MOSKOW-(IDB) : Presiden Rusia, Dmitry Medvedev Selasa (29/11) meresmikan sistem perisai rudal di Eropa Timur. Medvedev menyatakan bahwa pemasangan sistem radar anti-rudal di Kaliningrad, perbatasan Polandia-Belarusia, merupakan kesiapan Rusia menghadapi ancaman AS-NATO memasang sistem perisai Rudal di Eropa Timur. Dilaporkan sistem radar Rusia itu mampu mendeteksi serangan serempak 500 target udara.
Presiden Rusia itu mengatakan, "Saya berharap rekan kami dapat melihat langkah ini sebagai sinyal pertama dari kesiapan negara kami dalam merespon segala jenis ancaman yang diakibatkan oleh sistem perisai rudal terhadap pasukan kami."
Medvedev dalam pidato televisi hari Rabu (30/11) memperingatkan kegagalan perundingan mengenai perisai rudal antara NATO dan Rusia. Bahkan Presiden Rusia ini mengancam akan keluar dari traktat START baru.
Sebelumnya, Rusia mengancam akan memblokir rute NATO ke Afghanistan, jika aliansi militer Barat tetap mengabaikan kekhawatiran Moskow atas perisai rudal AS di Eropa. AS dan NATO juga menolak menandatangani jaminan tertulis yang diminta oleh Rusia bahwa sistem mereka tidak menargetkan Moskow.
Pemerintah Rusia telah lama menentang rencana NATO soal pemasangan sistem perisai rudal di Eropa, dengan alasan bahwa pemasangan sistem di "halaman belakang" Rusia bukan untuk mengamankan sekutu Washington di Eropa, namun praktis ditujukan kepada Rusia.
Ria Novosti memberitakan ancaman Medvedev mengenai kesiapan perisai rudal Rusia dalam mendeteksi setiap serangan musuh di wilayahnya. Selain itu, Medvedev juga menegaskan peningkatan perlindungan instalasi nuklir strategis Rusia sebagai reaksi atas penempatan sistem perisai rudal AS-NATO.
Rusia dan AS terus memodernisasi dan meningkatkan persenjataan nuklirnya yang menelan biaya ratusan miliaran dolar. Menurut laporan The Guardian beberapa waktu lalu AS menggelontorkan anggaran senilai $ 700 milyar untuk mendanai proyek ambisius industri senjata nuklir. Sementara Rusia akan menghabiskan setidaknya $ 70 miliar untuk sistem pengiriman udara, darat dan laut.
AS juga menghabiskan dana sebesar $ 92 milyar untuk membiaya proyek hulu ledak nuklir baru dengan rencana tambahan membangun 12 kapal selam rudal balistik nuklir, udara meluncurkan rudal jelajah nuklir udara, dan bom pintar.
Para analis menilai meningkatnya perlombaan senjata nuklir dua adidaya dunia semakin mempertinggi tensi ketegangan global dan kekhawatiran publik dunia terhadap ancaman perang nuklir.
Di saat AS dan sekutunya kian gencar menekan negara lain yang berupaya memanfaatkan energi nuklir untuk kepentingan sipil, Washington justru terus berlomba-lomba dengan Moskow meremajakan industri militer dan senjata nuklirnya.
Sejatinya negara-negara arogan inilah biang keladi pemicu krisis nuklir dunia, bukan negara berkembang seperti Iran yang sedang berjuang mewujudkan hak legalnya mengembangkan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.