Pages

Jumat, Juli 06, 2012

Pengamat : Birokrasi " Ruwet And Mbulet ", Perburuk Citra Indonesia Dalam Pengadaan Alutsista

JAKARTA-(IDB) : Perseteruan mengenai pengadaan alat utama sistem senjata (Alutsista) antara Pemerintah/TNI dan DPR harus segera diakhiri. Sebab, masalah pengadaan yang selalu berkepanjangan ini akan berdampak pada citra dan pertahanan Indonesia di masa mendatang.

Kepada itoday, Kamis (6/7), pengamat pertahanan Muradi menilai, perseteruan antara DPR dan Pemerintah/TNI mengenai pengadaan Alutsista TNI justru akan menjadi bumerang bagi DPR, karena lembaga perwakilan rakyat akan dilihat tidak konsisten dengan apa yang disepakati sebelumnya.

“Dalam jangka pendek, DPR mungkin diuntungkan dengan mendapat fee. Tapi secara jangka panjang, Indonesia bisa dianggap sebagai negara yang tidak layak atau tidak pantas mendapatkan alutsista langsung dari negara produsen, “ jelasnya.

Pengamat yang juga dosen di FISIP Universitar Padjajaran ini menjelaskan betapa kuatnya rezim pengadaan Alutsista. Pelaku akan berhubungan dengan pihak lainnya. Jika indonesia gagal membeli dari suatu negara, maka hal tersebut akan tersebar ke pihak lainnya.

Muradi juga menganalisis, perseteruan antara Pemerintah/TNI dan DPR ini terjadi karena tiga kemungkinan. Pertama, perseteruan itu terjadi untuk membuat citra adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jelek. “Tapi kalau itu alasannya, maka itu berlebihan, karena efeknya besar sekali untuk konteks pertahanan negara indonesia, “ tuturnya.

Kedua, lebih kepada DPR tidak dilibatkan dalam proses 'informal' pengadaan Alutsista, sehingga tidak mendapatkan akses mendapatkan income. Dan ketiga, jika situasi kedua hal di atas terjadi, maka DPR telah melakukan kekonyolan dengan melakukan sesuatu yang merusak citra mereka sendiri.

Tak hanya masalah citra politik di 2014, Muradi juga menambahkan, jika sampai hubungan G to G dengan Indonesia dianggap tidak layak dijadikan pasar karena tidak konsisten dan biaya tinggi. Maka Indonesia akan mengalami kesulitan, dan ketika itu terjadi, dalam jangka panjang, pengadaan akan menggunakan broker lagi yang memiliki jaringan.


Sumber : Itoday

TNI Menerima Penghargaan UN Medal Di Lebanon

LEBANON-(IDB) : TNI kembali mengharumkan nama Indonesia di luar negeri, dimana 1.338 Prajurit TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas Kontingen Garuda (Konga) pada misi perdamaian di Lebanon menerima penghargaan medali dari United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) atau UN Medal.

Upacara penyematan medali sendiri dipimpin langsung oleh Komandan UNIFIL (Force Commander) Mayor Jenderal Paolo Serra, bertempat di Markas Indobatt, Adshid al Qusayr, Lebanon Selatan, Kamis (5/7).

Penghargaan ini diberikan atas jasa-jasanya dalam mengemban tugas pada misi penjaga perdamaian UNIFIL di wilayah Lebanon Selatan, minimal enam bulan berturut-turut dengan baik tanpa cacat.

Penyematan medali dilaksanakan secara simbolis oleh FC UNIFIL didampingi Duta Besar Indonesia yang berkuasa penuh untuk Lebanon Drs. Dimas Samudro Rum kepada para Komandan jajaran Konga.

Dalam sambutannya Force Commander mengucapkan selamat atas penghargaan yang telah diterima, menurutnya ini adalah buah dari profesionalisme yang telah ditunjukkan personel Kontingen Garuda selama mengemban tugasnya dalam misi perdamaian di Lebanon.

