Pages

Kamis, April 05, 2012

Waaslog Kasal Tinjau Perbaikan KRI Jajaran Koarmatim

SURABAYA-(IDB) : Wakil Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Laut (Waaslog Kasal) Laksamana Pertama TNI Sayid Anwar bersama Kepala Dinas Material Angkatan Laut  (Kadismatal) Laksamana Pertama TNI Sugianto Suwardi meninjau tiga Kapal Perang Republik Indonesia  jajaran Koarmatim yang sedang melaksanakan perbaikan mesin di dok PT. PAL dan dok milik TNI AL, Kamis (5/4).

Ketiga kapal perang tersebut adalah KRI Pulau Raas-722 yang berada dibawah jajaran Satuan Kapal Ranjau, KRI Teluk Banten-516 dari Satuan Kapal Amfibi dan KRI Hasan Basri-382 dari Satuan Kapal Eskorta Koarmatim. Saat ini ketiga kapal perang tersebut sedang melaksanakan perbaikan mesin. KRI Pulau Raas melaksanakan perbaikan mesin di dok Yogjakarta milik TNI AL yang berada di Pangkalan Koarmatim, sedangkan KRI Teluk Banten dan KRI Hasan Basri diperbaiki mesinnya masing-masing di dok Pare-Pare milik PT. PAL dan di dermaga Semenanjung Barat PT.PAL.

Kunjungan tersebut bertujuan untuk melihat dari dekat mengenai tingkat perbaikan yang sedang dilaksanakan oleh ketiga KRI. Saat ini ada beberapa KRI telah berusia tua dengan permesinan yang mengalami penurunan kemampuan. 

Dan  dengan pertimbangan  mengingat proses pengadan KRI memerlukan waktu dan  biaya yang besar , perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat dilaksanakan untuk mempertahankan kesiapan teknis KRI. Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan adalah melaksanakan perbaikan mesin atau repowering.

Dalam kegiatan kunjungan tersebut diikuti para pejabat Koarmatim antara lain Asisten Logistik Pangarmatim Kolonel Laut (T) Eddy Suhardono, Kasat Harmatim Kolonel Laut (T) Sudi Samiyono dan beberapa pejabat dari Mabesal. 

Sumber : Koarmatim

Pindad Siap Sukseskan Program Revitalisasi Alutsista Nasional

BANDUNG-(IDB) : Direksi PT Pindad menyatakan siap melaksakan program revitalisasi Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) yang dicanangkan pemerintah.

Kepala Divisi Persenjataan PT. Pindad, Ade Bagja, menilai, program revitalisasi tersebut menjadi tantangan sendiri bagi pihaknya untuk memenuhi kebutuhan pertahanan nasional. ”Revitalisasi adalah program Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang merupakan program pemerintah juga dan sebetulnya dengan adanya program ini kami ditantang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada,” ujar Ade usai pertemuan dengan perwakilan negara sahabat di Kantor Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Jakarta, Kamis (5/4).

Ade mengungkapkan, dalam program ini, PT Pindad yang bergerak dalam industri peralatan militer memang diberikan kesempatan untuk memenuhi sejumlah porsi dari program revitalisasi Alutsista.

Sehingga nantinya sambung Ade, PT Pindad akan melakukan pengkajian terhadap peralatan senjata yang dibutuhkan untuk mendukung revitalisasi tersebut. ”Sehingga PT Pindad bisa membantu kemandirian pertahanan nasional,” katanya.

Pindad Sanggup Produksi MBT Leopard Nasional

Kepala Divisi Persenjataan PT Pindad, Ade Bagja, menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah melalui Kementerian Pertahanan membeli 100 tank Leopard dari Pemerintah Belanda.

Namun, jelas Ade, Pindad juga sanggup apabila nantinya diinstruksikan memproduksi alat utama sistem kesenjataan jenis tank tempur utama (main battle tank) tersebut. ”Apakah sanggup buat Leopard? maka jawabannya harus karena itu tantangan dan kami harus menjawab tantangan tersebut,” ujar Ade di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (5/4).

