Pages

Senin, Juni 06, 2011

Tahun 2020, Indonesia Akan Produksi Kapal Selam

JAKARTA-(IDB) : Meski pemerintah menargetkan industri pertahanan sudah terbangun pada 2024, Indonesia diharapkan sudah bisa memproduksi kapal selam sendiri pada 2020. Untuk itu, mulai tahun ini Indonesia akan mulai melakukan alih teknologi untuk pembuatan kapal tersebut.

“Tahun ini kita akan kirim insinyur-insinyur untuk memulai proses alih teknologi,” ujar Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Susilo, kepada Tempo, Senin, 6 Juni 2011.

Tahap awal proses alih teknologi dilakukan dengan mengirimkan sumber daya manusia dari Indonesia untuk terlibat dalam perakitan kapal selam yang dipesan oleh pemerintah ke negara produsen kapal itu. Tahap berikutnya dari alih teknologi adalah perakitan dan produksi sebagian komponen kapal selam di Indonesia.



Susilo mengatakan tahun ini Indonesia berencana memesan dua kapal selam. Pada pemesanan berikutnya diharapkan perakitan salah satu unit yang dipesan bisa dilakukan di tanah air walaupun komponen dan alat-alat utamanya masih diimpor. "Misalnya kita beli tiga, yang dua diproduksi di sana (negara produsen), satu lagi kita rakit di sini," ujarnya.

Susilo mengatakan saat ini potensi pengembangan kapal selam di Indonesia memang belum ada. Industri kapal di dalam negeri belum menguasai teknologi pembuatan kapal selam maupun sumber daya manusia berupa tenaga ahli. Persoalan lain yang dihadapi untuk mengembangkan industri ini adalah investasi yang diperlukan sangat besar.

Indonesia, kata dia, juga belum memiliki galangan kapal dan kelengkapannya dengan kapasitas yang cukup besar untuk membangun kapal selam. Meskipun ada galangan yang cukup besar, diperlukan perbaikan dan penambahan fasilitas. "Biaya untuk membangun galangan kapal ini lebih besar dari biaya untuk pembelian satu unit kapal selam," kata Susilo.

Juru Bicara Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Silmy Karim mengatakan komite bersama Kementerian Pertahanan akan mendorong beberapa kebijakan untuk mendukung pertumbuhan industri pertahanan nasional. Salah satunya yang akan diusulkan adalah pembebasan bea masuk sparepart untuk industri pertahanan.

Ini dilakukan untuk memicu produksi alat pertahanan oleh perusahaan-perusahaan di dalam negeri. "Sekarang kami sedang menginventarisir komponen apa saja yang perlu diberi pembebasan bea masuk," katanya. Kementerian akan meminta agar peraturan pembebasan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan khusus komponen pertahanan.

Sumber: Antara

Berita Video : Retrofit AMX-13 TNI AD



BANDUNG-(IDB) :  Akhir Mei 2011 lalu, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, Mayjen TNI Johanes Suryo Prabowo berserta rombongan (Asren, Aslog, Dirhubad, Dirpalad) melaksanakan kunjungan ke Pusdikkav Pusenkav, Bandung dalam rangka menerima penjelasan dan menyaksikan uji kemampuan Tank AMX 13 hasil retrofit dari PT. Pentarona Sabiex.

Upgrade dilakukan pada 65 unit tank AMX-13 dengan mengganti mesin dan kanon 75 dan 105mm.Acara juga dihadiri oleh Wadan Kodiklat TNI AD, Danpussenkav Kodiklat TNI AD dan Danpusdikkav Pussenkav.

Sumber: Youtube

AL Thailand Upgrade Dua Frigate Kelas Naresuan


BANGKOK-(IDB) : Saab mengumumkan memperoleh kontrak upgrade ”combat management” dan sistem kontrol penembakan dua frigate kelas Naresuan senilai MSEK 454.

Kontrak meliputi upgrade combat management generasi terakhir dan sistem kontrol penembakan 9LV Mk4 dan CEROS 200. Saab akan memasang juga perangkat data-link di kedua kapal perang agar dapat berkomunikasi antara frigate, jet tempur Gripen dan Saab 340 yang dilengkapi sistem radar udara ERIEYE.

