Pages

Minggu, Juni 05, 2011

Tender Kapal Selam Indonesia Memasuki Tahap Pemilihan Negara Produsen

Kapal Selam U-209 Jerman
JAKARTA-(IDB) : Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) Kementerian Pertahanan saat ini tengah menggodok rencana pembelian kapal selam untuk memperkuat armada TNI Angkatan Laut. Penggodokan sudah memasuki tahap memilih satu di antara tiga negara produsen yang telah mengajukan penawaran. "Tiga negara itu adalah Jerman, Prancis, dan Korea," kata Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Soeparno kepada Tempo, Minggu, 5 Juni 2011.

Sebelumnya, ada empat negara yang mengajukan penawaran kepada TNI. Namun, satu negara produsen, yakni Rusia, akhirnya mundur karena produk kapal selam yang ditawarkan tak sesuai dengan spesifikasi teknis yang dibutuhkan TNI AL. "Mereka menawarkan kapal selam besar," ujar Soeparno. Kapal selam yang dibutuhkan TNI AL, kata dia, tidak terlampau besar dan yang sesuai dengan kondisi perairan Indonesia.

Kapal selam Changbogo Korea Selatan
Selain itu, pembelian kapal selam juga disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. "Kalau kapal selam besar, anggarannya tidak mencukupi," ujarnya. Sayangnya, Soeparno enggan menyebut berapa jumlah anggaran yang disiapkan untuk membeli kapal selam itu. Namun, menurut dia, rencana membeli kapal selam sudah dianggarkan sejak tahun 2005 lalu.

Sebelumnya, Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda TNI Susilo mengatakan bahwa pada tahun ini pemerintah setidaknya akan membeli dua unit kapal selam. "Tahun ini kami harapkan bisa eksekusi," kata Susilo di kantornya, Jakarta, akhir Mei lalu.

Kapal selam Scorpene Perancis
Senada dengan Soeparno, Susilo mengatakan pembelian kapal selam disesuaikan dengan anggaran yang tersedia, mengingat mahalnya harga kapal selam. Ia mencontohkan kapal selam jenis Scorpen produk Prancis yang dibeli oleh negeri jiran, Malaysia, harganya mencapai 550 juta Euro atau lebih dari US$ 700 juta. Selain Prancis yang menawarkan Scorpen, Jerman menawarkan kapal selam jenis U-209 dan Korea Selatan menawarkan Chang Bogo.

Menurut Soeparno, TNI AL paling tidak membutuhkan sekurang-kurangnya enam buah kapal selam. Saat ini, TNI AL baru memiliki dua kapal selam, yakni KRI Cakra dan KRI Nanggala yang dimiliki sejak tahun 1980-an. Itu pun, KRI Cakra masih dalam perbaikan dan baru rampung Januari tahun depan. Untuk memenuhi jumlah miminal itu, "TNI AL butuh empat buah kapal selam lagi," katanya.

Namun, untuk dapat memenuhi jumlah ideal itu masih dibutuhkan waktu yang cukup lama. Pasalnya, setelah dipesan, proses pembuatan kapal selam butuh waktu bertahun-tahun. "Minimal tiga tahun," ujarnya.

Sumber: Tempo

Amerika To Deploy Littoral Combat Ships To Singapore

US Littoral Combat
SINGAPURA-(IDB) : United States (US) Defence Secretary Robert Gates said the US plans to deploy littoral combat ships to Singapore and seek ways to work with its military.

"In Singapore, we are strengthening our bi-lateral defence relationship within the context of the Strategic Framework Agreement and pursuing more operational engagement.

"Most notably, by deploying US Littoral Combat Ships to Singapore.

We are examining other ways to increase opportunities for our two militaries to train and operate together," he said at the question & answer session after the First Plenary Session - Emerging Security Challenges in the Asia-Pacific at the 10th IISS Asia Security Summit The Shangri-La Dialogue here Saturday.

Gates said the US was looking to prepositioning supplies to improve disaster response, improving command and control capabilities and expanding training opportunities.

"This is to help prepare our forces for the challenges both militaries face operating in the Pacific," he added.

Source: Bernama

Akhirnya, NATO Lancarkan Serangan Helikopter Pertamanya ke Libya

LIBYA-(IDB) : Helikopter tempur pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah melakukan serangan pertama ke Libya dalam rangka meningkatkan serangan terhadap diktator Muammar Gaddafi.
 
