Pages

Jumat, Mei 25, 2012

Pangdam I: Mendesak, Keberadaan Militer di Natuna

NATUINA-(IDB) : Panglima Daerah Militer I/Bukit Barisan Mayor Jenderal TNI Lodewijk Freidrich Paulus menegaskan bahwa keberadaan pasukan di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau sudah mendesak.

"Ini dilakukan demi menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman negara asing. Karena itu saya akan menambah jumlah pasukan di Natuna," katanya pada kunjungan kerja ke Natuna, 24-25 Mei, Jumat (25/5) di Ranai.

Selain tujuan tersebut, salah satu faktor jarak antara Natuna dan Batam terlalu jauh. "Jika ada di Natuna, fungsi kontrol dapat dilaksanakan secara baik dan pembinaan akan lebih optimal," jelasnya.

Saat ini, lanjutnya jumlah personil Batalyon Khusus yang terdiri dari dua kompi di Natuna secara bertahap akan dilakukan penambahan hingga berjumlah satu batalyon.

"Tentunya dilakukan secara bertahap," ujarnya sambil menekankan pentingnya dukungan dari bupati, Forum Kerja Perangkat Daerah (FKPD), tokoh masyarakat dan masyarakat sendiri.

Ia mengatakan dengan keberadaan kekuatan militer, salah satunya saling bekerja sama semua unsur termasuk TNI, ancaman kedaulatan dan keutuhan NKRI dari negara asing dapat ditangkal.

"Coba lihat Singapura yang hanya negara kecil, namun memiliki kekuatan militer dan selalu ditunjukkan. Itu menekankan bahwa Singapura adalah negara yang kuat," sebutnya.

Menurut dia pengalaman Bangsa Indonesia pada kasus Sipadan dan Ligitan juga Ambalat menjadi pelajaran sangat penting bagaimana NKRI dilecehkan.

"Sehingga kita perlu memperkuat kekuatan ini, tentunya tidak hanya TNI AD saja. Tetapi secara gabungan seluruh TNI," ucapnya yang sudah lima kali ke Natuna, kawasan perbatasan ini.

Jika sistem ini sudah tercipa dengan baik, lanjutnya apapun ancaman akan dapat ditangkal. "Tentunya kolaborasi dengan kepolisian dan pemerintah daerah," ujarnya.

Faktor lain, saat ini pemerintah melakukan peningkatan anggaran sebesar 34 persen untuk alat utama sistem senjata (alusista). "Peningkatan 


Sumber : Republika

Danlantamal X: Perairan Biak & Manokwari Rawan Dilanggar Kapal Asing

KRI Mulga berpatroli di Perairan Manokwari
JAYAPURA-(IDB) : Beberapa titik di teroritori perairan Indonesia masih rawah dilanggar kapal asing salah satunya perairan utara Biak dan Manokwari, Papua. Kawasan perairan itu  hingga saat ini rawan bagi berbagai kegiatan ilegal yang dilakukan kapal-kapal berbendera asing.

Komandan Lantamal X Laksamana Pertama TNI, FX Agus Susilo  di Jayapura, Jumat (25/5), hingga saat ini perairan di sekitar kedua wilayah yang berada di dua provinsi berbeda di tanah Papua rawan dengan berbagai kegiatan ilegal yang dilakukan kapal berbendera asing.

Perairan utara Manokwari, Provinsi Papua Barat, misal, rawan dengan kapal-kapal dari Filipina. Sedangkan perairan utara Biak, Provinsi Papua biasanya menjadi sasaran bagi kapal-kapal penangkap ikan milik China yang memiliki pangkalan beroperasi di Palau.

Menurut Dan Lantamal Laksamana Pertama Agus Susilo, wilayah utara Biak sering kali dijadikan tempat bagi kapal kapal penangkap ikan berbendera China untuk melakukan aktifitas terutama di "zona hijau" dimana kawasan tersebut belum dapat dipastikan apakah masuk dalam wilayah Indonesia atau Palau.

