ANALISIS-(IDB) : Dinamika kawasan kiri kanan rumah besar kita benar-benar berkembang menuju sebuah persiapan menyusun strategi pertahanan kualitas gajah. Kalau sebelumnya kita merasa konflik bertetangga hanya sebatas pelecehan teritori, misalnya dengan Malaysia dan itu ada di wilayah halaman dalam dan depan rumah kita. Maka setelah Darwin yang dipersiapkan sebagai pangkalan militer angkatan laut AS dan kemudian pulau Kokos (Keeling) milik Australia yang berada di barat daya Jawa juga dipersiapkan sebagai pangkalan militer AS, maka kita tidak lagi sekedar “bermain” di halaman dalam rumah kita. Kita harus mewaspadai halaman belakang yang selama ini seperti kosong melompong tak berpenghuni.
AS memang sedang mempersiapkan kekuatan militernya di Asia Pasifik untuk menghadapi kekuatan militer Cina yang berkembang pesat. Cina sudah mempunyai target bahwa tahun 2020 nanti merupakan tahun kecemerlangan militernya karena pada saat itu sudah tersedia kekuatan laut dan udara yang berkemampuan ekspansi dan terkuat di kawasan Asia Pasifik. Lebih dari itu, Cina mempunyai ambisi untuk menguasai sumber energi fosil yang tersimpan di Laut Cina Selatan (LCS). Maka klaimnya jelas dengan mempertunjukkan sejarah dinasti Cina yang katanya menguasai seluruh kawasan LCS sehingga itu menjadi hak Cina dengan mengumumkan peta lidah naga yang menjulur sampai perairan Natuna milik Indonesia.
Sebagai pemilik hegemoni kekuatan militer di Asia Pasifik, AS tak mau posisi pemimpin klasemen kekuatan militernya digeser oleh Cina. Padahal AS sudah memiliki kekuatan Armada ke 7 yang hilir mudik mengarungi Samudera Pasifik dan lenggang kangkung melewati ALKI 1 dan 2 Indonesia. Itulah paranoidnya AS, selalu merasa terancam secara militer padahal sejatinya tak ada ancaman terhadap teritorinya yang jauh dari kemungkinan serangan militer skala besar seperti cerita sejarah PD I dan PD II, AS berperang jauh dari teritorinya sendiri. Demikian juga dengan prediksi kekuatan ekonomi Cina sudah memberikan peta jalan bahwa Cina akan menjadi kekuatan ekonomi nomor satu dunia setelah tahun 2020. AS semakin cemas saja apalagi Cina tak bisa didikte dengan kerjasama ekonominya dengan Iran yang berjalan terus. Sanksi ekonomi AS bagi Cina adalah sebuah fatamorgana.
KRI A Yani Class mengawal Kapal Induk AS di jalur ALKI 1 |
Boleh jadi pembangunan pangkalan militer AS di pulau Kokos juga untuk menghadapi kekuatan militer India yang menggeliat dan mulai mengaum di kawasan Samudra Hindia. Padahal AS sudah memiliki Diego Garcia yang juga di kawasan barat Samudra Hindia. Tetapi begitulah, merasa masih kurang saja mata, telinga dan tangan yang dipersiapkan untuk menjaga hegemoni tadi. Sehingga yang terjadi adalah persiapan membangun kekuatan militernya di kawasan yang nota bene ada di halaman belakang NKRI. Masih ada lagi satu pulau yang bisa dijadikan jalur suplai dan bekal ulang yaitu pulau Natal milik Australia. Pulau Natal (Christmas) sebenarnya paling dekat dengan Jawa dan selalu menjadi tempat tujuan pengungsi perahu yang datang bergelombang dari tempat singgahnya Indonesia. Darwin, Natal dan Kokos sangat dimungkinkan “bersekutu” untuk memukul Cina dari selatan jika konflik LCS pecah. Dan jalan untuk memukul itu sudah pasti melewati dan mengacak-acak teritori RI.
