Pages

Selasa, Oktober 18, 2011

Iraq Requests Artillery Ammunition

BAGHDAD-(IDB) : The Defense Security Cooperation Agency notified Congress Oct 5 of a possible Foreign Military Sale to the Government of Iraq for various explosive projectiles and charges, as well as associated equipment, parts, training and logistical support for an estimated cost of $82 million.

The Government of Iraq has requested a possible sale of 44,608 M107 155mm High Explosive Projectiles and 9,328 M485A2 155mm Illumination projectiles; also included are, M231 Propelling charges, M232A1 155mm Modular Artillery Charge System Propelling charges, M739 Fuzes, M762A1 Electronic Time Fuzes, M82 Percussion primers, M767A1 Electronic Time Fuzes, 20-foot Intermodal Containers for transporting ammunition, publications and technical data, personnel training and training equipment, U.S. Government and contractor engineering, logistics, and technical support services, and other related elements of logistics support. The estimated cost is $82 million.

This proposed sale will contribute to the foreign policy and national security of the United States by helping to improve the security of a friendly country. This proposed sale directly supports the Iraq government and serves the interests of the Iraqi people and the U.S.

The proposed sale will help Iraq’s efforts to develop an integrated ground defense capability, a strong national defense, and dedicated military force. As the drawdown of coalition forces continues, the Iraqi military continues to develop a force capable of assuming the lead in providing for the security of the Iraqi people.

The proposed sale of this ammunition will not alter the basic military balance in the region.

The ammunition will be supplied from U.S. Army stock. There are no known offset agreements proposed in connection with this potential sale.

Implementation of this proposed sale will not require the assignment of any additional U.S. Government or contractor representatives to Iraq.

There will be no adverse impact on U.S. defense readiness as a result of this proposed sale.

This notice of a potential sale is required by law and does not mean the sale has been concluded.
 
Source : Defencetalk

Sweden Offers Gripen To Croatia

SWEDIA-(IDB) : Today, the Swedish Defence and Security Export Agency (FXM) invited Croatian media to a press briefing in Zagreb to present the Swedish Gripen offer that has been submitted to the Croatian government.

Through FXM, the Swedish Government submitted an offer including the sale of either twelve or eight of the latest version of Gripen C/D. The offer also includes a support and training agreement for pilots and technicians.

In order to ensure that the Croatian Air Force remains operative without interruption when its current MiG-21s are decommissioned, Sweden is initially offering a loan of older Gripen-A aircraft until the delivery of the Gripen C/Ds.

Linked to a possible Croatian acquisition of Gripen fighters Saab offers an industrial co-operation package. Supported by the combined experiences and resources of its strong industrial network, Saab and the Gripen supplier base offers Croatia a partnership through a new generation defence and industrial co-operation programme. Saab is ready to commit to an industrial co-operation obligation valued at 100 percent of the contract value.

“Saab has an excellent track record of delivering on our promises in Czech Republic, Hungary and South Africa. We offer Croatia industrial co-operation programmes designed to create and sustain high tech jobs, delivering investment and generating sustainable export growth thus generating means to finance the acquisition of a new fighter system”, says Pierre Gauffin, Marketing Director Gripen Croatia, Saab.

Gripen is in operational service with the Swedish, Czech Republic, Hungarian, South African and Royal Thai Air Forces. The UK Empire Test Pilots' School (ETPS) is also operating Gripen as its advanced fast jet platform for test pilots worldwide.

Source : Defencetalk

Getting Serious About Taiwan’s Air Power Needs

TAIPEI-(IDB) : Under the clear terms of the Taiwan Relations Act, the U.S. is obligated to make available the hardware and services necessary for Taiwan's defense. This obligation is a critical component of U.S. policy in the Western Pacific, as it ensures that, in the event of a cross-Strait conflict, Taiwan will not be overwhelmed by a technologically superior People’s Liberation Army.
In order to meet this obligation, the U.S. should provide Taiwan with the equipment necessary to help it secure control of its own airspace.

Failure to do so will only spark uncertainty about America’s resolve to meet its global commitments, uncertainty that will only further embolden an already confident China.