AFP melaporkan, NATO dalam statemennya hari ini (Sabtu, 4/6) menyebutkan, "Serangan helikopter di bawah komando NATO dilancarkan untuk pertama kalinya pada tanggal 4 Juni 2011 dalam operasi militer atas Libya yang merupakan bagian dari Operasi Pelindung Terpadu."

Kapten HMS Ocean, sebuah kapal tempur Inggris yang menjadi pangkalan serangan tersebut, mengatakan, "Dua helikopter Apache menghancurkan dua instalasi militer, sebuah situs radar dan sebuah kendaraan lapis baja dekat sebuah pos pemeriksaan dekat kota Brega, Libya."

Pejabat militer Perancis juga mengatakan, helikopter tempur Gazelle dan Tiger  juga ikut ambil bagian dalam operasi tersebut. 

Seorang juru bicara militer Perancis, Thierry Brukhard, mengatakan serangan helikopter tersebut menghancurkan sekitar 20 target.

Empat Apache Inggris dan 12 helikopter Tiger dan Gazelle milik Perancis dikirim ke Libya di bawah komando NATO.

Panglima NATO untuk misi Libya Letnan Jenderal Charles Bouchard mengatakan helikopter tersebut akan digunakan "kapanpun dan dimanapun diperlukan."

NATO menekankan bahwa presisi serangan helikopter tersebut lebih tinggi dibanding jet tempur dalam menyerang sasaran kecil dan menarget loyalis Gaddafi yang berusaha bersembunyi di kawasan padat penduduk.

Namun, helikopter itu beroperasi pada ketinggian rendah dan beresiko menjadi sasaran serangan pasukan Gaddafi. Apalagi berbagai laporan menyebutkan bahwa militer Gaddafi masih memiliki persediaan ribuan rudal tipe darat ke udara.

Sebelumnya, pesawat tempur NATO. Melancarkan berbagai serangan terhadap struktur komando dan kontrol di ibukota Libya, Tripoli.

NATO juga telah memperpanjang misinya di Libya hingga akhir September.

Resolusi PBB nomor 1973 bulan Maret lalu, memberikan mandat kepada NATO sampai akhir Juni untuk memberlakukan zona larangan terbang di Libya guna melindungi warga sipil dari serangan udara militer pro- Gaddafi.

Menurut Jubir Pemerintah Libya Mussa Ibrahim, lebih dari 700 warga sipil tewas dalam serangan udara NATO.

Sumber: Irib

US, Russia nuclear arsenal data released

USA-(IDB) : The United States has 30 percent more deployed long-range ballistic missiles  and nuclear warheads than former Cold War foe Russia, according to new data released Wednesday by the State Department.

Both countries are required to report key figures from their nuclear weapons arsenals as part of the landmark new Strategic Arms Reduction Treaty (START) adopted by Moscow and Washington on February 5.

The United States has 882 deployed intercontinental ballistic missiles (ICBMs), submarine-launched ballistic missiles (SLBMs) and heavy bombers, compared with 521 for Russia, according to the State Department, which published the new START aggregate numbers.

The United States also has 1,800 deployed warheads and 1,124 launchers, as well as deployed and non-deployed heavy bombers, compared with Russia's 1,537 deployed warheads and 865 launchers and heavy bombers, according to the figures.

The figures are current as of February 5, 2011, "as drawn from the initial exchange of data by the parties" that was required within 45 days of the treaty coming into force.

The new START limits each side to 1,550 deployed warheads and 700 deployed ICBMs and SLBMs and heavy bombers, meaning the United States would still need to reduce its arsenal under the terms of the treaty.

The first nuclear pact in two decades has been feted as vital to globa security because it reduces old warhead ceilings by 30 percent from a limit set in 2002, and establishes a streamlined new inspection procedure designed to eliminate cheating.

In October 2009, two months before the end of the original START treaty, the State Department issued strategic offensive arms figures that showed the United States possessed 5,916 "attributed" warheads, compared to Russia's 3,897.

A person familiar with START described it as a "totally different counting system" than the new START, which uses a more accurate counting in listing 1,800 actually deployed US warheads on ICBMs, SLBMs or heavy bombers.

A more realistic comparison, the person told AFP, would be with the approximately 2,150 operationally deployed strategic US nuclear warheads listed as of last December.