Pemerintah Thailand membeli empat frigate kelas Jianghu dan dua Tipe IV. Frigate Tipe IV diberi nama HTMS Taksin-622 (diserahkan November 1995) dan HTMS Naresuan-621. Frigate dibeli dengan harga persahabatan 2000 juta baht per-unit, dibandingkan 8000 juta baht buatan Barat.

Sumber: Saab

Sekjen Kemhan Berikan Pembekalan Tim Enginering KF-X/IF-X

BANDUNG-(IDB) : Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Sekjen Kemhan) Marsdya TNI Eris Herryanto, S.IP, M.A., memberikan pembekalan kepada Tim Engineering KF-X/IF-X, Kamis (2/6) di Lembang, Bandung. Tim tersebut berjumlah 34 Engineers yang berasal dari Kemhan, TNI AU, ITB dan PT. DI. 

Tim tersebut direncanakan akan diberangkatkan ke Korea Selatan pada bulan Juli mendatang dalam rangka pelaksanaan tahap Technology Development Phase bagian dari program pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X. Pesawat tempur tersebut merupakan pesawat tempur baru generasi 4.5 (F16++) yang akan dikembangkan bersama oleh Republik  Indonesia dan Republik Korea Selatan.

Tim Engineering Republik Indonesia yang ditugaskan di Korea Selatan harus benar-benar profesional, tangguh, penuh motifasi, inisiatif serta berdedikasi tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan pembekalan disamping agar setiap anggota Tim memiliki pemahaman yang sama mengenai apa yang  menjadi tugas dari Tim selama di Korea Selatan. 

Pembekalan dilaksanakan dengan tujuan meliputi memberikan satu arahan yang jelas mengenai pentingnya program KF-X/IF-X untuk menjaga kedaulatan NKRI, sosialisasi dan rencana kerja program pengembangan  pesawat temur KF-X/IF-X, mempersatukan visi dan misi bagi setiap anggota Tim, memberikan motifasi yang kuat untuk bisa bekerjasama dalam satu Tim yang solid, agar seluruh rencana kerja yang telah ditetapkan.

Pembekalan diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang Kemhan) dan berlangsung selama lima hari dimulai tanggal 29 Mei sampai dengan 3 Juni 2011.

Sementara itu, Sekjen Kemhan dalam pembekalannya memberikan paparan dengan tema “ Pentingnya Program KF-X/IF-X Bagi Pertahanan Negara Republik Indonesia Di Masa Mendatang”. Selain mendapatkan pembekalan dari Sekjen Kemhan, selama pembekalan Tim juga mendapatkan materi pembekalan dari beberapa nara sumber.

Sumber: DMC

Untuk Pelayaran Internasional PT.SI Dikawal TNI AL

JAKARTA-(IDB) : Direktur Eksekutif PT Samudera Indonesia Tbk Asmari Herry mengatakan bahwa pelayaran niaga melalui Terusan Suez akan dijaga anggota TNI Angkatan Laut. “Mungkin akan ditambahkan 6-8 anggota militer,” kata Asmari kepada Tempo, Sabtu lalu.

Kebijakan ini diambil setelah Kapal MV Sinar Kudus milik Samudera Indonesia disandera 46 hari oleh lanun Somalia pada 16 Maret lalu. Menurut Asmari, penambahan ini akan meningkatkan biaya operasional kapal yang mencapai US$ 14 ribu dolar per kapal per hari.




Asmari mengatakan bahwa setelah penyanderaan tersebut pemerintah mengadakan seminar mengenai pengamanan pelayaran niaga, terutama menuju Eropa. Pelayaran menuju Eropa, kata Asmari, lebih ekonomis ditempuh melewati Terusan Suez yang sebelumnya harus melintasi perairan Somalia. “Hanya membutuhkan waktu empat bulan,” katanya.


