Pages

Sabtu, Desember 03, 2011

Kasau Terima Kunjungan Atase Pertahanan Myanmar

JAKARTA-(IDB) :  Kepala Staf TNI AU (Kasau), Marsekal TNI Imam Sufaat, menerima kunjungan Atase Pertahanan (Athan) Kedutaan Besar Myanmar yang baru, Brigjen Than Win di Mabes AU, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (01/12/2011).

Than Win yang sebelumnya menjabat Atase Militer di Phnom Penh, Cambodia menggantikan Colonel Ave Than yang telah mengakhiri masa tugasnya sebagai Athan Myanmar di Jakarta beberapa waktu lalu.

"Ke depan kerjasama kedua angkatan bersenjata baik pendidikan maupun latihan bersama lebih meningkat," katanya seperti yang dikutip dari press release yang diterima Tribun.

Dalam kesempatan yang sama, Kasau menyatakan, dengan pergantian tersebut kerjasama kedua angkatan bersenjata yang telah dirintis selama ini diharapkan dapat lebih ditingkatkan lagi.

Pada pertemuan tersebut, Kasau didampingi Aspam Kasau Marsda TNI Gunpanadi dan Kadispenau Marsma TNI Azman Yunus.

Sumber : TribunNews

France Starts building first warship for Russia DCNS

PERANCIS-(IDB) : French shipbuilder DCNS has received advance payment from Moscow under a $1.2-billion contract and will start the construction of the first warship for the Russian Navy, the DCNS press service said on Wednesday.

The two countries signed a contract in June on two French-built Mistral class amphibious assault ships including the transfer of sensitive technology.

“The advance payment was received several weeks ago and work on the first ship is getting underway,” the service said. “The first ship will be delivered in 2014 and the second in 2015.

Construction of the second ship should start in several months and will proceed simultaneously with the first, but will depend on when the full payment for the first ship is made, a DCNS source said.

A Mistral-class ship is capable of carrying 16 helicopters, four landing vessels, 70 armored vehicles, and 450 personnel.

A number of Russia's neighbors have expressed concern over the deal, in particular Georgia and Lithuania.

The Russian military has said it plans to use Mistral ships in its Northern and Pacific fleets.

Many Russian military and industry experts have questioned the financial and military sense of the purchase, and some believe that Russia simply wants to gain access to advanced naval technology that could be used in the future in potential conflicts with NATO and its allies.

Source : Defencetalk

Pemicu Perang Nuklir Global

MOSKOW-(IDB) : Presiden Rusia, Dmitry Medvedev Selasa (29/11) meresmikan sistem perisai rudal di Eropa Timur. Medvedev menyatakan bahwa pemasangan sistem radar anti-rudal di Kaliningrad, perbatasan Polandia-Belarusia, merupakan kesiapan Rusia menghadapi ancaman AS-NATO memasang sistem perisai Rudal di Eropa Timur.  Dilaporkan sistem radar Rusia itu mampu mendeteksi serangan serempak 500 target udara.
 
Presiden Rusia itu mengatakan, "Saya berharap rekan kami dapat melihat langkah ini sebagai sinyal pertama dari kesiapan negara kami dalam merespon segala jenis ancaman yang diakibatkan oleh sistem perisai rudal terhadap pasukan kami." 
 
Medvedev dalam pidato televisi hari Rabu (30/11) memperingatkan kegagalan perundingan mengenai perisai rudal antara NATO dan Rusia. Bahkan Presiden Rusia ini mengancam akan keluar dari traktat START baru.
 
Sebelumnya, Rusia mengancam akan memblokir rute NATO ke Afghanistan, jika aliansi militer Barat tetap mengabaikan kekhawatiran Moskow atas perisai rudal AS di Eropa. AS dan NATO juga menolak menandatangani jaminan tertulis yang diminta oleh Rusia bahwa sistem mereka tidak menargetkan Moskow.
 
Pemerintah Rusia telah lama menentang rencana NATO soal pemasangan sistem perisai rudal di Eropa, dengan alasan bahwa pemasangan sistem di "halaman belakang" Rusia bukan untuk mengamankan sekutu Washington di Eropa, namun praktis ditujukan kepada Rusia.
 
Ria Novosti memberitakan ancaman Medvedev mengenai kesiapan perisai rudal Rusia dalam mendeteksi setiap serangan musuh di wilayahnya. Selain itu, Medvedev juga menegaskan peningkatan perlindungan instalasi nuklir strategis Rusia sebagai reaksi atas penempatan sistem perisai rudal AS-NATO. 
 
Rusia dan AS terus memodernisasi dan meningkatkan persenjataan nuklirnya yang menelan biaya ratusan miliaran dolar. Menurut laporan The Guardian beberapa waktu lalu AS menggelontorkan anggaran senilai $ 700 milyar untuk mendanai proyek ambisius industri senjata nuklir. Sementara Rusia akan menghabiskan setidaknya $ 70 miliar untuk sistem pengiriman udara, darat dan laut.
 