Keyakinan itu menurut Ade, berkaca dari keberhasilan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang industri pertahanan itu memproduksi kendaraan lapis baja periode 2003-2004 lalu. Ade menyatakan, saat itu banyak yang meragukan kemampuan Pindad membuat kendaraan lapis baja. ”Banyak yang bilang dari sisi teknologi sumberdaya manusia, kami tak bisa memproduksi kendaraan lapis baja. Tapi nyatanya dengan kerja keras dan kerja cerdas, kami membuktikan bahwa kami bisa,” katanya.

Ade menilai, rencana pembelian 100 tank Leopard sesuai dengan kebutuhan peralatan pertahanan nasional saat ini. ”Setiap peralatan pertahanan itu ada peruntukannya. Jadi kenapa harus tank Leopard? Pasti hal itu sudah melewati pertimbangan matang sesuai kebutuhan saat ini,” katanya.

Kementerian Pertahanan telah mengganggarkan dana hingga US$280 juta untuk pembelian tank Leopard buatan Jerman yang digunakan militer Belanda. Anggaran pembelian diambil dari alokasi dana bidang pertahanan tahun anggaran 2010-2014.

Namun parlemen Belanda sampai saat ini masih belum menyetujui niat Pemerintah Indonesia yang ingin membeli 100 tank Leopard. Ini lantaran parlemen Negeri Kincir Angin itu khawatir Leopard nantinya akan digunakan dalam aktivitas militer yang berpotensi menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM.

Sumber : Jurnas

TNI AU Anugerahi Menhan Wing Penerbang Kehormatan

JAKARTA-(IDB) : Sebagai wujud penghargaan atas jasa-jasa dalam meningkatkan kesiapan Alutsista (Alat Sistem Persenjataan) TNI AU beserta awak pesawatnya, Menteri Pertahanan (Menhan) RI Purnomo Yusgiantoro menerima Wing Penerbang kehormatan. Pemberian Wing tersebut  dilaksanakan melalui upacara penyematan oleh  Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI Imam Sufaat,Kasau kepada Menhan, Kamis (5/4) di Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta.
 
Sebelum dilaksanakan upacara penyematan ini, Menhan beserta Kasau berkesempatan untuk menerbangkan Pesawat Tempur F-16. Pada saat  penerbangan Menhan didampingi pilot yang juga Komandan Skwadron Udara 3 Lanud Iswahyudi, Jawa Timur, Letkol Penerbang Ali Sudibyo. Sementara itu Kasau didampingi oleh Pilot Mayor Penerbang Firman DC.

Rute yang ditempuh dalam penerbangan Menhan dan Kasau dengan Pesawat Tempur F-16 ini mengambil arah Bogor, Bandung dan kembali ke Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta dengan ketinggian 15.000 kaki diatas permukaan laut.

Hadir dan turut menyaksikan saat upacara penyematan Panglima TNI, Laksamana TNI Agus Suhartono, Wakasau, Marsdya TNI Dede Rusamsi, Sekjen Kemhan, Marsdya TNI Eris Herryanto dan sejumlah pejabat di lingkungan Kemhan dan TNI AU. 

Sumber : DMC

Unsur Kapal Patroli Koarmatim Ikuti Latma Ausindo-12

KRI Tongkol 813
SURABAYA-(IDB) : Sebanyak dua unsur Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) yang berada dijajaran Satuan Kapal Patroli (Satrol) Koarmatim akan mengikuti Latihan Bersama Patroli Kordinasi Australia Indonesia (Patkor Ausindo)-12 tahun 2012. Kedua unsur Satrol tersebut adalah KRI Kakap-811 dengan Komandan Mayor Laut (P) Himawan dan KRI Tongkol-813 dengan Komandan Mayor Laut (P) Bimo Aji.

Rencananya kedua unsur KRI tersebut akan melaksankan perjalanan Lintas Laut (Linla) dari Dermaga Koarmatim Ujung Surabaya, Kamis (05/04), menuju Kupang Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya kapal perang tersebut akan bertolak menuju Darwin Australia, kemudian bergabung dengan unsur-unsur angkatan laut Australia Royal Australian Navy (RAN). Selain melaksanakan Latma Patkor Ausindo-12, kedua kapal patroli itu juga akan mengikuti latihan bersama antar unsur kapal patroli dengan sandi Cassowary Exercise (Cassoex)-12 tahun 2012.

