Pages

Senin, Juli 23, 2012

Menunggu Kolaborasi TNI AL dan LAPAN

JAKARTA-(IDB) : Berbagai langkah diayunkan TNI AL untuk memajukan diri menjaga kedaulatan Indonesia. Kini kerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional digalang agar kelak penguasaan teknologi informatika penginderaan jarak jauh, termasuk penggelaran wahana tanpa awak (UAV/Unmanned Aerial Vehicles) dimungkinkan secara mandiri.

Angkatan Laut Amerika Serikat, sebagai contoh, telah lama memakai teknologi itu untuk mengendus keberadaan anasir yang mengancam kepentingan Amerika Serikat; nun jauh sebelum anasir itu bisa diindera mata dan telinga manusia. 

Salah satunya berupa RQ-8A/B Fire Scout, serupa helikopter mini yang bisa lepas landas dari kapal perang. Fire Scout ditempatkan pertama kali di dalam hanggar USS Denver pada Januari 2002 dengan kemampuan paling berbahaya bertajuk pengintaian (reconnaisanse), peraihan sasaran taktis, melacak sasaran, dan pemilihan sasaran secara akurat.

Ada lagi yang jauh lebih sangar, seturut Jane's Defence, namanya Northrop-Grumman RQ-4A Tier II Plus Global Hawk yang mampu dibekali teknolgi Synthetic Aperture Radar, electro-optical, sensor infra merah, dan masih banyak lagi. Maklum, arsenal classsified, jadi cuma sedikit yang bisa diungkap pabrikan.  

Bisakah Indonesia menuju ke sana? Bisa adalah jawabannya namun tidak seketika. Sejalan penandatanganan nota kerja sama antara TNI AL dan LAPAN, di Markas Besar TNI AL di Cilangkap, Jakarta Timur, Senin, kerangka ke arah sana sedang dibangun bersama.

Pihak penandatangan adalah Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Soeparno, dengan koleganya, Kepala LAPAN, Bambang S Tejasukmana, disaksikan para petinggi masing-masing pihak dan belasan jurnalis nasional. Dari sisi waktu pemberlakuan kerja sama itu, ada skema jangka pendek dan jangka panjang. 

Intinya, kedua pihak saling berbagi pengetahuan dan pengalaman serta saling melatih dan meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi-teknologi terkait. TNI AL memiliki Dinas Hidrografi dan Oseanografi yang sangat mumpuni dalam pengamatan perilaku perairan dan kawasan maritim nasional.

Di antara yang paling mudah adalah merekam dan memprakirakan (forecasting) data pasang-surut pantai. Data ini akan sangat berguna untuk banyak kepentingan, baik pelayaran niaga apalagi pertahanan negara.

LAPAN sendiri juga bukan "pemain baru" di dunia kedirgantaraan dan keruangangkasaan. Berbagai kerja sama dan kepercayaan serta capaian telah diraih sejak masa pemerintahan Soekarno, penggagas LAPAN kala itu. Inilah satu-satunya badan di belahan selatan Bumi yang pada masanya telah mampu meluncurkan calon satelit mini asli buatan dalam negeri.

LAPAN juga memiliki organ yang spesialisasinya di bidang penginderaan jarak jauh --contohnya peringatan dini titik-titik panas kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan sehingga bisa cepat diketahui-- yang siap dimanfaatkan bagi kepentingan pertahanan nasional.

Membilang hal ini, teknologi penginderaan jarak jauh berbasis teknologi satelit itu bisa menjelma berupa UAV dengan misi pengintaian dan intelijen maritim. Bukan rahasia lagi bahwa keterbatasan anggaran pertahanan menjadi "tantangan" untuk berinovasi agar tugas pokok bisa dilakukan sebaik mungkin.

Kehadiran UAV ini akan menjadi armada tambahan signifikan bagi banyak kapal perang dan pangkalan TNI AL untuk membuat perairan Indonesia bertambah aman sekaligus mencegah pelanggaran dari pihak-pihak luar negeri. UAV mampu terbang jauh di balik cakrawala, memancarkan data dan temuannya menuju satelit dan memancarkan ulang ke kapal-kapal perang kita.

