Pages

Kamis, Oktober 27, 2011

First Egyptian Navy Fast Missile Craft Launched

DT-(IDB) : The U.S. Navy announced the launch of the first Egyptian Navy Fast Missile Craft (FMC) from VT Halter Marine's Pascagoula, Miss., shipyard, Oct. 20, marking a key milestone in the ship's construction process.

The primary mission of the FMC is to conduct independent and joint operations, primarily against armed surface adversaries. The Egyptian Navy has a requirement for a vessel with the capabilities of an FMC to combat these threats and to patrol and defend its coastal waterways of the Red Sea, Mediterranean Sea, and in particular, the Suez Canal.

"The launch of the FMC is the culmination of nearly two years of production rigor and dedication from all parties," said Frank McCarthey, the Auxiliary Ships, Boats, and Craft program manager. "The FMC program will continue to benefit from the high degree of design and planning maturity that has already been accomplished by the Navy/VT Halter team."

Each of the 63-meter craft carry a 76mm Super Rapid Gun, Harpoon Block II missiles, MK49 Rolling Airframe Missiles, and the Close-In Weapon System (CIWS) Block 1B. These high-speed, agile craft can reach speeds of greater than 34 knots provide berthing for a crew of up to 40 sailors and operate up to eight days independently at sea.

The first of four FMCs are scheduled to join the Egyptian fleet in 2012. PEO Ships will continue to assist with acquisition and oversight efforts throughout the construction process and will provide follow-on technical and training support to the Egyptian Navy upon delivery of the vessels.

The Auxiliary Ships, Boats, and Craft Program Office within the U.S. Navy's Program Executive Office (PEO), Ships manages the Egyptian FMC program. The Navy utilizes the foreign military sales program to help build partner nation maritime security capabilities through acquisition and transfers of ships, boats, combatant craft, weapon systems, communication equipment and a variety of training programs.

As one of the Defense Department's largest acquisition organizations, PEO Ships, an affiliated PEO of the Naval Sea Systems Command, is responsible for executing the development and procurement of all major surface combatants, amphibious ships, special mission and support ships, service craft, boats, and combatant craft.

Source : Defencetalk

Peningkatan Alutsista Harus Sinergi Dengan Peningkatan SDM TNI

BANDUNG-(IDB) : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kementerian Pertahanan, TNI dan Polri menyiapkan personelnya untuk menyambut peningkatan kekuatan alat utama sistem pertahanan (alutsista).

SBY mengatakan, dalam kurun waktu lima tahun, pengadaan alutsista telah ditingkatkan dalam jumlah besar.

"Maka pastikan bahwa jajaran saudara, para perwira dan Tamtama dapat ditingkatkan pengetahuan tentang teknologi militernya," kata Presiden SBY dalam sambutan pengukuhan kerjasama PT Dirgantara Indonesia dengan Airbus Military di hanggar PT DI, Bandung, Rabu (26/10/2011).

Adanya kemajuan industri alutsista, harus bisa dirasakan manfaatnya menjadi alih teknologi. Untuk itu, Presiden berharap doktrin yang berlaku baik bersifat strategis taktis dan teknis dapat disesuaikan.

"Perlu ditingkatkan juga kemampuan operasional serta pemeliharaan alutsista guna perbaikan pemeliharaan, harus punya skill, untuk melakukan pemeliharaan alutsista yang sangat berharga dengan anggaran memadai dengan demikian alutsista produksi dalam negeri maupun kita adakan dari luar negeri memiliki daya pakai jauh ke depan," ujarnya.

Sumber : Inilah

DCNS Launches New OPV at African Show

CAPE TOWN-(IDB) : Maritime and Coastal Security Africa will be held in Cape Town, South Africa, from 26 to 28 October 2011. For the first time DCNS and KND specialists will exhibit together and present the OPV Gowind as a response to piracy and other maritime crime challenges. DCNS and KND will be official Platinum sponsors of the symposium.

