Pages

Sabtu, Maret 31, 2012

Rusia Gelar Rudal S-400 di Timur Jauh

MOSCOW-(IDB) : System rudal pertahanan udara S-400 Triumph akan ditempatkan di Timur Jauh Rusia sebelum akhir tahun, kata Kepala Angkatan Udara dan Angkatan Pertahanan Udara Timur Jauh Rusia Kolonel Sergei Dronov, Jumat.

Angkatan Pertahanan antariksa saat ini dilengkapi dengan persenjataan modifikasi yang berbeda dari sistem era Soviet S-300.

"Kami menerima baru S-400 Triumph tahun ini sebagai bagian dari program modernisasi," kata Dronov kepada radio Ekho Moskvy.

Dia tidak mengatakan berapa banyak sistem rudal yang akan dikerahkan, tetapi Kepala Staf Angkatan Udara Mayor Jenderal Viktor Bondarev mengatakan pada pertengahan Maret, bahwa satu batalion S-400 saat ini sedang ditempatkan di Nakhodka [Rusia Timur Jauh], yang kedua akan berbasis di dekat Moskow, dan yang ketiga di kepala komando Angkatan udara dan Angkatan Pertahanan Udara.

Angkatan Bersenjata Rusia saat ini memiliki dua resimen S-400, keduanya dekat Moskow, dan resimen ketiga untuk digunakan di Armada Baltik.

Sistem rudal S-400 Triumph jarah jauh dan sedang permukaan-ke-udara efektif dapat melibat setiap sasaran udara, termasuk pesawat terbang, kendaraan udara tak berawak, dan rudal jelajah dan balistik sampai dengan 400 kilometer dan ketinggian sampai 30 kilometer.

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan tidak ada rencana sejauh ini untuk mengekspor S-400.

Sistem rudal ini akan diproduksi hanya untuk Angkatan Bersenjata Rusia

Sumber : Jurnas

PT DI jalin kerja sama dengan NSI dan DS Perancis

BANDUNG-(IDB) : PT Dirgantara Indonesia (PT DI) terus menunjukkan geliat optimisme dengan melakukan sejumlah kerja sama strategis tahun ini. Kemarin, bertempat di Gedung Pusat Manajemen Lt 9 PTDI telah berlangsung penandatanganan kerja sama antar 3 (tiga) pihak, yakni PT DI,  Nusantara Secom Infotrch (NSI) dan Dassault Systemes (DS) Perancis.
 
Kerja sama masing-masing ditandatangani oleh Direktur Utama PT DI, Budi Santoso, Excecutive Vice President Dasault Systemes Mr. Forestier dan Managing Director NSI, Reinhard Sitorus. Kerja sama yang disebut Kemitraan Kreasi ini menurut Budi Santoso memiliki tujuan jangka panjang untuk membangun pusat unggulan bersama di bidang pertahanan dan dirgantara.

“Apa yang disepakati ketiga perusahaan bukanlah terjadi tiba-tiba. Ketiga pihak sudah saling mengtahui dan memahami kapabilitas masing-masing,” kata Budi.  Baik dari sisi Sumber Daya Manusia, khususnya para insinyur (engineers) yang dimiliki, pengalaman dan fasilitas masing-masing.

Dalam rilis yang diterima bisnis-jabar, kerja sama ini PTDI yang memiliki bisnis utama pesawat terbang, berkomitmen untuk menyiapkan insinyur, tempat kerja, jaringan kerja dan proses bisnis (business process) untuk pengembangan dan sertifikasi. NSI yang sarat dengan pengalaman dan memiliki insinyur yang berkualitas (qualified) yang mampu menyiapkan perangkat lunak dan pelayanan.

NSI sendiri berkomitmen mendukung pusat rancang bangun, mengembangkan kemampuan staf serta membangun pusat pertahanan dan dirgantara bersama. Dan DS sebagai perusahaan terkemuka di Perancis merupakan inovator yang menginovasi para perancang (designer), insinyur, manajer marketing dengan revenue di atas 1700 billion Euro. Perusahaan ini berkomitmen menyiapkan solusi tingkat dunia serta mendukung kerjasama pusat pertahanan dan luar angkasa secara langsung.