Sehingga, di ruang kendali operasi (combat situation room) kapal perang, keputusan paling tepat bisa diambil berdasarkan perintah bermodal data paling akurat. Soeparno mengangankan agar hal itu nanti bisa terjadi secara seketika alias real time. UAV ini dioperasikan dari landasannya di kapal perang dan kembali ke kapal asalnya untuk kemudian dioperasikan lagi. 

LAPAN memang tidak mengurusi persenjataan fisik berupa perancangan dan pembuatan peluru kendali. Terlepas dari unsur manusia pengawak, apalah arti peluru kendali t`npa bisa dikendalikan bersandar teknologi state of the art? TNI AL tengah membangun postur kekuatannya yang kuat, ramping, liat, dan modern; salah satunya berupa kapal perang sekelas KAL Clurit ukuran 48 meter yang bisa ngebut di perairan dangkal.

Masih ada kapal kelas Kapal Cepat Rudal 60 yang masih mampu berlayar sempurna sambil tetap memungkinkan sistem giroskop meriam 57 milimeter dan peluru kendali hingga kelas MM-40 Exocet Block II (kelak) diaktifkan dari pijakan luncurnya.

Menurut Sidang Pleno Ke-VI Komite Kebijakan Industri Pertahanan pada 23 Mei 2012 lalu, hal ini masih ditambah dengan kapal kelas Perusak Kawal Rudal dengan kodifikasi PKR 10514 sepanjang 105 meter dengan harga 220 juta dollar AS perunit. "Tampang" kapal yang direncanakan dibuat di galangan PT PAL Surabaya ini mirip dengan kapal fregat kelas SIGMA yang penuh dengan diamond cut-nya.

Perompakan di Selat Malaka, sebagai satu hal, sempat menempatkan nama Indonesia sebagai negara yang kurang baik dalam mengamankan wilayahnya sendiri. Namun berbagai langkah digiatkan sehingga patroli kerkoordinasi digelar di antara negara-negara pihak di perairan yang menguasai sekitar 70 persen omzet perdagangan dunia itu bisa semakin aman.

Kalau sudah begitu nanti, bayangkan capaian yang bisa diraih jika sepertiga saja kapal-kapal perang TNI AL dibekali dengan sistem penginderaan jarak jauh (baca: UAV) yang lebih mumpuni. Tidak akan mudah pihak luar menyodorkan "data pembanding" yang kerap bisa disesuaikan dengan kepentingan mereka.

Apalagi belakangan dan ke depan nanti isu Kepulauan Spratly di Laut China Selatan alias Laut Filipina Barat, di utara Laut Natuna, Provinsi Riau Kepulauan, bisa makin menghangat. Indonesia berada persis di persimpangan konflik antara China, sebagian negara ASEAN, dan (bisa melibatkan) Amerika Serikat.

Indonesia perlu mewaspadai secara khusus tiap perkembangan di perairan itu. Percepatan pembangunan sistem arsenal militer nasional layaklah menjadi prioritas pembangunan demi kemandirian dan kedaulatan bangsa. Di sinilah kontribusi TNI AL dan LAPAN kali ini berawal mula.


Sumber : Antara

TNI AL Manfaatkan Teknologi UAV Lapan

JAKARTA-(IDB) : Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut akan memanfaatkan pesawat intai tanpa awak (UAV) milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh itu ditandai dengan penandatanganan Piagam Kesepakatan Bersama yang dilakukan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Soeparno dan Kepala LAPAN Bambang S Tejasukmana, di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan, di Mabesal, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin.

KSAL Laksamana TNI Soeparno, mengatakan, kerja sama yang dilakukannya itu, ada jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendeknya, meningkatkan kapasitas atau kualitas SDM dengan cara pelatihan bersama, saling memberi, saling tukar informasi.

Sementara, jangka panjang memanfaatkan teknologi penginderaan jauh, seperti penggunaan satelit dan pesawat intai tanpa awak (UAV).

"Kerja sama ini dapat membantu tugas TNI AL dalam menjaga kedaulatan negara, seperti pengawasan kapal-kapal yang melintas di perairan Indonesia. Pulau-pulau terluar juga akan diawasi," kata KSAL.