RI tentu harus menyikapi suasana dinamis ini dengan mempersiapkan kekuatan militer dan diplomasi politik yang lebih intensif. Oleh sebab itu mulai renstra 2015-2019 sudah harus direncanakan pengadaan armada laut dengan kekuatan KRI berkualfikasi Destroyer dan memperbanyak KRI kelas Fregat. Jangan sampai terjadi yang berpatroli di halaman belakang adalah KRI berkualitas KCR. Bisa-bisa nanti Ratu Kidul mentertawakan kita. Kondisi saat ini adalah tidak ada pangkalan AL yang berkualifikasi Lantamal di sepanjang selatan pulai Jawa. Di pantai barat Sumatera hanya tersedia 1 Lantamal yaitu Teluk Bayur. Dengan pangkalan Darwin dan Kokos maka jalur ALKI 1 (Selat Sunda) dijamin bakal lebih sering dilalui armada kapal perang AS, itu artinya secara militer Jakarta sangat dekat dengan ancaman. Langit Jakarta berada dalam pengawasan pesawat intai tanpa awak AS.
Kekuatan kapal selam kita perlu ditambah dengan minimal 4 kapal selam kelas Kilo atau yang setara dengannya disamping tetap memperbanyak kapal selam kelas Changbogo. Kapal selam kelas Kilo atau yang setara dengannnya diperlukan untuk mengawal perairan pantai barat Sumatera, selatan Jawa sampai laut Arafuru. Demikian juga dengan adanya KRI berkualifikasi Destroyer, ada kekuatan pagar untuk menjaga kawasan laut dalam Indonesia. Kekuatan udara kita juga harus diperkuat misalnya dengan menempatkan 1 skuadron jet tempur Sukhoi SU35 di pangkalan Suryadharma Subang. Pangkalan ini sangat strategis untuk mengawal ibukota. Sudah saatnya pangkalan ini dijadikan pangkalan utama TNI AU seperti Iswahyudi Madiun. Diantara semua pangkalan udara yang memiliki skuadron tempur di Indonesia hanya Madiun yang terbebas dari penerbangan komersial. Sekali lagi Lanud Kalijati Subang sangat strategis untuk dijadikan pangkalan jet tempur TNI AU.
AS dan Cina sedang mempersiapkan kekuatan otot militernya, akan tetapi banyak pelanduk yang berada di tengah kedua raksasa ini. Walaupun para pelanduk ini berada dalam rumah ASEAN namun polarisasi keberpihakan terasa auranya. Filipina jelas berkiblat ke AS, demikian juga dengan Thailand dan Singapura walau kadarnya berbeda. Vietnam benci Cina tapi tidak juga dekat dengan AS, maka Rusia mengambil kesempatan. Kamboja, Laos dan Myanmar lebih dekat dengan Cina. Malaysia dan Brunai lebih akrab dengan Inggris. Sedangkan Indonesia dekat dengan AS dekat pula dengan Cina. Dan dari semua wilayah teritori anggota ASEAN Indonesia adalah yang terbesar dan di pinggir kiri dan kanan teritori itu sedang dipersiapkan adu kekuatan.
Pulau Kokos tidak sekedar dipersiapkan sebagai pusat skuadron pesawat tanpa awak AS untuk memantau gerak militer Cina. Kalau hanya sekedar ini, Filipina dan Armada ke 7 AS sanggup melaksanakannya. Letak Filipina jauh lebih dekat dengan LCS, demikian juga dengan Armada ke 7 yang selalu bergerak mendekat LCS. Prediksi kita Kokos dipersiapkan AS sebagai pangkalan militer AU dan AL setara Guam. Oleh sebab itu lebih cepat lebih baik kita mempersiapkan kekuatan militer, meneruskan program MEF dalam renstra kedua (2015-2019) dengan menghadirkan kekuatan pukul yang menggentarkan seperti kapal selam kelas Kilo atau yang setara dengannya, KRI destroyer dan jet tempur Sukhoi SU35. Dengan anggaran 150 trilyun rupiah pada MEF tahap I ini kita sudah, sedang dan akan menghadirkan banyak alutsista baru. Maka dengan renstra MEF tahap II nanti dengan prediksi anggaran 200 trilyun diniscayakan kita bisa menghadirkan alutsista yang digadang-gadang itu. Kita bisa kalau kita mau.......!!!!! *****
Sumber : Analisis