawat CN 235 sekarang ini di antaranya dipakai oleh TNI Angkatan Udara sebagai pesawat angkut ringan, juga oleh TNI Angkatan Laut.Beberapa negara asing juga tertarik menggunakan pesawat ini,seperti Korea Selatan.

Selain pesawat, PT DI juga berhasil membuat roket FFAR (Fin Folding Aeriaal Rocket) yang dipakai untuk jet tempur TNI. Roket ini sebagian besar komponennya berasal dari dalam negeri. PT DI mampu memproduksi roket ini hingga ribuan unit per tahun.Roket jenis FFAR memiliki tiga tipe berdasarkan diameter serta jarak luncur.Yakni, tipe MK 60 dengan diameter 100 mm,tipe MK4 dan MK40 berdiameter 67 mm.

Roket ini pertama kali diproduksi dengan lisensi produsen roket Force de Zeeburg,Belgia. PT DI juga membuat torpedo berdiameter 122 milimeter yang memiliki jangkauan area hingga 40 km.Di luar teknologi yang sudah dikuasai,PT DI juga terlibat dalam berbagai pembuatan pesawat terbang selaku penyuplai komponen.Di antaranya bekerja sama dengan Airbus Military dan Boeing. Produk-produk Pindad juga sudah menembus pasar ekspor.

Bahkan untuk amunisi,jumlah permintaan melebihi kemampuan produksi.Sehingga manajemen berupaya untuk meningkatkan kapasitas dengan mendatangkan mesin baru.PT Pindad juga berhasil menciptakan kendaraan tempur angkut personel Panser Anoa 6x6. Penciptaan kendaraan ini dimulai ketika operasi militer di Aceh. Kala itu, banyak pasukan yang cidera karena menaiki kendaraan yang tidak memadai untuk operasi. Sehingga, Pindad dipesan untuk membuat kendaraan tempur angkut personel yang lebih aman dan lahirlah Anoa 6x6.

Kendaraan ini juga digunakan prajurit TNI yang bertugas dalam misi perdamaian dunia di bawah kendali PBB. Bahkan, spesisifikasi Anoa 6x6 sudah memenuhi kualifikasi PBB. Beberapa negara asing pun berminat untuk membeli,seperti Malaysia. Saat ini,PT Pindad membuat prototipe kedua kendaraan perintis ( Rantis) 4x4 bekerja sama dengan TNI dan industri lain.PT Pindad sebagai leading sector industri termasuk pelaksana integrator desain,pengerjaan break system, steering system, serta senjata.

Sedangkan penyedia baja oleh PT Krakatau Steel dan penyedia power train, powerpack, electricalAC,engine,wich,driver set,dan pengecatan body assembling oleh PT Autocar Industri Komponen. Dalam bidang maritim,Indonesia juga sudah bisa membuat kapal perang oleh PT PAL maupun PT Palindo. Di antara kapal perang yang sudah diproduksi adalah landing platform dock (LPD) yang diproduksi setelah proses alih teknologi dalam pembelian LPD dari Korea Selatan.

Selain itu juga berhasil diproduksi kapal kawal cepat rudal (KCR) berbagai ukuran 40 meter dan 60 meter.“Ada roadmap pembangunan kapal perang. Ada tahapan-tahapannya,”kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.


Sumber : Sindo

Anggaran Pertahanan Perlu Ditingkatkan

JAKARTA-(IDB) : Berdasarkan perkembangan yang terjadi terhadap isu-isu di bidang pertahanan banyak masyarakat menilai sistem pertahanan bangsa ini sama saja dan perlu di adakan penambahan anggaran di bidang pertahanan.
 
Hal ini terbukti melalui hasil survey selama tiga bulanan yang dikeluarkan oleh Bapak Silmy Karim, yang didukung oleh Danareksa Research Institute terhadap seluruh masyarakat, Rabu (25/7), di Jakarta. Hasil yang terakhir dikeluarkan tersebut, merupakan survey yang dilakukan pada Bulan Mei tahun 2012 yang menyangkut issue-issue pertahanan.

Dari hasil survey terhadap masyarakat tersebut, ketika berbicara tentang system pertahanan negara sekitar 23,4% dari masyarakat Indonesia menilai baik, 55,9% menilai sama saja dan 20,5% menilai buruk.