In May 2010, after extensive debate within President Barack Obama's administration, the Pentagon revealed the extent of its nuclear arsenal for the first time.

It said the US stockpile of nuclear weapons consisted of 5,113 warheads, including active warheads ready for deployment at short notice, as well as "inactive" warheads maintained at a depot in a non-operational status.

The new START accord limits still allow for enough weaponry to blow up the world many times over.

Obama has described the treaty as a modest step toward "a world without nuclear weapons," but stressed he knew the goal would not be reached quickly and would take "patience and persistence."

Source: Defencetalk

Perusahaan Pertahanan AS Kini Was-was

Sikorsky's UH-60 Black Hawk helicopter, Raytheon's Phalanx CIWS anti-ship missile system, General Dynamics Abrams M1A1 Main Battle Tankki-ka (bawah):Northrop Grumman's B2-Spirit stealth bomber, Boeing's NewGen Tanker, Lockheed Martin's F-35
WASHINGTON-(IDB) : Pemangkasan anggaran, terutama di sektor pertahanan, kembali menggema di Washington. Beberapa perusahaan besar yang tergantung dana ini pun terancam kolaps.
Kementrian Pertahanan AS menghabiskan US$ 367,1 miliar untuk kontraktor di tahun fiskal 2010, 14 kali lipat lebih banyak ketimbang Kementrian Energi, lembaga kedua tertinggi untuk pendanaan dengan nilai sebesar US$ 25,7 miliar.
Jika pemerintah memutuskan memotong anggaran secara signifikan untuk kontrak federal, maka perusahaan yang mengandalkan sejumlah besar uang pemerintah pun akan mengalami gancangan.
Berikut 10 kontraktor pemerintah federal terbesar, berdasarkan kewajiban dolar dari semua kementrian pemerintah pada tahun fiskal 2010, yang diambil dari Federal Procurement Data System.
10. BAE
Nilai kontrak pemerintah (2010): US$ 6,6 miliar
Total Pendapatan (2010): US$ 36,1 miliar
Industri: Aerospace & Pertahanan
BAE adalah kontraktor militer raksasa berbasis di Inggris yang mengembangkan pesawat elektronik dan pertahanan. Mereka kebanyakan melakukan bisnis dengan AS, Inggris, Australia, India, dan Arab Saudi.
Perusahaan ini mengalami kesulitan dalam kasus penyuapan 2010, mengaku bersalah untuk konspirasi karena menipu pemerintah AS, sehingga harus membayar Kementrian Kehakiman AS dan KPK Inggris senilai US$ 400 juta denda pidana.
9. SAIC
Nilai kontrak pemerintah (2010): US$ 6,8 miliar
Total Pendapatan (2010): US$ 11,1 miliar
Industri: Rekayasa & Teknologi
SAIC aktif dalam keamanan nasional AS, menyediakan jasa rekayasa untuk Kementrian Pertahanan dan Keamanan Dalam Negeri. Selain berkecimpung di industri energi, kesehatan, dan infrastruktur.
NASA memilih perusahaan ini pada Mei untuk mendukung komunikasi misi untuk agen. Nilai potensi maksimum kontrak adalah US$ 1,3 miliar.
8. Oshkosh Corp
Nilai kontrak pemerintah (2010): US$ 7,2 miliar
Total Pendapatan (2010): US$ 9,8 miliar
Industri: Otomotif
Oshkosh mendesain dan memproduksi truk khusus, dan menjualnya di 130 negara seluruh dunia. Ini adalah pemasok terbesar truk angkutan muatan berat tentara AS dan Inggris. Selain membuat sejumlah besar kendaraan militer berbeda, seperti truk taktis, kendaraan perintah, dan peralatan transporter besar.
7. L-3 Communications
Nilai kontrak pemerintah (2010): US$ 7,4 miliar
Total Pendapatan (2010): US$ 15,7 miliar
Industri: Komunikasi
Terutama kontraktor pertahanan, L-3 mengkhususkan diri dalam sistem komunikasi yang aman, intelijen, pengawasan, pengintaian, dan pelatihan dan simulasi. L-3 memenangkan kontrak pemerintah lain yang cukup besar pada November lalu, senilai maksimum US$ 976 juta. Perusahaan akan mengawasi aircrew dan sistem pemeliharaan pelatihan bagi Angkatan Udara C-17, pesawat angkut militer raksasa.