KRI Kakap 811
Cassoex merupakan salah satu bentuk latihan bersama antara TNI AL dengan Angkatan Laut Australia RAN. Latihan tersebut rencananya akan dilaksanakan pada akhir bulan April sampai dengan pertengahan bulan Mei tahun 2012 di perairan Darwin. Cassoex – 12 ini merupakan latihan yang kelima kali digelar, dimana RAN sebagai tuan rumah dan juga merupakan lanjutan dari Patkor Ausindo 2012.

Sebelumnya Latma Cassowary yang pertama dilaksanakan pada tahun 1998 dengan rute Makassar – Ambon,  kedua dilaksanakan di Darwin pada tahun 2006, ketiga pada tahun 2008 yang melibatkan  KRI Hiu – 804  dan HMAS Armidale – P83  dengan rute Kupang – Laut Sawu – Kupang, keempat pada tahun 2010 yang melibatkan KRI Untung Surapati – 372, KRI Kerapu – 812 dan HMAS Pirie – P87 serta HMAS Broome – P90.

Sumber : Koarmatim

Indonesia Perancis Harapkan Perluas Kerjasama Pertahanan

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Kamis (5/4), menerima kunjungan kehormatan Duta Besar Perancis untuk Indonesia Mr. Bertrand Lortholary di Kantor Kemhan, Jakarta. Kunjungan Dubes Perancis ini merupakan kunjungannya pertama kali kepada Menhan karena sebagai Duta Besar Perancis untuk Indonesia yang baru, dirinya baru beberapa minggu berada di Jakarta.

Dijelaskan oleh Dubes Perancis untuk Indonesia bahwa saat ini kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Perancis berjalan sangat erat lebih dari beberapa tahun yang lalu. Dan kedua negara juga senantiasa melihat kemungkinan untuk memperdalam dan memperluas cakupan dalam hal kerjasama pertahanan.  Pada 29 Februari lalu juga telah ditandatangani kerjasama teknis antara Kementerian Pertahanan RI dengan Perancis yang merupakan langkah yang cukup besar dalam peningkatan kerjasama pertahanan kedua negara. 

Dubes Perancis melanjutkan bahwa saat ini kesadaran untuk membangun kerjasama lebih erat diantara kedua negara termasukd alam bidang pertahanan sangat disadari oleh pengambil keputusan di Perancis. Karena itulah dirinya mengharapkan diadakannya pertemuan-pertemuan antara kedua petinggi di bidang pertahanan di masa mendatang untuk mempererat kerjasama tersebut.

Menhan Purnomo Yusgiantoro berharap hubungan kerjasama kedua negara ini dapat lebih dikukuhkan dengan memperluas cakupan kegiatan dalam hal kerjasama pertahanan termasuk di bidang pendidikan. Dubes Perancis juga mengundang Menhan Purnomo Yusgiantoro untuk datang ke Perancis menghadiri Army Show yang akan diadakan pada tanggal 11 – 15 Juni 2012.

Saat menerima Dubes Perancis untuk Indonesia, Menhan Purnomo Yusgiantoro didampingi Staf Ahli Menhan Bidang Ekonomi Dr Ir Eddy Herjanto SE, M.Sc, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin dan Kepala Biro TU Setjen Kemhan Brigjen TNI Drs. Herry Noorwanto, MA.

Sumber : DMC

BUMN Bidang Pertahanan Jajaki Peluang Ekspor

JAKARTA-(IDB) : Empat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang industri pertahanan menjajaki kerja sama dengan sejumlah negara sahabat dan investor asing. Keempat perusahaan BUMN yaitu PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, PT GMF Aero Asia dan PT PAL Indonesia yang diwakili oleh para petingginya masing-masing melakukan penjajakan melalui pertemuan yang difasilitasi oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI.

Wakil Menteri Luar Negeri RI, Wardana saat membuka pertemuan di Kantor Kemlu RI, Jakarta, Kamis (5/4), menyatakan, kegiatan tersebut merupakan bagian dari upaya untuk menginformasikan perkembangan terbaru dari industri pertahanan Indonesia kepada investor asing dan negara sahabat.

”Melalui pertemuan ini, peruhasahaan yang bergerak dalam industri strategis di Indonesia bisa mengungkapkan potensi bisnisnya sehingga diharapkan ada peningkatan kerja sama,” ujar Wardana.