DCNS and KND decided to exhibit together at MCSA following the signature of a memorandum of understanding (MOU) for the promotion, construction and sale of offshore patrol vessels (OPVs) in South Africa.

The booth showcases the innovative OPV Gowind L’Adroit. The ship has a length of 87 metres, an at-sea endurance of 3 weeks and a range of 8,000 nautical miles. The top speed is 21 knots. The vessel has a flight deck that can accommodate a helicopter or UAV (unmanned aerial vehicle) for air operations. It is designed for reduced crewing with a complement of 30 and space for 30 passengers. The ship features a number of major innovations for navies, commandos and coastguards: 360° panoramic visibility from the bridge, a single integrated mast for 360° radar coverage, covert deployment of fast commando boats in less than 5 minutes and provision for UAVs and USVs (unmanned surface vehicles).

The Gowind OPV L’Adroit was officially made available to the French Navy on 21 October, less than two years after construction began.

Speakers from the French Navy, DCNS and KND will present papers on the Gowind OPV L’Adroit which is DCNS’ response to piracy and other maritime crime challenges.

This close cooperation serves to illustrate the long-term partnership between DCNS and KND in order to meet the requirements of African Navies.

KND currently operates industrial facilities at the Simon’s Town Naval Dockyard near Cape Town. The company has full proficiency in the production methods associated with the OPV Gowind and is currently building several fast patrol boats for a West African country. KND is in the process of re-branding and will in the near future trade under the name NAUTIC AFRICA.

Source : Defencetalk

Latihan Bersama Pasukan Anti Terror TNI Polri

JAKARTA-(IDB) : Teroris secara bersamaan menguasai lima obyek vital di laut dan darat wilayah Jakarta dan Banten. Mulai dari beberapa hotel jaringan internasional hingga Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.

Lima obyek vital yang dikuasai teroris adalah kapal KM Wahana, Hotel Permata 1 dan Hotel Permata 2, menguasai stasiun televisi satelit 1 dan bandara internasional Kristal.

Dalam aksi tersebut para teroris menuntut pembebasan tokoh utama mereka, yakni X dan Y, yang ditahan pemerintah.

Menyikapi itu aparat kewilayahan baik di Jakarta maupun Banten, TNI maupun Polri melakukan koordinasi secara berjenjang.

Dari hasil dinamika di lapangan, maka diputuskan mengerahkan satuan-satuan antiteror TNI-Polri, yakni Detasemen Khusus-88 Mabes Polri, Satuan Gultor-81 Kopassus, Detasemen Jala Mangkara TNI Angkatan Laut dan Detasemen Bravo-90 TNI Angkatan Udara.

Itulah rangkaian singkat latihan gabungan penanggulangan teror TNI-Polri bersandikan "Waspada Nusa III" 2011.

Rangkaian latihan antiteror TNI-Polri di lima lokasi itu disaksikan secara langsung melalui layar lebar berukuran 5 x 3 meter oleh Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, Kepala Polri Jenderal Pol Timur Pradopo dan Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman di Lapangan Parkir Timur Senayan.

Hadir pula Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno dan perwakilan sejumlah negara sahabat.

Latihan kesiapsiagaan dan ketanggapsegeraan "Waspada Nusa III" itu melibatkan 470 personel Polri dan 2.180 personel TNI. 

Sumber  : Antara

PT. DI dan Pindad Diminta Fokus

BANDUNG-(IDB) : Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan meminta Direksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan PT Pindad memokuskan energi buat melaksanakan kontrak kerja Alutsista dari pemerintah agar sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.

"PTDI dan Pindad diminta untuk fokus menuntaskan kontrak kerja sesuai skedul, jangan ada penyelesaian proyek yang meleset agar perusahaan mendapatkan nilai tambah," kata Dahlan Iskan di PTDI Kota Bandung, kemarin.


Ia meminta, jajaran direksi BUMN Strategis yang mendapatkan kontrak pengadaan alutsista dari pemerintah dalam jumlah dan nilai yang besar untuk fokus dan tidak disibukan dengan hal-hal yang bisa mengakibatkan penyelesaian kontrak di keluar dari skedul.


