Keberhasilan para teknisi simulator F-16A melampaui 2.000 jam operasi bulan lalu merupakan kebanggaan TNI AU dan Wing 3 Lanud Iswahjudi. Melam-bungnya harga suku cadang dari luar negeri, menuntut para teknisi berpikir keras dan bertindak kreatif. Hasilnya, para penerbang F-16 tetap canggih dalam melakukan manuver tempur. Berikut lawatan Angkasa ke Lanud tempur terbesar yang dahulu didirikan Departemen Van Oorlog, Hindia Belanda.
SIMULATOR F-16 - Mensimulasikan penerbangan yang sesungguhnya./Foto: Faslat Wing - 3 Lanud Iswahjudi |
Pembelian satu skadron (12 unit) pesawat tempur canggih fly-by-wire F-16A/B Fighting Falcon dari Lockheed Martin Aircraft System (LMTAS), AS (ketika itu General Dynamics-Forth Worth Division) tahun 1989 mendorong TNI AU, saat itu, untuk juga mengevaluasi rencana pembelian simulatornya.
Meskipun harganya mahal (sebanding dengan harga dua unit pesawatnya), namun disadari fasilititas simulator bisa membantu proses familiarisasi (pengenalan) maupun profisiensi keahlian bermanuver dan bertempur bagi para penerbang F-16 tanpa menyebabkan pemborosan bahan bakar dan terhindar dari risiko crash.
Pada 25 November 1995 ditandatanganilah kontrak pembuatan Simulator F-16A kursi tunggal antara TNI AU dengan Thomson Training & Simulation Ltd (TTSL) Inggris, yang sesungguhnya adalah divisi simulator Thomson-CSF Perancis. LMTAS menyokong pembuatan perangkat keras maupun perangkat lunak bagi elemen-elemen pendukung kokpit (cockpit assembly) F-16A yang kalau didata berjumlah ribuan komponen besar dan kecil. Sementara elemen visual seperti image generator, proyektor, sistem head-tracked dibuat oleh Evans & Suherland (E&S), AS, untuk kemudian diintegrasikan di West Sussex, Inggris.
Simulator F-16A ini akhirnya tiba di Tanah Air pada November 1997, kira-kira dua tahun sejak pembuatan, pengintegrasian dan pengujiannya dilakukan. Di Lanud Iswahjudi, proses instalasi selesai pada Februari 1998. Sebulan kemudian, 17 Maret 1998 Simulator F-16A Block 15 OCU (Operational Capabilities Upgrade) milik TNI AU itu resmi digunakan.
Simulasi bertempur
DOME ASSEMBLY - Merupakan ruangan utama simulator./Foto: Angkasa/Roni Sontani |
Mengunjungi Simulator F-16A TNI AU yang bernaung dibawah Wing 3 Lanud Iswahjudi mengingatkan kepada bentuk rupa Planetarium di Jakarta.
Bedanya fasilitas ini berukuran mini. Dome Assembly, atau 'rumah' dari simulator berbentuk kubah seperti bola dunia. Dinding bagian dalamnya yang licin sekaligus berfungsi sebagai layar besar untuk menampilkan berbagai gambar panorama yang dipancarkan proyektor.
Seperti kegunaan lainnya, dijelaskan Kepala Urusan Pemeliharaan Faslat Wing 3 Kapten Lek Ir Arwin Daemon DW Sumari, bentuk bulat disadari mampu memberikan daerah sapuan (scanning area) lebih luas.
Untuk mempekerjakan simulator tentu saja diperlukan sebuah 'otak'. Di sinilah kinerja dari host computer atau simulator control computer (SCC) bersistem operasi IRIX versi 5.3 yang berbasis UNIX release 4 keluaran Silicon Graphics Inc, AS digunakan. Semua fasilitas ini, kubah serta perangkat besar komputernya, ditempatkan di sudut area Wing 3 Lanud Iswahjudi.
Untuk melakukan simulasi teknik penembakan baik air to ground, air to air maupun maverick digunakan tactical control computer yang merupakan bagian dari sistem pengoperasian komputer instruktur terletak di lantai dua secara terpisah. Dari tempat ini instruktur melakukan komunikasi dan pemanduan terhadap pilot yang ada di dalam kokpit.
Instruktur melihat tampilan pesawat yang dikendalikan pilot melalui komputer di hadapannya. Bagi penerbang yunior, biasanya, yang diberikan adalah pengenalan terbang menggunakan pesawat generasi keempat ini. Diantaranya general flight I, II, dan instrument flight ke beberapa lanud di Pulau Jawa.
Untuk penerbang senior, penggunaan simulator F-16 lebih kepada kesempatan untuk mengasah keterampilan aerobatik maupun penguasaan teknik pertempuran udara. Untuk keperluan ini berbagai program simulasi tempur di-install dalam komputer simulator. Termasuk di dalamnya adalah pertempuran dengan beberapa jenis pesawat tempur canggih lainnya baik yang dibuat AS sendiri maupun buatan Blok Timur.
Melawan Flanker
COCKPIT F-16 - Mirip sebenarnya./Foto: Angkasa/Roni Sontani |
Ketika ditampilkan di layar komputer, diantaranya muncul pilihan F-16 vs MiG-21 Fishbed, MiG-23 Flogger, MiG-29 Fulcrum, dan Su-27 Flanker. Sedang dengan pesawat AS, antara lain F-16 vs F-16, F/A-18 Hornet, dan F-15 Eagle.
Sementara wakil Eropa Barat antara lain adalah pembom tempur Mirage-2005. Pilihan bertempur pun tidak hanya sebatas dengan satu pesawat musuh melainkan bisa dengan beberapa pesawat.