Menurut dia, kerja sama itu dapat menghemat anggaran yang ada karena bisa memadukan dua instansi yang memiliki keterkaitan.

"Untuk pertama ini, kita akan coba lima tahun. Mungkin nanti ditambah lagi lima tahun. Mungkin setelah 10 tahun sudah tercapai apa yang kita inginkan," katanya seraya berharap melalui kerja sama ini pengamanan laut bisa lebih optimal.

Kepala LAPAN Bambang S Tejasukmana, mengatakan, teknis bantuan yang diberikan LAPAN kepada TNI AL, yakni pesawat intai tanpa awak (UAV) dan satelit sebagai penginderaan jauh untuk melakukan pengamatan di daerah laut.

"Kita akan membangun satelit yang bisa dipakai angkatan laut, umumnya TNI. Kami mencoba membangun kemampuan LAPAN ini yang bisa mendukung kegiatan di TNI AL. Satelit yang akan dibangun membawa sensor sistem identifikasi otomatis," katanya Menurut dia, tidak ada target pencapaian karena antariksa itu infrastruktur penting untuk pertahanan.

"Jadi tidak terbatas. Proyeksi ini akan terus diulang lima tahun dan diulang lagi sampai jelas bentuknya. Lima tahun ini kita lebih fokus ke penginderaan jauh, pemantauan pulau kecil, pemanfaatan satelit untuk kegiatan TNI AL," kata Bambang.

Ruang lingkup kerja sama itu, meliputi bidang penelitian, pengkajian, pengembangan, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kedirgantaraan. Iptek kedirgantaraan itu sendiri mencakup, penginderaan jauh, sains dirgantara dan teknologi kedirgantaraan.

Selain itu, kedua instansi juga bekerja sama dalam bidang pertukaran ilmu pengetahuan, data, informasi, dan tenaga ahli serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Dalam acara itu, juga ditandatangani dua perjanjian kerja sama antara LAPAN-Dinas Pengamanan AL (Dispamal) tentang pendidikan, pelatihan, dan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dan LAPAN-Dinas Hidro-Oseanografi Angkatan Laut (Dishidros).

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh menjadi fokus utama dalam kerja sama itu karena teknologi ini sangat membantu dalam pemantauan dan pengamatan laut. Penginderaan jauh juga dapat memberikan data yang akurat, komprehensif dan dapat diterima setiap saat, sehingga membantu tugas TNI AL.


Sumber : Jurnas

Analisis : Diplomasi Tingkat Tinggi Phnom Penh dan Darwin

ANALISIS-(IDB) : Minggu ke dua Juli 2012 ada dua berita kejut yang mampu mengejutkan kualitas diplomasi dan intelijen berbagai pihak.  Yang satu terjadi di ibukota Kamboja, yang satu lagi dari Darwin Australia.  Kejutan diplomatik terjadi di Phnom Penh Kamboja ketika dilangsungkan pertemuan para menlu ASEAN tanggal 8 sampai dengan 13 Juli 2012 membahas konflik Laut Cina Selatan (LCS).  Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah ASEAN yang telah berusia 45 tahun, para Menlu 10 negara yang ber urun rembug gagal mencapai kata sepakat dalam memberikan nilai kebersamaan untuk code of conduct LCS.  Dengan kata lain ASEAN untuk pertama kalinya sepakat untuk tidak sepakat mengenai sebuah tema yang dirundingkan intensif.  Dalam terminologi yang lain ini adalah kemenangan diplomasi Cina yang berhasil “meretakkan” keharmonisan ASEAN yang dikenal santun dan kompak dalam menyikapi berbagai hal di rantau kawasan.

