Pages

Minggu, April 03, 2011

AS Akhiri Misi di Libya

Warga Libya memotret tentara bayaran dari Afrika yang tewas digempur pesawat tempur Perancis di al-Wayfiyah, sebelah barat Benghazi, 20 maret 2011.

WASHINGTON-(IDB):Amerika Serikat bersiap menarik semua jet tempurnya dari operasi zona larangan terbang di Libya. AS juga berharap aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara dan negara lainnya dapat mengurangi serangan. Misi tempur AS dijadwalkan akan berakhir pada Sabtu ini.

Sikap AS itu diumumkan Menteri Pertahanan Robert Gates dan Kepala Staf Gabungan Laksamana Mike Mullen, Kamis (31/3) di Washington, atau Jumat WIB. Pengumuman itu malah menimbulkan reaksi tidak percaya sejumlah anggota Kongres.

AP merilis, anggota Kongres AS bertanya-tanya mengapa pemerintahan Barack Obama memilih mengundurkan diri dari elemen kunci strategi militer di Libya itu. Mereka berpendapat, operasi koalisi Barat—yang kini diambil alih Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO)—mulai membuahkan hasil.

”Aneh”, ”mengganggu”, dan ”mengerikan”, begitu kata-kata kritis yang dilontarkan para senator. Mereka mendesak Gates dan Mullen memberikan penjelasan.

Misi AS mulai meninggalkan Libya, Sabtu ini. Gates mengatakan, Inggris, Perancis, dan anggota NATO lainnya dapat mengambil alih operasi itu menurut cara mereka. AS hanya mendukung dari belakang.

Pekan lalu Obama mengatakan tidak ingin terlibat terlalu jauh dalam operasi di Libya. AS tidak ingin kasus Irak dan Afganistan terulang di Libya. Jika kekuatan udara Moammar Khadafy sudah dilumpuhkan, AS akan surut.

Resolusi politik

Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle yang sedang berada di Beijing, China, hari Jumat mengatakan, krisis Libya tidak bisa diselesaikan melalui aksi militer. ”Semua pihak harus mulai melakukan resolusi politik,” kata Westerwelle.

Jerman dan China sejak awal mendukung penegakan zona larangan terbang di atas Libya. Meski demikian, sama seperti Rusia, mereka tidak setuju intervensi militer terhadap Libya, melainkan hanya melalui pendekatan diplomatik.

”Situasi Libya tidak dapat diselesaikan dengan cara militer. Hanya bisa melalui resolusi politik dan kita harus mewujudkan berjalannya proses itu,” kata Westerwelle dalam lawatan empat hari di China.

Menlu China Yang Jiechi juga menyatakan, China mendukung solusi diplomatik. Dia khawatir dengan laporan yang menyebutkan bahwa kekerasan senjata terus berlangsung dan hal itu menyebabkan jatuhnya korban jiwa di kalangan warga sipil.

”Masalah ini harus ditangani dengan tepat dengan cara diplomatik dan politik. Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB, China akan terus memainkan peran yang bertanggung jawab dalam hal ini,” kata Yang.

China dan Jerman, anggota tidak tetap DK PBB, abstain dalam pemungutan suara DK PBB terkait zona larangan terbang. Mereka mendesak Khadafy menarik pasukannya dari pusat-pusat penduduk. Jerman meminta Khadafy turun. China mengkritik NATO telah melampaui misi Resolusi PBB 1973.

Kanselir Jerman Angela Merkel sejak awal tak yakin serangan koalisi dapat meredam krisis Libya. Menurut Merkel, serangan ini malah menggelorakan semangat Libya untuk berperang.

Gencatan senjata

Hari Jumat terjadi pertempuran sengit antara pasukan oposisi dan loyalis Khadafy di Brega, salah satu kota minyak di Libya timur. Kota ini menjadi rebutan, silih berganti diduduki salah satu kubu jika kubu yang lain dapat didesak keluar.

Pasukan Khadafy juga menggempur Misrata di Libya barat. Loyalis menggunakan tank, roket, granat, mortir, dan proyektil lainnya. ”Kami tak lagi mengenali tempat itu. Kota porak poranda,” kata Sami, juru bicara oposisi.

Oposisi menegaskan, mereka setuju melakukan gencatan senjata. Hal itu bisa dilakukan sesuai kondisi, yakni jika pasukan Khadafy ditarik keluar dari kota-kota di Libya barat. Khadafy harus memberikan kebebasan berbicara kepada rakyatnya.
 
Mustafa Abdel Jalil, Ketua Dewan Nasional Transisi Oposisi, di Benghazi, Libya timur, menyerukan agar Khadafy menyingkirkan semua ”tentara bayaran” dari jalanan. Itu prasyarat lain yang diharapkan oposisi demi terjadinya gencatan senjata.