Dengan pengalamannya DS telah mampu membuat “digital mock up” yang juga akan digunakan untuk pesawat prototype N 219 yang sedang dirancang bangun PTDI. Dengan demikian maka akan memudahkan para insinyur PTDI di engineering untuk menyelesaikan proses pembuatan rancang bangun pesawat N 219.

Sebagai salah satu bukti kemampuan para insinyur PTDI adalah telah lulusnya mereka dalam audit (assesment) yang dilakukan para insinyur Airbus. Pada saat ini para insinyur di PTDI sedang melakukan pekerjaan berupa paket kecil untuk pesawat A 350 sebagai pintu masuk untuk proyek berikutnya. Menurut Bagus Eko paket tersebut merupakan salah satu jalan untuk membuka peluang proyek-proyek berikutnya yang lebih besar.

Sementara itu Dirut PTDI, Budi Santoso mengatakan bahwa kerjasama ini sungguh membuat PT DI semakin bernilai di mata internasional dan ini akan berdampak besar bagi kelancaran rancang bangun dan produksi N219, pesawat tempur KFX/IFX dan program-program lainnya.

Sumber : BisnisJabar

Komisi I : Tak Perlu Khawatirkan UAV Amerika Di Australia

JAKARTA-(IDB) : Rencana Amerika Serikat untuk menggunakan Pulau Cocos, Australia, sebagai pangkalan pesawat-pesawat intai ditanggapi santai oleh TB Hasanuddin. Menutut Wakil Ketua Komisi I DPR, itu, langkah AS merupakan sesuatu yang tidak luar biasa.

"Biasa saja tidak apa-apa, ndak usah dipikirin," katanya saat dihubungi Jurnal Nasional, Jumat (30/03). Bagi dia selama itu masih di wilayah Australia dan bukan di wilayah Indonesia tidak akan menjadi masalah. "Ini aturan permainannya yah," katanya.

Bila suatu saat nanti ada yang masuk ke wilayah Indonesia, baru disebut melanggar integritas Indonesia. "Itu kan masih rencana untuk pangkalan pesawat pengintai berawak atau tidak pakai awak. Bila itu nanti terbang masuk wilayah kita itu baru pelanggaran, tapi kalau di luar wilayah kita tidak bisa," katanya menjelaskan.

TB Hasnuddin meluruskan pemberitaan selama ini yang mengatakan Indonesia telah melakukan protes terhadap wacana tersebut. "Saya sudah telpon (juru bicara Kemhan). Dia bilang diralat salah, itu pemberitaan di luar itu tidak benar menurut dia," katanya menjelaskan sikap Brigjen Hartind Asrin, Juru Bicara Kementrian Pertahanan RI yang dikutip oleh beberapa media asing.

"Kebetulan saya mempunyai pengalaman yang beginian, selama dia tidak masuk ke wilayah teritori kita selama itu juga kita akan tetap membiarkannya," katanya. Menurut dia, Indonesia tidak dalam posisi memprotes hal tersebut. Tidak pada tempatnya melakukan protes. Itu juga berlaku jika pesawat pengintai Indonesia lewat di pinggiran perbatasan.

"Negara lain juga tidak boleh mengganggu. Tapi kalau masuk ke wilayah, itu baru pelanggaran," katanya. Anggota DPR dari PDIP ini juga mengungkapkan bahwa bila rencana tersebut diwujudkan kelak, itu tidak menjadi ancaman bagi keamanan Indonesia.

"Wong kita juga melakukan (pengintaian) itu di pinggir-pinggir itu. Ibaratnya begini, anda lewat saya melihat saja. Selama anda tidak masuk pekarangan saya yah, ndak akan saya tegor kan begitu. Bahwa anda dari jarak jauh melihat gerak-gerik saya, yah sah-sah saja. Itu hukumnya begitu yah," katanya.

Sumber : Jurnas

Update : Kemenhan Bantah Kirim Surat Protes Ke Australia

JAKARTA-(IDB) : Juru Bicara Kementerian Pertahanan RI, Brigjen Hartind Asrin membantah pihaknya telah mengirim nota protes kepada pemerintah Australia terkait rencana Amerika Serikat yang ingin menjadikan Pulau Cocos di Australia sebagai pangkalan intai militer.

"Itukan dirilis sama Washington Post yah, kalau dalam posisi kita, yah itu wacana belum klir yah," katanya saat dihubungi Jurnal Nasional, Jumat (30/03).