"Biasanya kapal kapal yang berada di perairan tersebut adalah kapal yang berukuran besar," jelas Laksamana Pertama FX Agus Susilo. Ia mengakui, pihaknya dalam melakukan patroli saat ini terkendala terbatasnya dukungan sehingga tidak dilakukan sesering mungkin, misalnya karena terbatasnya BBM.

Walaupun ada keterbatasan pengadaan BBM, pihaknya tetap berupaya melakukan patroli pengamanan di wilayah perairan Indonesia, kata Agus Susilo seraya menambahkan, saat ini tercatat 14 kapal patroli yang berada di Sorong dan Manokwari.

Saat ini di wilayah kerja Lantamal X Jayapura yang membawahi tiga pangkalan TNI AL yakni Lanal Biak, Sorong dan Lanal Manokwari serta satu fasharkan di Manokwari.


Sumber : Republika

RSAF Welcomes Inauguration Of Heron 1 UAV

SINGAPORE-(IDB) : The Republic of Singapore Air Force (RSAF) enhanced the intelligence, surveillance and reconnaissance (ISR) capabilities of the 3rd Generation Singapore Armed Forces (SAF) as it inaugurated the Heron 1 Unmanned Aerial Vehicle (UAV) into 119 Squadron (SQN) on 23 May.
 
Minister for Defence Dr Ng Eng Hen, who officiated at the inauguration ceremony at Murai Camp, pointed out that the SAF's vision for UAVs started as early as the 70s, quoting Singapore's first Defence Minister Dr Goh Keng Swee: "For our kind of terrain, we must have Remotely Piloted Vehicles. We must see the enemy without being seen."

"The UAVs have realised the vision of SAF’s founding pioneers but only through continued investments to develop this capability," he added. "As a result, the SAF today is an advanced user of UAVs... (which) are used routinely in exercises as well as in operations."

Highlighting the importance of the UAV in transforming the SAF into a modern and effective fighting force, Dr Ng noted that the Heron 1 UAV will "provide our commanders, planners and soldiers on the ground (with) better situational awareness to make timely and informed decisions to engage the adversary decisively and complete their missions effectively".

Featuring state-of-the-art avionics, detection capabilities and communication systems, the Heron 1 UAV will replace the Searcher-class UAV that has been in service since 1994.

Compared to its predecessor, which has a maximum operating altitude of 10,000 feet, the Heron 1 UAV can fly twice as high at 20,000 feet. It has a flight endurance of over 24 hours, more than three times that of the Searcher UAV (eight hours). Furthermore, the Heron 1 UAV has a maximum operating range of 200km, double that of the Searcher-class.

The advanced UAV is also equipped with an Automatic Take Off and Landing (ATOL) system, which allows a desired flight route to be scheduled prior to launch, and is able to return to a pre-designated recovery point at the end of its mission. This enhances the timeliness in which information is disseminated, as UAV operators can focus on collecting and processing information instead of flight operations.

Lieutenant-Colonel (LTC) Kenneth Won, Commanding Officer of 119 SQN, was proud of his squadron's achievements in being the first UAV squadron to operate the Heron 1.

"It's not always been smooth-sailing; there have been a lot of challenges along the way but we've achieved a key milestone in bringing in this new capability. More importantly, we have built a team in which the operational and logistics crew are strongly integrated."

He noted that the Heron 1 UAV's advanced surveillance and reconnaissance capabilities will provide the RSAF with "sharper eyes" in the skies, which will be an important component in the complex battle environment of the future.

Officer Commanding of 119 SQN and UAV Pilot Major (MAJ) Low Jun Horng commented on how the improved systems of the Heron 1 UAV have made it more mission-effective: "The Heron 1 provides us with an enhanced situational awareness of the battlefield as it has better detection capability and three times the flight endurance of the Searcher UAV... It also gives us the ability to see things in colour as compared to the monochrome video system of the Searcher UAV. This allows us to detect targets that could not have been detected previously with the Searcher."