Dua jalur lain, kata Asmari, dinilai terlalu lama dan tidak ekonomis. Jalur tersebut adalah melewati Tanjung Harapan Afrika Selatan yang membutuhkan waktu enam bulan dan melewati Panama di Samudera Pasifik yang membutuhkan delapan bulan pelayaran.


Menurut Asmari, bantuan militer Indonesia lantaran belum ada kesepakatan Internasional untuk menumpas lanun Somalia. “Yang ada baru rencana penguatan Pemerintah Somalia agar rakyatnya tidak merompak,” katanya. Oleh karena itu, setiap kapal dan negara yang melintasi perairan rawan Somalia akan menjaga kapal masing-masing.

Asmari mengklaim Sinar Kudus merupakan satu-satunya kapal berbendera Indonesia yang berlayar menuju Eropa. Oleh karena itu, perseroan, kata dia, akan meningkatkan kemampuan 1.000 awak dengan 60 kapal yang dimiliki Samudera Indonesia. “Akan kami bekali dengan pelatihan,” ujarnya.

Sumber: Tempo

Keberhasilan Operasi Militer Harus di Atas 70 Persen

JAKARTA-(IDB) : Teks berita di televisi itu menarik perhatian Kolonel Laut A. Taufiqoerrochman. Kapal MV Sinar Kudus dikabarkan dibajak di perairan Somalia. Sang Kolonel membatin, "Kelihatannya saya akan berangkat ke sana.

" Sebelum menonton televisi, Taufiq-nama singkat yang tertera di baju dinasnya-baru saja menyerahkan jabatan Komandan Latihan Komando Armada Timur di Surabaya. Dia didapuk menjadi Komandan Komando Pelaksana Operasi Gugus Tempur Laut Komando Armada Barat. Pangkatnya mestinya sudah naik menjadi laksamana pertama, tapi belum ada upacara penyematan pangkat secara resmi. 

Benar saja, Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Madya Marsetio memanggil Taufiq dan menunjuknya sebagai komandan operasi pembebasan awak MV Sinar Kudus yang disandera lanun Somalia. Kemudian Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengajak Taufiq menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kediamannya di Puri Cikeas. "Presiden menyampaikan arahan, yang penting keselamatan sandera harus diutamakan," ujarnya. 

Resmilah Taufiq menjadi Komandan Satuan Tugas Merah Putih untuk membebaskan awak kapal Sinar Kudus. Kapal yang mengangkut bijih nikel senilai Rp 1,5 triliun itu berangkat dari Pomalaa, Sulawesi Tenggara, menuju Rotterdam, Belanda. Namun kapal dengan 20 awak itu dibajak sejak 29 Februari. Para awak disekap perompak selama 46 hari. 

Operasi melibatkan pasukan khusus dari berbagai angkatan. Ada Detasemen Jala Mengkara alias Denjaka dari Marinir, Satuan Penanggulangan Teror alias Gultor dari Kopassus TNI Angkatan Darat, Komando Pasukan Katak alias Kopaska dari TNI Angkatan Laut, dan Pasukan Intai Amfibi alias Taifib dari Marinir. Taufiq berangkat memimpin operasi dengan tiga melati masih tersemat di pundaknya. Dia memimpin dua kapal perang: KRI Abdul Halim Perdanakusuma, yang dilengkapi satu helikopter jenis Bolkow, dan KRI Yos Sudarso. 

Tim Merah Putih akhirnya berhasil membawa pulang kapal dan awaknya dengan selamat, meski uang tebusan US$ 4,5 juta digondol perompak, Ahad dua pekan lalu. Keberhasilan pasukan Indonesia ini diapresiasi sejumlah pihak, termasuk komandan pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di kawasan perairan sekitar Somalia. "Belum pernah ada kapal yang masuk ke perairan Somalia, kecuali Indonesia," kata Taufiq. "Sudah begitu, menembak mati perompak pula." 

Rabu pekan lalu, Taufiq, yang sudah resmi menyandang satu bintang di pundaknya, menerima Nugroho Dewanto, Yandi M. Rofiyandi, dan Fanny Febiana dari Tempo di Markas Komando Armada Barat, Jakarta. Pria berpembawaan humoris ini menuturkan lika-liku operasi secara lugas diselingi canda, termasuk tentang sandi "Gudang Garam-Dji Sam Soe" yang biasa digunakan sesama pelaut Indonesia. 