Bila tidak fokus dalam pengerjaan proyek besar itu, potensi realisasi kontrak dengan pemesan tidak akan tertangani. "Dengan menyelesaikan kontrak tepat waktu dan tidak meleset, sudah menjadi nilai plus dan mengharumkan perusahaan. Jelas hal itu akan mempercepat kebangkitan," kata Dahlan Iskan.


Ia menyebutkan, kepercayaan dari pengguna produk PTDI dan Pindad yang begitu besar harus dijawab dengan sungguh-sungguh. "Proyek dari pemerintah dalam pengadaan alutsista bagi PTDI dan Pindad nilainya cukup besar. Ini kesempatan,tunjukan penyelesaian kontrak tepat waktu dengan kualitas bagus, maka itu sebuah promosi luar biasa yang tidak perlu keluar dana besar," kata Dahlan Iskan.


Sementara itu untuk memfasilitasi dan komitmen pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN terhadap revitalisasi PTDI, maka dilakukan penandatanganan kredit dari Bank BRI senilai Rp1 triliun. "Hari Rabu (26/10) petang ini, kami menandatangani kredit dari Bank BRI senilai Rp1 triliun untuk modal PTDI," kata Dahlan.


Sementara itu Direktur Utama PTDI Budi Santoso menyebutkan langkah restrukturisasi perusahaan telah dilakukan, salah satunya melalui suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) dan penyertaam modal kerja sehingga membuat ekuitas PTDI menjadi positif.


"Pada 2010 ekuitas PTDI negatif karena beban masa lalu, kami tak banyak menerima kontrak karena tidak ada modal, namun pada 2011-2012 dengan tambahan modal dan penyertaan modal negara membuat kami bisa kembali memproduksi dan mengerjaan kontrak," kata Budi Santoso.


Dengan ekuitas positif, maka kami bisa ikut tender dan bisa mengajukan kredit modal ke perbankan. Pada kesempatan itu, pihaknya juga merencanakan melakukan up grade fasilitas yang rata-rata sudah berusia di atas 20 tahunan.


"Up grade fasilitas perlu dilakukan agar pekerjaan dan kapasitas lebih baik," kata Direktur Utama PTDI itu menambahkan.

Sumber : Metrotvnews

PT. DI Menjadi Basis Produksi Dan Pemasaran CN-295 Di Asia Pasifik

BANDUNG-(IDB) : Seperti halnya Industri pertahanan lainnya, PT. Dirgantara Indonesia (PT.DI) adalah salah satu BUMN yang patut dikembangkan. PT DI juga dinilai memiliki posisi strategis baik dalam konteks pertahanan, ekonomi, teknologi dan industry kedirgantaraan.
 
Seiring dengan itu PT DI terus berupaya untuk merestrukturisasi dan merevitalisasi badan usahanya setelah mengalami krisis beberapa waktu yang lalu. Upaya ini diwujudkan dengan kembali menggalang kerjasama industri pertahanan dirgantara dengan pihak luar negeri. Untuk menjawabnya saat ini PT DI menggandeng dan menjalin kerjasama perusahaan Kedirgantaraan Airbus Military dari Spanyol.

Adapun puncak dari kesepakatan kerjasama kedua perusahaan dirgantara ini ditandai dengan penandatanganan Nota pengukuhan kolaborasi strategis produk bersama yang dilakukan oleh Direktur PT DI, Budi Santoso dengan CEO. Airbus Military untuk TNI Domingo Urena Roso, Rabu (25/10) di hanggar PT. DI, Bandung

Pelaksanaan penandatanganan pengukuhan Kolaborasi tersebut mendapat kehormatan secara langsung dengan disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu berkunjung ke PT. DI. Turut menjadi saksi dalam penandatanganan Nota strategis Kolaborasi itu,  Menteri Pertahanan RI sekaligus Ketua KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan), Purnomo Yusgiantoro.