Tolak intervensi militer

Di Indonesia, Forum Umat Islam (FUI), yang terdiri dari sejumlah organisasi atau kelompok Islam, menolak intervensi militer Barat di Libya. Serangan itu membuat persoalan semakin rumit dan menewaskan banyak korban rakyat sipil.

Aspirasi itu disuarakan FUI dalam aksi unjuk rasa di Jakarta, Jumat. Massa menggelar unjuk rasa dari Bundaran Hotel Indonesia menuju Kedubes AS.

Sekretaris Jenderal FUI KH Muhammad Al Khaththath menegaskan, umat Islam Indonesia mengutuk keras serangan militer itu. ”Kami meminta Pemerintah Indonesia mengajukan protes keras ke PBB. Hentikan serangan. Biarkan krisis Libya diselesaikan oleh rakyatnya sendiri,” katanya.

Al Khaththath mencurigai serangan AS dan NATO itu hanya kedok untuk menguasai Libya. Libya cukup strategis secara politik di Timur Tengah karena kaya minyak bumi.

Sumber: Kompas

Serangan Pasukan Nato Nyasar

BREGA-(IDB):Sedikitnya 10 anggota gerakan perlawanan tewas oleh serangan udara koalisi pada hari Jumat, ujar para pejuang gerakan perlawanan Libya di tempat kejadian, Sabtu, (02/04) dalam pertempuran semakin kacau dengan pasukan Muammar Khaddafi di kota minyak Brega.
Namun para pemimpin gerakan perlawanan menggambarkan kematian tersebut hanyalah sebuah kecelakaan dan menyerukan serangan udara lanjutan terhadap pasukan Khaddafi, yang telah membalikkan kemajuan gerakan perlawanan di sepanjang jalan raya yang menghubungkan pantai timur benteng mereka dengan Libya barat.

Sebuah kontingen unit gerakan perlawanan lebih berpengalaman dan lebih terorganisir awalnya sengaja dikumpulkan di Brega, untuk mempertahankan kota tersebut tetapi saat ini tidak jelas apakah mereka tetap di dalam kota atau telah ditarik kembali ke padang pasir.

Seorang wartawan Reuters mengunjungi lokasi serangan udara melihat setidaknya empat kendaraan terbakar habis termasuk ambulans di pinggir jalan dekat pintu masuk timur ke kota. Seorang pria berdoa di kuburan yang baru digali dan ditutup bendera gerakan perlawanan merah, hitam dan hijau di dekatnya.

"Beberapa pasukan Khaddafi menyelinap di antara gerakan perlawanan dan menembakkan senjata anti-pesawat di udara," kata anggota gerakan perlawanan yang turut dalam pertempuran, Mustafa Ali Omar. "Setelah itu pasukan NATO datang dan membom mereka."
Pejuang gerakan perlawanan di tempat kejadian mengatakan sebanyak 14 orang mungkin telah meninggal dalam pemboman, yang mereka katakan terjadi sekitar 10 waktu setempat (20.00 GMT) pada hari Jumat.

Tapi di markas besar gerakan perlawanan di timur kota Benghazi, juru bicara Mustafa Gheriani mengatakan bahwa gerakan perlawanan masih menginginkan dan membutuhkan serangan udara pasukan koalisi. "Anda harus melihat gambaran besar kesalahan yang akan terjadi.. Kita berusaha untuk menyingkirkan Khaddafi dan akan ada korban, meski tentu saja tidak membuat kita bahagia."

Dia sendiri tidak bisa memastikan jumlah anggota gerakan perlawanan yang telah tewas dalam serangan udara.  Di Brussels, juru bicara NATO, yang pekan ini mengambil alih komando operasi militer mengatakan mereka akan memeriksa laporan tersebut.

Pasukan Kolonel Khaddafi menembakkan roket ke arah Brega semalam dan dilanjutkan dengan gempuran senjata berat di sekitar universitas kota Sabtu dini hari, kata gerakan perlawanan.

Tapi di gerbang timur kota, relawan yang dikenal sebagai "Shebab," atau pemuda, melakukan konvoi meninggalkan kota tersebut setelah hujan roket yang diluncurkan pasukan Khaddafi. Para sukarelawan telah sering melarikan diri di bawah tekanan, menimbulkan pertanyaan tentang apakah gerakan perlawanan akan mampu membuat kemajuan melawan pasukan Khaddafi lebih baik meski dilengkapi dan dilatih tanpa keterlibatan kekuatan militer besar Barat.

Sumber: Seruu