The ongoing debate over the sale of F-16s to Taiwan is part of a larger question involving the obligation of the United States under the Taiwan Relations Act (TRA) to make available the hardware and services necessary for Taiwan’s defense. The TRA and President Ronald Reagan’s subsequent “Six Assurances” to Taiwan make clear that American arms sales to Taiwan would be based solely on Taiwan’s defense needs—and would be made without consulting the People’s Republic of China (PRC).

The provision of aircraft and other assets to ensure that Taiwan can control its own airspace is an essential part of Taiwan’s self-defense capacity. In the event of a cross-Strait conflict, the People’s Liberation Army (PLA) would seek to control the airspace over the Taiwan Strait and the island itself. The ability to impose such control, however, requires that the PLA, and especially the PLA Air Force (PLAAF), devote substantial resources to aerial hardware and technology.

Therefore, the United States, per its international commitments and domestic laws, should provide Taiwan with the equipment necessary to help it secure control of its own airspace. This equipment should include the sale of new advanced combat aircraft, such as the F-16 C/D, so that Taiwan’s air force is not outclassed by the PLAAF.

Source : Defencetalk

Kopassus Akan Diterjunkan Buru Pelaku Penembakan di Freeport

JAKARTA-(IDB) : Menyusul maraknya aksi kekerasan di Papua, Polri turut meminta bantuan pasukan elit TNI Komando Pasukan Khusus (Kopassus) untuk melakukan pengejaran terhadap kelompok bersenjata di wilayah tersebut.

"Kita minta bantuan Kopassus untuk patroli. Jadi bisa menjangkau daerah yang sulit," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (18/10/2011).

Aksi penembakan oleh kelompok bersenjata terjadi di kawasan PT Freeport Indonesia, Mimika, Papua pada Jumat lalu. Tiga orang karyawan dilaporkan tewas dalam insiden itu.

Penembakan Jumat 14 Oktober itu merupakan buntut aksi unjuk rasa pada Senin 10 Oktober lalu. Peristiwa tersebut terjadi hari Jumat sekira pukul 15.40 WIT.

Saat itu petugas patroli mendapat laporan satu unit mobil pickup l 300, milik kontraktor PT Puri Fajar Mandiri yang dikendarai oleh Nasep, dibakar oleh orang yang tak dikenal.

Mendapat respon tersebut, mobil patroli dengan nomor lambung RP  SA 11 milik perusahaan PT Freeport Indonesia yang diawaki oleh dua anggota security dan dua anggota TNI Satgas Amole langsung menuju ke lokasi kejadian.

Sesampai di wilayah Tanggul Timur, areal PT Freeport Indonesia, mobil tersebut justru ditembaki orang tidak dikenal. Akibat kejadian tersebut  3 orang tewas.

Mereka yang tewas di antaranya Nazep Risa Rahman, sopir dari PT Puri Fajar Mandiri. Sedangkan dua lainnya belum diketahui namanya. Mereka  ditemukan tidak bernyawa di lokasi kejadian atau tak jauh dari lokasi kejadian. 

Sumber : Okezone

Update : Paskhas Jadi Andalan TNI AU

JAKARTA-(IDB) : Korps Pasukan Khas (Paskhas) TNI Angkatan Udara berulang tahun ke-64 yang dirayakan dengan upacara di Pangkalan Udara (Lanud) di Indonesia.

Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat mengatakan di Jakarta, perjuangan Korpaskah sebagai pasukan khusus di lingkungan Angkatan Udara telah menunaikan banyak tugas.

"Beragam penugasan yang dijalankan Korpaskhas telah menjadikan Korps Paskhas tumbuh dan berkembang menjadi salah satu andalan sekaligus kebanggaan yang dipercaya menjadi kekuatan pasukan pemukul Angkatan Udara di darat dengan ciri khas yang berbeda dengan pasukan lainnya," terang Kepala Staf Angkatan Udara.

Pesan KSAU disampaikan di seluruh Lanud di Indonesia yang menggelar upacara peringatan Ultah Paskhas. KSAU menilai kesuksesan Korps Paskhas dalam mengemban tugas sejalan dengan motto Korps Paskhas 

"Karmanye Vadikaraste Mafalesu Kadatjana" yang berarti "Bekerja tanpa menghitung untung dan rugi". Paskhas memiliki satuan elite anti teror yakni Detasemen Bravo (Den Bravo) Paskhas TNI AU yang banyak menjaga obyek vital termasuk wilayah Lanud di seluruh Indonesia. 