Penandatanganan ini merupakan tanda bahwa Kedua pihak mengukuhkan kesepahaman dan keinginan untuk bekerjasama dan memantapkan skema kemitraan dalam rangka memproduksi bersama pesawat jenis Angkut Ringan CN-295.

Kolaborasi atau kerjasama kedua pihak ini semakin kental dengan ditandatanganinya Nota komersial tentang perjanjian untuk meningkatkan pemasaran pesawat C 212, CN-235 dan CN – 295 untuk kawasan Asia Pasifik yang dipercayakan kepada PT. Dirgantara Indonesia dari Airbus Military.

Sementara itu Kemhan yang diwakili Kabaranahan Kemhan, Mayjen TNI Ediwan Prabowo juga menjalin komitmen dengan PT DI dengan ditandatangani Nota kesepahaman dalam hal Komitmen Pengadaan Pesawat CN-295 untuk mendukung kebutuhan alutsista TNI Kedirgantaraan.

Penandatanganan Nota Kesepahaman lainnya yang dilaksanakan saat itu, yakni Letter Of Intent (LOI) dalam hal pemanfaatan Produk-Produk PT. DI., khususnya terkait dengan Alat Material Khusus (Alamatsus Polri)  antara kepolisian Republik Indonesia yang dalam hal ini dilakukan Asisten Kapolri Bidang Perencanaan umum dan anggaran Inspektur Jenderal Polisi Drs Pujianto, S.H  dengan Dirut PT. DI, Budi Santoso.

Pada kesempatan tersebut Menhan RI dalam sambutannya menjelaskan kolaborasi produk bersama antara PT DI dengan Airbus Military memiliki beberapa nilai manfaat seperti sebagai media bertambahnya kemampuan, beban kerja serta alih tekhnologi. Disamping itu menurut Menhan kerjasama ini juga dapat menghasilkan dan menyerap tenaga kerja lebih dari 2000 orang, dan memberikan dampak kepada efek financial dan manajemen untuk meningkatkan kinerja PT DI dan kemampuan bersaing di Asia Pasifik.

Adapun nilai manfaat lain dari kerjasama ini akan mendapatkan kandungan lokal, nilai tambah ekonomi dan menjadi produsen tunggal untuk Asia Pasifik serta mempunyai prospek pasar di Asia Pasifik, karena kebutuhan pesawat transport untuk ukuran sedang cukup tinggi di kawasan.

Masih di kesempatan yang sama Presiden SBY beserta rombongan pejabat pemerintah serta, para tamu undangan Duta Besar Negara tetangga juga disuguhkan dengan penampilan fly pass pesawat CN-295 serta demo penggunaan pesawat CN-295 untuk penerjunan personel dari Pasukan Kopassus dan untuk penerjunan barang. Selain itu Presiden SBY juga menerima paparan dari Sekjen Kemhan, Marsdya TNI Eris Herryanto seputar perkembangan proyek bersama antara Kemhan RI dan Korea Selatan dalam pembangunan pesawat KF-X / IF-X.

Mengakhiri kunjungannya ke PT DI, Presiden SBY meninjau stand komponen beberapa pesawat yang diproduksi PT DI, Statis Display Rantis dan Panser Anoa produksi PT Pindad, serta meninjau Statis Display dari pesawat CN-250 dan pesawat CN–295 sebagai produk kolaborasi PT. DI dengan Airbus Military yang telah diuji coba oleh pilot TNI AU.

Sumber : DMC

Sangat Diperlukan Keseriusan Pemerintah Membangun TNI AL

JAKARTA-(IDB) : Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar dunia. Terletak pada posisi silang dunia, menjadikan wilayah perairan Indonesia sebagai urat nadi perdagangan dunia baik sebagai Sea Lanes of Communications (SLOCs) maupun Sea Lanes of Oil Trades (SLOTs). Memiliki sumber kekayaan alam berlimpah, di satu sisi memberi manfaat bagi kesejahteraan bangsa, di sisi lain mengandung kerawanan yang dapat mengganggu keamanan dan keselamatan bangsa. 