Wardana menjelaskan, kiprah keempat perusahaan BUMN dalam industri strategis dan pertahanan tersebut tak perlu diragukan lagi. Ia menilai, keempat BUMN telah berkontribusi besar bagi industri nasional.

Sementara Direktur Jenderal Informasi Publik Kemlu RI, AM. Fachir, menyatakan, pertemuan tersebut mampu menjadi ajang interaksi antara BUMN yang ada di Indonesia dengan para Duta Besar negara sahabat untuk mengggali lebih dalam kesempatan kerja sama bisnis.

”Semoga presentasi yang disampaikan hari ini bisa memberi informasi bagi Duta Besar untuk menjalin kerja sama bisnis dengan BUMN Indonesia,” katanya.

Sumber : Jurnas

Tidak Hanya Menjajaki Kerjasama, Kazakhstan Juga Berniat Beli Pesawat Produksi PT.DI

JAKARTA-(IDB) : Kazakhstan menjajaki kerja sama strategis industri penerbangan dengan PT Dirgantara Indonesia (PTDI), termasuk opsi pembelian sejumlah pesawat produksi industri dirgantara Indonesia.

"Persiapan kerja sama itu telah diawali dengan peninjauan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Kazakhstan, Kayrat Sarybay, bersama rombongannya ke PT.DI awal minggu ini," kata Kepala Humas PT.DI Rakhendi Triyatna di Bandung, Kamis.

Manurut dia, Sarybay mengunjungi PTDI pada Selasa (3/4) untuk mempersiapkan agenda pembicaraan RI-Kazakhstan saat pemimpin negara itu, Nursultan Nazarbayev, datang ke Indonesia bulan ini.

Ia mengatakan, Kazakhstan menyatakan tertarik dengan paparan PTDI tentang kemampuan dan kompetensi dalam membuat pesawat terbang dan berbagai jenis persenjataan.

Pada kesempatan itu, katanya, badan usaha milik negara bidang industri pertahanan lain juga menyampaikan presentasi masing-masing, termasuk PT Pindad, PT Dahana, PT LEN Industri dan PT INTI.

Sumber : Antara

Danbrigif - 3 Marinir Lepas Satgas Pengamanan Pulau Terluar XII

LAMPUNG-(IDB) : Sebanyak 118 Prajurit Marinir dari Batalyon Infanteri – 7 Marinir yang tergabung dalam Satgasmar Pam pulau terluar XII dilepas oleh Komandan Brigif – 3 Marinir Kolonel Mar Hardimo dalam upacara resmi di Pelabuhan Pelindo Panjang Bandar Lampung, Sabtu (31/3).

Pasukan yang diberangkatkan dengan menggunakan KRI Teluk Manado dengan nomor Lambung 537 ini akan menempati empat pulau terluar di wilayah Indonesia bagian barat antara lain Pulau Rondo, Pulau Nipah, Pulau Berhala dan pulau sekatung dengan Komandan Satgas Kapten Marinir Wira Dharma Lumbangaol. Sebelum berangkat ke daerah penugasan Prajurit – prajurit tersebut telah melaksanakan latihan pra satgas selama 1 minggu di Pantai Caligi Batumenyan Padang Cermin serta pembekalan tentang perkembangan situasi dan kondisi daerah penugasan.


Dalam amanatnya Danbrigif – 3 Mar mengatakan pada dasarnya penugasan di pulau terluar yang akan dilaksanakan merupakan tugas yang sangat mulia bagi seorang prajurit sebagai komponen pertahanan negara yaitu merupakan tugas untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tugas untuk mempertahankan martabat bangsa dimana batas wilayah laut di daerah tersebut akhir – akhir ini semakin memanas dengan dipindahkannya beberapa patok sebagai tanda perbatasan diantara kedua negara yang menjadi konflik antara Indonesia dengan negara tetangga. Maka dari itu dibutuhkan prajurit – prajurit yang tangguh baik fisik dan mentalnya untuk menjaga daerah perbatasan tersebut.