Sumber : Kompas

Rasex KRI SIM 367 Dengan HS Roussen P-67 (Yunani)

BEIRUT-(IDB) : UNREP/RASEX (Underway Replenishment/Replenishment At Sea) merupakan salah satu serial latihan dalam MTFEX (Maritime Task Force Exercise) yang dilaksanakan antar Unsur MTF dengan daerah latihan di dalam sektor AMO. RAS / Pembekalan di laut itu sendiri adalah suatu cara pengiriman/pengisian baik logistik maupun personel dari kapal pemberi (delivering ship) ke kapal penerima (receiving ship) yang dilaksanakan dengan berlayar dan dalam waktu sesingkat-singkatnya, sehingga membutuhkan tingkat kecakapan seamanship serta kerja sama tim yang baik. 

Kegunaan lain (sustainability) pembekalan di laut ini adalah untuk memperpanjang kehadiran di laut, menjaga kerahasiaan dan efisiensi operasi.

Latihan yang diawali dengan “peran pembekalan di laut” tersebut dilaksanakan  pada pukul 14.00-15.00 LT di Zone 1 Center AMO (Area of Maritime Operation), KRI SIM 367 bertindak sebagai OCS (Officer Conducting Serial) yang mempunyai tugas dan tanggung jawab mengendalikan pelaksanaan latihan. Dalam latihan ini dilaksanakan 2 (dua) kali, pertama  KRI SIM sebagai kapal pemberi (delivering ship) dan kedua sebagai kapal penerima (receiving ship) bergantian dengan HS Roussen P 67 (Yunani), dengan  pengiriman barang mailbag transfer/lightjackstay sebagai tanda persahabatan antar unsur yang tergabung dalam satuan tugas Maritime Task Force/UNIFIL.

Melalui latihan tersebut  tercermin team work dan profesionalisme, mulai dari pengendalian kapal (ship handling) saat manuver mendekat (approach maneuver), dan kecakapan Tim RAS. Latihan ini juga  meningkatkan mutual cooperation (kerja sama)  dan relationship (hubungan) antar unsur yang tergabung dalam Maritime Task Force/UNIFIL lebih erat lagi.

RASEX ini merupakan yang pertama bagi KRI SIM-367 dengan unsur-unsur Maritime Task Force/UNIFIL lainnya seiring dengan penunjukan  KRI SIM-367 sebagai MIO Comander.

Sumber : Koarmatim

Analisis : Simbol Teknologi Tinggi Kembali Menggeliat Dan Bersinar Di Indonesia

JAKARTA-(IDB) : Industri produk kedirgantaraan kebanggaan bangsa  PT Dirgantara Indonesia (PT DI) saat ini sudah memasuki tahun ke 36, tepatnya tanggal 23 Agustus 1976 ketika masih bernama Nurtanio diresmikan oleh Presiden Soeharto. 
 
Langkah sejarah perusahaan strategis ini mengalami fase kebanggaan sekaligus keharuan, ketika titik kebanggaan mencapai kulminasi ditahun 1997 dengan memulai produksi pesawat komersial N250 turboprop berkapasitas 50-70 penumpang dan mengembangkan jet N2130 berkapasitas 100-130 penumpang.   
 
Pada saat yang sama ”ultimatum” IMF pada krisis finansial tahun 1998 memaksa industri kedirgantaraan kita bertekuk lutut pada donatur berwajah kapitalis.  Sekedar catatan pesawat penumpang N250 yang dijuluki Gatot Kaca terbang perdana 10 Agustus 1995 dan tanggal ini dijadikan sebagai Hari Teknologi Nasional.

Cerita pendirian Nurtanio diawali dengan kedatangan BJ Habibie bersama 17 insinyur dari Jerman dengan restu Dirut Pertamina dan panggilan pulang Presiden Soeharto   tahun 1975 untuk bekerja di ATP (Advance Technology Pertamina).  Sementara itu di Bandung sudah ada Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio.  Atas restu Pak Harto Habibie diperkenankan membuat industri pesawat terbang berskala internasional, lalu ATP dan Lembagai Industri Penerbangan Nurtanio digabung dan diresmikan 23 Agustus 1976.