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.504 lebih dan garis pantai 81.000 kilometer, Indonesia mempunyai batas maritim dengan 10 negara tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste. Batas maritim tersebut terdiri dari batas laut wilayah (laut territorial), Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen. Penetapan batas maritim tersebut bukan tanpa dasar akan tetapi sesuai ketentuan hukum laut internasional dengan berpedoman pada United Nations of Convention on Law of the Sea 1982 (UNCLOS 82) yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI melalui UU No. 17 tahun 1985.

Persoalan penetapan perbatasan negara maritim dengan negara tetangga hingga saat ini belum tuntas, akan menjadi konflik dikemudian hari. Sebagai contoh, kita kehilangan pulau Sipadan dan Ligitan setelah mahkamah konstitusi Internasional pada 17 Desember 2002 memutuskan Negeri Malaysia sang pemilik asli. Selanjutnya, persoalan Ambalat dan Tanjung Datu menghiasi rangkaian masalah perbatasan antara negara RI – Malaysia.

Prof. Dr.Ono Kurnaen Sumadiharga Guru Besar Oseanografi Universitas Indonesia (UI) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) menyampaikan sebanyak 92 pulau terluar di Indonesia saat ini perlu diamankan karena sangat berpeluang diambil alih oleh pihak asing. Pulau-pulau tersebut lokasinya tersebar dari Aceh hingga Papua yang berada cukup jauh dari garis pantai wilayah yang berpenduduk serta sebagian belum memiliki nama (Analisa, 25/05/09).

Keseriusan Pemerintah

Persoalan perbatasan wilayah harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Saat ini terdapat dua belas pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yang senantiasa berpeluang terjadi konflik perbatasan. Kedua belas pulau tersebut sebagai berikut: Pertama, Pulau Rondo. Pulau yang berada di wilayah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) ini berbatasan dengan negara India. Kedua, Pulau Berhala yang berada di wilayah Propinsi Sumatera Utara, pulau ini berbatasan dengan negara Malaysia. Ketiga, Pulau Nipah di wilayah Propinsi Riau, berbatasan dengan Singapura. Pulau ini nyaris tenggelam saat pasang tinggi, sebagai akibat dari penambangan pasir laut di wilayah tersebut. Keempat, Pulau Sekatung di wilayah Propinsi Riau perlu mendapat perhatian khusus mengingat letaknya yang berdekatan dengan negara Vietnam.

Kelima, Pulau Marore, Miangas dan Marampit. Ketiga pulau yang terletak di wilayah Propinsi Sulawesi Utara ini berbatasan langsung dengan Philipina. Penduduk di ketiga pulau tersebut sering berinteraksi dengan penduduk Philipina, bahkan sebagian besar kebutuhan pokok masyarakat setempat diperoleh dari negara tetangga tersebut. Keenam, Pulau Fanildo, Pulau Brass dan Pulau Fani. Ketiga pulau tersebut berada di wilayah Propinsi Papua dan berbatasan langsung dengan negara Palau. Ketujuh, Pulau Batek dan Pulau Dana. Kedua pulau ini terletak di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dan berbatasan dengan negara Timor Lorosae.

Polemik perbatasan tidak akan berakhir, jika kemampuan pertahanan negara sangat lemah, khususnya pertahanan negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan kita memerlukan peran kekuatan TNI AL di laut demi menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta penegakan hukum di laut nusantara. Kekuatan Angkatan Laut merupakan salah satu bagian penting dari potensi nasional. Untuk itu pemerintah harus menyiapkan alut sista yang tangguh dan modern. Alutsista yang dimiliki TNI Angkatan Laut saat ini sebagian besar telah berusia tua, tidak sepadan lagi dengan nilai gunanya. Dari jumlah alutsista yang dimiliki saat ini, 41% berusia 25-50 tahun dan 5% berusia di atas 50 tahun.