Bagaimana ceritanya Anda ditugasi memimpin operasi pembebasan awak kapal MV Sinar Kudus yang disandera perompak Somalia?
Saya baru ditugasi menjadi Komandan Komando Pelaksana Operasi Gugus Tempur Laut Komando Armada Barat. Setelah serah-terima 17 Maret di Surabaya, saya membaca running text televisi sore: kapal Sinar Kudus dibajak. Saya membatin, kelihatannya akan berangkat. Saya berinisiatif mengambil buku dan mencorat-coret strategi operasi. Jadi, kalau diperintahkan, saya sudah punya konsep. Saya ke Jakarta dan mau menghadap Panglima Armada Barat. Tiba-tiba ditelepon Kepala Staf Armada Barat dan disuruh langsung ke Markas Besar TNI Angkatan Laut di Cilangkap.
Jadi Anda langsung ke Cilangkap sebelum sampai ke kantor baru?
Enggak sempat ke sini. Di Cilangkap, Wakil Kepala Staf Angkatan Laut sudah rapat. Beliau mengatakan, "Kamu yang bawa, ya. Kamu kan jadi Komandan Gugus Tempur Laut besok. Kalau perlu, serah-terima malam ini." Pasukan sudah ada di Cilandak, yakni Denjaka, Gultor, Taifib, dan Kopaska. Saya ke Cilandak, lalu kembali ke Cilangkap dan ke rumah Panglima. Saya baru pulang dan sampai di rumah di Salemba jam tiga pagi. Jam tujuh seharusnya acara serah-terima, tapi kapal sudah datang, sehingga harus segera mengecek.
Siapa yang memberikan arahan operasi kepada Anda?
Setelah mengecek dan pasukan masuk ke kapal, jam setengah delapan pagi saya mendampingi Panglima TNI menghadap Presiden di Cikeas. Presiden menerima paparan dari Panglima TNI dan Komandan Korps Marinir. Pertemuan itu dihadiri Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Panglima Kostrad, dan Komandan Kopassus. Presiden menyetujui rencana garis besar yang disampaikan Panglima TNI. Operasi militer harus meminta persetujuan dari yang memberi perintah, yaitu Presiden.
Apa arahan Presiden waktu itu?
Arahan beliau sangat runtut dan beliau menguasai sekali operasi militer. Saya catat semua dan menjadi dasar membuat rencana operasi. Yang paling utama adalah keselamatan sandera. Presiden juga meminta kami membuat rencana cadangan kalau ada perubahan situasi.
Dalam pemaparan rencana operasi, apakah termasuk skenario penyergapan di Laut Arab?
Kami memang berencana mengambil kapal di Laut Arab. Kami sudah menghitung posisi ketika kapal ditangkap. Bahan bakar kapal akan cukup sampai di Laut Arab kira-kira sampai 10 April. Saya rencanakan paling lambat 3 April sudah berada di posisi menyergap. Begitu disetujui, besoknya saya berangkat.
Ketika Anda berangkat, bagaimana tanggapan keluarga?
Ha-ha-ha.... Sudah biasa. Saya berangkat besok, subuhnya istri malah sudah berangkat ke Manado. Ketika saya antar dia ke bandar udara, belum dikasih tahu mau berangkat. Baru jam tiga sore, Panglima TNI mengatakan berangkat jam 18.00. Saya selalu menyampaikan bahwa pada saat roh ditiupkan, file-nya sudah ada, kapan meninggal, juga nasib buruk dan baik.
Ada perubahan rencana operasi di tengah jalan?
Ya. Kami berangkat dan baru melintang di Padang pada 25 Maret. Ternyata kapal sudah lego jangkar di perairan Somalia. Karenanya, target menjadi lebih sulit karena terlalu dekat daratan. Selain itu, ada kapal lain sehingga kemungkinan sandera dipisah. Jadi, ketika dalam perjalanan ke Laut Arab, kami ubah ke El-Dhanan.
Bagaimana berkoordinasi dengan pasukan multinasional di perairan Somalia?