Misi penghancuran target-target darat juga disediakan. Yakni pemboman areal fixed target maupun sasaran bergerak seperti tank, frigate, dan patrol boat. Untuk melengkapi kegunaan simulator, juga disediakan simulasi air refuelling baik pada kondisi siang maupun malam hari.
Penggunaan setting dari medan pertempuran juga dimasukkan dalam komputer. Dalam sebuah video militer yang dibuat Aviation Week & Space Technology bahkan bisa disaksikan bagaimana para penerbang AS, sebelum turun dalam Perang Teluk 1991, digembleng melakukan simulasi pertempuran melawan kekuatan Irak dengan lanskap padang pasir dan basis-basis penting pertahanan Irak. Tidak heran bila kemudian AS dan sekutunya berhasil menaklukan Irak.
Sebagaimana diketahui, terbang dengan pesawat tempur modern beda halnya dengan mengendalikan pesawat berteknologi manual. Semua data sudah tersaji dalam layar komputer. Maka penerbang tempur di sini lebih berperan sebagai manajer untuk dirinya. Bagaimana ia harus memilih dan mengambil keputusan yang jitu dari data-data yang sudah ditampilkan komputer.
Memperhatikan perangkat kerasnya, cockpit assembly simulator F-16 dibuat sangat mirip dengan aslinya. Namun, beda dengan simulator pesawat transpor sipil, jenis simulator F-16A ini memang jenis fixed-based atau tidak dilengkapi dengan sistem gerak (motion system).
Pertimbangan utama tentu karena pesawat tempur mempunyai manuverabilitas sangat tinggi. Sehingga sistem gerak dinilai tidak ekonomis. Meski demikian tidak berarti pilot tidak bisa merasakan gerakan pesawat. Sistem G-seat mechanism digunakan sebagai pengganti untuk memberi efek gerak pesawat terhadap pilot dibantu dengan efek visual dalam layar kubahnya.
Ketika Angkasa turut mencoba terbang dalam simulator ini, sangat terasa sekali kursi gravitasi simulator penempur F-16 menekan-nekan saat mencoba melakukan manuver. Kesan terbang sesungguhnya makin terasa dengan tambahan gemuruh mendengik mirip suara semburan jet buang F-16.
2.000 Jam Serviceable
2000 JAM - Simulator milik TNI AU telah mengumpulkan 2.000 jam terbang./Foto: Angkasa/Roni Sontani |
Memelihara sebuah simulator canggih berharga mahal, agar tetap on service, dengan sumber daya manusia terbatas di lain pihak adalah suatu perjuangan tersendiri.
Arwin mengaku, kendala umum jelas menyangkut suku cadang yang berharga mahal. "Sehingga kami harus berpikir kreatif agar simulator tetap berfungsi dan bisa digunakan untuk menyokong program utama
Skadron Udara 3 dalam membina keahlian para penerbang tempurnya," jelas Arwin yang menjadi Ketua In Plant Team Full Mission Simulator F-16 di West Sussex.
Di luar soal suku cadang, para teknisi simulator juga dituntut bisa menyelesaikan sendiri permasalahan menyangkut kerusakan perangkat keras maupun perangkat lunaknya. "Kerusakan perangkat lunak tidak kalah peliknya. Bahkan bisa lebih rumit. Menghadapi perangkat lunak itu 'kan ibarat berhadapan dengan sesuatu yang misterius, karena tidak terlihat," tambahnya.
Suatu ketika, sebuah sub program dalam komputer simulator berubah ownership-nya sehingga proses eksekusi menjadi kacau. Respon yang diberikan pesawat tidak sesuai dengan maksud penerbang maupun instruktur. Untuk menyelesaikannya, teknisi kemudian memutar semua ilmu yang pernah didapatnya. Membuka-buka buku pemograman khusus. "Syukurlah dalam dua jam selesai."
Sedang kerusakan perangkat keras, misalnya, terjadi jika motor pemutar proyektor rusak. Simulator tidak berfungsi utuh. "Bila membeli pengganti harganya 22.000 dollar AS. Kami akali saja dengan proyektor komputer display, harganya jadi lebih murah, cuma 5.750 dollar AS," ungkap Arwin.yang memimpin 17 orang teknisi di lingkungannya.
Memasuki tahun ketiga pengoperasian, pada Kamis (26/7/2001) simulator F-16A mencapai 2.000 jam serviceable. Komandan Lanud Iswahjudi Marsma TNI F. Djoko Poerwoko di depan para jajarannya mengatakan," Ini suatu prestasi. Lebih-lebih setelah ditinggalkan teknisi dari Inggris yang hanya satu tahun di sini.
Selain itu simulator F-16A juga digunakan oleh AU Singapura, RSAF. Ini menunjukkan bahwa RSAF puas dan percaya dengan simulator kita. Sampai bulan kemarin sudah 21 session dengan jumlah pilot sekitar 80-an orang sejak kesepakatan dicetuskan melalui Good Will Visit RSAF tahun 1999. Pelatihan terakhir dari Skadron 140 pada 22-26 Juli. Penggunaan oleh RSAF pula yang tak dapat dipungkiri 'memperpanjang' umur simulator.
Merunut ke sejarah kesiapan sumber daya manusia yang akan menangani simulator pada awal pembeliannya memang terasa sangat minim sekali. Bahkan hingga sekarang praktis hanya Arwin yang bergelar sarjana elektronika dari ITB yang ada di Faslat Wing 3. Seperti lazimnya para penerbang tempur, para teknisi simulator F-16 di Faslat Wing 3 juga punya callsign. Nama-nama itu mereka ambil dari istilah komputer, seperti Daemon, Cursor, Pixel dan lain-lain. Alih-alih untuk menumbuhkan kecintaan dan semangat kerja.