Sedangkan dari sisi penyediaan anggaran untuk mendukung berjalannya pertahanan di wilayah NKRI yang selama ini dilaksanakan, sebanyak 66,5% masyarakat Indonesia menyatakan masih perlu adanya penambahan anggaran pertahanan, sementara 28,9% menyatakan tidak perlu dan 4,5% lainnya tidak tahu.

Dari hasil survey terakhir bila dibandingkan dengan survey bulan Febuari 2012 sebelumnya terdapat data hasilnya sekitar 60,3% masyarakat menyatakan pemerintah perlu meningkatkan anggaran pertahanannya. Kemudian 34,0% menyatakan tidak perlu dan 5,5% menyatakan tidak tahu. Berdasarkan hasil tersebut maka bisa diambil kesimpulan bahwa masyarakat mendukung penuh peningkatan anggaran Kementerian Pertahanan.

Dari penyampaian hasil survey ini akan dapat menambah keyakinan dalam mengambil kebijakan dan juga dapat menjadi dasar dalam mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat saat ini kepada pemerintah. Rencananya Silmy Karim akan merencanakan kembali untuk melakukan survey kaitannya dengan issue pertahanan setiap tiga bulan sekali.


Sumber : DMC

ASEAN Tak Berdaya Menghadapi China

JAKARTA-(IDB) : Harapan Filipina dalam pertemuan ke-45 Menteri Luar Negeri ASEAN, di Phnom Penh, Kamboja, Juli 2012, agar disepakatinya Kode Tata Berperilaku di Laut China, kandas. Kandasnya kesepakatan tersebut diakibatkan di antara anggota ASEAN sendiri, khususnya Kamboja dan Filipina, yang tak menemukan titik temu.

Menteri Luar Negeri Kamboja, Hor Namhong, dalam kesempatan itu menuturkan bahwa pertemuan ini bukan untuk membahas sengketa yang terjadi di Laut China Selatan. Bahkan lebih tegas, Hor mengatakan masalah sengketa di Laut China Selatan tidak perlu dibahas.

Filipina ngotot agar masalah di Laut China Selatan bisa diselesaikan oleh negara ASEAN karena negara itu butuh dukungan. Bila Filipina menghadapi China secara sendiri, secara militer dan hukum internasional, akan kewalahan. Untuk itu Filipina tak lelah-lelahnya membawa masalah ini ke dunia internasional.

Pengklaiman secara sepihak wilayah Laut China Selatan oleh China membuat ketegangan tidak hanya antara China dan Filipina namun juga dengan Vietnam, Brunai, Malaysia, dan Taiwan. Diantara negara itu Filipina dan Vietnam-lah yang paling seru memperebutkan wilayah Laut China Selatan. Negara-negara itu memperebutkan wilayah itu pasti dilandasi alasan bahwa ada sumber minyak yang menggiurkan.

Ketegangan antara Filipina dan Vietnam dengan China sudah pada tingkatan aksi militer. Dalam kondisi yang merasa lemah, membuat Filipina meminta bantuan kepada Amerika Serikat. Undangan Filipina kepada Amerika Serikat untuk masuk dalam konflik militer ini tentu disambut dengan senang hati oleh Amerika Serikat. Undangan Filipina ini dianggap oleh Amerika Serikat sebagai sarana untuk menghantam China sekaligus menacapkan pengaruh Amerika Serikat di Asia Timur dan Aria Tenggara.

Untuk menghadapi China, Filipina tidak hanya menggandeng Amerika Serikat, namun Filipina juga memaki-maki Kamboja sebagai antek China di Asia Tenggara. Filipina menuduh Kamboja yang menolak disepakatinya Kode Tata Berperilaku di Laut China Selatan karena adanya tekanan China.
Mengapa pertemuan itu gagal membahas masalah di Laut China Selatan meski urusan itu melibatkan banyak negara ASEAN, seperti Filipina, Vietnam, Brunai, dan Malaysia? Alasannya adalah. Pertama, ketergantungan negara-negara ASEAN akan bantuan China. Sebagaimana kita ketahui China telah banyak memberi bantuan dan investasinya di negara-negara ASEAN, terutama di Myanmar, Kamboja, dan Indonesia. Bantuan yang diberikan ini tentu menjadi beban bagi banyak negara ASEAN bila hendak menentang China. Misalnya saja, ketika pemerintahan Junta Militer Myanmar diembargo ekonomi oleh PBB dan Uni Eropa, namun nafas ekonomi Myanmar masih menghembus karena adanya bantuan ekonomi dan perdagangan dengan China.