Kejutan diplomasi lainnya adalah keberhasilan Australia untuk mengajak Indonesia membawa jet tempur mutakhirnya Sukhoi SU30 ke Darwin untuk mengikuti latihan gabungan angkatan udara terbesar 6 negara yaitu Australia, AS, Indonesia, Singapura, Thailand dan Selandia Baru.  Latihan ini berlangsung 27 Juli hingga 17 Agustus 2012 melibatkan sedikitnya 94 pesawat dan 2.200 pasukan.  Ini menjadi menarik karena seluruh jet tempur yang dilibatkan dalam serial latihan terbesar yang diberi judul Exercice Pitch Black 12 merupakan jet tempur buatan Barat kecuali Indonesia.  Latihan ini mengambil area di Darwin dan Tindal.  Kecuali tuan rumah dan AS yang mengambil area latihan di Darwin dan Tindal peserta dari negara lain hanya bisa mengakses di Air Force Base Darwin.
Jet tempur kelas berat TNI AU, Sukhoi
Upaya bujuk rayu Australia ini sejatinya telah berlangsung lama.  Mereka pun sempat bertandang ke Air Force Base Sukhoi di Makassar, walaupun latihannya hanya dilayani 1 flight F16 TNI AU beberapa waktu lalu.  Sebenarnya bisa saja Australia mengajak Malaysia yang notabene masih tergabung dalam FPDA untuk membawa Sukhoinya dalam latihan ini.  Tetapi mengapa justru Indonesia yang dibujuk rayu untuk ikut serta, mencerminkan betapa rasa ingin tahu dan penasarannya Australia terhadap alutsista strategis TNI AU itu.  Meskipun begitu kita meyakini kehadiran Sukhoi untuk berperan serta dalam serial latihan itu tentu tidak akan membuka telanjang seluruh kemampuan dan keunggulan yang dimiliki Sukhoi dan pilotnya.  Latihan bareng itu di wilayah permukaan yang selalu dukumandangkan adalah untuk lebih mendekatkan hubungan militer antar negara namun di sisi lain selalu ada upaya intelijen militer mengintip kekuatan dan keunggulan alutsista yang dimiliki peserta latihan itu.

Keberhasilan Australia ini tentu tak terlepas dari kesepakatan diplomasi politik tingkat tinggi dari kedua negara.  Belum lama berselang di Darwin juga terjadi kesepakatan hibah 4 Hercules tipe H dari negeri Kanguru itu kepada Indonesia.  Juga tak lama setelah adanya pemberian grasi kepada narapidana narkoba Corby dan pembebasan tawanan kriminal anak-anak warga Indonesia di negeri itu. Australia sangat berkepentingan dengan pertumbuhan kekuatan militer Indonesia yang sedang giat-giatnya membangun perkuatan alutsista tentaranya.  Lebih dari itu Australia seakan hendak mengatakan kepada Cina bahwa: kami sangat berkepentingan dengan posisi strategis Indonesia yang memegang kendali teritori LCS dari wilayah selatan, posisi dimana militer AS dan Australia akan menggunakan dalam skala penuh jika terjadi konflik militer dengan Cina.

Sementara itu Cina dianggap berhasil mencuri perhatian diplomasi dan intelijen dengan keberhasilannnya mengobok-obok ASEAN di Kamboja.  Keberhasilan ini tentu  tidak terlepas dari upaya politik dan intelijen Cina dengan memberi “asupan gizi” untuk sahabat tradisionalnya Kamboja yang memang sudah menjadi sekutu dekatnya. Kamboja banyak menerima bantuan ekonomi dari Cina untuk pembangunan infrastruktur, telekomunikasi dan teknologi.  Dengan kucuran dana besar dari Cina dan tekanan politik yang menyertainya, Kamboja yang saat ini menjadi Ketua ASEAN akhirnya tak mampu memberikan kekuatan persahabatan pada kebersamaan ASEAN, karena sudah berhutang budi dengan Cina.  Pertemuan para Menlu ASEAN yang gagal mencapai komunike bersama itu menjadi pusat pemberitaan yang hangat di seluruh dunia dan menganggap ASEAN sudah terkotak berdasarkan blok pengaruh.
Latihan gabungan TNI AL dan AL Australia, Kupang-Darwin
Secara historis 10 negara ASEAN memang bertolak belakang dalam haluan dan cerita sejarahnya.  Pendiri ASEAN, Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura pada saat deklarasi ASEAN merupakan kumpulan negara yang ada dalam pengaruh Barat dalam pembangunan ekonominya.  Ini beda dengan kawasan Indocina yang bergabung belakangan setelah usai perang Indocina tahun 1975.  Karakter politik Vietnam, Kamboja dan Laos berbeda karena mereka berhasil mengalahkan pengaruh Barat dalam perang yang berkepanjangan itu. Kedekatan Kamboja dengan Cina memberikan dampak ketika klaim Cina terhadap LCS dan perkembangan militernya mengharuskan Kamboja menanggalkan kesetiaan kebersamaan ASEAN sehingga ini dianggap sebagai menjual  harga diri untuk sebuah sebutan politik balas budi kepada Cina.