Dalam upacara tersebut turut hadir Wadan Brigif – 3 Mar Letkol Mar Agus Sunardi, Danyonif – 7 Mar Letkol Mar Sunarko,S.sos, Danyonif – 9 Mar Letkol Mar I Dewa Gede Wirawan, dan Para perwira staf Brigif – 3 Mar serta tamu undangan yang lain.

Sumber : Kormar

China’s Military Rise

ECONOMIST-(IDB) : No matter how often China has emphasised the idea of a peaceful rise, the pace and nature of its military modernisation inevitably cause alarm. As America and the big European powers reduce their defence spending, China looks likely to maintain the past decade’s increases of about 12% a year. Even though its defence budget is less than a quarter the size of America’s today, China’s generals are ambitious. The country is on course to become the world’s largest military spender in just 20 years or so.

Much of its effort is aimed at deterring America from intervening in a future crisis over Taiwan. China is investing heavily in “asymmetric capabilities” designed to blunt America’s once-overwhelming capacity to project power in the region. This “anti-access/area denial” approach includes thousands of accurate land-based ballistic and cruise missiles, modern jets with anti-ship missiles, a fleet of submarines (both conventionally and nuclear-powered), long-range radars and surveillance satellites, and cyber and space weapons intended to “blind” American forces. Most talked about is a new ballistic missile said to be able to put a manoeuvrable warhead onto the deck of an aircraft-carrier 2,700km (1,700 miles) out at sea.

China says all this is defensive, but its tactical doctrines emphasise striking first if it must. Accordingly, China aims to be able to launch disabling attacks on American bases in the western Pacific and push America’s carrier groups beyond what it calls the “first island chain”, sealing off the Yellow Sea, South China Sea and East China Sea inside an arc running from the Aleutians in the north to Borneo in the south. Were Taiwan to attempt formal secession from the mainland, China could launch a series of pre-emptive strikes to delay American intervention and raise its cost prohibitively.

This has already had an effect on China’s neighbours, who fear that it will draw them into its sphere of influence. Japan, South Korea, India and even Australia are quietly spending more on defence, especially on their navies. Barack Obama’s new “pivot” towards Asia includes a clear signal that America will still guarantee its allies’ security. This week a contingent of 200 US marines arrived in Darwin, while India took formal charge of a nuclear submarine, leased from Russia.

En Garde

The prospect of an Asian arms race is genuinely frightening, but prudent concern about China’s build-up must not lapse into hysteria. For the moment at least, China is far less formidable than hawks on both sides claim. Its armed forces have had no real combat experience for more than 30 years, whereas America’s have been fighting, and learning, constantly. The capacity of the People’s Liberation Army (PLA) for complex joint operations in a hostile environment is untested. China’s formidable missile and submarine forces would pose a threat to American carrier groups near its coast, but not farther out to sea for some time at least. Blue-water operations for China’s navy are limited to anti-piracy patrolling in the Indian Ocean and the rescue of Chinese workers from war-torn Libya. Two or three small aircraft-carriers may soon be deployed, but learning to use them will take many years. Nobody knows if the “carrier-killer” missile can be made to work.

As for China’s longer-term intentions, the West should acknowledge that it is hardly unnatural for a rising power to aspire to have armed forces that reflect its growing economic clout. China consistently devotes a bit over 2% of GDP to defence—about the same as Britain and France and half of what America spends. That share may fall if Chinese growth slows or the government faces demands for more social spending. China might well use force to stop Taiwan from formally seceding. Yet, apart from claims over the virtually uninhabited Spratly and Paracel Islands, China is not expansionist: it already has its empire. Its policy of non-interference in the affairs of other states constrains what it can do itself.

The trouble is that China’s intentions are so unpredictable. On the one hand China is increasingly willing to engage with global institutions. Unlike the old Soviet Union, it has a stake in the liberal world economic order, and no interest in exporting a competing ideology. The Communist Party’s legitimacy depends on being able to honour its promise of prosperity. A cold war with the West would undermine that. On the other hand, China engages with the rest of the world on its own terms, suspicious of institutions it believes are run to serve Western interests. And its assertiveness, particularly in maritime territorial disputes, has grown with its might. The dangers of military miscalculation are too high for comfort.