Ketika pertama masuk, kami belum menjalin komunikasi dengan mereka. Tapi kami terus berhubungan dengan Markas Angkatan Laut. Pasukan multinasional tergelar di Gulf of Aden, Thorn of Africa, Arabian Sea, dan Somalian Basin.
Selama pengintaian, seberapa dekat kapal dengan target?
Pada 4 April, unsur terdepan kami sudah berada satu mil dari sasaran. Perompak tidak tahu bahwa kami sudah datang. Lalu kami analisis. Jadi, begitu masuk, jangan dibayangkan hanya ada kapal Sinar Kudus. Di sekitar situ saja ada delapan kapal. Kalau sudah begini, sulit menentukan yang mana Sinar Kudus. (Taufiq memperlihatkan foto citra radar dari kapal Abdul Halim Perdanakusuma.) Kami lalu mengintai dengan helikopter dan permukaan. Kami kaburkan identitas helikopter.
Semua itu dilaporkan ke Panglima TNI?
Kami melaporkan posisi dan rencana aksi pada malam harinya dengan metode raid. Serbu, lalu mundur. Pasukan dibekali senjata berperedam suara. Masuk dengan senyap, naik, sikat, turun, dan mundur. Kalau mesin kapal bisa dihidupkan, langsung dikawal.
Bagaimana tanggapan Panglima TNI?
Panglima menanyakan tingkat keberhasilannya. Saya menjawab 50-50, karena posisi sandera tidak diketahui selama pengintaian. Atas arahan Presiden, operasi baru dilaksanakan kalau tingkat keberhasilan di atas 70 persen. Ini operasi istimewa dan keputusannya akan berdampak internasional, sehingga komando penuh ada di Presiden, dan Panglima sebagai komando operasinya. Makanya saya butuh posisi sandera. Operasi kami tunda sambil menganalisis dan mencari data. Kesempatan itu digunakan untuk berkoordinasi dengan satuan multinasional. Kami berbagi informasi intelligence, surveillance, and reconnaissance.
Apa langkah selanjutnya?
Kami diperintahkan segera membebaskan sandera pada 28 April karena ada negosiasi. Presiden mengatakan negara tak melakukan negosiasi tapi tak bisa melarang perusahaan memilih berunding. Ternyata perundingan mundur sampai 30 April.
Apakah Anda mengetahui opsi perundingan oleh pemilik kapal itu?
Saya tahu, tapi di luar konteks. Saya hanya bertugas mengamankan. Pada 30 April, tebusan didrop dan sandera dijanjikan akan bebas jam dua siang. Setelah ditunggu dua sampai empat jam, ternyata tak dibebaskan juga.
Bagaimana ekspresi pasukan Anda ketika mengetahui ada opsi negosiasi?
Saya merasakan anak-anak gemas. Sudah jauh-jauh datang, tak jadi perang, ha-ha-ha.... Kami hanya pelaksana operasi dan harus siap mengubah postur dengan cepat. Awalnya postur menyerang, jadi postur diplomasi.
Bagaimana Anda berkomunikasi dengan awak kapal MV Sinar Kudus selama pengintaian?
Saya punya pengalaman ketika masih menjadi kapten. Waktu melintas di perairan Italia, ada panggilan "Gudang Garam-Dji Sam Soe" melalui handy talkie. Waktu itu saya enggak paham. Rupanya, itu sebagai tanda, ada orang Indonesia di kapal lain. Saya gunakan pengalaman itu ketika di Somalia. Meski lambat dijawab, akhirnya tersambung juga.
Apakah perompak tak curiga dengan percakapan awak kapal di handy talkie?
Kami hanya berkomunikasi sebentar-sebentar. Kami dianggap awak kapal karena memang komunikasi mereka di anjungan dan buritan menggunakan handy talkie. Kami lalu merangkai semua informasi dan data. Perompak rupanya bergerak menuju Eyl. Jarak dari El-Dhanan ke Eyl itu 90 mil, hampir 170 kilometer. Mereka bergerak jam empat pagi pada 1 Mei. Kami mengintai dan menjaga supaya tetap di perairan internasional. Jangan sampai kehadiran kami jadi kontraproduktif.