AS juga menghabiskan dana sebesar $ 92 milyar untuk membiaya proyek hulu ledak nuklir baru dengan rencana tambahan membangun 12 kapal selam rudal balistik nuklir, udara meluncurkan rudal jelajah nuklir udara, dan bom pintar.
 
Para analis menilai meningkatnya perlombaan senjata nuklir dua adidaya dunia semakin mempertinggi tensi ketegangan global dan kekhawatiran publik dunia terhadap ancaman perang nuklir.
 
Di saat AS dan sekutunya kian gencar menekan negara lain yang berupaya memanfaatkan energi nuklir untuk kepentingan sipil, Washington justru terus berlomba-lomba dengan Moskow meremajakan industri militer dan senjata nuklirnya.
 
Sejatinya negara-negara arogan inilah biang keladi pemicu krisis nuklir dunia, bukan negara berkembang seperti Iran yang sedang berjuang mewujudkan hak legalnya mengembangkan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.

Sumber : Irib

Ditemukan Keretakan, Produksi F-35 Terancam Tertunda Lagi

WASHINGTON DC-(IDB) : Produksi skala penuh pesawat tempur F-35 Lightning II disarankan ditunda lagi setelah ditemukan sejumlah keretakan di kerangka pesawat dan berbagai "titik panas" atau masalah tersembunyi lainnya di pesawat itu. Berbagai masalah itu baru ketahuan setelah pesawat generasi kelima ini menjalani berbagai uji coba dan analisis.

Hal itu disampaikan Direktur Program Joint Strike Fighter (JSF) Departemen Pertahanan AS Laksamana Madya David Venlet, dalam wawancara dengan AOL Defense yang diterbitkan hari Jumat (2/12/2011) waktu AS.

"Berbagai masalah yang muncul dalam 12 bulan terakhir ini telah mengejutkan kami dalam hal jumlah perubahan yang harus dilakukan serta biayanya. Sebagian masalah itu memang kecil, tetapi jika dikumpulkan jadi satu dan dilihat posisinya di badan pesawat dan bagaimana sulitnya menemukan mereka setelah Anda membeli pesawat itu, maka beban ongkosnya akan membuat Anda pusing," ungkap Venlet.

Menurut dia, lebih baik menunda produksi untuk sementara sampai berbagai masalah itu bisa dikelola dengan benar. Venlet menambahkan, berbagai perubahan yang diperlukan untuk mengatasi masalah itu lebih banyak dari yang diperkirakan semula, dan pesawat-pesawat yang baru selesai dirakit harus dibongkar seluruhnya untuk dimodifikasi, sehingga mereka tetap akan bisa bertahan hingga 8.000 jam terbang seperti rencana awal.

Kontraktor utama proyek ini, Lockheed Martin, mengatakan, berbagai masalah yang disebutkan Venlet itu tidak berpengaruh pada keselamatan penerbangan pesawat, kinerja pesawat, dan masih dalam batas-batas perkiraan awal.

Pesawat, yang dirancang memiliki kemampuan tak terdeteksi radar (siluman atau *stealth*), itu, kini sudah memasuki tahap produksi awal dengan kapasitas produksi terbatas. Produksi skala penuh diharapkan akan dimulai pada tahun 2015 atau 2016.

Pentagon saat ini berencana membeli lebih dari 2.440 unit pesawat F-35 dalam tiga varian, yang diperkirakan akan menelan anggaran hingga 382,5 miliar dollar AS (hampir Rp 3,5 kuadriliun) hingga tahun 2035. Program JSF ini dikembangkan bersama dengan delapan negara lain, dan diharapkan akan menggantikan 13 jenis pesawat yang saat ini menjadi andalan negara-negara itu, termasuk F-16 buatan Lockheed Martin.

Lockheed berharap akan bisa menjual hingga 750 unit pesawat kepada negara-negara mitra program tersebut.

Namun berbagai masalah yang muncul selama pengembangan program ini membuat biaya produksi membengkak dan produksi skala penuh pesawat F-35 terus tertunda-tunda. Pihak Dephan AS sendiri sudah dua kali merestrukturisasi program JSF dalam beberapa tahun terakhir, dan sejauh ini, nilai rencana pembelian pesawat tersebut sudah mencatat rekor pengadaan senjata terbesar sepanjang sejarah AS.

Ketidakpastian masa depan dan jadwal produksi pesawat tersebut juga telah membuat dua produsen mesin jet, yakni General Electric dan Rolls Royce, memutuskan keluar dari program ini, Jumat. Mereka sebelumnya berniat membuat mesin alternatif untuk F-35, di luar mesin buatan Pratt & Whitney yang dipakai sejak awal.

Juru bicara Lockheed Martin Michael Rein mengatakan, jika bicara soal biaya pengembangan F-35 yang makin besar, semua pihak terkait harus membandingkan dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memperbarui dan merawat armada pesawat tua yang akan digantikan F-35.  

Sumber : Kompas