How To Avoid Accidents

It is in China’s interests to build confidence with its neighbours, reduce mutual strategic distrust with America and demonstrate its willingness to abide by global norms. A good start would be to submit territorial disputes over islands in the East and South China Seas to international arbitration. Another step would be to strengthen promising regional bodies such as the East Asian Summit and ASEAN Plus Three. Above all, Chinese generals should talk far more with American ones. At present, despite much Pentagon prompting, contacts between the two armed forces are limited, tightly controlled by the PLA and ritually frozen by politicians whenever they want to “punish” America—usually because of a tiff over Taiwan.

America’s response should mix military strength with diplomatic subtlety. It must retain the ability to project force in Asia: to do otherwise would feed Chinese hawks’ belief that America is a declining power which can be shouldered aside. But it can do more to counter China’s paranoia. To his credit, Mr Obama has sought to lower tensions over Taiwan and made it clear that he does not want to contain China (far less encircle it as Chinese nationalists fear). America must resist the temptation to make every security issue a test of China’s good faith. There are bound to be disagreements between the superpowers; and if China cannot pursue its own interests within the liberal world order, it will become more awkward and potentially belligerent. That is when things could get nasty.

Source : Economist 

Lagi, Inggris Kirim Kapal Destroyer ke Pulau Falkland

LONDON-(IDB) : Kerajaan Inggris kembali mengerahkan kapal perangnya yang terbaik, HMS Dauntless, dari Portsmouth menuju Pulau Falkland untuk berpatroli selama enam bulan.

Meski ketegangan antara Inggris dan Argentina terkait sengketa Pulau Falkland makin meningkat, Kementerian Pertahanan Inggris menjelaskan, pengerahan armada tempur ke Pulau Atlantik Selatan itu adalah misi rutin. Sementara HMS Dauntless dikerahkan, HMS Montrose yang ukurannya lebih kecil akan dipulangkan kembali ke Inggris.

"Kapal HMS Dauntless sudah bekerja dengan baik pada tahun lalu, jadi bersiaplah untuk menjalankan operasi pengerahan unit HMS Dauntless. Kami siap untuk melindungi wilayah itu dan juga kepentingan Inggris," ujar kapten kapal Will Warrender, seperti dikutip Sky News, Rabu (4/4/2012).

Anggota keluarga dari 190 anak buah kapal HMS Dauntless tampak berkumpul di Round Tower, Old Portsmouth dan menyaksikan keberangkatan kapal perang itu. HMS Dauntless akan berlabuh di Afrika bagian barat dan mengunjungi Afrika Selatan. Namun, tugas utamanya adalah menjaga keamanan di Pulau Falkland, di tengah munculnya sengketa wilayah.

Salah satu senjata terbaik dari HMS Dauntless adalah misil Ular Laut. Misil tersebut merupakan misil canggih yang memiliki kecepatan 4.828 kilometer per jam.

Hingga kini, Presiden Argentina Fernandez de Kirchner selalu menuding Inggris memiliterisasi Pulau Falkland. Argentina juga masih menginginkan pulau yang disebut Pulau Malvinas itu masuk ke wilayahnya.

Bersamaan dengan itu, demonstrasi anti-Inggris pecah di Argentina. Para demonstran tampak memenuhi jalanan di depan kantor Kedutaan Besar Inggris serta membakar boneka Pangeran Charles.

Sumber : Okezone

South Korean Samsung K9 155mm Self-Propelled Howitzer Bid For Artillery Program In India.

Engineering and construction conglomerate Larsen and Toubro and South Korea's Samsung Techwin Co Ltd have joined hands to produce K9 155mm self-propelled Howitzer artillery system for the Indian army. The announcement was made at DEFEXPO 2012 - the exposition of defence equipment and systems being held here today, L&T said in a statement.
South Korean K9 155mm self-propelled howitzer
 

SEOUL-(IDB) : It added that L&T will be the lead partner for the project and will indigenously produce the self-propelled 155mm/52 calibre tracked Howitzer artillery.

However, the proposed shareholding and investments in the venture have not been quantified by the company.

"L&T and Samsung Techwin have joined together to offer a state-of-the-art self-propelled tracked Howitzer system, meeting the aspirations of the Indian Army for this strategically important programme," L&T Board member and President of Heavy Engineering division M V Kotwal said.

He added that the cooperation would lead to new avenues in Indian and global defence markets for both the partners.