Dukungan kepada Myanmar tidak hanya masalah ekonomi dan perdagangan, namun juga penentangan-penentangan China kepada PBB dan Uni Eropa atas sanksi-sanksi yang hendak ditimpakan kepada Myanmar. Hal yang demikian membuat Myanmar tidak bersuara banyak dalam masalah Laut China Selatan.
Pun demikian dengan Indonesia, kita lihat banyak sekali bantuan ekonomi, pendidikan, teknis infrastruktur, transportasi, perdagangan, dan lain sebagainya yang diberikan China. Bantuan ini membuat kenyang Indonesia, sehingga kalau kenyang otomatis tidak membuat Indonesia kritis kepada China.

Kedua, bila konflik militer terjadi antara ASEAN dan China, pasti ASEAN tidak berdaya menghadapi gempuran militer China. Mengapa demikian? Sebab China tidak dipusingkan dengan masalah alutsista yang dimiliki. Selama ini China mampu memproduksi alutsistanya sendiri dengan canggih, modern, dan tangguh. Sebagai negara besar, penguasaan teknologi China sangat maju, buktinya China sudah mampu mengirim taikonot (astronot) ke luar anagkasa.

Sementara negara-negara ASEAN sendiri saat ini banyak dipusingkan dengan masalah alutsista yang dimiliki. Kita tahu bagaimana alutsista Indonesia? Tidak perlu dikupas di sini, sebab para pembaca sudah bisa menyimpulkan sendiri. Dalam kondisi yang demikian, maka Indonesia sebagai negara yang berpengaruh di ASEAN selalu mengatakan, “Dalam masalah Laut China Selatan harus dihindarkan penyelesaian secara militer.” Hal demikian sebenarnya menunjukan lemahnya kekuatan militer yang dimiliki Indonesia.

Ketiga, komunitas ASEAN berbeda dengan komunitas Uni Eropa dan Liga Arab. Uni Eropa adalah kumpulan negara-negara di mana penduduknya mayoritas beragama Kristen dan Katolik sehingga bila  negara yang ingin menjadi anggota Uni Eropa namun  mayoritas penduduknya bukan Kristen atau Katolik maka keinginan negara itu akan dipersulit. Lihat saja bagaimana susahnya Turki masuk ke Uni Eropa.

Demikian pula Liga Arab, organisasi ini adalah kumpulan negara yang seluruh penduduknya berbahasa Arab, beretnis Arab, dan beragama Islam. Dari dasar-dasar itulah maka mereka sangat solidaritas ke Palestina, di mana orang Palestina adalah etnis Arab, berbahasa Arab, dan mayoritas beragama Islam. Solidaritas inilah membuat Liga Arab menjadikan Israel sebagai musuh bersama.

Sementara itu ASEAN adalah lain. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini multietnik, bahasa, dan ras. Tidak adanya homogenitas inilah yang tidak bisa menjadikan ASEAN sebagai komunitas yang senasib dan seperjuangan. Sehingga China oleh ASEAN tidak seperti Uni Eropa memandang Turki atau Liga Arab memandang Israel.

Ketiga hal di ataslah yang membuat ASEAN serba bingung menghadapi China. Bila tidak dilawan, China akan semakin sewenang-wenang dan agresif di kawasan Laut China Selatan, namun bila dilawan, kekuatan apa yang dimiliki negara-negara ASEAN.

Dengan demikian, konflik di Laut China Selatan ini akan berlangsung lama dan terus memanas. Jalan pendek yang ditempuh Filipina adalah mengundang Amerika Serikat untuk berpartisipasi secara aktif untuk menyelesaikan masalah di Laut China Selatan. Karena ASEAN tidak mampu menyelesaikan masalah di Laut China Selatan maka ASEAN tidak bisa melarang kehadiran militer Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara. Padahal negara ASEAN menyepakati bahwa kawasan Asia Tenggara adalah zona damai.