Adapun prajurit TNI yang menerima penghargaan medali dari UNIFIL terdiri dari berbagai satuan tugas yaitu Satgas SFQSU, Satgas Batalyon MekanisTNI Konga XXIII-F/UNIFIL (Indobatt), Satgas SEMPU, Satgas FPC, Satgas CIMIC, MCOU, personel Staf Sektor Timur UNIFIL, dan Staf UNIFIL HQ.

Kegiatan tersebut diisi dengan berbagai kegiatan demostrasi keterampilan prajurit yaitu, Kolone Senapan, beladiri militer Yong Modo, kolaborasi kesenian nusantara bekerjasama dengan tim kesenian gamelan dari KBRI di Lebanon yang dimainkan oleh para mahasiswa Indonesia yang ada di Lebanon, penampilan debus dipadu dengan atraksi kemampuan beladiri merpati putih, defile dan puncak acara ditutup dengan ramah tamah.

Hadir dalam acara tersebut para pejabat militer UNIFIL maupun Lebanon Armed Force (LAF), pejabat sipil pemerintahan Lebanon, para tokoh agama terkemuka di Lebanon Selatan, masyarakat Indonesia yang berada di Lebanon serta penduduk lo k al Lebanon Selatan yang diperkirakan undangan hadir mencapai 600 orang.


Sumber : Itoday

DPR Cairkan Anggaran Pengganti Fokker Setelah Menerima Detail Pesawat

JAKARTA-(IDB) : Anggaran pengadaan pesawat pengganti Fokker, CN 295, sampai saat ini masih diberi tanda bintang oleh Komisi I Dewan Perwakilan rakyat. Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan tanda bintang tersebut belum dicabut karena pihaknya belum menerima detail pembelian pesawat. "Kami belum menerima merek, asal, dan spesifikasi pesawat," katanya saat dihubungi, Kamis, 5 Juli 2012.

Ia mengatakan pemberian bintang ini sama sekali tak bermasalah. Pasalnya anggaran pengadaan alutsista dalam pengajuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara memang tak memuat detail barang. Anggaran alutsista, kata dia, biasanya hanya berbunyi ''pengadaan pengganti Fokker'' diikuti kebutuhan anggaran. "Kalau disebutkan detail termasuk mereknya, repot. Nanti broker bisa duduk-duduk di depan DPR," katanya.


Saat ini pihaknya masih menunggu detail pesawat pengganti Fokker. Setelah surat diberikan secara resmi, maka tanda bintang akan dicabut dan anggaran dapat dicairkan. "Ini hanya urusan surat menyurat, kalau sudah dipenuhi anggaran langsung cair," katanya. Komisi I, kata dia, baru meminta surat berisi detail pesawat dalam rapat kemarin.


Proses seperti ini, kata dia, sudah berlangsung sejak lama di Komisi I DPR dan Kementerian Pertahanan. Pasalnya pengadaan senjata cukup rumit. "Diskusi antara Kementerian Pertahanan, TNI, dan Angkatan Udara saja cukup panjang. Belum lagi tender. Kalau sudah ada yang pas nanti baru diajukan secara detail ke DPR," katanya.


Sementara itu Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan, Harfind Asrin, mengatakan proses pengadaan pesawat CN 295 berlangsung lancar. "Paling lambat dua pesawat sudah diterima Desember mendatang. Tapi kalau bisa lebih cepat lebih baik," katanya saat dihubungi Kamis.


Imam mengatakan, pesawat CN-295 merupakan pengganti 6 unit pesawat angkut jenis Fokker-27 yang dimiliki TNI AU.Dalam pembelian pesawat CN-295, TNI AU melakukan kerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia dan Airbus.


Sumber : Tempo

TNI AU Sangat Membutuhkan Tambahan Pesawat Angkut

JAKARTA-(IDB) : Kondisi alat utama sistem senjata (Alutsista) TNI yang memprihatinkan karena banyak yang sudah termakan usia, khususnya TNI AU, memaksa pemerintah untuk melakukan berbagai pengadaan Alutsista dalam jangka pendek secara serentak.

Namun sial, banyak program pengadaan Alutsista terganjal di gedung parlemen, dengan banyak alasan. Salah satunya karena alasan barang yang akan diambil adalah barang bekas, seperti yang menimpa program hibah C-130 Hercules dari Australia.