6. United Technologies
Nilai kontrak pemerintah (2010): US$ 7,7 miliar
Total Pendapatan (2010): US$ 54,3 miliar
Industri: Gedung & Aerospace
UTC adalah konglomerat besar dengan kepemilikan terkenal, seperti produsen helikopter Sikorsky, pembuat mesin pesawat Pratt & Whitney, dan perusahaan kedirgantaraan Hamilton Sundstrand. Selain memiliki Carrier, pemanas terbesar dunia, ventilasi, dan perusahaan AC, dan lift Otis.
Sikorsky terutama terlibat dalam kontrak pemerintah, membuat helikopter untuk negara-negara seluruh dunia termasuk Kanada, Turki, Arab Saudi, Thailand, dan India. Karya yang paling dikenal adalah helikopter UH-60 Black Hawk.
5. Raytheon
Nilai kontrak pemerintah (2010): US$ 15,2 miliar
Total Pendapatan (2010): US$ 25,2 miliar
Industri: Aerospace & Pertahanan
Raytheon adalah produsen terbesar dunia untuk peluru kendali. Selain merancang dan membuat sistem pertahanan udara dan rudal. Raytheon juga bersaing dengan Lockheed Martin untuk kontrak US$ 5 miliar dari US Army Aviation and Missile Command untuk membangun lebih dari 33 ribu rudal bagi militer.
4. General Dymanics
Nilai kontrak pemerintah (2010): US$ 15,2 miliar
Total Pendapatan (2010): US$ 32,5 miliar
Industri: Pertahanan
General Dynamics memproduksi semua jenis unit dan sistem tempur militer, termasuk tank, kapal, artileri, dan berbagai jenis amunisi. Salah satu produk yang paling terkenal adalah M1A2 Abrams Main Battle Tank dan pendahulunya M1 dan M1A1, yang melihat layanan yang luas untuk Angkatan Darat AS selama Perang Teluk dan Perang Irak.
3. Northrop Grumman
Nilai kontrak pemerintah (2010): US$ 16,8 miliar
Total Pendapatan (2010): US$ 34,8 miliar
Industri: Aerospace & Pertahanan
Northrop Grumman adalah pembangun kapal induk terbesar dunia, hingga mengalihkan bisnis pembuatan kapal pada Maret. Sebelumnya, Northrop memproduksi semua kapal AS, termasuk kelas supercarriers Nimitz dan Gerald R. kelas Ford terbarunya. Sekarang perusahaan fokus pada proyek kedirgantaraan dan sistem elektronik. Northrop memproduksi pembom siluman B2-Spirit legendaris dengan Boeing, dan armada 20 masih beroperasi hingga kini.
2. Boeing
Nilai kontrak pemerintah (2010): US$ 19,5 miliar
Total Pendapatan (2010): US$ 63,3 miliar
Industri: Aerospace & Pertahanan
Sebagai salah satu raksasa manufaktur dirgantara, pesawat dan satelit Boeing dapat ditemukan di seluruh militer AS. Boeing juga terikat dalam pekerjaan NASA, membantu mengoperasikan kedua kendaraan luar angkasa (Space Shuttle) dan stasiun luar angkasa internasionl (International Space Station). Boeing menang besar pada Februari ketika mereka mendapat kontrak US$ 35 miliar untuk membuat 179 kapal tanker pengisian bahan bakar udara untuk US Air Force.
1. Lockheed Martin
Nilai kontrak pemerintah (2010): US$ 35,8 miliar
Total Pendapatan (2010): US$ 45,8 miliar
Industri: Aerospace & Pertahanan
Lockheed Martin adalah kontraktor pemimpin bagi pemerintah AS dan bekerja dengan puluhan kementrian dan badan-badan, walaupun sebagian besar kontrak besar dengan Kementrian Pertahanan.
Antara empat unit usahanya, Penerbangan, Sistem Elektronik, Sistem Informasi, dan Sistems Ruang Angkasa, perusahaan melahap 6,8% dari total dolar yang dibelanjakan kontraktor oleh pemerintah AS pada 2010. 
Sumber: Inilah

Perlu Peningkatan Hubungan Militer

JAKARTA-(IDB) : Hubungan kerja sama pertahanan dan keamanan dengan Rusia harus bisa dilanjutkan dan ditingkatkan di masa depan. Sejarah membuktikan, Rusia adalah salah satu negara sahabat yang pernah membantu kekuatan militer Indonesia dengan sepenuh hati tanpa ikatan apa pun.  