Ketidakmampuan ASEAN dalam menyelesaikan masalah kawasan akan membuat organisasi ini tidak bermanfaat bagi anggotanya. Dan dalam masalah ini menunjukan bahwa organisasi ASEAN secara ekonomi rapuh dan secara militer lemah. Akhirnya kawasan Asia Tenggara akan selalu menjadi wilayah konflik, baik ekonomi dan militer, yang melibatkan dan menguntungkan pihak-pihak lain.


Sumber : Okezone

Panglima TNI Minta Paspampres Tingkatkan Kewaspadaan

JAKARTA-(IDB) : Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono meminta Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) meningkatkan kewaspadaan, terutama dalam menghadapi dinamika politik pada 2014 mendatang.

"Tugas Paspampres tidak akan ringan menghadapi periode kepemimpinan 2014--2019. Tamu negara akan semakin banyak. Apalagi kondisi lingkungan yang semakin terbuka," kata Panglima TNI dalam Upacara Serah Terima Jabatan Komandan Paspampres di Mako Paspampres, Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, tugas pengamanan terhadap Presiden dan Wakil Presiden tidak boleh dikurangi dan disederhanakan, tetapi harus dipersiapkan secara matang dan selalu memperhatikan kewaspadaan.

Panglima TNI menyebutkan, bahwa tantangan lingkungan strategis ke depan harus senantiasi diawasi dengan cermat, meski pengamanan VVIP bukan merupakan hal yang baru.

"Kehidupan nasional menghadapi tantangan berat dan kompleks. Kita harus senantiasi menekan pengaruh negatif dari luar dan terus berusaha menekan dinamika konflik di dalam negeri," jelasnya.

Brigjen TNI Doni Munardo yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Wadanjen Kopassus) resmi menjabat sebagai Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) melalui upacara serah terima jabatan dipimpin Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono.

Brigjen TNI Doni Munardo menggantikan Mayjen TNI Agus Sutomo yang selanjutnya menempati posnya yang baru sebagai Danjen Kopassus menggantikan Mayjen TNI Wisnu Bawa Tenaya yang dipromosikan menjadi Pangdam IX/Udayana.

Pergantian jabatan ini sesuai keputusan Panglima TNI nomor: Kep/392/VI/2012 tanggal 15 Juni 2012. Dalam keputusan ini, ada 46 perwira tinggi yang berganti jabatan.

Sebelumnya Doni telah menyerahkan jabatannya sebagai Wadanjen Kopassus kepada penggantinya, Kolonel Inf Jaswandi dari Pamen Denma Mabesad.

Doni yang merupakan Akmil angkatan 1985 sebelum menjadi Wadanjen Kopassus merupakan Dan Grup A Paspampres. Dengan jabatan sebagai Dan Paspampres, maka perwira tinggi yang lama berkarier di Kopassus ini akan kembali mengurus `Istana`.

Dengan jabatan barunya, Doni Munardo juga akan mendapat kenaikan pangkat menjadi Mayjen, perwira tinggi bintang dua.

Danpaspampres yang baru Brigjen TNI Doni Munardo, mengatakan, dirinya akan meningkatkan kewaspadaan seluruh prajurit di lingkungan Paspampres.


Sumber : Antara

Indonesia CHina Adakan Defense Industry Cooperation Meeting

JAKARTA-(IDB) : Kementerian Pertahanan dalam hal ini Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan mengadakan 1st Defense Industry Cooperation Meeting RI – China, Rabu (25/7), di Kantor Kemhan, Jakarta. Pertemuan dipimpin oleh Dirjen Pothan Kemhan Dr Ir Pos M Hutabarat MA, PhD dari pihak Kemhan RI, sedangkan Delegasi China dipimpin oleh Deputy Director General Department of Military Trade and Foreign Affair, SASTIND, Liu Yunfeng. 

 Pertemuan ini juga dihadiri oleh Dir Tekind Ditjen Pothan Kemhan Brigjen TNI Ir Agus Suyarso, Kapus Ada Baranahan Kemhan Marsma TNI Asep Sumarrudin MSc dan perwakilan dari Mabes TNI, Angkatan dan BUMN Industri Pertahanan. 

Saat membuka kegiatan tersebut Dirjen Pothan menjelaskan bahwa pertemuan ini merupakan kelanjutan dari penandatanganan MoU dan LoI antara Kemhan RI dan SASTIND China pada tanggal 22 Maret 2011. Kerjasama industri dan logistik pertahanan yang ingin dikembangkan antara lain ; pengadaan peralatan militer di bidang-bidang tertentu yang disepakati antara kedua Pemerintah dan transfer teknologi peralatan militer tertentu yang tidak terbatas pada perakitan, pengujian, pemeliharaan, modifikasi, up grade dan pelatihan.