Dalam langkah perjalanannya Nurtanio kemudian berganti baju menjadi PT IPTN (Industri Pesawat terbang Nusantara) tahun 1986, kemudian ganti baju lagi menjadi PT DI (Dirgantara Indonesia) tahun 2000.  Pada saat ganti baju yang terakhir itu perseroan ini sedang mengalami goncangan hebat sebagai akibat ultimatum IMF tadi, tidak ada kucuran dana segar dari Pemerintah, lalu tahun 2003 PT DI melakukan PHK masal kepada ribuan karyawannya.  Tercatat waktu itu ada 16 ribu karyawan dikurangi menjadi  hanya 4000 karyawan saja.

Tanggal 4 Oktober 2011 adalah penanda kebangkitan yang cukup signifikan bagi sebuah industri teknologi tinggi PT DI karena sahabat lamanya CASA Spanyol melalui bendera Airbus Military yang dimiliki European Aeronautic Defense and Space (EADS) melakukan ”pernikahan kembali” dengan memproduksi bersama pembuatan pesawat angkut militer NC 295.  Pernikahan pertama adalah kerjasama produksi CN235. Kerjasama dengan Airbus Miltary ini akan memproduksi minimal 9 pesawat angkut militer berkapasitas 71 pasukan atau 49 peterjun payung, diproduksi secara paralel, 6 diantaranya dibuat di pabrik pesawat terbang milik Airbus Military di San Pablo Spanyol, 3 unit lagi diproduksi di Bandung.  Sangat terbuka kemungkinan PT DI memproduksi lebih banyak NC295 untuk pasar Asia Pasifik.

Pesawat NC295 merupakan pengembangan dari CN235, punya kesanggupan membawa beban 9,2 ton sehingga masuk kategori medium military lift, badannya diperpanjang 3 meter sementara sayapnya tetap sama dan diperkuat dengan engine PW127G turboprop buatan Pratt &Withney, kekuatannya satu setengah kali CN235. Data Casa menunjukkan NC295 lebih irit bahan bakar dan perawatan dan sanggup terbang dengan daya jelajah 5.300 km dengan kapasitas bahan bakar 4,5 ton.  Kemhan memesan 9 unit pesawat jenis ini untuk memperkuat skuadron angkut sedang dalam mobilitas rotasi pasukan dan penanggulangan bencana alam.

Pesanan Kemhan ini membuat PT DI menggeliat gairah setelah sebelumnya tanggal 26 Mei 2011 melalui program penyertaan modal negara (PMN) dengan persetujuan Komisi VI DPR, perusahaan ini digelontor dana konversi sebesar Rp 3,8 trilyun untuk memperbaiki posisi neraca keuangan.  Rincian PMN itu adalah 1,42 T untuk konversi utang dan 2,38T untuk penyertaan modal sementara.  Suntikan ini mampu menyegarkan wajah permodalan perseroan dari sebelumnya defisit 707 milyar rupiah menjadi plus 617 milyar.

Bulan Mei 2011 PT DI berhasil melakukan pengiriman pesawat produksinya CN235 jenis angkut militer VIP ke Senegal dengan nilai kontrak US$ 13 juta. Pesawat ini merupakan modifikasi dari CN 235 milik Merpati.   Modifikasi yang dilakukan adalah dengan mengubahnya menjadi tipe pesawat militer, menganti mesin untuk menambah daya angkut dan penambahan sistem auto pilot TCAS.  Ini adalah ekspor pertama sejak tahun 2008 dimana selama itu PT DI tidak mampu melakukan ekspor pesawat produksinya meskipun yang diekspor itu pesawat second yang diperbaharui.