Demikian salah satu pokok bahasan yang disampaikan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto dalam seminar sehari berjudul ”Indonesia-Rusia: Menatap Masa Depan” yang berlangsung di Kampus Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ’45), Sunter, Jakarta Utara, Sabtu (4/6). 

Sukhoi Su-27/30 TNI AU
Selain Slamet, pembicara dalam seminar ini adalah mantan Duta Besar RI untuk Rusia Susanto Pudjomartono, Direktur Pusat Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Rusia Yuri N Zozulya, serta dosen sejarah dan nasionalisme UTA ’45 Peter Kasenda.  Slamet mengatakan, pada era Presiden Soekarno, pembangunan kekuatan Angkatan Laut diutamakan karena Bung Karno waktu itu sadar, Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas dan kaya.  

”Salah satu negara yang membantu kita waktu itu adalah Rusia. Dengan kekuatan Rusia, kekuatan Angkatan Laut kita waktu itu sangat besar sehingga tidak ada (negara) yang berani main- main dengan RI,” ungkap Slamet.  Jika kekuatan TNI AL masa kini masih sebesar itu, lanjutnya, Indonesia tidak akan kehilangan Pulau Sipadan-Ligitan dan tidak akan ada masalah dengan negara tetangga di perairan Ambalat.  

Helikopter Mi-17 TNI AD
Ditambahkan, untuk melindungi seluruh kekayaan dan kedaulatan RI, mau tidak mau pembangunan pertahanan ini harus terus ditingkatkan. Meski demikian, berdasarkan pengalaman masa lalu, kerja sama pertahanan dengan negara-negara di luar Rusia (terutama Amerika Serikat dan sekutunya) selalu diembel- embeli dengan ikatan dan syarat- syarat tertentu.  

Sementara itu, Rusia selalu siap membantu Indonesia tanpa ikatan apa pun. ”Kita seharusnya tak perlu melihat negara mana yang akan diajak kerja sama, tetapi bagaimana kerja sama itu harus dibangun demi kepentingan bangsa ini,” kata Slamet.  Susanto Pudjomartono menambahkan, pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari Rusia menjadi salah satu bidang kerja sama kedua negara yang sangat menjanjikan.

Helikopter Mi-35 TNI AD
Ini karena Rusia tak menuntut ikatan politik apa pun dari pembelian tersebut.  Indonesia pun diuntungkan karena Rusia sampai saat ini masih menjadi produsen utama persenjataan di dunia sehingga hampir seluruh kebutuhan alutsista bisa diperoleh dari negara itu.  

Buku Military Balance 2010 yang disusun International Institute for Strategic Studies menyebutkan, Indonesia telah memesan berbagai alutsista senilai lebih dari 1 miliar dollar AS kepada Rusia. Alutsista itu terdiri dari pesawat tempur Sukhoi Su-27/30, helikopter Mi-17 dan Mi-35, kapal selam kelas Kilo, tank amfibi BMP-3F, serta sistem rudal antikapal 

Sumber: Kompas

Pembelian Lima Sukhoi Kembali Diusulkan

MAKASSAR-(IDB) : Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) Indonesia mengusulkan pembelian pesawat tempur Sukhoi kepada pemerintah Indonesia. Penambahan pesawat tempur buatan Rusia tersebut dianggap perlu mengingat wilayah NKRI yang cukup luas dan harus dipantau oleh Komando Pertahanan Udara Nasional. 

Demikian dikatakan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) Marsekal Muda TNI Eddy Suyanto usai bertindak sebagai inspektur upacara pada serah terima jabatan Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional (Pangkosek) II Makassar, Jumat 4 Mei. 

Eddy mengatakan seperti di negara-negara berkembang lainnya, jumlah pesawat tempur ada yang mencapai ratusan buah sementara luas wilayahnya di bandingkan Indonesia masih lebih kecil. "Kita bisa lihat di Alqaedah misalnya, pesawat tempurnya sangat banyak. Harusnya kita juga bisa demikian. Tetapi hal tersebut juga harus dikondisikan dengan keuangan negara, yang lebih penting saat ini adalah kesejahteraan rakyat," ucapnya. 