Dia menambahkan, pihak Kementerian Pertahanan RI melihat itu sebagai urusan Australia dan Indonesia tidak dalam posisi mengatur wilayah orang lain.

"Kalau dari kaca matanya Kementerian Pertahanan yah kita tidak bisa, itu kan negara lain, wilayahnya Australia, jadi kalau itu di wilayah Australia ya Australia yang berwenang. Kita tidak ada kewenangan di sana," katanya menjelaskan.

"Cuma kalau nanti, kalau memang itu jadi, saat ini kita hanya meningkatkan kewaspadaan saja, monitoring saja. Jadi suatu saat bila itu jadi, kita punya teritotorial udara, kedaulatan udara ya kita jaga."

Walaupun rencananya Pulau Cocos akan dijadikan sebagai pangkalan mengintai Kepulauan Spratlly, Indonesia tidak akan membiarkan wilayah kedaulatan udaranya dilanggar suatu saat nanti. "Kalau ada yang melanggar yah kita intercept," katanya.

Dia mengatakan pihaknya tidak pernah mengirim nota apapun soal hal ini. Media asing dia nilai salah mengutip komentarnya. "Soal nota protes, itu kesalahan mereka, itu kesalahan kutip saja. Nggak ada. Jadi kalau minta kejelasan posisi pemerintah itu di Kemlu, Juru bicara Menteri Luar Negeri, karena itu hubungan diplomatik yah," katanya.

Menurutnya, pihaknya belum mengetahui secara pasti bentuk pangkalan yang akan dibangun di Pulau Cocos. "Kalau pangkalan militer itu yang di Darwin, ini beda lagi, makanya ini masih wacana, kita belum tahu pasti apa itu bentuknya," katanya.

Sumber : Jurnas

Libya Akan Mendapat 68 Mirage 2000 Eks-UEA

LONDON-(IDB) : Uni Emirat Arab (UEA) dikabarkan telah setuju mentransfer armada pesawat tempur Mirage 2000 miliknya kepada Libya. Sebagai pengganti armada Mirage itu, UEA akan membeli puluhan pesawat tempur Dassault Rafale baru buatan Perancis.

Demikian diungkapkan majalah pertahanan Jane's Defence Weekly (JDW) edisi 21 Maret 2012, yang diterima Kompas hari Jumat (30/3/2012) ini. JDW mengutip kabar yang beredar di media Arab, yang mendapat informasi tersebut dari para pejabat tinggi Libya.


Menurut laporan-laporan tersebut, Perancis turut terlibat dalam menjembatani perjanjian antara UEA dan Libya. Perancis berada di garis depan operasi militer udara NATO di Libya tahun lalu, yang menggulingkan rezim Moammar Khadafy.


Dalam kesepakatan itu, Libya disebutkan akan mendapatkan 68 unit pesawat Mirage 2000 eks AU UEA. Tidak disebutkan oleh JDW apakah transfer itu berupa hibah murni atau dalam bentuk perjanjian jual beli pesawat bekas, dan kapan serah terima pesawat akan mulai dilakukan.


Menurut catatan Jane's World Air Forces, UEA membeli sedikitnya 68 pesawat Mirage 2000 dari Perancis sejak 1989. Namun, saat ini hanya sekitar 59 unit yang masih dioperasikan.


Armada Mirage buatan pabrikan Dassault itu telah dimodernisasi, sehingga saat ini Angkatan Udara UEA mengoperasikan 43 unit versi Mirage 2000-9RAD yang berfungsi sebagai pesawat tempur multiperan, dan 16 unit versi Mirage 2000-9DAD yang berfungsi sebagai pesawat latih tempur.


Salah satu surat kabar di Libya mengabarkan, setelah menyerahkan armada Mirage-nya ke Libya, UEA kemudian akan membeli 65 unit pesawat Rafale buatan Dassault mulai 2014 nanti. Surat kabar Perancis La Tribune menambahkan pada Februari lalu, kontrak pembelian Rafale oleh UEA itu akan difinalisasi saat Presiden Perancis Nicolas Sarkozy berkunjung ke UEA bulan depan.


Libya sendiri sudah tak asing dengan pesawat buatan Perancis. Menurut catatan International Institute for Strategic Studies (IISS), angkatan udara negara itu memiliki beberapa skuadron Mirage F-1.

Sumber : Kompas