Setelah ekspor ke Senegal, PT DI juga kembali mengirimkan 2 CN235 tipe patroli maritim yang dipesan angkatan laut Korea Selatan.  Korea Selatan memesan 4 unit CN 235 patroli maritim yang dilengkapi dengan alat pendeteksi kapal, migrasi ikan, polusi tumpahan minyak dengan nilai kontrak US$ 94 juta.  Semuanya akan diselesaikan tahun ini.  Khusus dengan Korsel, PT DI ke depan diprediksi akan mendapat tambahan order CN 235 atau NC295 dalam jumlah banyak sehubungan dengan adanya kerjasama pertahanan yang erat antara RI dan Korsel.  RI banyak memesan alutsista dari Korsel antara lain 16 jet latih tempur T50 Golden Eagle, pengadaan 3 kapal selam kelas Changbogo, upgrade 2 kapal selam dan lain-lain.  Selama ini negeri ginseng itu sudah mengunakan 15 unit pesawat CN 235 buatan PT DI untuk keperluan operasi militernya.

PT DI saat ini sedang disibukkan dengan penyelesaian berbagai order alutsista udara untuk TNI, yaitu pembuatan 3 pesawat CN235 patroli maritim untuk TNI AL dan penyelesaian helikopter NAS-332 Super Puma untuk TNI AU.  TNI AU juga memesan 1 unit CN235 MPA untuk skuadron intainya. Tak ketinggalan TNI AD sebagai pelanggan tetap PT DI memesan 8 unit helikopter jenis Bell 412 EP tipe serbu dan 8 unit dari tipe angkut, kemudian helikopter jenis Fennec AS-550  sebanyak 8 unit.  Masih banyak paket-paket alutsista yang diorder oleh TNI misalnya  pembuatan SUT Torpedo tipe 364 MKO untuk kapal selam TNI AL dan paket simulator terjun payung untuk TNI AD.  Dari semua rangkaian order itu diprediksi sampai tahun 2014 PT DI akan mendapat peluang revenue sebesar Rp 9,23 Trilyun, sebuah angka yang mampu memberikan nilai geliat gairah bagi industri kedirgantaraan dalam negeri.

Ini semua tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah bersama DPR dalam program pengadaan alutsista TNI yang menggelontorkan dana 100 Trilyun rupiah dengan opsi tambahan 50 trilyun selama periode 2010-2014, dengan mengggandeng industri strategis pertahanan dalam negeri.  Selain PT DI, PAL dan Pindad juga mendapat order luar biasa dalam pengadaan alutsista TNI.  PAL mendapat order pembuatan puluhan Kapal Cepat Rudal, Kapal Landing Ship Tank, Kapal LPD, integrasi sistem tempur KRI dan kerjasama pembuatan kapal selam dengan Korsel.  Pindad mendapat pesanan ribuan senjata SS2, ribuan roket R-Han, ratusan Panser Anoa, kerjasama produksi Panser Canon Tarantula dengan Korsel  dan Panser Fnss dengan Turki.

Untuk diketahui selama 36 tahun masa kehadirannya PT DI telah memproduksi lebih dari 300 pesawat terbang dan helikopter berbagai jenis seperti NC-212, CN235, NBO105, NBELL 412, NAS332.  Juga mampu memproduksi 60 ribu unit roket dan 160 unit torpedo, 13 ribu unit komponen pesawat terbang F16, Boeing, Airbus.  Sejalan dengan itu PT DI mampu melakukan penguasaan teknologi pabrikasi Casa, Boeing Company, Fokker dan Bell Helicopter termasuk product support, maintenance dan overhaul. Dalam quality assurance sudah diakui oleh General Dynamic dengan persyaratan US Military Specification MIL-1-45208A, Bae, Lockhead, Boeing Company, Daimler Benz Aerospace dan DGAC.

Geliat gairah PT DI sebagai simbol teknologi tinggi yang dimiliki republik ini merupakan momentum kebangkitan kembali industri kerdigantaraan kita.  Apalagi saat ini sudah ada kerjasama pengembangan proyek jet tempur KFX/IFX bersama Korsel dimana  Indonesia mendapat bagian 50 unit jet tempur generasi 4,5 dan PT DI akan menjadi produsen dan pemasar jet tempur dengan kualitas diatas F16 mulai tahun 2020.  Simbol teknologi tinggi bangsa ini kembali bersinar terang memberikan nilai kebanggaan dan harapan pada generasi penerus bangsa. 

Sumber : Analisis