Selain itu, ingin dijalin pula kerjasama dalam produksi bersama peralatan militer tertentu, pengembangan bersama peralatan militer tertentu dan pemasaran bersama peralatan militer tertentu di dalam dan di luar negara masing-masing. Dalam pertemuan RI-China yang membahas mengenai kerjasama industri pertahanan ini diharapkan dapat meningkatkan kerjasama bilateral kedua negara khususnya di bidang industri dan logistik pertahanan yang lebih berimbang dalam hal alih teknologi dan nilai ekonominya.

Dirjen Pothan melanjutkan, terjalinnya kerjasama industri pertahanan dengan China diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemberdayaan segenap kemampuan industri nasional dalam mendukung pemenuhan kebutuhan Alutsista. Beberapa jenis Alutsista yang dibicarakan antara lain ; C705 Antiship Missile dan CMS KCR 40C.

Delegasi China yang berjumlah 13 orang tersebut selain melakukan pertemuan dengan pihak Kemhan juga mengunjungi industri pertahanan seperti PT Pindad, PT DI, dan PT LEN di Bandung. Delegasi ini merupakan perwakilan dari SASTIND (State Administration for Science, Technology and Industry for National Defence) yaitu suatu otoritas sipil terkemuka di China yang bertanggung jawab langsung kepada Kementerian Industri dan Teknologi Informasi (MIIT) . Tanggung jawab utama mereka diantaranya adalah menyusun pedoman, kebijakan, hukum dan peraturan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan industri pertahanan nasional.


Sumber : DMC

Pasang Surut Hubungan Diplomasi Indonesia Australia

ANALISIS-(IDB) : Tetangga selatan kita yang lokasi geografinya terpencil dan sendirian berwajah Eropa di koridor Asia Pasifik boleh dikata dan jujur sepanjang sejarah perjalanan republik ini bukanlah tetangga yang berhati tulus.  Australia selalu memandang Indonesia sebagai tetangga yang besar tetapi mereka merasa lebih tinggi kastanya.  Ini tak terlepas dari kultur Eropa yang selalu memandang bangsa Asia dan Afrika sebagai bagian dari sisa sejarah kolonialis sehingga pola kultur yang dikedepankan tak bisa lepas dari kriteria merasa lebih unggul kualitas dan performansi segala dimensi.

Australia ikut “membela” RI ketika Trikora menuju perang terbuka dengan Belanda awal tahun 60an.  Pertimbangannya tentu sama dengan ketakutan AS pada kesiapan kekuatan militer RI waktu itu berdasarkan laporan intelijen AS yang ready for war dalam hitungan minggu.  Kesamaan pandang itu adalah daripada dipermalukan dan dikalahkan bangsa Asia, persaudaraan Barat dengan leader AS menginginkan jalan diplomasi untuk melepas Papua sehingga Belanda kalah terhormat.  Jika terjadi perang terbuka dengan RI, prediksi intelijen AS menyebut Belanda akan dikalahkan oleh kekuatan militer RI dengan 12 kapal selam yang paling ditakuti saat itu.  Australia bersama AS membentuk tim diplomasi komisi tiga negara untuk dibawa ke PBB dalam penyerahan Papua tahun 1963 ke RI.
Pembom Strategis AURI yang ditakuti Australia
Ketika Dwikora dikumandangkan, Australia bersama Inggris yang sejatinya adalah “ibu kandung yang membuang dirinya” ikut mengirim pasukan dan disebar di Kalimantan.  Kali ini Australia berperan sebagai musuh RI yang bersama Inggris menjadi pagar pengaman Persekutuan Tanah Melayu bentukan Inggris untuk melawan kemarahan Soekarno.  Perubahan haluan politik RI setelah tahun 1965 mengharuskan Dwikora dihentikan dan tak lama setelah itu ASEAN berdiri tahun 1967 sebagai bentuk kesepahaman bertetangga diantara negara-negara Asia Tenggara.