Semua pasukan mengikuti sampai Eyl?
Saya menyiapkan sea rider dan helikopter. Bayangkan, sea rider yang biasanya beroperasi di arus tenang berada di laut dengan kedalaman 8.000 meter dan berombak besar. Mereka seperti naik kuda tanpa pelana. Jam dua siang, kapal berhenti. Saya dekatkan sea rider ke kapal. Helikopter dalam posisi siap. Tiba-tiba awak kapal Sinar Kudus berteriak melalui handy talkie. Perompak kembali beraksi.
Bagaimana sampai ada kontak senjata hingga empat perompak tewas?
Perompak ini memiliki beberapa kelompok. Ada yang setuju dan tidak dengan perundingan. Kelompok yang tak setuju itu bermaksud membajak kapal lagi. Teriakan permintaan tolong itu menjadi dasar kami masuk ke perairan Somalia. Kami masuk sampai jarak lima mil. Helikopter menembaki perompak yang hendak membajak kapal lagi. Empat orang tewas dan tak ada yang menggunakan baju awak kapal. Jadi mungkin memang perompak.
Berapa lama kontak senjata itu?
Tidak lama. Kami hanya menyapu supaya perompak tak naik. Setelah selesai, saya kirim tim untuk sterilisasi, khawatir ada bom atau penyusup.
Bagaimana kondisi awak kapal?
Ketika saya naik, tampak awak kapal mengalami tekanan psikis. Wajar saja karena setiap hari ditodong senjata. Setelah aman, kami mengawal mereka ke Oman. Belum sehari berangkat menuju Oman, kapal mogok. Ternyata kehabisan air tawar untuk mendinginkan mesin. Kapal sampai di Oman pada 4 Mei dan awak kapal pulang, diganti awak baru. Kapal kemudian melanjutkan perjalanan ke Rotterdam dan ada petugas kami di atas kapal untuk mengawal.
Tanggapan pasukan multinasional?
Kebetulan saya kenal komandan pasukan NATO di sana. Dia mengirim surat elektronik dan menulis: "You do make different." Tadinya saya tidak paham apa maksudnya. Ternyata tak pernah ada kapal yang masuk ke perairan Somalia, kecuali Indonesia. Apalagi sampai menembak mati perompak.
Kabarnya pernah melakukan operasi menghadapi perompak di Selat Malaka?
Ya, pada 2004. Ada tanker dibajak dan 36 awaknya disandera. Jam sepuluh malam, kami menyerbu. Perompak memiliki senjata lebih bagus, tapi kami lebih terlatih. Terjadi pertempuran jarak sangat dekat, paling jauh lima meter. Padahal senjata mereka bisa dipakai sampai 600 meter. Keberhasilan sempurna: 36 orang dibebaskan tanpa cedera dan lima perompak tewas. Jadi, kalau dikatakan TNI tidak mampu, kami sudah melaksanakan sebelumnya. Namun sedikit diberitakan.
Waktu melakukan operasi pembebasan sandera di Selat Malaka, apakah dengan pasukan khusus seperti di Somalia?
Hanya dengan anak buah saya yang ada di kapal. Mereka semua memang sudah terlatih. Organisasi kapal itu ada empat, yaitu tempur, administratif, pemeliharaan, dan penjagaan. Semua bisa berubah setiap saat. Dasar organisasi kapal itu tempur. Mungkin sehari-harinya juru masak, tapi dia bisa menjadi penembak meriam atau senapan mesin dalam pertempuran.
Dengan operasi itu, Angkatan Laut membuktikan bisa mengamankan perairan Selat Malaka?
Panglima Armada Pasifik Amerika pernah mengatakan Selat Malaka masuk daerah hitam, banyak perompak. Muncul stigma negara pantai tak bisa mengamankan wilayahnya. Tapi kita buktikan mampu mengamankan perairan itu.