Sesuai dengan persyaratan, usia 30 tahun adalah batas usia bagi kapal untuk laik laut, khususnya untuk kapal perang pada usia tersebut "combat capability-nya" menurun. Seiring Keputusan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Kep/2/II/2006 tanggal 27 Februari 2006 tentang Kebijakan Strategis Kasal dalam Mewujudkan Postur TNI Angkatan Laut sampai dengan tahun 2024, diharapkan kekuatan yang digunakan meliputi 274 KRI, 137 Pesud dan 890 Ranpurmar.

Pertanyaannya, seriuskah pemerintah merealisasikan anggaran dalam rangka membangunan perkuatan TNI AL?. Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono, mengatakan anggaran TNI tahun 2012 akan naik menjadi 35%. Dari Rp 47,5 Triliun pada tahun 2011 menjadi Rp 64,4 Triliun tahun 2012. Kenaikan anggaran tersebut diperlukan untuk menlanjutkan modernisasi alutsista dan membiayai perawatan senjata (Viva news.com 05/10/2011).

Khusus pengadaan alutsista bagi TNI AL pemerintah melalui Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 bagian Pertahanan dan Keamanan serta Iptek menganggarkan Program Modernisasi Alutsista dan Non Alutsista sebesar Rp 25,745 triliun dengan pembagian sebagai berikut: Peningkatan kemampuan KRI, KAL, Ranpur dan Rantis Rp 657,3 milyar. Pengadaan Pesud dan sarana prasarana Penerbangan TNI AL Rp 159,7 milyar dan percepatan pengadaan Alutsista Strategis Matra Laut Rp 20,316 trilyun.

Bagaimanapun, mengamankan wilayah laut nusantara yang luasnya mencapai 5,8 juta km persegi sudah harga mati. Bapak Proklamator Ir. Soekarno dalam National Maritime Convention I (NMC) 1963 mengatakan: ‘’Membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, dan negara damai merupakan National Building bagi Indonesia. Negara menjadi kuat jika dapat menguasai lautan, menguasai lautan harus menguasai armada".

Berbasis Maritim

Di era abad 21 negara-negara besar di dunia saling berlomba dalam meningkatkan kekuatan maritim, akibatnya muncul slogan-slogan Ocean Policy (Kebijakan Kelautan). Amerika Serikat membangun kekuatan maritim dengan slogan "kekuatan maritim melindungi cara hidup Amerika", lahirlah A Cooperative Strateggy for 21st Century Sea Power. China membangun Ocean Policy dengan strateginya Chain of Pearl yang bertujuan untuk membangun dan menyelamatkan urat nadi perdagangannya lewat laut. India terkenal dengan Freedom to Use the Seas: maritime Military Strategy bertujuan meningkatkan pembangunan kekuatan angkatan laut India. Inggris juga bersemboyan Britain Rules the Waves bertujuan untuk membangun kekuatan maritim Inggris.

Bagaimanakah dengan Indonesia? Negara kepulauan Indonesia adalah "Negara Bahari", Indonesia adalah "Negara Maritim" dan Indonesia "Berjiwa Bahari" serta "Nenek Moyangku Orang Pelaut.". Tetapi tidak mudah untuk menuju dan membangun Negara yang berbasis maritim, melalui kebijakan dan regulasi yang ketat. Indonesia memiliki modal dasar, Deklarasi Djuanda 1957 dan UNCLOS 1982 memberikan peluang bagi bangsa Indonesia untuk senantiasa menggalakkan kebijakan-kebijakan pembangunan nasional dengan memprioritaskan orientasi yang berbasis maritim.

Saatnya Indonesia berpaling pada kekuatan sebagai negara maritim, sebagai tindak lanjut konsep negara kepulauan. Negara Maritim Indonesia yang menguasai semua kekuatan strategis didukung oleh kekuatan maritim meliputi armada militer, armada niaga, industri maritim serta kebijakan pembangunan yang berbasis maritim.