Padahal jika melihat keadaan di lapangan, TNI AU sangat membutuhkan pesawat jenis ini. Mengingat pesawat yang menghuni Skadron Udara 31 ini ada yang berumur lebih dari 50 tahun.

Kepada itoday, Jum'at (6/7), Kadispen AU Marsekal Pertama Azman Yunus mengatakan, TNI AU sangat membutuhkan pesawat C-130 Hercules, walaupun pesawat hibah tersebut adalah pesawat bekas.

Menurutnya, walau pesawat tersebut bekas, tetapi bisa diperbaiki kembali, dan biaya perbaikannya pun terbilang sangat murah, bahkan jauh lebih murah dibandingkan dengan negara lain.

Tak berhenti sampai disitu, Azman menilai, pesawat Hercules Australia tersebut masih sangat layak untuk digunakan. Apalagi Indonesia berada di wilayah ring of fire, sehingga membutuhkan pesawat untuk menjalankan tugas non militer.

Sedangkan mengenai berapa kebutuhan TNI AU, Azman hanya menyebutkan sesuai dengan kesepakatan Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Australia. Walau menurutnya, TNI AU membutuhkan enam pesawat Hercules untuk ditempatkan di wilayah tengah dan timur Indonesia.

“Kita sebenarnya butuh enam pesawat hercules yang ditempatkan di wilayah tengah dan timur,“ pungkasnya.

Program hibah pesawat C-130 Hercules milik Australia ke Indonesia menjadi perdebatan. Komisi I DPR RI mempermasalahkan hibah empat pesawat tersebut karena barang yang akan diterima adalah pesawat bekas.

Komisi I bersikeras bahwa pemerintah seharusnya membeli barang serupa yang lebih baru, ketimbang menerima hibah barang bekas. Dimana DPR melihat Australia mau menjual enam unit pesawat Hercules dengan harga US$ 90 juta. Sedangkan nilai hibah empat pesawat Hercules mencapai US$ 60 juta, yang berarti sama-sama bernilai US$ 15 juta per unitnya.


Sumber : Itoday

Wamenhan Menguji Coba Recon Vehicle 4x4 Produksi PT. Pindad

JAKARTA-(IDB) : Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Kamis (5/7) melakukan uji coba kendaraan tempur Recon Vihicle 4x4 produksi PT. Pindad (Persero) di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta. 





Dalam uji coba ini, Wamenhan menjajal secara langsung  mengemudikan kedaraan tersebut satu putaran di halaman depan kantor Kemhan. Hadir dalam uji coba ini Direktur Utama PT. Pindad (Persero) Adik A. Soedarsono. 


Selain Recon Vihicle 4x4, P. Pindad juga menampilkan kendaraan tipe Armoured Personnel Carrier (APC) yaitu Jungle Warfare BRIMOB 4 x 4. 


Sumber : DMC

Akhirnya DPR Setuju Pemerintah Membeli 100 MBT Leopard Jerman

JAKARTA-(IDB) : Sebagian besar anggota Komisi I DPR setuju pemerintah membeli 100 buah tank berat*(main battle tank) Leopard dari Jerman seharga 280 juta dollar AS. Dalam rapat tertutup antara Komisi I dan Kementerian Pertahanan (Kemhan), Rabu (4/7), sebagian besar anggota setuju maka rapat memutuskan untuk menyetujui rencana pemerintah.

"Ya, sebagian besar anggota menyetujuinya. Namun, tetap akan kami kritisi perkembangannya. Kita tetap akan mengecek berapa harga sebenarnya, bagaimana pengadaan suku cadangnya, dan teknis pengirimannya," kata Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hassanudin, saat dihubungi Koran Jakarta, Kamis (5/7).

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan, Brigjen Hartind Asrin, mengatakan Leopard yang dibeli dari Jerman dipastikan lebih bagus dibandingkan Leopard yang ditawarkan Pemerintah Belanda. Harga Leopard dari Belanda yang akhirnya ditolak oleh parlemen di sana memang lebih murah, yakni 220 juta dollar AS, namun teknologinya masih kalah dari Leopard yang ditawarkan Jerman.