Paying tribute to the personnel of 119 SQN, Dr Ng said: "The advanced surveillance and reconnaissance capabilities of the Heron 1 UAV are, however, only as effective as the people who operate and maintain them. I would like therefore to commend all of you, the men and women of 119 Squadron, who have worked tirelessly in the last year to ready the Heron 1 UAV systems to support the SAF's operations."

Senior Parliamentary Secretary for Defence and National Development Dr Mohamad Maliki Bin Osman, Chief of Air Force Major-General Ng Chee Meng and senior officers from the SAF were also present at the ceremony.


Source : Mindef

Korsel Australia Gelar Pelatihan AL Bersama Pekan Depan

JEJU-(IDB) : Korea Selatan dan Australia akan menggelar latihan angkatan laut bersama pertama mereka pada pekan depan di perairan lepas pantai pulau selatan Korea Selatan, Jeju, kata Angkatan Laut Korea Selatan Kamis.

Pelatihan berlangsung dua hari dimulai Senin depan dan akan mengerahkan sekitar 10 kapal perang permukaan dan kapal selam, termasuk kapal penghancur Aegis Korea Selatan "Sejong the Great" dan kapal fregat peluru kendali Australia "Ballarat."

Latihan angkatan laut berjuluk "Haedori-Wallaby" itu juga akan melibatkan helikopter anti kapal selam Lynx dan pesawat patroli P-3C, kata pihak Angkatan Laut seperti yang dikutip dari Xinhua.

Pelatihan itu adalah manuver angkatan laut bersama pertama antara kedua negara, sejak menteri pertahanan mereka sepakat pada akhir tahun lalu untuk bersama-sama menggelar latihan secara teratur.

Latihan ini akan membantu meningkatkan kemampuan perang anti-kapal selam dan interoperabilitas bersama antar angkatan laut kedua negara, demikian menurut para pejabat Angkatan Laut.


Sumber : Antara

Pesawat Tempur Sukhoi Su-27/30 Forcedown Pesawat Asing

MAKASSAR-(IDB) : Setelah ada informasi dari SOC Kosekhanudnas II bahawa ada pesawat tak dikenal menuju Lanud Sultan Hasanuddin, pesawat Tempur Sukhoi Su-27/30 atas perintah Dansatlakopsud Lanud Sultan Hasanuddin yang di BKO-kan ke Kosekhanudnas II diperintahkan untuk melaksanakan interception di South Area, setelah diidentifikasi ternyata hanya pesawat angkut dan tidak bersenjata sehingga dilaksanakan forcedown di Lanud Sultan Hasanuddin. Selanjutnya dilaksanakan penangangan pasca forcedown di Taxiway “C” Galaktika Lanud Sultan Hasanuddin.
 
Demikian salah satu skenario pelaksanaan latihan Sriti Gesit 2012 Lanud Sultan Hasanuddin yang dilaksanakan di Lanud Sultan Hasanuddin dan AWR (Air Weapons Range) Takalar, dengan melibatkan Pesawat Tempur Sukhoi Su-27/30 yang ber-homebase di Skadron Udara 11 Wing 5 dan Pesawat Boeing 737 Intai Strategis serta CN-235 MPA yang ber-homebase di Skadron Udara 5 Wing 5 , Heli SA-332 , didukung 522 personel dari unsur Hanlan (Pertahanan Pangkalan) , Skadron Udara 5, Skadron Udara 11, Satpomau, Batalyon 466 Paskhas, Rumah Sakit serta Intelpam.

Selain itu dalam latihan juga diasumsikan bahwa dengan adanya krisis ekonomi global telah membawa dampak yang cukup nyata dalam kehidupan perekonomian dunia, hal ini menimbulkan upaya beberapa Negara maju untuk mempertahankan stabilitas ekonominya dengan segala macam cara sehingga menimbulkan terjadi konflik-konflik baru antar negara. Untuk mengantisipasi perkembangan situsasi, Pangkogasud memerintahkan kepada Satlakopsud Lanud Sultan Hasanuddin untuk melaksanakan Operasi Udara di wilayah Perairan Sulawesi dan Selat Makassar dengan menggunakan Rencana Operasi “Daya Tempur Alpha-12”.