Eddy mengatakan saat ini jumlah pesawat tempur Sukhoi yang dimiliki Indonesia sebanyak 11 buah. Semuanya ditempatkan di skuadron 11 Lanud Sultan Hasanuddin. Untuk satu skuadron, layaknya memiliki 16 buah pesawat tempur, sehingga Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia akan menambah pesawat suhkoi sebanyak lima buah pesawat lagi.  "Kami mengusulkan tambahan lima pesawat baru lagi tahun ini," katanya. 

Untuk keadaan wilayah udara Indonesia khususnya wilayah timur, Eddy mengatakan secara umum kondisi tersebut aman dari gangguan pihak asing yang ingin mengacaukan pertahanan negara. Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia senantiasa bekerja keras guna pengamanan tersebut. "Ini tentunya tidak telepas dari kerjasama yang baik dengan semua pihak," paparnya. 

Upacara serah terima jabatan berlangsung di markas Kosek Hanudnas Jumat, 4 Mei. Kolonel Agoes Haryadi menduduki jabatan Pangkosek Hanudnas II yang baru menggantikan Marsekal Pertama TNI Abdul Muis yang selanjutnya akan menduduki jabatan barunya sebagai Komandan Landasan Udara (Lanud) Adi Sucipto Yogyakarta.  Upacara dihadiri Wakil Gubernur Sulsel, Agus Arifin Nu'mang, tokoh masyarakat serta unsur muspida.

Sumber: Fajar

Pesawat amaran awal udara perkuatkan TUDM

KUALA LUMPUR–(IDB) :  Setelah hampir 15 tahun menanti, Tentera Udara Diraja Malaysia (TUDM) dijangka memiliki skuadron Pesawat Amaran Awal Udara (AEW) tidak lama lagi bagi mengukuhkan lagi sistem pertahanan negara.

Perolehan aset bernilai berbilion ringgit itu penting kerana ia bakal melengkapkan keupayaan pesawat superioriti TUDM iaitu Sukhoi SU-30MKM serta pesawat pejuang MiG-29N dan F/A 18D Hornet.

Kosmo! difahamkan, sistem radar jenis AEW jenis Erieye buatan Sweden dijangka menjadi pilihan TUDM untuk dipasang sama ada pada pesawat EMB 145 buatan Brazil atau Saab 2000 dari Sweden.

“Ia dijangka menelan peruntukan besar kira-kira RM11 bilion menerusi belanjawan Rancangan Malaysia Ke-10 (RMK-10) dan RMK-11 tetapi cukup penting untuk TUDM.

“Perolehan ini adalah kesinambungan kepada proses memodenkan TUDM melalui program Perolehan Aset Baru yang termoden dan berteknologi tinggi,” ujar sumber daripada industri pertahanan.

Pesawat AEW yang terbang pada ketinggian tertentu itu direka untuk mengesan pesawat lain (musuh) menggunakan sistem radarnya sehingga pada jarak sejauh kira-kira 600 kilometer atau lebih.

Sumber: Kosmo

Boeing Delivers 2 F-15K Slam Eagles To South Korea

KOREA-(IDB) : The Boeing Company delivered two F-15K Slam Eagle aircraft -- designated F-15K49 and F-15K50 -- to the Republic of Korea Air Force (ROKAF) at Daegu Air Base on May 30. The aircraft departed the Boeing St. Louis facility on May 25 and made stops in Palmdale, Calif., Hickam Air Force Base, Hawaii, and Anderson Air Force Base, Guam, before arriving in Korea.

"Boeing has now delivered 10 F-15Ks to the Republic of Korea under the Next Fighter II contract," said Roger Besancenez, Boeing F-15 Program vice president. "We remain laser focused on providing first time quality on every F-15K we deliver to this important customer. We are proud that the F-15K is a cost-certain, schedule-certain solution for the Republic of Korea."

Boeing delivered the first six of 21 F-15Ks it is producing under the Next Fighter II contract in 2010 and two more in April. The remaining 11 aircraft will be delivered through April 2012.

Six of the new F-15K Slam Eagles are scheduled to participate in an advanced aerial combat training exercise at Nellis Air Force Base, Nev., in early 2012.

The F-15K is an advanced variant of the combat-proven F-15E. Equipped with the latest technological upgrades, it is extremely capable, survivable and maintainable. The aircraft's service life is planned through 2040, with technology insertions and upgrades throughout its life cycle. Boeing completed delivery of 40 Next Fighter I aircraft to the ROKAF in October 2008.

Source: AsianMilitary