Alutsista made in blok Timur mulai kehilangan gigi karena ketiadaan suku cadang.  Era tahun 70an kondisi alutsista TNI sangat memprihatinkan.  Australia dengan berbagai syarat menghibahkan 1 skuadron jet tempur F86 Sabre, puluhan pesawat Nomad dan puluan kapal patroli kepada Indonesia.  Syaratnya tentu dengan tidak lagi memakai alutsista blok Timur yang memang sudah mati suri.

Timor Timur bergolak diakhir tahun 1975, dengan Fretilin yang berhaluan kiri menguasai wilayah itu.  Pada waktu itu era perang dingin lagi “berdarmawisata” kemana-mana sehingga jika dibiarkan berkuasa maka komunis sudah berada di gerbang utara Australia dan di halaman belakang RI.  Setelah kunjungan Presiden Gerald Ford ke Jkt dan memberi “restu” maka pasukan Indonesia melakukan operasi militer di Timor Timur.  Australia tentu merasa senang karena tak perlu biaya untuk membendung paham komunis yang meloncat tiba-tiba dari Indocina ke depan Darwin.

Ironisnya ketika perjalanan sejarah menunjuk tahun 1999, ketika perang dingin sudah usai dengan bubarnya Uni Sovyet dan tamatnya Yugoslavia  beberapa tahun sebelumnya, Australia berbalik haluan dan berupaya ingin memerdekakan Timor Timur.  Peristiwa sejarah ini sejatinya sangat menyakitkan Indonesia apalagi ketika itu terjadi krisis ekonomi maha hebat di tanah air. Sudah jatuh tertimpa tangga, tiba-tiba tetangga sebelah menggedor-gedor jendela rumah. Arogansi ini dalam kacamata militer merupakan tusukan bayonet yang menikam apalagi ketika sejumlah Hornet Australia melakukan parade sampai diatas Ambon malam hari sebagai reaksi dicegatnya Hornet mereka oleh Hawk TNI AU  di pulau Roti NTT ketika sedang dalam perjalanan dari Darwin menuju Singapura siang harinya.
Jet Tempur Hawk di Air Force Base Halim Jakarta
Sibuknya Australia mengurusi soal Timor Timur terkesan overdosis dan angkuh.  Persahabatan yang dibangun bertahun-tahun ketika Paul Keating menjabat PM Australia sirna tak berbekas.  Kedatangan militer Australia di Dili memakai baju Interfet seperti hendak mempertunjukkan kehebatannya sebagai malaikat penolong kepada rakyat Timor Timur.  Tetangga selatan itu sekali lagi membuktikan kriteria persahabatan berdasarkan kepentingan tanpa mengindahkan perasaan tetangganya.  Dan memang kultur Eropa berada dalam rekam jejak yang seperti itu.

Bertetangga dengan orang Barat yang terlempar ke benua selatan itu mestinya tidak boleh disikapi dengan kepolosan dan inferior diri.  Catatan sejarah bertetangga dengan Australia yang menjadi ukuran evidence bisa menjadi barometer nilai keikhlasan bertetangga negeri Kanguru itu.  Kultur Barat yang selalu merasa superior adalah karakter mereka, sayangnya mereka tak memahami kultur dimana mereka berada yang sesungguhnya berada di kawasan Asia yang menjunjung rasa hormat satu sama lain.  Jepang, Korea dan Cina misalnya kehebatan ekonominya tak lantas membuat mereka arogan karena punya kultur Asia yang diam-diam menghanyutkan.  Ini bertolak belakang gaya diplomasi Australia yang mendikte, merasa lebih tinggi unjuk dirinya,  tetapi tak mampu mengedepankan kesejajaran dalam bersilaturahmi.

Dalam soal Papua diyakini Australia memasang topeng bermuka dua.  Statemen pemerintahannya selalu menyuarakan bahwa Papua bagian dari NKRI, Papua satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan RI. Namun muka yang lain selalu melangkahkan aroma yang berbeda.  Papua selalu dijadikan Australia komoditi politik untuk menaikkan citra pemerintahan atau partai oposisi.  Demikian juga dengan persetujuan negeri itu untuk menjadikan Darwin sebagai pangkalan militer dan Marinir AS sempat membuat Menlu Marty berang ketika berlangsung KTT Asia Timur di Bali Nopember tahun silam.  Bagaimana tak berang, arogansi Australia ditunjukkan di KTT yang juga dihadiri Presiden Obama dan PM Cina Wen Jiabao dengan mengumumkan penempatan 2500 marinir AS di Darwin.  Jelas dong waktu dan tempatnya kurang pas, orang mau meeting  malah diprovokasi dengan statemen seperti itu.