Kawasan ASEAN saat ini secara nyata telah diajak untuk memilih dua jalan yang saling merenggangkan satu sama lain. AS melakukan langkah progresif dengan menempatkan kapal tempurnya di Singapura.  Vietnam pun dibujuk agar bersedia memberikan akses militer untuk AS di teluk Cam Ranh.  Demikian juga dengan Thailand, AS berkeinginan memanfaatkan pangkalan udara U Tapao di Thailand untuk kepentingan militernya.  Filipina jelas berada dalam payung militer AS. Malaysia yang termasuk keluarga FPDA bersama Australia dan Inggris punya klaim dengan Cina sudah tentu berada dalam satu paduan suara dengan Vietnam, Filipina dan Brunai, sama-sama menentang Cina.

Satu-satunya negara ASEAN yang masih mampu berada dalam persahabatan ke semua arah adalah Indonesia meski secara jelas kita bisa memahami bahwa telah terjadi rebutan pengaruh antara AS dan Cina untuk merangkul Indonesia.  Militer Cina dan  Indonesia baru-baru ini melakukan latihan bersama pasukan khusus ber tajuk “Sharp Knife II/2012” di Jinan Shandong Cina selama dua minggu. Cina pun berbaik hati dengan memberikan akses bagi pilot-pilot Sukhoi  TNI AU untuk berlatih dengan menggunakan simulator Sukhoi di Cina.  Tak lama kemudian giliran Australia yang sukses mengundang Indonesia untuk partisipasi di Pitch Black Darwin, tentu dengan upaya diplomasi tingkat tinggi.

Saling berebut pengaruh antara Cina dan AS tentu akan merepotkan kelangsungan perjalanan ASEAN.  Oleh karena itu peran diplomasi yang diprakarsai Indonesia untuk menyamakan langkah bagi semua anggota ASEAN merupakan pekerjaan diplomatik yang menguras energi dan stamina.  Langkah yang dilakukan Menlu Marty Natalegawa yang melakukan safari kunjungan ke negara anggota ASEAN sejauh ini menghasilkan konsensus untuk kembali ke ”jalan yang benar”.  Namun ke depan situasi keretakan itu diniscayakan akan berulang kembali karena langkah progresif AS yang overdosis akan dibalas dengan agresivitas kehadiran kapal perang Cina di LCS dan langkah diplomasi bertajuk kerjasama ekonomi dan kerjasama pertahanan dengan beberapa negara ASEAN. 

Sekedar test case Cina juga sudah mampu menjalankan politik gertak ekonomi dengan Filipina karena terus menerus berteriak dengan kehadiran kapal-kapal perang Cina di LCS.  Cina mengurangi impor beberapa komoditi holtikultura  dari Filipina dan mengurangi jumlah wisatawannya berkunjung ke Filipina.  Nah ketika sebuah fregat Cina melintas di kawasan yang disengketakan dengan Filipina awal Juli ini dan sempat karam katanya, Filipina tidak lagi berteriak keras. Alamak, macam mana pula itu.


Sumber : Analisis

AS Korsel Gelar Latihan Gabungan Bulan Depan

SEOUL-(IDB) : Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) bulan depan akan menggelar latihan militer gabungan tahunan untuk meningkatkan kesiapan tempur mereka, demikian kata pihak berwenang militer, Senin.

Pelatihan tersebut akan berlangsung di tengah tingginya ketegangan lintas perbatasan.