LAKSAMANA PERTAMA AHMAD TAUFIQOERROCHMAN
Tempat dan Tanggal Lahir: Sukabumi, Jawa Barat, 18 Oktober 1961
Pendidikan:


  • Akademi Angkatan Laut, 1985





  • Pendidikan Lanjutan Perwira I, 1990





  • Pendidikan Lanjutan Perwira II, 1993





  • Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut, 1998





  • Sekolah Staf dan Komando TNI, 2009 Karier:





  • Komandan KRI Pulau Rani, KRI Badik, KRI Karel Satsuit Tubun





  • Komandan Satuan Patroli Komando, Satuan Kapal Eskorta, dan Komando Latihan Armada   Timur





  • Dosen Instruktur Akademi Angkatan Laut, Komando Pendidikan TNI AL, dan Sekolah Staf dan Komando TNI





  • Komandan Komando Pelaksana Operasi Gugus Tempur Laut Komando Armada Barat





  • Sumber: Tempo

    TNI AU Gelar Static Show di Balikpapan


    BALIKPAPAN-(IDB) : Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) menggelar kegiatan static show mulai hari ini, Senin (6/6/2011).

    Komandan Pangkalan TNI AU Balikpapan Riva Yanto ST M.Sc menjelaskan static show yang akan berlangsung hingga, Sabtu (11/6/2011) itu dilaksanakan dalam rangkaian Manuver Lapangan (Manlap) Latihan Angkatan Udara (Lathanud) Kilat, Lathanud Cakra dan Opshanud Tameng Petir 2011.

    Kegiatan itu berdasarkan Surat Telegram Pangkohanudnas No: ST/63/2011 tanggal 24 Mei 2011 tentang Manlap Lathanud Kilat, Cakra dan Opshanud Tameng Petir pada 4 Juni 2011 sampai 12 Juni 2011 di wilayah Kosekhanudnas II.
    Sumber: TribunNews

    Indonesia Anggarkan Rp. 8,6 Triliun Untuk Pengadaan Kapal Selam

    JAKARTA-(IDB) : Pemerintah menyiapkan anggaran lebih dari US$ 1 miliar (sekitar Rp 8,6 triliun) untuk membeli kapal selam TNI Angkatan Laut. Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda TNI Susilo, mengatakan rencana pembelian kapal selam sudah dianggarkan sejak 2005. Anggarannya, "Tidak lebih dari US$ 2 miliar," kata Susilo kepada Tempo kemarin.

    Pada 2005, pemerintah hanya menganggarkan US$ 700 juta, dengan asumsi harga kapal selam US$ 350-400 juta per unit. Seiring dengan berjalannya waktu, anggaran pun bertambah.

    Tahap awal, dua kapal selam akan dipesan untuk memperkuat armada TN AL. "Tahun ini kami harapkan bisa eksekusi," ujar Susilo.

    Dia enggan menyebutkan harga setiap unit kapal selam yang akan dipesan. Susilo hanya mencontohkan kapal selam Scorpen produk Prancis yang dibeli Malaysia dengan harga 550 juta euro atau sekitar US$ 800 juta. "Tergantung kelengkapannya. Sekarang masih pembahasan teknis," katanya. Kapal selam TNI AL itu bakal dilengkapi senjata, seperti torpedo dan peluru kendali.

    Selain Scorpen dari Prancis, ada tawaran kapal selam jenis U-209 dari Jerman dan Chang Bogo dari Korea Selatan. Tawaran mana yang bakal dipilih kini masih digodok Tim Evaluasi Pengadaan Kementerian Pertahanan. "Bisa Jerman, Prancis, atau Korea," kata Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Soeparno ketika dihubungi kemarin.

    Sebelumnya, menurut Soeparno, ada empat negara yang mengajukan penawaran. Namun, satu negara produsen, yakni Rusia, mundur karena produk yang mereka tawarkan tak sesuai dengan spesifikasi teknis yang dibutuhkan TNI AL. "Mereka menawarkan kapal selam besar," ujar dia.

    Kapal selam yang dibutuhkan TNI AL tidak terlampau besar karena disesuaikan kondisi perairan Indonesia. Lagi pula, kata Soeparno, "Kalau kapal selam besar, anggarannya tidak cukup."