Oleh karena itu perlu komitmen para pemimpin bangsa untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang menitikberatkan pembangunan kearah negara maritim yang besar dan kuat serta disegani dunia Internasional. Son Diamar (2001), menyampaikan lima pilar yang dijadikan pengamanan dan penguatan wilayah maritim Republik Indonesia secara terpadu. Pertama, peneguhan pemahaman terhadap wawasan maritim, hal ini dilakukan dengan menumbuhkan kembali kesadaran geografis. Kedua, penegakan kedaulatan yang nyata di laut. Pilar ini dapat dibangun dengan sistem pertahanan (defense), keamanan (constabulary) dan pengendalian (civilian monitoring, control & surveillance), beserta penegakkannya (enforcement) yang utuh dan berkesinambungan.

Ketiga, pembangunan industri maritim. Pilar ini memberikan kontribusi akan keberadaan negara maritim yang modern dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan iptek tersebut teraplikasikan melalui penelitian, pengembangan dan penerapan iptek dalam bidang industri maritim. Keempat, meletakkan pentingnya penataan ruang wilayah maritim.

Kondisi ini diharapkan terciptanya tata ruang yang terpadu antar daerah pesisir, laut dan pulau-pulau untuk menghasilkan sinergi dan keserasian antar daerah/kawasan antar sektor dan antar srata sosial yang berwawasan lingkungan. Kelima, penegakan sistem hukum maritim. Penegakan dapat dibangun dengan ocean policy yang lengkap, mulai dari yang bersifat undang-undang pokok atau payung hukum, baik hukum publik maupun hukum perdata yang mengakomodasikan hukum adat. Sebagai Negara maritim terbesar Indonesia perlu memiliki sistem peradilan (mahkamah) maritim.

Kelima pilar tersebut tidak terpisahkan, tetapi memberikan pemahaman yang saling mendukung dan menguatkan. Salah satunya upaya kongkrit dengan menetapkan Rancangan Undang-Undang Kelautan. Menurut Kasal Laksamana TNI Soeparno, keberadaan aturan tersebut sangat penting terutama bagi TNI AL sebagai salah satu dasar hukum dalam menegakkan kedaulatan negara dan hukum di laut Indonesia.

RUU Kelautan juga diharapkan memiliki visi maritim, sebagai upaya sungguh-sungguh mengembalikan Indonesia sebagai Benua Maritim. Mahan menyatakan dalam karyanya berjudul The Influence of Sea Power Upon History (1660-1783), laut menjadi salah satu faktor mempertahankan eksistensi suatu negara, barang siapa yang menguasai laut maka akan menguasai dunia. Artinya, untuk menjaga dan menegakkan keamanan wilayah laut nusantara Indonesia kita harus mempunyai kekuatan armada militer (TNI AL) yang handal, kuat dan tangguh sehingga disegani oleh lawan.

Sumber : Analisa

Tidak Ada Kompromi Untuk Masalah Kedaulatan

JAKARTA-(IDB)  :Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menegaskan bahwa tidak ada kompromi untuk masalah kedaulatan termasuk upaya memerdekan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti yang dilakukan oleh sekelompok orang di Papua.

"Tidak ada kompromi untuk masalah kedaulatan," katanya usai membuka pertemuan ke-12 pimpinan Angkatan Darat Se-ASEAN di Jakarta, Rabu.

Ia menegaskan masalah separatis bersenjata harus dihadapi dengan kekuatan bersenjata.

"Kalau kami hadapi tanpa senjata, maka kami akan mati konyol nanti. Tetapi langkah kami melakukan itu tidak seolah-olah, terkadang ada masyarakat yang mudah dibohongi dengan janji-janji dan terlena, terbawa, maka kita harus bijak menyikapinya. Tetapi andai ada satu keinginan untuk memerdekankan diri tentu kami akan menghadapinya," ujar Pramono menegaskan.

Kasad menegaskan,"Masalah pada dasarnya TNI Angkatan Darat komit menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak ada kompromi masalah kedaulatan,".

Sejak awal Oktober 2011 sejumlah peristiwa menodai situasi keamanan di Papua. Sejak Senin (10/10) ribuan karyawan PT Freeport Indonesia dan kelompok masyarakat adat pemilik hak ulayat wilayah tambang yang sedang melakukan aksi massa, bentrok dengan aparat keamanan.