"Leopard yang akan kita beli dari Jerman ini buatan 2006. Leopard ini juga jarang dipakai dan lebih sering di gudang," kata Hartind.

Pembelian Leopard dari Jerman ini pun tak perlu menunggu persetujuan parlemen. Dia memastikan pada 5 Oktober nanti, tepatnya pada hari TNI, sebanyak 15 Leopard sudah tiba di Indonesia. Pengadaannya berangsur-angsur hingga pada 2014 sebanyak 100 Leopard sudah ada di Indonesia. "Kalau tidak ada kendala, akhir 2013 pun semua tank Leopard sudah ada di Indonesia," katanya.

Dua Batalyon 
 
Tank-tank tersebut akan digunakan TNI AD yang memang membutuhkan dua batalyon tank berat. Adapun penempatan Leopard, masing-masing untuk kawasan barat dan timur. "Tank-tank itu akan ditempatkan di Cilodong (kawasan barat) dan Malang (kawasan timur)," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Menteri Pertahanan (Menhan), Sjafrie Sjamsoeddin, mengatakan penolakan parlemen Belanda terhadap rencana jual murah tank Leopard membuat Kemhan fokus untuk membeli tank Leopard dari Jerman. Sebanyak 100 unit tank akan dibeli untuk modernisasi alutsista TNI AD. "Khusus TNI AD, kita telah putuskan membeli tank berat Leopard dari Jerman dengan pertimbangan memperoleh kepastian waktu dan target dari volume peralatan militer yang kita perlukan," kata Sjafrie.

Menurut Sjafrie, rencana membeli tank Leopard dari Belanda dihentikan sehingga fokus kepada proses pengadaan pembelian tank tersebut yang berasal dari Jerman tersebut berjalan lancar. Alokasi anggaran 280 juta dollar AS yang diperlukan diproses berdasarkan alokasi pinjaman luar negeri.

"Saat ini proses dilakukan secara akselerasi dan pararel sehingga dalam waktu satu minggu kita akan segera memperoleh kepastian-kepastian dari aspek pengadaan dan pembiayaan dan tentu saja diikuti oleh aspek pengawasan yang dilaksanakan oleh tim pencegahan dan penyimpangan pengadaan barang dan jasa dengan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Itjen Kemhan serta Mabes TNI dan Angkatan," kata dia.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, menilai langkah pemerintah untuk pembelian 100 unit tank Leopard tidak tepat. Pemerintah diminta lebih memprioritaskan pengadaan armada tempur yang selaras dengan kebutuhan objektif pertahanan Indonesia. Membangun kekuatan pertahanan Indonesia dengan memodernisasi alutsista merupakan sebuah kebutuhan.

Meski demikian, penting dicatat bahwa pengadaan armada tempur bagi penguatan pertahanan Indonesia harus diletakkan sebagai kelanjutan dari kebijakan dan strategi pertahanan, doktrin, dan kapasitas dukungan anggaran. "Dengan tetap mempertimbangkan kondisi geografi s Indonesia dan harus dilakukan secara transparan serta akuntabel," ujar Poengky.

Dia menegaskan telah banyak penilaian dari berbagai kalangan, baik DPR, purnawirawan TNI, pengamat militer, serta kelompok masyarakat sipil yang menilai bahwa pembelian tank Leopard tidak urgen. Banyak kendala operasional yang harus dihadapi jika nanti digunakan di Indonesia, baik kendala geografis, infrastruktur, dan doktrin serta komponen pendukung lainnya yang belum siap.

Menurut dia, di tengah terbatasnya anggaran negara dan fakta krisis ekonomi global maka menjadi penting untuk DPR dan pemerintah berhati-hati dan lebih cermat lagi dalam pengalokasian anggaran untuk pertahanan.

DPR dan pemerintah perlu membuat skala prioritas yang bertahap dan berjenjang dalam melakukan modernisasi alutsista. "Sehingga pembelian alutsista benar-benar di dasarkan atas kebutuhan objektif pertahanan Indonesia dan bukan didasarkan atas kebutuhan politis," tandasnya.