Samsung Techwin is the original equipment manufacturer for the Korean "K9 Thunder" self-propelled Howitzer, which is the largest and most successful of the 155mm/52 calibre self- propelled artillery systems in the world today, L&T said.

As per the agreement, Samsung Techwin will provide key technologies to L&T for localisation of the K9 Thunder.

It said that during the production phase of the Indian tracked artillery programme, the joint offering would have over 50 per cent indigenous content including components like fire control system and communication system.

Besides, this phase would also include "significant" localisation of hull/turret structure and major subsystems.

"L&T also plans to set up the integration and testing facility for roll out of these guns from its world class, dedicated defence equipment facility in Talegaon, near Pune," the company said.

It added that a proposal to develop the 155mm/52 calibre tracked, self-propelled artillery, with L&T as lead partner, had been submitted last year to Ministry of Defence.

Source : Army

Nigeria To Order Two 90m Offshore Patrol Vessels From China

DW-(IDB) : Nigeria’s President Goodluck Jonathan has approved the purchase of two new 1 800 ton Offshore Patrol Vessels (OPVs) for the Nigerian Navy as the service modernises and expands.

Nigeria’s 2012 Defence Budget Proposal allocates N6.78 billion/US$42 million for the two offshore patrol vessels. The first will be built in China while about 50% of the second ship will be constructed in Nigeria in an effort to enhance local shipbuilding capability and provide technology transfer.


The OPVs will be 95 metres long, with a draft of 3.5 metres. They will be powered by two MTU 20V 4000M diesel engines, giving a speed of 21 knots, and will be armed with one 76 mm and two 30 mm guns. Crew complement will be 70 sailors and endurance 20 days. They will be able to carry and support a helicopter off a rear deck.


The Nigerian Navy (NN) announced that the vessels would mainly to be used for maritime surveillance, patrol and response tasks. Other roles of the vessels would be protection of offshore assets, Exclusive Economic Zone (EEZ) patrol and surveillance, search and rescue and oil spill control.


“This acquisition is expected to bolster NN presence at sea to meet the current and emerging threats,” the Navy said.


Nigeria’s Navy will be receiving nearly two dozen new acquisitions under the 2012 defence budget. The 2012 Defence Budget Proposal also makes provision for three Shaldag Mk III fast patrol craft, three 24 metre coastal patrol craft and six 17 metre Manta Mk II ASD littoral interceptors (total cost N2.2 billion/US$13.7 million). In addition, the purchase of helicopter and ship spares will amount to N1.04 billion (US$6.5 billion), according to Budget Office documents.


The FY2011 defence budget approved the acquisition of two offshore patrol vessels, the refurbishment of six coastal patrol craft by TP Marine of Holland and the delivery of nine Manta Mk II ASD craft.


French shipbuilder OCEA is building the three 24 metre coastal patrol craft and commenced sea trials of the first vessel on March 13.


The Suncraft Group is expected to construct the six Manta Mk II ASD vessels, bringing the total ordered over the last several years to 21. The Manta Mk II first entered service with the Nigerian Navy in 2008.


In strengthening its military capabilities, Nigeria has paid particular attention to improving security in the Niger Delta and off its 780 kilometre long coast, where it has numerous oil installations. In March 2007 it signed a US$73 million contract for two ATR 42MP maritime patrol aircraft to join its Dornier 128s. The first ATR was delivered in December 2009 and the second in March 2010.


Late last year the Nigerian Navy received the former US Coast Guard Cutter Chase (WHEC-718), which was given to the Nigerian Navy as an excess defence article under the US Foreign Assistance Act, and renamed NNS Thunder.


Captain Mohammed Nagemu, the Commanding Officer of NNS Thunder, said that the ship, which commenced active operations on January 23, had been involved in several naval exercises, while making several arrests.


“NNS Thunder, which has sailed 14 665 nautical miles, has so far arrested two vessels, accosted 108 vessels and carried out ‘Exercise Obangame [Express]’, along with helicopter operations,” he said. However, Nagemu pointed out several challenges facing the vessel, including a scarcity of spare parts, insufficient tools and inadequate personnel training.