    Soeparno menambahkan, TNI AL minimal memerlukan enam kapal selam. Saat ini TNI AL baru memiliki dua buah, yakni KRI Cakra dan KRI Nanggala, yang dibeli pada 1980-an. KRI Cakra masih dalam perbaikan dan baru rampung Januari tahun depan.

    Di samping bergantung pada ketersediaan dana, menurut Soeparno, pengadaan kapal selam memerlukan waktu lama. Pembuatan satu kapal selam, misalnya, bisa memakan waktu paling cepat tiga tahun.

    Pada bagian lain, Laksamana Muda Susilo menambahkan, idealnya TNI AL memiliki sepuluh kapal selam untuk menjaga pertahanan seluruh wilayah laut Indonesia. Tiga unit untuk disiagakan di kawasan timur, tengah, dan barat perairan Indonesia. Tiga lainnya untuk pelatihan. Sisanya, "Cadangan jika kapal lain diperbaiki," kata dia.

    Sumber: Tempo

    Indonesia Setidaknya Membutuhkan 10 Kapal Selam

    JAKARTA-(IDB) : Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda TNI Susilo mengatakan, TNI Angkatan Laut setidaknya membutuhkan 10 unit kapal selam untuk kebutuhan penjagaan dan pertahanan wilayah laut Indonesia. "Saat ini kita cuma punya dua. Itu pun yang satu sedang diperbaiki," kata Susilo ketika dihubungi Tempo, Minggu 5 Juni 2011.

    Tiga kapal selam, menurut Susilo, harus selalu disiagakan masing-masing di kawasan timur, tengah dan barat perairan Indonesia. Tiga kapal selam lain untuk infrastruktur pelatihan. Sisanya, "Cadangan jika salah satu kapal selam sedang diperbaiki atau menjalani perawatan rutin," ujarnya

    Jika kebutuhan 10 kapal selam itu terpenuhi, dipastikan setiap saat selalu ada kapal selam bersiaga di wilayah laut Indonesia. Karena saat ini TNI hanya memiliki dua kapal selam, otomatis hanya satu kapal selam yang beroperasi saat yang lain menjalani perawatan. Apalagi, kapal selam harus menjalani proses kalibrasi secara rutin.

    TNI AL saat ini juga belum memiliki kapal selam khusus untuk keperluan latihan. Kebutuhan kapal selam dinilai menjadi salah satu kebutuhan strategis karena kondisi perairan Indonesia yang terdiri dari banyak layer (lapisan). Perairan Indonesia juga memiliki temperatur ideal untuk beroperasinya kapal selam. Layer-layer ini membuat kapal selam sulit dilacak oleh radar musuh dan sulit ditembus oleh gelombang elektromagnetik.





    Dihubungi secara terpisah, Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Soeparno mengatakan, TNI AL sekurang-kurangnya butuh enam buah kapal selam. Saat ini TNI AL baru memiliki dua kapal selam, yakni KRI Cakra dan KRI Nenggala yang dimiliki sejak tahun 1980-an. Itu pun, KRI Cakra masih dalam perbaikan dan baru rampung Januari tahun depan. Untuk memenuhi jumlah miminal itu, "TNI AL butuh empat buah kapal selam lagi," katanya.


    Namun untuk dapat memenuhi jumlah ideal itu masih dibutuhkan waktu yang cukup lama. Pasalnya, setelah dipesan, proses pembuatan kapal selam butuh waktu bertahun-tahun. "Minimal 3 tahun," ujar Soeparno.




    Pemerintah berencana membeli dua unit kapal selam untuk melengkapi armada TNI AL pada tahun ini. "Tahun ini kami harapkan bisa eksekusi," kata Laksamana Muda Susilo. Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) Kementerian Pertahanan saat ini tengah menggodok rencana pembelian tersebut. Penggodokan sudah memasuki tahap memilih satu diantara tiga negara produsen yang telah mengajukan penawaran. Yakni Jerman, Perancis atau Korea.

    Sumber: Tempo