Massa yang datang dengan konvoi jalan kaki dari Sekretariat SPSI PT Freeport di Jalan Perintis Kemerdekaan Timika Indah, bermaksud naik ke lokasi tambang melalui Terminal Gorong-gorong. Tujuan mereka adalah untuk menghentikan sementara waktu operasional perusahaan.

Aksi massa terhenti di pintu masuk Terminal Gorong-gorong. Pihak manajemen yang dibantu aparat keamanan menghadang mereka. Aksi kemudian memanas dan terjadilah bentrokan yang mengakibatkan seorang karyawan PT Freeport peserta aksi, Piter Ayami Seba, tertembak aparat keamanan dan meninggal.

Beberapa orang lainnya, baik dari pihak karyawan maupun aparat, mengalami luka-luka. Massa yang marah, akhirnya membakar tiga mobil kontainer milik perusahaan dan memblokir ruas jalan Mil 28.

Hingga saat ini, aksi pemblokiran di ruas jalan yang menjadi akses utama menuju lokasi pertambangan Freeport di Tembagapura tersebut, diberitakan masih terus berlangsung.

Pihak perusahaan, seperti disampaikan Presiden Direktur dan CEO PT Freeport Indonesia, Armando Mahler, di Timika, mengimbau agar aksi pemblokiran segera dibuka. Sebab, menurutnya, pemblokiran akan dapat menghambat suplai logistik, makanan dan obat-obatan termasuk bahan bakar untuk pesawat dari Pelabuhan Porsite Amamapare ke Timika dan Tembagapura.

Pada medio pekan lalu, Kongres III Papua juga dibubarkan aparat karena mendeklarasikan Negara Papua Barat Merdeka. Akibatnya selain enam orang ditetapkan sebagai tersangka makar, sejumlah warga sipil juga meninggal dunia karena tertembak peluru aparat dan lainnya luka-luka.

Tak hanya itu sejumlah fasilitas seperti asrama dan kendaraan roda dua dan empat dirusak massa. Pada Senin ini, Kapolsek Mulia Puncak Jaya, Ajun Komisaris Dominggus Oktavianus Awes, tewas setelah ditembak orang tak dikenal. sekitar pukul 11.00 WIT. Awes yang bertugas menjaga area Bandar Undara Mulia, Puncak Jaya, saat itu berada di samping sebuah pesawat perintis dan dua orang mendadak mendatangi Awes dan menyergapnya.

Awes terjatuh dan tertindih seorang pelaku dan pelaku lainnya merampas pistol Awes dan menembakkannya pada bagian kepala korban. Beberapa menit kemudian bantuan aparat datang ke tengah bandara. Awes dilarikan ke Rumah Sakit Mulia, namun nyawanya tak tertolong.

Sumber : Antara

Sekitar 40 Ahli Indonesia Rancang Pesawat Tempur KF/IF-X

BANDUNG-(IDB) :Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, Marsekal Madya TNI Eris Heriyanto menyampaikan paparan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait Design Center program kerja sama Indonesia dan Korea Selatan untuk pengembangan pesawat tempur KFX/IFX. Pesawat KFX ini merupakan jenis pesawat tempur di atas generasi F-16 dan Sukhoi SU-27/30.

Eris Heriyanto menjelaskan hal itu saat Presiden SBY meninjau PT Dirgantara Indonesia di Bandung, Jawa Barat, Rabu (26/10).

Menurut Eris Heriyanto, saat ini sekitar 40 ahli-ahli penerbangan dari Kementerian Pertahanan, Kementerian Riset dan Teknologi, TNI AU, Institut Teknologi Bandung dan PT Dirgantara Indonesia dikirim ke Korea Selatan untuk mulai rancang bangun pesawat tempur KFX/IFX tersebut.

"Pesawat tempur KFX/IFX adalah generasi 4.5 sedangkan pesawat F-16 dan Sukhoi termasuk kategori generasi 4," kata Eris Heriyanto.

Sumber : Jurnas