Sumber : KoranJakarta

KRI Dewaruci Batal Pensiun Tahun Ini

SURABAYA-(IDB) : Karena kapal pengganti belum selesai dikerjakan, KRI Dewaruci yang rencananya pensiun tahun ini, kemungkinan besar 'masa baktinya' diperpanjang.

"Dewaruci usianya sudah 60 tahun. Kalau tentara sudah pensiun," kata KSAL Laksamana TNI Soeparno ,usai sertijab Gubernur AAL di Lapangan Banda,  Bumimoro, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (4/7/2012).

Menurutnya, kapal pengganti KRI Dewaruci baru selesai pembuatannya pada 2014. Artinya, kapal yang sudah berusia 60 tahun tetap akan menjalankan tugas hingga kapal penggantinya tiba di Tanah Air. 

"Tahun ini (Dewaruci) masih mampu, kalau tahun depan masih ada keliling dunia ya enggak apa apa, tahun ini terakhir tahun depan paling akhir," ujarnya.

Pengganti KRI Dewaruci saat ini masih dalam proses pembuatan di Spanyol. Kemungkinan besar, kapal pengganti yang lebih besar dari Dewaruci, akan selesai dibuat pada 2014. 

Selama kapal pengganti belum selesai, maka KRI Dewaruci yang saat ini tengah berada di Amerika Serikat (AS) dalam misi keliling dunia, tetap akan digunakan.


Sumber : Tribunnews

Tolak Leopard, DPR Tidak Terima Fee.....Menyedihkan

JAKARTA-(IDB) : Penolakan Komisi I DPR RI atas rencana pemerintah yang akan membeli 100 unit main battle tank (MBT) Leopard 2 dari Jerman, disinyalir karena tidak adanya 'manfaat' yang diterima oleh penghuni gedung parlemen Indonesia.

Kepada itoday, Kamis (5/7), pengamat pertahanan Muradi mengatakan, ada dua perspektif kemungkinan mengapa DPR menolak pembelian tersebut.

“Pertama, masalah penguatan alutsista sudah ditegaskan oleh Komisi I sejak tahun lalu,  dengan adanya empat program prioritas, salah satunya adalah pengadaan alutsista untuk pengamanan perbatasan. Dalam konteks itu, seharusnya DPR tidak mempersulit, “ jelasnya.

“Kedua, dalam konteks kegunaan, penggunaan MBT memang ada perdebatan. Disatu sisi Indonesia butuh MBT walau spesifikasinya tidak cukup pas untuk konteks Indonesia, tapi untuk membeli dari yang lain, Indonesia tidak memiliki analisa yang mendalam untuk menentukan tank apa yang dibutuhkan, “ sambungnya.

Dari dua perspektif yang diungkapkannya, Muradi melihat  DPR tidak terlalu konsisten dengan apa yang mereka sarankan kepada Kemenhan mengenai empat program prioritas pertahanan.

“Dari perspektif itu, saya menduga lebih kepada ikonsistensi DPR, dan pada akhirnya susah jika bicara hitam putih, ada wilayah abu-abu yang saya anggap DPR tidak transparan, “ katanya.

Pengamat yang juga dosen FISIP Universitas Padjajaran, Bandung ini juga mengungkapkan, di 2011, DPR selalu bicara tentang empat program pertahanan yang salah satunya adalah pembelian alutsista. Tetapi ketika ada pengadaan dan lain-lain, mungkin karena merasa tidak dilibatkan, maka dimentahkan kembali..

“Ini masalah inkonsistensinya DPR. Karena mungkin diduga DPR tidak menerima 'sesuatu' dari pengadaan tank ini. Jadi pada akhirnya, upaya mementahkan menjadi suatu cara untuk membuat citra buruk kepada Indonesia dalam pengadaan alutsista, “ ungkapnya.

Selain masalah inkonsistensi DPR, Muradi juga meyakini terlalu banyak broker dan jumlah fee yang yang membuat mekanisme pengadaan berjalan tidak sesuai dengan rencana dan peruntukan.


Sumber : Itoday