Dalam Latihan Sriti Gesit 2012 yang melibatkan 522 personel Lanud Sultan Hasanuddin dan Batalyon 466 Paskhas tersebut, satu pesawat Tempur Sukhoi Su-27/30 melaksanakan pendaratan darurat (simulasi) setelah melaksanakan misi Interception, dan mengalami permasalahan yaitu oksigen tercampur asap akibat kebakaran pada avionics bay, sehingga penerbang pingsan setelah pesawat shut down engine. Crash Team dan personel Rumkit cepat menangani kejadian tersebut. Meskipun kebakaran terjadi di pesawat semakin besar, dengan cepat pemadam kebakaran Lanud Sultan Hasanuddin segera melakukan pemadaman.

Latihan Sriti Gesit 2012 yang berlangsung selama tiga hari tanggal 22 s/d 24 Mei 2012 ini ditutup oleh Komandan Lanud Sultan Hasanuddin Marsekal Pertama TNI Barhim, sebagai Pemimpin Umum Latihan, dalam upacara militer di Apron Galaktika Lanud Sultan Hasanuddin yang diikuti oleh seluruh anggota militer dan PNS Lanud Sultan Hasanuddin dan Batalyon 466 Paskhas.

Dalam sambutannya Komandan Lanud Sultan Hasanuddin Marsma TNI Barhim mengatakan bahwa, dengan telah selesainya Latihan Sriti Gesit 2012 ini kita dapat mengevaluasi kembali sekaligus kita dapat mengukur diri kita masing-masing sampai dimana dan saberapa jauh kemampuan kita mendalami hasil pembinaan yang dilakukan Lanud Sultan Hasanuddin terhadap satuan-satuan jajarannya selama ini.

Dengan demikian, lanjut Marsma TNI Barhim, melalui latihan Sriti Gesit tahun 2012 yang diselenggarakan setiap tahun sekali, dapat kita ketahui hasil produk akhir dari seluruh program yang telah diujikan, meliputi pembinaan bidang operasi, personel, logistik serta semua sistem maupun metoda yang digunakan dalam melaksanakan gladi posko dan gladi lapangan.

"Kekurangan yang dialami sekecil apapun kiranya dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk memperbaiki dan membenahi pada program-program latihan dimasa-masa mendatang, baik latihan perorangan maupun ditingkat satuan," tegas Marsma TNI Barhim.


Sumber : Tandef

Pesawat Tempur Buatan Indonesia Korea Mulai Diproduksi 2020

JAKARTA-(IDB) : Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan kembali melakukan pertemuan bilateral guna membahas kerja sama dalam bidang industri pertahanan.

Indonesia melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI dan Kemhan Republik Korea yang diwakili oleh delegasi Defense Industry Cooperation Committee (DICC) mengadakan pertemuan di Gedung Kemhan, Jakarta, Kamis 24 Mei 2012.

Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) mengenai DICC antara Kemhan RI dengan Kemhan Korea.

Sekretaris Jenderal Kemhan RI, Marsekal Madya TNI Eris Herryanto, mengatakan, kedua negara memang memiliki kegiatan kerja sama dalam bidang industri pertahanan. "Ini pertemuan pertama kali antara Kemhan dengan perwakilan dari Korea," kata Eris.

Pertemuan kedua negara ini dimaksudkan untuk mendorong pemanfaatan peluang terlibat secara aktif dalam kerja sama produksi dan alih teknologi alutsista untuk mendukung pertahanan negara.

Dalam pertemuan itu juga dibahas kebijakan Indonesia dalam melokalisasi industri pertahanan serta finalisasi kerja sama pesawat latih T-50 dan kapal selam 209 class. Tak hanya itu, kedua pihak juga membahas mengenai joint development medium tank dan radio set cooperation project serta hellicopter joint production project.