Nigeria’s Navy is seeking government approval to acquire up to 49 ships and 42 helicopters over the next ten years to police the nation’s territorial waterways and Gulf of Guinea, according to Chief of Naval Staff, Vice Admiral Ishaya Ibrahim.


The Nigerian Navy has received 10 donated vessels to enhance operations in the Niger Delta. The navy has also established new base in Lokoja known as NNS Lugard and another in Ikot Abasi known as NNS Jubilee.


The Nigerian Navy has been allocated N69 billion (US$433 million) under this year’s budget while the Army has been allocated N122 billion (US$766 million), and the Air Force N64 billion (US$402 million), reports the Nigerian Budget Office. The navy has about 7 000 personnel.

Source : Defenceweb
PROBOLINGGO-(IDB) : Satuan Kapal Ranjau Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) melaksanakan latihan penyebaran ranjau laut melalui udara dengan menggunakan pesawat TNI AL jenis Cassa dari Pusat Penerbangan Angkatan Laut (Puspenerbal) Juanda Surabaya, Selasa (3/4). Latihan tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan Gladi Tugas Tempur (Glagaspur) Tingkat-III Terpadu yang melibatkan unsur-unsur Kapal Perang Republik Indonesi (KRI) di jajaran Koarmatim, pesawat udara dan helikopter.

Droping ranjau laut melalui udara dilaksanakan di daerah latihan TNI AL yang berada di perairan Paiton Probolinggo, Jawa Timur. Pesawat Cassa TNI AL yang membawa simulator ranjau laut melaksanakan manuver terbang rendah diatas perairan Paiton dengan ketinggian 500 feet. Setelah mendapatkan titik kordinat yang telah ditentukan sebagi area penebaran ranjau, pesawat kemudian melaksanakan simulasi dropping ranjau laut melalui rampah pesawat intai maritim tersebut.

Secara umum gladi penebaran ranjau tersebut berhasil dengan baik tanpa ada kesulitan yang berarti. Pada kesempatan yang sama dua unsur laut dari Satuan Kapal Ranjau Koarmatim yaitu KRI Pulau Rengat-711 dan KRI Pulau Rupat-712 melaksanakan latihan perburuan dan penyapuan ranjau disekitar perairan tersebut. Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan personel Satran Koarmatim dalam aspek peperangan ranjau laut.

Sumber : Koarmatim

TNI Musnahkan 16.581 Stok Ranjau Darat

YOGYAKARTA-(IDB) : Tentara Nasional Indonesia (TNI) sudah memusnahkan 16.581 stok ranjau darat yang tersimpan dalam gudang senjatanya, kata Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri Febrian Ruddyard.

"Namun, tidak semua stok ranjau darat milik Tentara Nasional Indonesia (TNI) dimusnahkan. Beberapa stok ranjau darat tersebut masih dimanfaatkan untuk kegiatan pelatihan militer," katanya dalam seminar tentang pelarangan ranjau darat di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, TNI akan memanfaatkan 2.454 ranjau darat untuk latihan, jumlah yang masih diperbolehkan dalam Konvensi Ottawa.

Ia menjelaskan, sejak perjanjian pelarangan ranjau dalam Konvensi Ottawa sebanyak 45 juta ranjau darat telah dimusnahkan di 159 negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut menandatangani perjanjian tersebut.

"Masalah ranjau darat bukan sekadar senjata perang di perbatasan tetapi bisa membuat masyarakat sipil menjadi korban setelah perang. Biasanya peta ranjau itu hilang dan ranjaunya pun tidak pernah dimusnahkan," katanya.

Lars Strenger dari Jesuit Refugee Service, mengatakan sampai saat ini terhitung 73.576 orang yang menjadi korban ranjau darat dan 70-80 persen diantaranya berasal dari masyarakat sipil dan sebagian besar korbannya anak-anak.

Sejak Konvensi Ottawa ditandatangani, kata dia, korban akibat ranjau darat berkurang dari sekitar 20.000 menjadi 4.000 orang per tahun.

Tahun 2011, korban ranjau darat tercatat 4.191 orang atau sekitar 12 orang per hari.

"Ranjau darat wajib dimusnahkan agar tidak menimbulkan korban masyarakat sipil yang rentan dan miskin yang harus menghadapi dampak buruk dari perang," katanya. 

Sumber : Antara