Negara-negara sekutu akan menggelar Ulchi Freedom Guardian, satu latihan simulasi komputer terbesar, pada 20-31 Agustus, kata Komando Pasukan Gabungan dalam satu pernyataan.

Korea Utara telah diberitahu tentang tanggal dan sifat pelatihan yang non-provokatif itu, katanya.

Pelatihan ini akan melibatkan sebanyak 28.500 tentara Amerika Serikat yang ditempatkan di Korea Selatan serta sekitar 3.000 tentara dari luar negeri, tetapi tidak akan ada pelatihan lapangan, demikian kata juru bicara militer AS.

Sementara itu Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan setiap unit yang terlibat akan menguji kesiapannya untuk kontinjensi berdasarkan skenario perang, dengan pos-pos komando terkait satu sama lain melalui komputer.

Kementerian itu menolak untuk mengkonfirmasi laporan kantor berita Yonhap bahwa 56.000 tentara Korea Selatan akan terlibat dalam pelatihan besar tersebut.

Negara-negara sekutu menggambarkan pelatihan tahunan mereka sebagai defensif dan rutin, tetapi Korea Utara biasa menyebut mereka latihan untuk invasi dan meluncurkan kontra-latihan sendiri.

Selain pelatihan rutin tahunan, Korea Selatan telah mengadakan serangkaian pelatihan sendiri atau dengan pasukan AS sejak menuduh Korea Utara menorpedo salah satu kapal perangnya, Cheonan, yang menyebabkan hilangnya 46 nyawa pada Maret 2010.

Korea Utara membantah tuduhan itu, namun kemudian menyerang satu pulau perbatasan pada November 2010, yang menewaskan empat warga Korea Selatan.

Ketegangan memuncak setelah peluncuran roket Korea Utara gagal pada April, yang dipandang oleh Amerika Serikat dan sekutunya sebagai uji coba peluru kendali balistik.

Pyongyang juga mengancam serangan terhadap pemerintah dan media konservatif Korea Selatan karena dianggap menghina rezim tersebut.


Sumber : Antara

PT. DI Terus Kembangkan Pasar Komersial

BANDUNG-(IDB) : CN-235 dan N-295 memiliki keunggulan terutama untuk penerbangan perintis.

PT Dirgantara Indonesia (PTDI) tak hanya membuat pesawat versi militer. Tapi, terus berupaya mendorong pasar pesawat sipil dan komersial.


"Dalam beberapa tahun terakhir ini pesanan ke PT DI kebanyakan pesawat militer. Tapi bukan berarti hanya membuat pesawat versi itu, pasar sipil terus dikembangkan, baik untuk CN-235 maupun N-295," kata Kepala Divisi Kepatuhan dan Komunikasi PTDI Sonny Saleh Ibrahim di Bandung, hari ini.


Dia mengakui, bila pesawat CN-235 yang diproduksi dalam satu dekade terakhir adalah versi Maritime Patrol Aircraft atau patroli maritim pesanan Korea Selatan. Juga pesanan sejumlah N-295 dari TNI-AL dan TNI-AU juga untuk versi militer.


Namun demikian, kedua pesawat andalan PT DI tersebut memiliki keunggulan untuk versi sipil terutama untuk penerbangan perintis.


"N-295 contohnya, langsung dipesan oleh TNI-AU sehingga ada image versi militernya. Padahal juga sangat cocok untuk pesawat sipil karena bisa melakukan pendaratan di landasan yang pendek," kata Sonny Saleh.


PT DI memiliki lisensi untuk pemasaran pesawat itu di kawasan Asia Fasific. Bahkan tidak menutup kemungkinan dengan kerjasama bersama perusahaan pesawat terbang Eropa dan AS pengembangan pasarnya bisa lebih luas, termasuk ke Amerika Selatan.


Sonny menyebutkan, saat ini PT DI terjalin kerjasama dengan sejumlah pabrikan pesawat terbang dunia seperti Boeing, Eurocopter, Sukhoi, Airbus dan lainnya.


"Dalam memproduksi N-295 PT DI bekerjasama dengan Airbus Military, pemasaran ke Amerika Selatan cukup terbuka," kata Sonny.


