PARIS-(IDB) ; Pemerintah Perancis memutuskan akan menghentikan produksi pesawat tempur Rafale apabila pihak pabrikan pesawat itu, Dassault Aviation, gagal menjual pesawat ini ke luar negeri. Produksi hanya akan dilanjutkan untuk menyelesaikan pesanan Angkatan Bersenjata Perancis.
"Jika Dassault tidak bisa menjual Rafale ke luar negeri, produksinya akan dihentikan," tandas Menteri Pertahanan Gerard Longuet kepada wartawan di Paris, Rabu (7/12/2011).
Menurut Longuet, produksi akan dihentikan begitu pesanan 180 pesawat dari Angkatan Bersenjata Perancis selesai dibuat pada 2018.
Pesawat bersayap delta, yang dibanggakan Perancis sebagai pesawat tempur canggih itu, belum satu pun terjual di luar negeri sejak pertama kali dioperasikan pada 1998. Saat ini, Rafale sedang bersaing dengan pesawat Eurofighter Typhoon buatan untuk memenangi kontrak pembelian 126 pesawat tempur multiperan menengah dari AU India.
Longuet mengatakan, pihaknya masih berunding alot dengan pihak Uni Emirat Arab (UEA), yang berencana membeli 60 pesawat generasi 4,5 ini. Namun, pihak UEA bulan lalu mengatakan penawaran dari Perancis ini tidak kompetitif dan memilih melirik Typhoon serta beberapa tawaran produk lain dari AS.
Bocoran kawat diplomatik rahasia AS yang dimuat WikiLeaks pada 2010 menyebutkan, Raja Hamad dari Bahrain pernah mengejek Rafale sebagai pesawat dengan "teknologi masa lalu".
Rafale juga tidak beruntung di Swiss, yang lebih memilih membeli pesawat Saab Gripen buatan Swedia untuk menggantikan armada angkatan udaranya yang sudah mulai menua.
Saat ditanya mengapa Rafale susah laku di luar negeri, Longuet mengakui, harga Rafale lebih mahal dibanding pesawat setara dari AS, karena diproduksi dengan jumlah jauh lebih sedikit daripada pesawat buatan AS. "Saat kami memesan 200 pesawat Rafale untuk program 10 tahun hingga 15 tahun, AS memproduksi 3.000 pesawat," ungkap Longuet.
Rafale dibangun oleh tiga kontaktor utama, yakni Dassault, perusahaan elektronik Thales, dan produsen mesin Snecma. Namun, secara keseluruan, proyek pengembangan Rafale yang sudah menelan biaya total 40 miliar euro (Rp 485,6 triliun) itu, melibatkan lebih dari 1.500 perusahaan Perancis.
Rafale, yang dijuluki sebagai pesawat "omnirole" (mahabisa) oleh pembuatnya, turut terlibat dalam operasi udara di Afganistan dan Libya, sehingga dilabeli "combat proven" (teruji dalam pertempuran) di laman resminya.
Pesawat ini dibuat dalam tiga varian, yakni Rafale C (berkursi tunggal, dioperasikan dari pangkalan darat), Rafale B (berkursi tandem, dioperasikan dari pangkalan darat), dan Rafale M (berkursi tunggal, dioperasikan dari kapal induk).