"Kita membahas juga mengenai cooperation armor vehicle and propellant project serta marine patrol ship project," katanya.

Selain itu, pertemuan ini juga sekaligus melakukan pemasaran produk pertahanan bersama dengan mekanisme Transfer of Technology (ToT). Namun, belum ada pembahasan mengenai pelatihan bersama.

Pembuatan Jet Tempur KFX/IFX
Pada kesempatan yang sama, Eris mengatakan, pembuatan pesawat jet tempur Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX) yang dilakukan bersama Korsel terus mengalami perkembangan. Hingga saat ini, tim dari kedua negara tengah mengerjakan Technical Development Test (TDT) dan diharapkan prototype pesawat tersebut telah jadi pada 2013.

"Kerja sama KFX sudah masuk pada fase Technical Development Test, dan akan berakhir tahun ini. Hingga saat ini TDT berjalan baik, dan tak mundur dari waktu yang ditentukan. Kalaupun mundur akan kami kejar," kata Eris.

Selanjutnya, para teknisi yang mengerjakan pembangunan pesawat tersebut akan memasuki Engineering Manufacturing Development (EMD). Sesuai rencana, fase EMD ini akan dikerjakan pada 2013.

"Pada 2013 akan memasuki fase Engineering Manufacturing Development, sehingga di tahun itu telah ada 6 buah prototipe pesawat KFX/IFX," katanya.

Untuk mengerjakan pembangunan pesawat dengan skema joint production ini, Indonesia telah mengirimkan 40 orang teknisinya ke Korea pertengahan tahun lalu. Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan pesawat ini mencapai US$8 miliar. Indonesia mendapat porsi anggaran sebanyak US$1,6 miliar.

Pengembangan teknologi ini akan berlangsung selama delapan tahun hingga 2020. Persiapan produksi pesawat jet tempur baru dilakukan setelah 2020.


Sumber : Vivanews

Iran Mampu Produksi Helikopter Tempur

TEHRAN-(IDB) : Wakil Komandan Angkatan Darat (AD) Iran Kioumars Heidari mengatakan, Iran akan melakukan uji coba atas helikopter pertama buatan Negeri Persia itu. Menurut Heidari, uji coba akan dilakukan selama latihan pasukan Angkatan Udara (AU) Iran dalam waktu dekat.

"Ini merupakan helikopter militer pertama yang diproduksi oleh Iran. Model helikoptdr Iran ini mirip dengan helikopter jenis American Bell 209 Sea Cobra yang dilengkap dengan berbagai rudal milik Amerika Serikat (AS)," ujar Heidari, seperti diberitakan Fars yang dikutip Trend, Kamis,(24/5/2012).

Lebih lanjut Heidari menjelaskan, desain dan pembuatan helikopter dilakukan sendiri oleh para ahli Iran. Bahkan, Heidari mengklaim dalam beberapa hal helikopter pertama milik Iran ini unggung dibanding helikopter Apache milik AS.
Namun, Heidari tidak menjelaskan lebih rinci dimana letak keunggulan helikopter milik Iran itu.

"Dalam latihan AU nanti juga akan dilakukan uji coba terhadap rudal dan roket anti-tank. Saat ini Iran tidak akan menggantungkan kebutuhan akan pembuatan helikopter kepada negara manapun," tutur Heidari.

Iran saat ini dikabarkan terus mengurangi ketergantungannya akan berbagai peralatan militer ke negara lain. Sebelum mengumumkan akan melakukan uji coba helikopter pertamanya, pada April lalu Panglima Angkatan Darat Iran Brigadir Jenderal Ahmadreza Pourdastan diketahui sempat mengatakan, pihaknya akan memodifikasi kendaraan lapis bajanya, Zulfigar.

Bahkan Jenderal Iran itu menjanjikan, pihaknya akan menjadikan Zulfigar sebagai kendaraan lapis baja terbaik di dunia.