Sementara itu. program revitalisasi PT DI yang ditandai dengan penanaman modal negara (PMN) diprediksi akan mengembalikan performance perusahaan dirgantara Indonesia itu terutama dalam memproduksi pesawat-pesawat terbang.


Menurut Sonny, CN-235 dan N-295 merupakan pesawat yang memiliki klasifikasi yang sangat bersaing. Bahkan Korea beberapa tahun lalu telah membeli empat pesawat CN-235 bersi VIP dan VVIP.


"Korea Selatan saat ini menjadi pengguna CN-235 paling banyak yakni 12 unit, termasuk untuk versi patroli maritim," katanya.


Terkait pasar N-295 yang akan dikembangkan PT DI, kata Sonny peminatnya cukup bagus. PT DI telah melakukan promosi dan mengikuti pameran untuk memperkenalkan produk terbaru produk perusahaan kedirgantaraan nasional itu.


"TNI-AU sudah jelas memesan untuk mengganti pesawat Fokker yang sudah di grounded, TNI-AL juga. Juga sudah melakukan penawaran ke sejumlah negara di Asia Fasific," kata Sonny Saleh menambahkan.


Sumber : BeritaSatu

TNI AU Kembangkan Komunikasi Tertutup

BANDUNG-(IDB) : TNI Angkatan Udara intensif mengembangkan jaringan komunikasi tertutup berteknologi canggih berbasis Information and Communication Tehnology (ICT). Modernisasi teknologi militer ini untuk mendukung operasi perang militer (OMP) dan operasi perang selain militer (OMSP)
 
Asisten Operasi Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Asops KSAU), Marsda TNI Ismono Wijayanto di Mabes TNI AU, Cilangkap, Jakarta, Kamis (19/7), menguji serta meresmikan penggunaan ICT yang mencakup Jaringan Komunikasi Berita (Jarkombra), Voice Over Internet Protokol (Voip) dan Video Conference (Vicon). ICT sebagai bagian dari moderniasi sistem komando, kendali, komunikasi dan informasi (K3I) TNI AU.
 
ICT berhasil dikembangkan TNI AU didukung PT Telkom Indonesia sebagai penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi terbesar di Indonesia.
 
Asops KSAU mengakui jika ICT menjadi penentu utama dalam proses pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. TNI AU menyikapi kemajuan teknologi dan arus modernisasi yang demikian cepat sehingga harus dimbangi dengan pengembangan teknologi pula. Ini telah menjadi tuntutan dan kebutuhan di segala aspek kegiatan khususnya di lingkungan militer.
 
Awal implementasi ICT dari penyatuan dan pengembangan K3I. Di bawah kendali yang sama, ICT dikembangkan menjadi sistem komando, kendali, komunikasi, komputer, intelijen, pengamatan dan pengintaian.

K4IP, dikatakan Ismono, mutlak jadi sarana pengambil keputusan pimpinan secara cepat dan tepat tanpa terkendala oleh jarak dan waktu. "Sistem K4IP TNI AU harus sangat handal karena dislokasi satuan-satuan TNI AU yang tersebar diseluruh pelosok NKRI," ujar Asops KSAU.

Sistem komunikasi modern jaringan tertutup TNI AU ini dibangun dengan dukungan PT Telkom Indonesia sebagai penyedia jasa telekomunikasi terbesar di Indonesia sehingga menjadi jaminan akan kehandalannya. Dukungan ICT jadi penting dalam mendukung operasi dan latihan, baik dimasa damai atau masa krisis. "Khusus untuk TNI AU sebagai organisasi militer penegak kedaulatan Negara di udara diperlukan untuk mendukung pelaksanaan OMP dan OMSP," ujar dia.

Organisasi Modern
 
General Manager Enterprise PT Telkom Indonesia, Muhamad Syalsabil mengatakan sistem komunikasi data berbasiskan ITC sudah merupakan kebutuhan utama dan bukan pelengkap lagi. Tehnologi Komunikasi dan Informasi Modern yang digunakan TNI AU telah menjadikan organisasi ini selangkah lebih maju menuju organisasi modern.
 