Perkuatan militer Indonesia saat ini tentu tak terlepas dari pantauan intelijen dan pemikir strategis hankam Australia. Kehadiran Skuadron Sukhoi di Makassar menjadi referensi betapa kekhawatiran negeri itu pada tetangganya yang besar ini semakin kuat.  Walaupun mereka sudah diperkuat dengan 24 Superhornet yang baru dan menunggu kedatangan F35 tetap saja mereka berpandangan keunggulan  militernya seperti hendak diambil alih oleh Indonesia.  Dalam pandangan kita, dua tahun terakhir Australia menunjukkan sikap ingin bersahabat dengan militer Indonesia.  Dan setiap ajakan untuk bersahabat pada sahabat yang pernah dilukainya tentu harus ada ongkosnya.  Maka hibah 4 Hercules itu bisa jadi bagian dari ongkos untuk mengambil hati RI.  Lalu berhasil membujuk RI agar Sukhoi TNI AU ikut gabung dalam Pitch Black di Darwin akhir bulan ini .
Skuadron Sukhoi, alutsista strategis TNI AU
Sekedar berandai-andai jika perkuatan Alutsista TNI sudah sampai pada MEF tahap ketiga, sangat diyakini bahwa Australia akan mengidap penyakit anyar, namanya virus SNTTN, sesak nafas tidur tak nyenyak.  Nah sebelum virus itu berkembang biak maka vaksin antivirus itu mulai sekarang harus dikembangkan.  Salah satu caranya tentu dengan merangkul Indonesia agar bisa dekat dengannya, syukur-syukur bisa masuk persekutuannya untuk menghadapi Cina.  Apalagi perkembangan laut Cina Selatan (LCS) yang makin dinamis dan terkadang panas dalam membuat Australia dan sekutunya AS memasang kuda-kuda karena juluran lidah naga Cina sudah mengendus LCS dan bersiap menerkamnya manakala gizi militernya sudah siap tahun 2020 nanti.

Bersahabat dengan semua negara itu penting, tentu berdasarkan kepentingan nasional kita dan kesetaraan “gender”.  Jangan sampai kita sebagai negara besar nomor empat terbesar di muka bumi ini dianggap belum setara gendernya di mata Australia seperti yang selama ini ditunjukkannya dalam bingkai pertemanan.  Dengan menggelontorkan sejumlah bantuan dan hibah untuk mengambil hati,  maksud dan tujuannya disampaikan kemudian, jelas merupakan persahabatan atas nama pamrih dan balas budi.  Mestinya Australia mengedepankan bahasa kultur kepada tetangganya dan juga tetangga lainnya di Asia Tenggara. Beramah tamahlah dengan jirannya.  

Yang menarik tentu saja pernyataan Menlu Australia yang mengucapkan selamat berpuasa bagi muslim Indonesia beberapa hari lalu seakan menyiratkan apakah ini juga bagian dari upaya mengambil hati Indonesia, entahlah.  Yang jelas saling menghargai kultur, memahami kultur Asia, memahami kebhinnekaan Indonesia, tidak mengompori Papua, tidak suka mendikte, tidak merasa arogan dan superior merupakan prasyarat jika Australia ingin mengambil hati rakyat Indonesia, sekali lagi rakyat Indonesia.   Susah senang, haru biru, luluh lantak, hancur minah telah dialami negeri ini bersama cerita perjalanannya dan yang pasti negeri ini sedang menuju pertumbuhan kekuatan yang pasti.  Menuju PDB 1 trilyun dollah, pendapatan per kapita sudah US$ 4.000, kekuatan ekonomi 16 besar dunia, kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, militernya pun mulai menggeliat.  Jika Australia melihat dari periskop ini belum terlambat dia taubat nasuha untuk kemudian memandang negeri ini dari dimensi kesetaraan dalam berjiran. 


Sumber : Analisis

TNI AL Dan Angkatan Laut China Adakan Dialog Untuk Pertama Kali

BEIJING-(IDB) : TNI Angkatan Laut dan Angkatan Laut Bhina untuk kali pertama melakukan dialog dalam kerangka "navy to navy talk" guna meningkatkan kerja sama pertahanan kedua negara.