Sumber : Okezone

Teknisi Indonesia Imbangi Skill Teknisi Korsel Dalam Alih Teknologi Pesawat Tempur

JAKARTA-(IDB) : Teknisi Indonesia, yang dikirim ke Korea Selatan untuk alih teknologi pesawat tempur KFX/IFX, bisa mengimbangi para teknisi negeri ginseng yang merancang pesawat itu.

"Awalnya teknisi kita memang agak kesulitan mengimbangi teknisi mereka. Tapi, saat ini mereka sudah bisa mengimbangi," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya Eris Herryanto usai menerima kunjungan delegasi Komite Kerjasama Industri Pertahanan (DICC) Korea Selatan, di Kantor Kemhan, Kamis (24/5). 

 Menurut Eris, sekitar tujuh bulan lalu, Kemhan telah mengirimkan 37 teknisi untuk tahap awal proses alih teknologi. Mereka terdiri dari enam pilot pesawat tempur TNI Angkatan Udara, tiga orang dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kemhan, 24 teknisi dari PT Dirgantara Indonesia, dan empat dosen teknik penerbangan dari Institut Teknologi Bandung. Sepanjang 2012 ini, para teknisi diharapkan bisa menguasai pengembangan teknis pesawat KFX. 

 "Sampai sekarang pengembangan teknis sudah berjalan sesuai rencana. Kalau pun mundur, akan kita upayakan untuk dikejar," kata Eris. 

Pada 2013, kata Eris, para teknisi harus sudah beralih pada pencapaian berikutnya, yakni pengembangan mesin dan manufaktur. Diharapkan pada tahap ini sudah bisa dibuat enam buah prototipe pesawat KFX. 

Untuk mempersiapkan para teknisi, Kemhan akan mempersiapkan sarana dan prasana, sumber daya manusia, serta manajemen yang baik. "Biasanya kita akan meminta kepada pihak Korea, pengembangan apa yang bisa dilakukan lebih awal. Kita berupaya melengkapi sesuai keinginan mereka agar alih teknologi berjalan sebaik-baiknya," tambah Eris. 

Khusus untuk SDM, Kemhan akan mencari teknisi yang bisa mengimbangi para teknisi Korea agar tak ada kendala dalam alih teknologi. Ke depan, Kemhan akan membagi mana yang bisa dilibatkan dalam proses alih teknologi ini, baik dari kalangan industri, akademisi, maupun dari pihak pemerintah. 

 Eris mengaku sebenarnya ada sedikit perbedaan yang memantik diskusi panjang dengan delegasi DICC Korea, yakni soal perbedaan sistem antara industri pertahanan dalam negeri dan di sana. "Industri pertahanan di korea murni swasta, sedangkan di Indonesia di bawah BUMN," katanya. Untuk itu, dalam kerjasamanya perlu ada beberapa poin yang harus didiskusikan. 

Namun demikian, Kemhan berkomitmen bahwa alih teknologi ini tak berfokus pada hasil, melainkan pada proses. "Ini penting agar proses alih teknologi benar-benar berjalan sempurna dan Indonesia bisa segera mampu membuat pesawat tempur sendiri," kata Eris. 

 Pesawat tempur KFX adalah pesawat tempur generasi 4,5 atau setingkat dengan pesawat F-18 milik Amerika Serikat. Artinya, pesawat ini lebih canggih dari pesawat tempur yang dimiliki Indonesia, termasuk pesawat F-16 dan Sukhoi. 

Rencananya, proyek alih teknologi ini akan berlangsung hingga 2020. Total pesawat yang akan dibuat adalah 150 unit. Indonesia akan mendapatkan sebanyak 50 unit. Total anggaran untuk pengembangan pesawat ini ditaksir sebesar 8 miliar dolar Amerika. Namun, karena Indonesia hanya mendapatkan 50 unit, maka hanya dibebankan biaya sebesar 20 persen dari total anggaran atau sebesar US$1,6 miliar.


Sumber : InfoPublik