"Berdasarkan pengalaman PT Telkom saat mulai menggunakan teknologi yang sama bisa mempersingkat proses surat menyurat dan pengambilan keputusan dari empat hari menjadi hanya satu jam," ujar dia.
 
Sistem teknologi dan komunikasi TNI AU, ini sepenuhnya menggunakan jalur VPN-IP PT.Telkom Indonesia. Jarkombra akan berfungsi sebagai sarana untuk pengiriman berita secara online, sistim Voip sebagai sarana untuk komunikasi audio telephone dan system Vicon untuk komunikasi audio dan video.
 
Sistem tersebut merupakan hasil pengembangan TNI AU bekerjasama dengan PT Telkom TBK sebagai penyedia jasa jarring komunikasi serta pembangunan infrastruktur komunikasinya guna mendukung kesiapan operasional TNI AU .
 
Pada acara uji fungsi Jarkombra, Voip dan Vicon tersebut, Asops KSAU mengadakan uji komunikasi data (berita radiogram), komunikasi suara (voice) lewat VOIP dan komunikasi gambar (video) lewat VICON dengan seluruh satuan jajaran TNI AU yang telah dipasangi ICT. Hasil ujicoba komunikasi cukup memuaskan dengan kecepatan berita yang disampaikan interaksi suara dan gambar video cukup baik.

"Telkom Indonesia berjanji akan terus mendukung kebutuhan TNI AU dalam kebutuhan komunikasi baik menggunakan jalur komunikasi jaringan terbuka maupun jaringan tertutup," ujar Syalsabil.
 
 
Sumber : SuaraKarya

Peran TNI AL Di Samudera PAsifik Harus Ditingkatkan

YOGYAKARTA-(IDB) : Connie Rahakundini Bakrie, salah seorang pengamat militer menuturkan, sebagai negara kelautan, mestinya militer Indonesia harus bisa menguasai kawasan Samudera Pasifik. Selama ini peranan militer Indonesia di kawasan Samudra Pasufik maih sangat kecil, sehingga kawasan itu sekarang dikuasai Australia.

Menurutnya,  sebenarnya Indonesia memiliki kewenangan di Pasifik. Sampai sekarang ini, belum pernah dilakukan sehingga kawasan itu sekarang ini dikuasai Australia. "Saat ini Samudera Pasifik dikuasai Australia," katanya dalam perbincangan 'Dari Yogya Membangun Kultur Indonesia' di Yogyakarta.

Lebih lanjut Connie mengatakan, Indonesia sudah seharusnya berperan di Pasifik termasuk di bidang militernya. Apalagi, jika mau melihat lebih jauh, saat ini Indonesia sedang menghadapi posisi seperti Irak menjelang Perang Teluk.

Menurut Connie, mendekati Perang Teluk, Irak dikelilingi oleh US Military Base. Secara tak sadar, kondisi yang sama juga sudah dialami oleh Indonesia. Ia kemudian memperlihatkan posisi-posisi pangkalan militer AS yang mengitari Indonesia, mulai dari Guam hingga yang berada di sebelah barat Indonesia.

Berkaitan dengan itu, maka untuk melindungi segenap kekayaan Indonesia, kemampuan militer Indonesia harus ditingkatkan jangan seperti sekarang ini di mana alat pertahanan yang dimiliki sangat minim.

Apalagi soal anggaran militer dinilai sangat kecil, bahkan sampai saat ini anggaran pertahanan Indonesia sangat kecil dibandingkan dengan negara-negara tetangga ASEAN, sehingga perlu ditingkatkan.

Ke depan, lanjut Connie, TNI Angkatan Laut, juga harus mulai mengubah orientasi komandonya. Jika selama ini membagi dengan Komando Armada Barat dan Komando Armada Timur, maka ke depan harus dikembangkan dengan Komando Armada Samudera Hindia dan Komando Armada Samudera Pasifik.

Selain itu, lanjut isteri mantan Pangkostrad Letjen TNI (Purn) Djadja Suparman, TNI Angkatan Udara juga harus terus dikembangkan dan ditingkatkan kemampuannya, sehingga waktu jangkau dari satu pangkalan ke titik-titik wilayah semakin pendek.


Sumber : SuaraMerdeka