Wakil Ketua Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pertahanan China Laksamana Muda Guan You Fei mengatakan dialog antara angkatan laut Indonesia dan China merupakan salah satu bagian dari kerja sama pertahanan kedua negara dalam bentuk forum konsultasi bilateral bidang pertahanan dan keamanan.

"Dialog antarangkatan laut kedua negara menjadi salah satu komponen penting untuk membina hubungan yang lebih baik berdasar saling pengertian, dan saling percaya," kata Guan You Fei.

Ia mengatakan pada dialog kali pertama ini akan dibahas pembangunan angkatan laut kedua negara dan beragam isu keamanan maritim regional.

Sedangkan Asisten Operasi Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Muda TNI Didit Herdiawan mengatakan "navy to navy talk" yang baru kali pertama dilakukan ini dapat menjadi jembatan yang kuat bagi pembangunan kerja sama angkatan laut kedua yang makin meningkat dan luas.

"Kita ketahui bersama bahwa hubungan RI-China, termasuk hubungan angkatan laut kedua negara telah berjalan baik, dan diharapkan akan terus meningkat di masa datang didasari rasa saling percaya, saling memahami, saling menghormati satu sama lain," katanya.

Selain itu, dialog antarangkatan laut kedua negara dapat memberikan peluang kerja sama yang lebih luas tidak saja untuk kepentingan dua angkatan laut, tetapi juga untuk kepentingan kedua negara dalam mewujudkan stabilitas keamanan maritim regional.

"Melalui 'navy to navy talk' angkatan laut kedua negara dapat saling bertukar informasi, pandangan untuk pembangunan kedua angkatan laut serta membahas isu-isu umum terkait keamanan maritim regional," kata Didit.

Dialog TNI Angkatan Laut dan Angkatan Laut China akan dilaksanakan selama dua hari, 25-26 Juli, dengan agenda membentuk kerangka kerja sama angkatan laut kedua negara dan pembahasan isu-isu keamanan maritim regional.


Sumber : Antara

Filipina Perkuat Militer di Laut China Selatan

MANILA-(IDB) : Filipina bertekad untuk tidak akan mundur dari sengketa di Laut China Selatan, dengan memperkuat pertahanan militer negara itu.Tekad ini disampaikan Presiden Benigno Aquino di hadapan anggota parlemen negara itu pada Senin (23/7).

Aquino mengumumkan negaranya akan segera mendapatkan lebih dari 40 pesawat militer baru,termasuk helikopter serang dan dua pesawat kargo yang diperbarui serta kapal untuk pertahanan maritim. Adapun senjata lainnya akan dikirim dalam dua tahun ke depan, guna memperkuat militer Filipina di tengah ketegangan dalam sengketa wilayah di Laut China Selatan. “Kapal angkatan laut melambangkan kemampuan Filipina untuk melindungi, berjuang, dan menjaga kepentingan seluruh negara,” papar Aquino, seperti dikutip philippinenews. com.


Tambahan kekuatan baru ini juga untuk meningkatkan pertahanan militer Filipina sudah mencapai Teluk Manila. “Kerja sama militer Filipina dengan AS telah membuat Washington memberikan dana sebesar USD30 juta, untuk membantu melindungi pantai sejauh 36.000 kilometer dari garis pantai negara itu,” tegas Aquino, dikutip Washington Post. Meski bertekad meningkatkan pertahanan militer negaranya, Aquino tetap menekankan bahwa Filipina berharap mendapatkan solusi damai dengan China.

Ketegangan antara Filipina dan China meletus pada April, ketika kedua negara saling mengklaim wilayah di Laut China Selatan.Di China,wilayah ini disebut dengan Pulau Huangyan, sementara di Filipina dikenal dengan sebutan Bajo de Masinloc. Laut China Selatan memiliki kekayaan sumber daya mineral atau disebut dengan Kepulauan Spratly.

Pidato ini disampaikan Aquino saat China telah sepakat untuk mendirikan garnisun atau kelompok pasukan di kawasan pulau-pulau yang disengketakan. China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan dan sering kali terlibat persengketaan dengan tetangganya. Filipina juga memiliki klaim atas sebagian wilayah lautan itu. 


Sumber : Sindo